[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]

BAB I
KETENTUAN UMUM
Tujuan dari peraturan ini sebagai:
a.  pedoman dalam penataan sistem telekomunikasi di lingkungan Polri;
b.  sarana pendukung kelancaran pelaksanaan tugas Polri; dan
c.  sarana pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas Polri melalui penyelenggaraan telekomunikasi.

Pasal 3
Prinsip-prinsip dalam peraturan ini meliputi:
a.  kerahasiaan, yaitu wajib menjaga kerahasiaan informasi baik yang diterima, disimpan maupun dikirim;
b.  kesiapsiagaan, yaitu kesiapan sarana prasarana dan sumber daya manusia;
c.  disiplin, yaitu patuh dan taat terhadap aturan yang berlaku dalam melaksanakan tugas; dan
d.  responsif, yaitu cepat tanggap terhadap kebutuhan operasional kepolisian dan proaktif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telekomunikasi.

BAB II
SISTEM TELEKOMUNIKASI
Pasal 4
(1)  Sistem telekomunikasi Polri diterapkan berdasarkan kebutuhan dan pola operasional Polri melalui pendekatan teknis berupa jaringan organik dan jasa jaringan yang disediakan oleh penyelenggara telekomunikasi.
(2)  Kebutuhan dan pola operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didukung dengan jaringan yang bersifat:
a.  tetap/fixed;
b.  bergerak/mobile; dan
c.  gabungan (fixed dan mobile).

Penyelenggaraan sistem telekomunikasi di lingkungan Polri, wajib memperhatikan:
a.  studi kelayakan (feasibility study);
b.  konfigurasi dan rancang-bangun sistem;
c.  penentuan spesifikasi teknik dan pengujian;
d.  kalibrasi; dan
e.  modifikasi.

BAB III
TATA CARA PENYELENGGARAAN SISTEM TELEKOMUNIKASI
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 7
(1)  Penyelenggaraan sistem telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, serta guna menjamin keterpaduan sistem telekomunikasi Polri, maka perencanaan pembangunan dan pengembangannya dilaksanakan oleh Divisi TI Polri dengan memperhatikan usulan dari Satker pengguna, baik di tingkat satuan fungsi maupun satuan kewilayahan.
(2)  Perencanaan pembangunan dan pengembangan sistem telekomunikasi Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip:
a.   kontinuitas dan kompatibilitas, yaitu berkesinambungan dan dapat mengadopsi teknologi yang sudah tergelar;
b.   biaya efektif, yaitu pembangunan dan pengembangan sistem telekomunikasi secara tepat guna;
c.   interoperabilitas, yaitu kemampuan integrasi dari dua atau lebih sistem yang berbeda;
d.   mudah disesuaikan (upgradeable), yaitu harus dapat mengikuti perkembangan teknologi baik software maupun  hardware;
e.  skala prioritas (scalable), yaitu harus terukur, selaras dan selektif berdasarkan prioritas sesuai kebutuhan nyata Polri dan dibangun secara bertahap sesuai kemampuan anggaran yang tersedia; dan
f.   teknologi teruji (proven and technology support), yaitu teknologi yang dipilih harus sudah terbukti kehandalannya dan dinyatakan dengan rekomendasi dari badan/pusat penelitian dan pengembangan Polri.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan
Pasal 8
(1)  Penyelenggaraan sistem telekomunikasi di lingkungan Polri disusun berdasarkan:
a.  peruntukannya, meliputi:
1.  Sistem Telekomunikasi Markas, dilaksanakan untuk melayani komunikasi di lingkungan Mabes Polri, Mapolda, Mapolres, Mapolsek dalam rangka mendukung tugas pokok Polri;
2.  Sistem Telekomunikasi Antar Wilayah, dilaksanakan untuk melayani komunikasi antar kesatuan mulai dari Mabes Polri, Mapolda, Mapolres, Mapolsek dan/atau sebaliknya dalam rangka mendukung tugas pokok Polri;
3.  Sistem Telekomunikasi Operasi Kepolisian, dilaksanakan untuk melayani komunikasi dalam rangka mendukung tugas operasi Kepolisian; dan
4.  Sistem Telekomunikasi Khusus, dilaksanakan untuk melayani komunikasi dalam rangka mendukung tugas-tugas khusus (intelijen, reserse, Interpol, Densus 88 AT) dan/atau tugas tertentu (latihan bersama antar negara maupun gabungan lintas kementerian/lembaga).
b.  media yang digunakan, meliputi:
1.  telekomunikasi terestrial, terdiri dari:
a)  media kabel (wire);
b)  media fiber optic;
c)  media gelombang elektromagnetik, dan
d)  media infra red.
2.  telekomunikasi satelit, menggunakan fasilitas transponder pada satelit.
c.  teknologi modulasi, meliputi:
1.  teknologi analog;
2.  teknologi digital; dan
3.  teknologi hybrid.
d.  implementasi teknologi, meliputi sistem:
1.  konvensional;
2.  trunking;
3.  circuit switch (Time Division Multiplexing Based);
4.  packet switch (internet protocol based);
5.  broadband (Wi Fi dan Wi Max); dan
6.  wireless.
e.  konten/muatan informasi terdiri dari:
1.  suara (voice);
2.  data (teks dan grafik);
3.  gambar bergerak (video); dan
4.  multimedia.
(2)  Sistem hubungan telekomunikasi internal Polri dapat dilaksanakan secara terbuka dan tertutup.
(3)  Hubungan telekomunikasi Polri bersifat:
a.  transparan, merupakan sistem telekomunikasi yang dilaksanakan tanpa menggunakan pengamanan yang berupa enkripsi, scramble, frequency hopping dan sejenisnya; dan
b.  terbatas, merupakan sistem telekomunikasi yang dilaksanakan secara eksklusif dengan menggunakan pengamanan yang berupa enkripsi, scramble, frequency hopping dan sejenisnya.

(1)  Klasifikasi, sifat, dan sistem hubungan telekomunikasi ditentukan oleh Kepala Divisi Teknologi Informasi (Kadiv TI) Polri, dengan memperhatikan saran dan masukan dari Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Mabes Polri atau Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil).
(2)  Khusus penggunaan komunikasi yang bersifat terbatas ditentukan oleh:
a.  Kapolri yang dapat didelegasikan kepada Kadiv TI Polri, untuk penggunaan komunikasi terbatas oleh instansi terkait; dan
b.  Kadiv TI Polri untuk penggunaan komunikasi terbatas bagi Satker di lingkungan Mabes Polri dan Satuan Kewilayahan.

Bagian Ketiga
Pendayagunaan dan Pengamanan
Pasal 11
Pendayagunaan sistem telekomunikasi Polri dilaksanakan dengan:
a.  merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, evaluasi, mengawasi dan mengendalikan sistem telekomunikasi secara berlanjut;
b.  memaksimalkan fungsi sentral komunikasi (Senkom) sebagai pusat penyambungan (switching) telekomunikasi Polri dan pusat pemberitaan;
c.  menggunakan alat/perangkat telekomunikasi Polri secara proporsional dan terintegrasi dengan sistem yang telah tergelar;dan
d.  menjalin kerja sama dengan pihak lain dalam rangka pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi.

(1)  Sasaran pembinaan sistem telekomunikasi di lingkungan Polri dilaksanakan terhadap:
a.  sumber daya manusia;
b.  organisasi;
c.  materiil, fasilitas dan jasa layanan telekomunikasi; dan
d.  operasionalisasi.
(2)  Sasaran pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi oleh pembina fungsi, yaitu:
a.  Divisi Teknologi Informasi (Div TI) Polri di tingkat Mabes Polri;
b.  Bidang Teknologi Informasi (Bid TI) di tingkat Polda; dan
c.  Seksi Teknologi Informasi (Si TI) di tingkat Polres.

Bagian Kedua
Sumber Daya Manusia
Pasal 14
(1)  Pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a dilaksanakan dalam bentuk:
a.  pendidikan dan pelatihan;
b.  penugasan; dan
c.  pembinaan karier.
(2)  Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan pada:
a.  Lembaga Pendidikan Polri; dan
b.  Lembaga Pendidikan di luar Polri.
(3)  Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan:
a.  latar belakang pendidikan formal dan pendidikan spesialisasi;
b.  pelatihan keterampilan yang pernah diikuti;
c.  pengalaman tugas;
d.  kompetensi; dan
e.  integritas.
(4)  Pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan memperhatikan:
a.  senioritas;
b.  lama waktu penugasan;
c.  prestasi;
d.  kompetensi; dan
e.  integritas.

Bagian Ketiga
Organisasi
Tugas, wewenang dan tanggung jawab penyelenggara sistem telekomunikasi di lingkungan Polri, sebagai berikut:
a.  tingkat Mabes Polri:
1.  merumuskan kebijakan dan strategi sistem telekomunikasi di lingkungan Polri;
2.  menyusun program dan kegiatan dalam rangka pembangunan dan pengembangan sistem telekomunikasi di lingkungan Polri;
3.  menetapkan spesifikasi teknis dan melakukan penelitian serta pengembangan sistem telekomunikasi di lingkungan Polri;
4.  memberikan petunjuk/arahan dan sosialisasi pada satuan kewilayahan serta satuan fungsi dalam rangka pengendalian penyelenggaraan sistem telekomunikasi di lingkungan Polri;
5.  melaksanakan koordinasi dalam rangka pembinaan, pemeliharaan, dan perawatan untuk menjamin kesiapan sistem telekomunikasi di lingkungan Polri;
6.  melaksanakan pengawasan dan pengendalian, serta supervisi atas penyelenggaraan sistem telekomunikasi di lingkungan Polri; dan
7.  membina sistem telekomunikasi markas, sistem telekomunikasi wilayah, sistem telekomunikasi operasi dan sistem telekomunikasi khusus dalam jajaran Polri.
b.  Tingkat Satker pengemban fungsi teknologi informasi di Mabes Polri:
1.  melaksanakan kebijakan Kapolri berkaitan dengan penyelenggaraan sistem telekomunikasi di lingkungan masing-masing;
2.  melaksanakan pembinaan teknis, pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan sistem telekomunikasi di lingkungan masing-masing;
3.  melaksanakan pembinaan sistem telekomunikasi markas, sistem telekomunikasi wilayah, sistem telekomunikasi operasi dan sistem telekomunikasi khusus yang ada di jajarannya.
4.  melaksanakan koordinasi dalam rangka pembinaan, pemeliharaan, dan perawatan untuk menjamin kesiapan sistem telekomunikasi di lingkungannya;
5.  melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan peralatan telekomunikasi yang telah tergelar; dan
6.  melaporkan kepada Kadiv TI Polri.
c.  tingkat Polda:
1.  melaksanakan kebijakan Kapolri berkaitan dengan penyelenggaraan sistem telekomunikasi di lingkungan Polda;
2.  memberikan arahan kepada satuan pelaksana dalam rangka meningkatkan keterampilan untuk mengoperasionalkan alat telekomunikasi;
3.  melaksanakan pembinaan teknis, pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan sistem telekomunikasi di lingkungan Polda;
4.  melaksanakan pembinaan sistem telekomunikasi markas, sistem telekomunikasi wilayah, sistem telekomunikasi operasi dan sistem telekomunikasi khusus yang ada di jajarannya; dan
5.  melaksanakan koordinasi dalam rangka pembinaan, pemeliharaan, dan perawatan untuk menjamin kesiapan sistem telekomunikasi di lingkungan Polda.
6.  melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan peralatan telekomunikasi yang telah tergelar; dan
7.  melaporkan kepada Kadiv TI Polri.
d.  tingkat Polres:
1.  melaksanakan dan mengawasi sistem komunikasi markas, sistem telekomunikasi wilayah, sistem telekomunikasi operasi dan sistem telekomunikasi khusus pada satuan jajarannya;
2.  mengendalikan dan mengamankan peralatan telekomunikasi Polri serta peralatan pendukung pada satuan jajarannya;
3.  melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan peralatan telekomunikasi pada satuan jajarannya; dan
4.  melaporkan kepada Kabid TI.

Bagian Keempat
Materiil, Fasilitas dan Jasa Layanan Telekomunikasi
Pasal 17
(1)  Pembinaan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c, dilaksanakan terhadap:
a.  perangkat telekomunikasi Polri, yang mencakup semua alat telekomunikasi elektronik dan non elektronik berupa:
1.  telepon berbasis internet (IP based);
2.  radio komunikasi meliputi radio high frequency, very high frequency, ultra high frequency, dan microwave link;
3.  repeater meliputi repeater konvensional, trunking, analog, digital;
4.  telepon;
5.  faksimile;
6.  alat komunikasi satelit;
7.  alat komunikasi video conference;
8.  lampu isyarat; dan
9.  peralatan multimedia.
b.  alat bantu navigasi, yang berfungsi sebagai pemandu pergerakan pesawat terbang atau kapal laut, meliputi:
1.  receiver global positioning system;
2.  range finder;
3.  beacon;
4.  marker;
5.  instrument landing system; dan
6.  radar.
c.  radar darat, yang berfungsi untuk mendeteksi, mengenali, dan menentukan posisi benda-benda di udara terhadap suatu tempat di bumi atau suatu telemetri, meliputi:
1.  peringatan dini (early warning);
2.  ground control interceptor;
3.  ground control approach;
4.  low cover;
5.  radar meteorologi; dan
6.  secondary radar.
d.  aviation electronic (avionic), yang berfungsi sebagai alat navigasi, komunikasi, dan deteksi di pesawat terbang, meliputi:
1.  radio kompas;
2.  radio altimeter;
3.  weather radar;
4.  mapping radar;
5.  tactical navigation system (tacan); dan
6.  radar warning receiver.
e.  frekuensi dan bandwidth transponder satelit, merupakan media transmisi bagi pancaran gelombang elektromagnetik untuk dapat berfungsinya komunikasi yang menggunakan peralatan pemancar dan penerima sistem telekomunikasi Polri.
(2)  Penggunaan dan penggelaran frekuensi serta bandwidth sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, wajib mendapatkan izin tertulis dari Kadiv TI Polri atas nama Kapolri.

Pasal 18
Pembinaan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c, dilaksanakan terhadap:
a.  bangunan untuk penempatan perangkat telekomunikasi (shelter);
b.  tiang antena (tower) dan kelengkapannya;
c.  sumber daya listrik, meliputi genset, solar cell, aki, dan uninterruptible power supply (UPS);
d.  stabilizer;
e.  peralatan bengkel telekomunikasi, kalibrasi, dan laboratorium telekomunikasi;
f.   alat-alat pendukung untuk pengamanan transmisi perangkat telekomunikasi berupa:
1.  alat monitor dan observasi;
2.  direction finder;dan
3.   jammer.

Penyediaan peralatan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dilaksanakan secara berlanjut dengan berpedoman pada siklus pembinaan materiil telekomunikasi, dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pemeliharaan sampai dengan penghapusan.

Pasal 21
(1)  Infrastruktur telekomunikasi Polri dapat dimanfaatkan oleh pihak lain setelah memperoleh persetujuan dari Kadiv TI Polri atas nama Kapolri.
(2)  Pemanfaatan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku serta berdasarkan kesepakatan bersama.

Bagian Kelima
Operasionalisasi
(1)  Dalam penyelenggaraan sistem telekomunikasi di lingkungan Polri terdapat keterbatasan perangkat telekomunikasi Polri dalam mendukung tugas dan kegiatan secara optimal, maka dapat menggunakan atau memanfaatkan perangkat telekomunikasi pihak lain.
(2)  Tata cara penggunaan atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku berdasarkan kesepakatan bersama dan/atau koordinasi antar pihak.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Januari 2011
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

TIMUR PRADOPO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Februari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR