[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

Prosedur Pelaksanaan Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat ini disusun dengan maksud agar dijadikan sebagai pedoman atau acuan dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Komnas HAM dalam bidang penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Pasal 3
Prosedur Pelaksanaan Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat ini disusun dengan tujuan untuk memberikan keseragaman tentang pengertian dan kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan penyelidikan sehingga memantapkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang di bidang penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat, serta guna menertibkan administrasi penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat, dan meningkatkan kelancaran komunikasi yang berhasil guna dan berdaya guna.

BAB III
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

Bagian Kesatu
Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat

Pasal 4
(1) Klasifikasi jenis-jenis pelanggaran HAM yang berat adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 7 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
(2) Adapun klasifikasi jenis-jenis pelanggaran HAM yang berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kejahatan genosida;
b. kejahatan terhadap kemanusiaan.

Bagian Kedua
Unsur-Unsur Pelanggaran HAM yang Berat

Paragraf 1
Kejahatan Genosida

(1) Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dan serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:
a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran dan pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lainnya secara sewenang-wenang;
f. penyiksaan;
g. perkosaan atau bentuk kekerasan seksual lainnya;
h. penganiayaan;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.
(2) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur dalam Pedoman Unsur-Unsur Tindak Pidana Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dan Pertanggungjawaban Komando yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.

BAB IV
ALUR PENYELIDIKAN PROYUSTISIA

Bagian Kesatu
Pemantauan dan Penyelidikan

Pasal 7
Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat dilakukan oleh Komnas HAM, baik yang terjadi sebelum dan sesudah diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Pasal 8
(1) Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan berdasarkan adanya dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat.
(2) Penyelidikan dapat dilakukan baik atas laporan, pengaduan, maupun atas inisiatif Komnas HAM.

Apabila Sidang Paripurna kemudian memutuskan untuk tidak membentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat berdasarkan hasil pembahasan di Sidang Paripurna atau analisis hukum dari Tim Bentukan Paripurna, maka Sidang Paripurna dapat menyerahkan tindak lanjutnya kepada Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan.

Bagian Kedua
Tim Bentukan Sidang Paripurna

Pasal 11
(1) Keanggotaan Tim Bentukan Sidang Paripurna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) terdiri dari anggota Komnas HAM dan staf Komnas HAM.
(2) Masa Penugasan Tim Bentukan Sidang Paripurna ditetapkan oleh Sidang Paripurna sesuai dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format surat keputusan pembentukan Tim Sidang Paripurna sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran Kesatu.

Keanggotaan Tim Ad Hoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) terdiri dari anggota Komnas HAM, staf Komnas HAM dan unsur masyarakat.

Pasal 14
(1) Anggota Komnas HAM bertindak sebagai penyelidik pelanggaran HAM yang berat.
(2) Penyelidik yang berasal dari staf komnas HAM sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan minimal Strata 1 (S1) di bidang yang relevan;
b. berpangkat minimal III/b (Penata Muda tingkat I).
c. telah mengikuti pelatihan penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat.
d. tidak memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan peristiwa yang diselidiki.
(3) Penyelidik dan/atau penyelidik pembantu yang berasal dari unsur masyarakat sekurang-kurangnya memenuhi kriteria atau persyaratan:
a. mempunyai latar belakang pendidikan yang relevan;
b. mempunyai pengalaman di bidang hak asasi manusia atau bidang yang relevan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
c. tidak memiliki hubungan, baik langsung maupun tidak langsung dengan peristiwa yang diselidiki;
d. telah mengikuti pelatihan yang relevan di bidang hak asasi manusia;
e. ketentuan lain yang diputuskan oleh Sidang Paripurna.

BAB V
MEKANISME PELAKSANAAN PENYELIDIKAN
PROYUSTISIA PELANGGARAN HAM YANG BERAT

Bagian Kesatu
Proses Penyelidikan

(1) Dalam hal penyelidik mulai melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran HAM yang berat, penyelidik memberitahukan hal itu kepada penyidik melalui Surat Pemberitahuan Dimulainya Pelaksanaan Penyelidikan (SPDPP) disampaikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah tim ad hoc terbentuk.
(1) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran ketiga.

Pasal 17
(1) Tim AdHoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat menyusun struktur organisasi dan kerangka kerja penyelidikan yang mengacu pada peraturan perundang-undangan serta prinsip-prinsip hukum HAM nasional dan internasional.
(2) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format kerangka kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran keempat.

Pasal 18
Tim Ad Hoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat menyusun rencana kerja penyelidikan.

Bagian Kedua
Penerimaan Pengaduan dalam rangka Pelaksanaan Penyelidikan Proyustisia

Sekretariat Tim AdHocPenyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat mencatat dan menyimpan seluruh dokumen penyelidikan yang diterima oleh penyelidik.

Bagian Ketiga
Pemeriksaan saksi

Paragraf 1
Pemanggilan Saksi

Pasal 21
(1) Tim Ad Hoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat berwenang melakukan pemeriksaan saksi.
(2) Penyelidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari saksi itu diharuskan memenuhi panggilan.
(3) Pemanggilan saksi dilakukan dengan mengirimkan surat panggilan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum tanggal pemeriksaan.
(4) Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang memenuhi panggilan penyelidik batas waktu yang telah ditentukan, maka penyelidik mengirimkan surat panggilan kedua.
(5) Surat pemanggilan kedua dikirimkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah tanggal pemeriksaan pada surat pemanggilan kesatu.
(6) Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangannya, setelah dilakukan pemanggilan kedua, maka penyelidik dapat melakukan pemanggilan secara paksa (subpoena) dengan meminta bantuan Ketua Pengadilan.
(7) Permohonan pemanggilan secara paksa dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah tanggal pemeriksaan pada surat pemanggilan kedua.
(8) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran keenam.

(1) Pemanggilan saksi dilakukan secara sah apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada saksi di alamat tempat tinggalnya, atau apabila alamat tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.
(2) Apabila saksi tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui Kepala Desa/Kepala Kelurahan yang berdaerah hukum tempat tinggal saksi atau tempat kediaman terakhir.
(3) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format Tanda Terima Surat Panggilan sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran ketujuh.
(4) Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan/ atau diumumkan melalui surat kabar nasional.

Pasal 24
Tata cara pengiriman surat panggilan dapat dilakukan melalui:
a. Kurir Komnas HAM; atau
b. Surat tercatat.

Paragraf 2
Pemeriksaan saksi

Pasal 25
(1) Saksi diperiksa secara tersendiri dan berhak didampingi penasehat hukum.
(2) Penasehat hukum hanya mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat dan mendengar pemeriksaan.
(3) Saksi berhak didampingi oleh juru bahasa bila diperlukan.
(4) Apabila dianggap perlu, saksi dapat didampingi oleh pendamping yang disetujui oleh penyelidik.

Pasal 26
Keterangan saksi kepada penyelidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan/atau dalam bentuk apapun.

Pasal 27
(1) Keterangan saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh saksi dan penyelidik.
(2) Sebelum saksi membubuhkan tanda tangan, penyelidik membacakan kembali keterangan saksi yang dicatat dalam berita acara.
(3) Apabila saksi tidak mau membubuhkan tanda tangannya, baik setelah atau sebelum pemeriksaan selesai, penyelidik mencatat dalam berita acara dengan menyebutkan alasannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran kedelapan.

Pasal 28
Pemeriksaan saksi dilakukan di Kantor Komnas HAM atau tempat lain yang disepakati.

Bagian Keempat
Peninjauan Lapangan

Pasal 29
(1) Jika dipandang perlu penyelidik dapat melakukan peninjauan lapangan untuk memperoleh data, informasi, barang bukti, dan/atau alat bukti.
(2) Data, informasi, barang bukti, dan/atau alat bukti yang diperoleh dalam peninjauan lapangan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyelidik dan saksi.
(3) Data, informasi, barang bukti, dan/atau alat bukti yang diterima penyelidik dicatatkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyelidik dan saksi.
(4) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format Berita Acara Peninjauan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran kesembilan.

Bagian Kelima
Pemeriksaan surat

Pasal 30
(1) Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan pemeriksaan surat.
(2) Sebelum melakukan pemeriksaan surat, penyelidik menunjukkan surat perintah dari penyidik.
(3) Setelah melakukan pemeriksaan surat, penyelidik membuat berita acara pemeriksaan surat dan ditandatangani oleh penyelidik dan saksi.
(4) Apabila saksi tidak mau menandatangani berita acara pemeriksaan, penyelidik mencatat alasannya dalam berita acara pemeriksaan.

Pasal 31
(1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dalam Pasal 30 ayat (1), penyelidik mengirimkan surat permohonan pemeriksaan surat kepada penyidik.
(2) Surat permohonan pemeriksaan surat ditandatangani oleh Ketua, atau Wakil Ketua, atau Sekretaris Tim Ad Hoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat.
(3) Surat permohonan kesatu pemeriksaan diajukan kepada penyidik selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari sebelum pemeriksaan surat dilaksanakan.
(4) Apabila surat permohonan kesatu belum ditindaklanjuti oleh penyidik, penyelidik mengirimkan surat permohonan kedua selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum pemeriksaan surat dilaksanakan.
(5) Apabila surat permohonan kedua belum ditindaklanjuti oleh penyidik, penyelidik mengirimkan surat permohonan ketiga selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum pemeriksaan surat dilaksanakan.
(6) Surat Permohonan kesatu dan kedua ditembuskan kepada Presiden RI dan DPR RI.
(7) Surat Permohonan ketiga selain ditujukan kepada penyidik, juga ditujukan kepada Presiden RI dan DPR RI.

Pasal 32
Apabila penyidik menolak permohonan pemeriksaan surat, penyelidik menyerahkan pemeriksaan surat kepada penyidik.

Bagian Keenam
Penggeledahan dan Penyitaan

Paragraf 1
Perintah Penggeledahan dan Penyitaan

Pasal 33
(1) Penyelidik dapat melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan berdasarkan perintah penyidik, baik secara langsung atau melalui permohonan yang diajukan penyelidik.
(2) Penyelidik yang mendapat perintah penggeledahan dan penyitaan harus berpedoman kepada hukum acara peradilan HAM sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
(3) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disebutkan di dalam format pada lampiran kesepuluh.

Paragraf 2
Pelaksanaan Penggeledahan dan Penyitaan

Pasal 34
(1) Di luar hal tertangkap tangan, maka:
a. Diperlukan Surat Perintah Penggeledahan dan Penyitaan dari Penyidik.
b. Penggeledahan dan Penyitaan dilakukan oleh Penyelidik atas perintah Penyidik.
(1) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, maka:
a. Diperlukan Surat Perintah Penggeledahan dan Penyitaan dari penyidik.
b. Penyelidik dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan pada:
1) Halaman rumah orang yang diduga sebagai pelaku dan/atau saksi bertempat tinggal/berdiam atau berada, dan yang ada di atasnya.
2) Setiap tempat lain di mana orang yang diduga sebagai pelaku dan/atau saksi bertempat tinggal/berdiam atau berada.
3) Di tempat pelanggaran HAM yang berat dilakukan atau tempat lain yang terdapat bekas terjadinya pelanggaran HAM yang berat.
4) Tempat-tempat lainnya yang dianggap relevan dengan penyelidikan.
c. Dalam hal pemilik rumah menolak untuk dilakukan penggeledahan rumah, penggeledahan tetap dilaksanakan dengan disaksikan Kepala Desa/Ketua Lingkungan/Ketua RW/Ketua RT serta minimal dua orang saksi.
d. Selambat-lambatnya 2 (dua) hari setelah dilakukan penggeledahan, harus dibuat Berita Acara Penggeledahan.
(2) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format berita acara penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, terlampir pada lampiran kesebelas.

Bagian Ketujuh
Pemeriksaan Setempat

Pasal 35
(1) Penyelidik dapat melakukan tindakan pemeriksaan setempat berdasarkan perintah penyidik, baik secara langsung atau melalui permohonan yang diajukan;
(2) Pemeriksaan setempat dilakukan terhadap rumah, pekarangan, bangunan dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu;
(3) Pemeriksaan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk pelaksanaan penggalian makam/kuburan atau tempat-tempat lain yang diduga sebagai tempat pembuangan jenazah;
(4) Pemeriksaan dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan data, informasi, barang bukti, dan/atau alat bukti terkait pelanggaran HAM yang berat;
(5) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format berita acara penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlampir pada lampiran keduabelas.

Bagian Kedelapan
Mendatangkan Ahli

Pasal 36
(1) Penyelidik dapat mendatangkan ahli berdasarkan perintah penyidik, baik secara langsung atau melalui permohonan yang diajukan;
(2) Perintah penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa memanggil langsung ahli guna didengar keterangan di hadapan penyelidik dan/atau permintaan keterangan ahli dengan cara mengajukan permintaan tertulis;
(3) Keterangan ahli diberikan dengan mengangkat sumpah/mengucapkan janji di hadapan penyelidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya, kecuali disebabkan karena harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta;
(4) Dalam hal penyelidik meminta keterangan ahli, maka penyelidik mengirimkan barang-barang bukti atau korban kepada ahli yang bersangkutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, guna mendapatkan keterangan ahli atau Berita Acara Hasil Pemeriksaan oleh Ahli;
(5) Penyelidik mencatat keterangan yang diberikan oleh ahli dalam Berita Acara Pemeriksaan Ahli;
(6) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format berita acara pemeriksaan ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terlampir pada lampiran keduabelas.

Bagian Kesembilan
Pengumpulan Alat Bukti dan Barang Bukti

Pasal 37
(1) Pengumpulan informasi dapat diambil dari tanggapan tertulis yang didapat dan/atau diberikan oleh semua pihak yang dimintai keterangan, dokumen, pernyataan, foto, rekaman gambar dan/atau suara, benda fisik lainnya.
(2) Alat bukti dalam Peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan orang yang diduga sebagai orang yang bertanggungjawab.
(3) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan

Pasal 38
(1) Barang bukti ialah barang-barang yang digunakan:
a. untuk melakukan pelanggaran HAM yang berat
b. untuk membantu melakukan pelanggaran HAM yang berat;
c. menjadi tujuan suatu pelanggaran HAM yang berat;
d. tercipta dari pelanggaran HAM yang berat;
e. informasi dalam artian khusus termasuk di dalamnya bukti yang berupa dokumen dan informasi elektronik.
(2) Barang bukti wajib didata dan disimpan dengan baik dan dijaga kerahasiaannya oleh Subbagian Arsip Pengaduan Komnas HAM.

Bagian Kesepuluh
Kerahasiaan

Pasal 39
(1) Seluruh unsur yang ada di Komnas HAM, baik Anggota maupun Sekretariat Jenderal serta unsur masyarakat yang pernah menjadi anggota Tim AdHoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat wajib ikut serta untuk menjaga kerahasian penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat yang sedang dalam proses penyelidikan.
(2) Pelanggaran yang dilakukan unsur Komnas HAM terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselesaikan melalui mekanisme pembentukan Dewan Kehormatan Komnas HAM.
(3) Pelanggaran yang dilakukan unsur masyarakat terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
HASIL PENYELIDIKAN PROYUSTISIA

Bagian Kesatu
Laporan Hasil Penyelidikan

Pasal 40
(1) Laporan hasil pelaksanaan penyelidikan proyustisia dibuat dalam bentuk laporan lengkap yang ditandatangani oleh seluruh anggota tim dan laporan ringkasan eksekutif yang ditandatangani oleh setidak-tidaknya Ketua dan Wakil Ketua tim.
(2) Laporan lengkap hasil pelaksanaan penyelidikan proyustisia bersifat rahasia.
(3) Kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu tidak disebarluaskan sepanjang menyangkut nama-nama yang diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna menghormati asas praduga tak bersalah, hanya dipergunakan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan oleh Jaksa Agung.
(4) Dalam rangka pertanggungjawaban publik terhadap pelaksanaan tugas Tim Ad Hoc Penyelidikan Proyustisia pelanggaran HAM yang berat, maka yang dapat disebarluaskan adalah laporan ringkasan eksekutif.

Pasal 41
(1) Laporan lengkap hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 sekurang-kurangnya memuat:
a. lingkup penyelidikan;
b. prosedur dan metoda yang digunakan dalam evaluasi bukti-bukti;
c. uraian tentang unsur-unsur pelanggaran HAM yang berat;
d. bentuk-bentuk dugaan pelanggaran HAM yang berat;
e. nama-nama orang yang diduga terlibat dalam peristiwa pelanggaran HAM yang berat;
f. keterangan saksi, korban, ahli dan orang-orang yang diduga sebagai pelaku;
g. catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk penyelesaian perkara;
h. gambaran kejadian-kejadian khusus secara rinci serta bukti-bukti yang mendasari hasil temuan; dan
i. kesimpulan dan rekomendasi yang didasarkan kepada hasil temuan, fakta berikut dasar-dasar hukumnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi dan sistematika laporan lengkap hasil penyelidikan proyustisia sebagaimana disebutkan di dalam format pada lampiran ketigabelas.

Pasal 42
(1) Laporan lengkap dan ringkasan eksekutif hasil penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat digandakan sesuai dengan kebutuhan untuk kepentingan pembahasan dalam Sidang Paripurna Komnas HAM.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah disampaikan dan diterima oleh Anggota Komnas HAM sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum jadwal pelaksanaan Sidang Paripurna guna dipelajari.
(3) Pada saat pembahasan laporan hasil penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat pada Sidang Paripurna Komnas HAM, dapat dihadiri oleh seluruh anggota atau sebagian Tim Ad Hoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat.
(4) Setelah penyampaian pertanggungjawaban pelaksanaan penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat diserahkan kepada Sidang Paripurna Komnas HAM, pada saat pengambilan keputusan hanya dihadiri oleh Anggota Komnas HAM.

Pasal 43
(1) Dalam hal Sidang Paripurna Komnas HAM berpendapat bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat, maka kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan kepada penyidik selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah pelaksanaan Sidang Paripurna Komnas HAM.
(2) Paling lambat 7 (tujuh) hari setelah kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan, Komnas HAM menyerahkan seluruh hasil penyelidikan kepada penyidik guna ditindaklanjuti.
(3) Penyampaian kesimpulan hasil penyelidikan dan seluruh hasil penyelidikan ke penyidik disertai dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh Ketua Komnas HAM.
(4) Hasil penyelidikan disampaikan kepada penyidik secara langsung oleh pimpinan Komnas HAM didampingi oleh anggota Komnas HAM.
(5) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagaimana disebutkan di dalam format pada lampiran keempatbelas.

Pasal 44
(1) Dalam hal penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM berkenaan dengan peristiwa yang terjadi pada masa lalu, selain menyampaikan laporan lengkap kepada penyidik, juga menyampaikan laporan hasil penyelidikan kepada Pimpinan DPR RI, Presiden RI dengan tembusan kepada Komisi III DPR RI dan Ketua Mahkamah Agung RI.
(2) Penyampaian laporan hasil penyelidikan kepada para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mempercepat proses pembentukan Pengadilan HAM ad hoc.

Pasal 45
(1) Apabila Sidang Paripurna Komnas HAM menyimpulkan bahwa tidak terdapat bukti permulaan yang cukup tentang telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat, melainkan ditemukan unsur-unsur pelanggaran HAM, Komnas HAM wajib memberitahukan kepada penyidik, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diputuskannya kesimpulan tersebut.
(2) Hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada lembaga-lembaga terkait dengan peristiwa yang ditemukan untuk ditindaklanjuti.

Bagian Kedua
Pengembalian Hasil Penyelidikan

Pasal 46
(1) Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan Komnas HAM kurang lengkap, maka penyidik segera mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada penyelidik disertai petunjuk untuk dilengkapi sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
(2) Kurang lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah persyaratan materiil bahwa belum cukup memenuhi unsur pelanggaran HAM yang berat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Komnas HAM wajib melengkapi kekurangan hasil penyelidikan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengembalian hasil penyelidikan oleh penyidik.
(4) Guna melengkapi kekurangan hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Sidang Paripurna Komnas HAM membentuk tim guna menindaklanjuti.
(5) Berkas penyelidikan yang sudah dilengkapi dikembalikan kepada penyidik sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Permintaan Perkembangan Tindak Lanjut Penyelidikan

Pasal 47
(1) Komnas HAM sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat.
(2) Permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan surat yang ditandatangani oleh Ketua Komnas HAM.
(3) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format surat permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terlampir pada lampiran kelimabelas.

Pasal 48
(1) Permintaan keterangan tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat dilakukan atas inisiatif Komnas HAM dan/atau permintaan korban.
(2) Jawaban tertulis Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat dapat disebarluaskan kepada publik.

BAB VII
PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Bagian Kesatu
Mekanisme Penerbitan Surat Keterangan tentang
Saksi dan/atau Korban

Pasal 49
(1) Setiap saksi dan/atau korban dalam peristiwa pelanggaran HAM yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diberikan sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan, dan dilaksanakan secara cuma-cuma.
(4) Ketentuan lain yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 50
(1) Saksi dan/atau korban yang membutuhkan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dapat mengajukan permohonan secara tertulis mengenai statusnya sebagai saksi dan/atau korban kepada Ketua Komnas HAM.
(2) Ketua Komnas HAM selanjutnya meneruskan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada tim ad hocuntuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran status pemohon sebagai saksi dan/atau korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
(3) Apabila kelengkapan dan kebenaran status pemohon yang diperiksa tersebut terbukti benar, maka Tim menyiapkan surat keterangan tentang status pemohon sebagai saksi dan/atau korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
(4) Surat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Ketua atau Wakil Ketua Komnas HAM, dan kemudian diserahkan kepada lembaga yang berwenang untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan/atau korban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi surat keterangan terlampir pada lampiran keenambelas.

Bagian Kedua
Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi dan Bantuan

Pasal 51
(1) Kompensasi, restitusi, rehabilitasi, dan bantuan medis dan/atau bantuan rehabilitasi psiko-sosial adalah hak setiap saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Kompensasi, restitusi dan/atau rehabilitasi diberikan kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya.
(3) Pemberian kompensasi, restitusi dan/atau rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilaksanakan tepat, cepat dan layak.
(4) Prosedur dan pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, bantuan, dan/atau rehabilitasi mengacu pada ketentuan perundang-undangan.

Pasal 52
(1) Dalam hal saksi dan/atau korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat membutuhkan bantuan dari lembaga yang berwenang, maka saksi dan/atau korban mengajukan permohonan bantuan secara tertulis kepada Ketua Komnas HAM.
(2) Ketua Komnas HAM selanjutnya meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Tim Ad Hoc untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran permintaan pemohon sebagai saksi dan/atau korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
(3) Apabila kelengkapan dan kebenaran permintaan pemohon yang diperiksa tersebut terbukti benar, maka Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyiapkan surat keterangan tentang permintaan bantuan atas nama pemohon sebagai saksi dan/atau korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
(4) Surat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Ketua atau Wakil Ketua Komnas HAM, dan kemudian diserahkan kepada lembaga yang berwenang untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan/atau korban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi surat keterangan terlampir pada lampiran ketujuhbelas.

BAB VIII
KODE ETIK ANGGOTA TIM
PENYELIDIKAN PROYUSTISIA PELANGGARAN HAM YANG BERAT

Pasal 53
Kode Etik Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat merupakan pedoman dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan Prosedur Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku guna menghindari penyalahgunaan wewenang.

Pasal 54
(1) Tim berkewajiban untuk:
a. bersikap disiplin, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat;
b. melaksanakan tugas dengan kesungguhan dan menghormati masyarakat sipil;
c. peka dan tanggap dalam melaksanakan penyelidikan proyustisia, mengembangkan kemampuan dirinya, menilai tinggi mutu kerja, aktif, dan efisien, serta menempatkan kepentingan tugas secara wajar di atas kepentingan pribadi.
d. menjaga rasa persatuan, kesatuan, dan kebersamaan, serta kesetiakawanan dalam lingkungan Tim dan dalam masyarakat;
e. waspada, siap sedia, dan sanggup menghadapi segala kemungkinan dalam pelaksanaan penyelidikan proyustisia;
f. bersikap imparsial, profesional, dan menjunjung tinggi adat dan kebiasaan masyarakat setempat saat melakukan pemeriksaan lokasi dan pemeriksaan saksi di lokasi atau tempat lain di mana pemeriksaan dilakukan.
g. jujur dalam mengungkap fakta;
h. mengamankan dan memelihara dokumen pemeriksaan dan barang bukti yang berada dalam penguasaannya terkait dengan penyelidikan proyustisia yang sedang dilaksanakan;
i. mengutamakan kemudahan dan tidak mempersulit proses penyelidikan;
j. memegang kerahasiaan yang menurut sifatnya atau perintah kedinasan harus dirahasiakan.
(2) Tim dilarang:
a. bersikap arogan;
b. mempublikasikan nama terang/nama asli/nama lengkap pihak yang dianggap bertanggung jawab, korban, saksi-saksi, tata cara dan teknik penyelidikan;
c. membebani biaya penyelidikan proyustisia kepada pihak lain terutama pihak yang terkait dalam penyelidikan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan hukum lainnya.
d. menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang dan dengan sengaja menimbulkan kecemasan pihak-pihak terkait dengan perkara.
e. menerima dan/atau meminta uang dan/atau barang dan/atau jasa komersial maupun nonkomersial dari pihak terkait dengan penyelidikan proyustisia yang dilaksanakan.
f. menggunakan fasilitas instansi pemerintah dan/atau lembaga Negara yang lain dan/atau perusahaan swasta;
g. mengeluarkan pernyataan atau melakukan tindakan yang sifatnya atau akibatnya merupakan pelecehan seksual, merendahkan martabat dan/atau SARA;
h. menjadi anggota tim di mana ada potensi terjadi benturan kepentingan;
i. menjanjikan dalam bentuk apapun penyelesaian kasus yang sedang diselidiki.
(3) Yang berwenang memberikan keterangan mengenai suatu peristiwa yang sedang diselidiki adalah anggota Komnas HAM yang menjadi anggota Tim Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat atau Tim ad hocPenyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat.

Pasal 55
(1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat oleh anggota Tim diselesaikan melalui mekanisme Sidang Paripurna Komnas HAM.
(2) Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menyelesaikan masalah dan/atau pelanggaran yang dilakukan menyebabkan tergganggu dan/atau terhalanginya proses penyelidikan maka pelanggaran tersebut akan ditempuh melalui proses hukum yang berlaku.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 56
Hal-hal yang belum diatur dalam Prosedur Pelaksanaan Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat ini dan dianggap perlu demi kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Komnas HAM, akan diatur lebih lanjut dengan keputusan rapat tim ad hoc dan/atau Sidang Paripurna Komnas HAM.

Pasal 57
Prosedur Pelaksanaan Penyelidikan Proyustisia ini dapat diubah sewaktu-waktu berdasarkan keputusan Sidang Paripurna.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58
Dengan berlakunya peraturan ini, maka Peraturan Komnas HAM yang berkenaan dengan pelaksanaan penyelidikan proyustisia dengan ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 59
Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 September 2011
KETUA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

IFDHAL KASIM
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 08 Desember 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

AMIR SYAMSUDDIN


Lampiran :  1