Teks tidak dalam format asli.
Kembali



LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 52, 1991(KEHAKIMAN. PENGADILAN. ADMINISTRASI. Peradilan Tata Usaha Negara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3448)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 1991
TENTANG
GANTI RUGI DAN TATA CARA PELAKSANAANNYA PADA PERADILAN
TATA USAHA NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan telah dinyatakannya oleh Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991 bahwa Undang-undang tersebut mulai diterapkan secara efektif, terdapat kemungkinan adanya putusan Peradilan tata Usaha Negara yang berisikan pembebanan ganti rugi;
b. bahwa oleh karena itu, sebagai pelaksanaan Pasal 120 ayat (3) yang berhubungan dengan Pasal 97 ayat (10), dan Pasal 117 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya pada Peradilan Tata Usaha Negara;

Mengingat:     1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3344);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:   PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI RUGI DAN TATA CARA PELAKSANAANNYA PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Ganti Rugi adalah pembayaran sejumlah uang kepada orang atau badan hukum perdata atas beban Badan Tata Usaha Negara berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara karena adanya kerugian materiil yang diderita oleh penggugat.
2. Kompensasi adalah pembayaran sejumlah uang kepada orang atas beban Badan Tata Usaha Negara oleh karena putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di bidang kepegawaian tidak dapat atau tidak sempurna dilaksanakan oleh Badan Tata Usaha Negara.

BAB II
GANTI RUGI

Pasal 2
(1) Ganti Rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata Usaha Negara Pusat, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
(2) Ganti Rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata Usaha Negara Daerah, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(3) Ganti Rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata Usaha Negara di luar ketentuan ayat (1) dan ayat (2), menjadi beban keuangan yang dikelola oleh badan itu sendiri.

Pasal 3
(1) Besarnya ganti rugi yang dapat diperoleh penggugat paling sedikit Rp250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah), dan paling banyak Rp5.000.000,- (lima juta rupiah), dengan memperhatikan keadaan yang nyata.
(2) Ganti rugi yang telah ditetapkan dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara jumlahnya tetap dan tidak berubah sekalipun ada tenggang waktu antara tanggal ditetapkannya putusan tersebut dengan waktu pembayaran ganti rugi.

Pasal 4
(1) Tata cara pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
(2) Tata cara pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 5
Pelaksanaan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dilakukan oleh masing-masing pimpinan Badan yang bersangkutan.

Pasal 6
(1) Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berisikan kewajiban pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikirimkan kepada para pihak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara yang menetapkan putusan, paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah putusan tersebut ditetapkan.
(2) Apabila putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau oleh Mahkamah Agung, maka putusan tersebut dikirimkan pula kepada Pengadilan Tata Usaha Negara tingkat pertama.

Pasal 7
(1) Permintaan pelaksanaan putusan Pengadilan, diajukan oleh pihak yang bersangkutan kepada Badan Tata Usaha Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaan salinan putusan Pengadilan.
(2) Badan Tata Usaha Negara yang menerima permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberitahukan kepada pihak yang mengajukan permintaan perihal telah diterimanya permintaan tersebut.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan melalui surat tercatat dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaan permintaan tersebut.

Pasal 8
Apabila pembayaran ganti rugi tidak dapat dilaksanakan oleh Badan Tata Usaha Negara dalam tahun anggaran yang sedang berjalan, maka pembayaran ganti rugi dimasukkan dan dilaksanakan dalam tahun anggaran berikutnya.

BAB III
KOMPENSASI

Pasal 9
Dalam hal putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyangkut rehabilitasi tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna dilaksanakan, maka Badan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya putusan Pengadilan, memberitahukan perihal tersebut kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus di tingkat pertama dengan tembusan kepada penggugat.

Pasal 10
Penggugat dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara agar tergugat dibebani kewajiban untuk membayar kompensasi.

Pasal 11
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara menerima permohonan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 10, memanggil Badan Tata Usaha Negara dan penggugat untuk mengupayakan tercapainya kesepakatan besarnya jumlah kompensasi.

Pasal 12
Apabila Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara tidak dapat mengupayakan tercapainya kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 maka Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara setelah mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak menetapkan besarnya kompensasi.

Pasal 13
(1) Apabila salah satu atau para pihak tidak dapat menyetujui besarnya kompensasi yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 maka dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya ketetapan tersebut pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan kepada Mahkamah Agung untuk minta ditetapkan kembali besarnya kompensasi.
(2) Ketetapan Mahkamah Agung mengenai besarnya kompensasi merupakan ketetapan akhir dan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah ditetapkannya ketetapan tersebut dikirimkan kepada para pihak dan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus tingkat pertama.

Pasal 14
(1) Besarnya kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp2.000. 000,- (dua juta rupiah), dengan memperhatikan keadaan yang nyata.
(2) Besarnya kompensasi yang telah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara atau Mahkamah Agung jumlahnya tetap dan tidak berubah sekalipun ada tenggang waktu antara tanggal ditetapkannya ketetapan tersebut dengan waktu pembayaran kompensasi.

Pasal 15
(1) Segera setelah menerima ketetapan Mahkamah Agung tentang besarnya kompensasi, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara meminta secara tertulis agar Badan Tata Usaha Negara yang bersangkutan melaksanakan pembayaran kompensasi tersebut.
(2) Tembusan surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan kepada penggugat.

Pasal 16
Apabila pembayaran kompensasi tidak dapat dilaksanakan oleh Badan Tata Usaha Negara dalam tahun anggaran yang sedang berjalan, maka pembayaran kompensasi dimasukkan dan dilaksanakan dalam tahun anggaran berikutnya.

BAB IV
KETENTUAN LAIN

Pasal 17
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membebankan ganti rugi kepada Badan Tata Usaha Negara, tidak mengurangi hak negara untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap Pejabat Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18
Peraturan Pemerintah ini dapat disebut Peraturan Pemerintah tentang Ganti Rugi Tata Usaha Negara.

Pasal 19
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juli 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juli 1991
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 3448(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 52)

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 1991
TENTANG
GANTI RUGI DAN TATA CARA PELAKSANAANNYA
PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

I. UMUM

1. Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum. Prinsip ini disesuaikan dengan pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia, sehingga dapat diupayakan tercapainya keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum.
Peradilan Tata Usaha Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan, yang merasa dirugikan oleh suatu keputusan Tata Usaha Negara.
2. Hakim pada Peradilan Tata Usaha Negara oleh Undang-undang dimaksud di atas diberi tugas dan wewenang untuk memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Sejalan dengan kewenangan tersebut, Hakim dapat memutuskan dan menetapkan bahwa Badan Tata Usaha Negara sebagai tergugat dibebani kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada penggugat. Pembayaran sejumlah uang juga dapat dibebankan kepada Badan Tata Usaha Negara sebagai kompensasi karena putusan Pengadilan di bidang kepegawaian tidak dapat atau tidak sempurna dilaksanakan. Baik pembayaran ganti rugi maupun pembayaran sejumlah uang sebagai kompensasi yang dibebankan kepada Badan Tata Usaha Negara merupakan upaya untuk memulihkan keseimbangan kerugian materiil yang diderita penggugat.
3. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang keuangan negara, pengelolaan keuangan Negara ada yang dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau pengelolaan langsung oleh Badan Tata Usaha Negara tertentu.
Oleh karena itu pelaksanaan ganti rugi dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau Badan Tata Usaha Negara yang langsung mengelola keuangannya sendiri.
4. Pembayaran ganti rugi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini hanya terbatas pada pembayaran ganti rugi yang diputuskan oleh Peradilan Tata Usaha Negara.
Sejalan dengan prinsip dasar dalam pelaksanaan putusan Pengadilan, maka putusan Peradilan Tata Usaha Negara tentang ganti rugi yang dapat dilaksanakan hanya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Suatu putusan Peradilan Tata Usaha Negara di bidang kepegawaian adakalanya tidak dapat direalisir. Dalam hal Badan Peradilan tersebut menetapkan bahwa seseorang pegawai tidak bersalah melakukan suatu perbuatan yang semula disangkakan kepadanya, maka pegawai yang bersangkutan pada prinsipnya dikembalikan kepada status dan jabatan semula (pegawai tersebut direhabilitasi). Tetapi berhubung terjadinya perubahan keadaan yang tidak memungkinkan pegawai yang bersangkutan dikembalikan pada jabatan semula, maka pegawai tersebut dapat meminta kompensasi berupa sejumlah uang.

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Badan Tata Usaha Negara Daerah adalah Badan yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara atas nama Pemerintah Daerah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Badan Tata Usaha Negara dalam hal ini adalah Badan Tata Usaha Negara yang mengelola keuangan secara tersendiri.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini mengandung arti bahwa sekalipun terdapat tenggang waktu antara saat ditetapkannya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dengan pelaksanaan pembayaran ganti rugi, tetapi hal ini tidak mempengaruhi jumlah ganti rugi yang telah diputuskan oleh Hakim Tata Usaha Negara. Dengan demikian terhadap jumlah ganti rugi tersebut tidak dimungkinkan untuk dimintakan bunga sebagai tambahan atas nilai ganti rugi.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 5
Yang dimaksud dengan "pimpinan" ialah pejabat yang berwenang membebani keuangan.

Pasal 6
Ayat (1)
Ketentuan tentang batas waktu penyampaian putusan Pengadilan ini adalah sesuai dengan penggarisan yang ditetapkan dalam Pasal 120 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Namun demikian, mengingat bahwa terdapat kemungkinan di antara perhitungan hari tersebut adalah hari libur, maka dalam Peraturan Pemerintah ini ditetapkan bahwa khusus untuk penyampaian putusan Pengadilan yang dimaksud dengan hari adalah hari kerja.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 7
Ayat (1)
Pengajuan permintaan pelaksanaan putusan Pengadilan disampaikan oleh pihak yang berhak atas ganti rugi, yaitu pihak penggugat dalam batas waktu yang telah ditentukan dalam ayat ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 8
Apabila memungkinkan bagi Badan Tata Usaha Negara, pembayaran ganti rugi dilaksanakan segera setelah diajukan permintaan pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh pihak yang bersangkutan.

Pasal 9
Ketentuan tentang prosedur kompensasi yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah ini pada hakekatnya adalah bersifat menegaskan dan memperjelas penggarisan Pasal 117 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986.

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengertian hari dalam ayat ini adalah sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1).

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 3 ayat (2).

Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16
Lihat penjelasan Pasal 8

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali