(2) Penyelidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari saksi itu diharuskan memenuhi panggilan.
(3) Pemanggilan saksi dilakukan dengan mengirimkan surat panggilan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum tanggal pemeriksaan.
(4) Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang memenuhi panggilan penyelidik batas waktu yang telah ditentukan, maka penyelidik mengirimkan surat panggilan kedua.
(5) Surat pemanggilan kedua dikirimkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah tanggal pemeriksaan pada surat pemanggilan kesatu.
(6) Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangannya, setelah dilakukan pemanggilan kedua, maka penyelidik dapat melakukan pemanggilan secara paksa (subpoena) dengan meminta bantuan Ketua Pengadilan.
(7) Permohonan pemanggilan secara paksa dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah tanggal pemeriksaan pada surat pemanggilan kedua.
(8) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran keenam.
(1) Pemanggilan saksi dilakukan secara sah apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada saksi di alamat tempat tinggalnya, atau apabila alamat tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.
(2) Apabila saksi tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui Kepala Desa/Kepala Kelurahan yang berdaerah hukum tempat tinggal saksi atau tempat kediaman terakhir.
(3) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format Tanda Terima Surat Panggilan sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran ketujuh.
(4) Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan/ atau diumumkan melalui surat kabar nasional.
Pasal 24Tata cara pengiriman surat panggilan dapat dilakukan melalui:
a. Kurir Komnas HAM; atau
b. Surat tercatat.
Paragraf 2
Pemeriksaan saksi
Pasal 25(1) Saksi diperiksa secara tersendiri dan berhak didampingi penasehat hukum.
(2) Penasehat hukum hanya mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat dan mendengar pemeriksaan.
(3) Saksi berhak didampingi oleh juru bahasa bila diperlukan.
(4) Apabila dianggap perlu, saksi dapat didampingi oleh pendamping yang disetujui oleh penyelidik.
Pasal 26Keterangan saksi kepada penyelidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan/atau dalam bentuk apapun.
Pasal 27(1) Keterangan saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh saksi dan penyelidik.
(2) Sebelum saksi membubuhkan tanda tangan, penyelidik membacakan kembali keterangan saksi yang dicatat dalam berita acara.
(3) Apabila saksi tidak mau membubuhkan tanda tangannya, baik setelah atau sebelum pemeriksaan selesai, penyelidik mencatat dalam berita acara dengan menyebutkan alasannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran kedelapan.
Pasal 28Pemeriksaan saksi dilakukan di Kantor Komnas HAM atau tempat lain yang disepakati.
Bagian Keempat
Peninjauan Lapangan
Pasal 29(1) Jika dipandang perlu penyelidik dapat melakukan peninjauan lapangan untuk memperoleh data, informasi, barang bukti, dan/atau alat bukti.
(2) Data, informasi, barang bukti, dan/atau alat bukti yang diperoleh dalam peninjauan lapangan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyelidik dan saksi.
(3) Data, informasi, barang bukti, dan/atau alat bukti yang diterima penyelidik dicatatkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyelidik dan saksi.
(4) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format Berita Acara Peninjauan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran kesembilan.
Bagian Kelima
Pemeriksaan surat
Pasal 30(1) Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan pemeriksaan surat.
(2) Sebelum melakukan pemeriksaan surat, penyelidik menunjukkan surat perintah dari penyidik.
(3) Setelah melakukan pemeriksaan surat, penyelidik membuat berita acara pemeriksaan surat dan ditandatangani oleh penyelidik dan saksi.
(4) Apabila saksi tidak mau menandatangani berita acara pemeriksaan, penyelidik mencatat alasannya dalam berita acara pemeriksaan.
Pasal 31(1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dalam Pasal 30 ayat (1), penyelidik mengirimkan surat permohonan pemeriksaan surat kepada penyidik.
(2) Surat permohonan pemeriksaan surat ditandatangani oleh Ketua, atau Wakil Ketua, atau Sekretaris Tim Ad Hoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat.
(3) Surat permohonan kesatu pemeriksaan diajukan kepada penyidik selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari sebelum pemeriksaan surat dilaksanakan.
(4) Apabila surat permohonan kesatu belum ditindaklanjuti oleh penyidik, penyelidik mengirimkan surat permohonan kedua selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum pemeriksaan surat dilaksanakan.
(5) Apabila surat permohonan kedua belum ditindaklanjuti oleh penyidik, penyelidik mengirimkan surat permohonan ketiga selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum pemeriksaan surat dilaksanakan.
(6) Surat Permohonan kesatu dan kedua ditembuskan kepada Presiden RI dan DPR RI.
(7) Surat Permohonan ketiga selain ditujukan kepada penyidik, juga ditujukan kepada Presiden RI dan DPR RI.
Pasal 32Apabila penyidik menolak permohonan pemeriksaan surat, penyelidik menyerahkan pemeriksaan surat kepada penyidik.
Bagian Keenam
Penggeledahan dan Penyitaan
Paragraf 1
Perintah Penggeledahan dan Penyitaan
Pasal 33(1) Penyelidik dapat melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan berdasarkan perintah penyidik, baik secara langsung atau melalui permohonan yang diajukan penyelidik.
(2) Penyelidik yang mendapat perintah penggeledahan dan penyitaan harus berpedoman kepada hukum acara peradilan HAM sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
(3) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disebutkan di dalam format pada lampiran kesepuluh.
Paragraf 2
Pelaksanaan Penggeledahan dan Penyitaan
Pasal 34(1) Di luar hal tertangkap tangan, maka:
a. Diperlukan Surat Perintah Penggeledahan dan Penyitaan dari Penyidik.
b. Penggeledahan dan Penyitaan dilakukan oleh Penyelidik atas perintah Penyidik.
(1) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, maka:
a. Diperlukan Surat Perintah Penggeledahan dan Penyitaan dari penyidik.
b. Penyelidik dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan pada:
1) Halaman rumah orang yang diduga sebagai pelaku dan/atau saksi bertempat tinggal/berdiam atau berada, dan yang ada di atasnya.
2) Setiap tempat lain di mana orang yang diduga sebagai pelaku dan/atau saksi bertempat tinggal/berdiam atau berada.
3) Di tempat pelanggaran HAM yang berat dilakukan atau tempat lain yang terdapat bekas terjadinya pelanggaran HAM yang berat.
4) Tempat-tempat lainnya yang dianggap relevan dengan penyelidikan.
c. Dalam hal pemilik rumah menolak untuk dilakukan penggeledahan rumah, penggeledahan tetap dilaksanakan dengan disaksikan Kepala Desa/Ketua Lingkungan/Ketua RW/Ketua RT serta minimal dua orang saksi.
d. Selambat-lambatnya 2 (dua) hari setelah dilakukan penggeledahan, harus dibuat Berita Acara Penggeledahan.
(2) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format berita acara penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, terlampir pada lampiran kesebelas.
Bagian Ketujuh
Pemeriksaan Setempat
Pasal 35(1) Penyelidik dapat melakukan tindakan pemeriksaan setempat berdasarkan perintah penyidik, baik secara langsung atau melalui permohonan yang diajukan;
(2) Pemeriksaan setempat dilakukan terhadap rumah, pekarangan, bangunan dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu;
(3) Pemeriksaan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk pelaksanaan penggalian makam/kuburan atau tempat-tempat lain yang diduga sebagai tempat pembuangan jenazah;
(4) Pemeriksaan dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan data, informasi, barang bukti, dan/atau alat bukti terkait pelanggaran HAM yang berat;
(5) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format berita acara penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlampir pada lampiran keduabelas.
Bagian Kedelapan
Mendatangkan Ahli
Pasal 36(1) Penyelidik dapat mendatangkan ahli berdasarkan perintah penyidik, baik secara langsung atau melalui permohonan yang diajukan;
(2) Perintah penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa memanggil langsung ahli guna didengar keterangan di hadapan penyelidik dan/atau permintaan keterangan ahli dengan cara mengajukan permintaan tertulis;
(3) Keterangan ahli diberikan dengan mengangkat sumpah/mengucapkan janji di hadapan penyelidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya, kecuali disebabkan karena harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta;
(4) Dalam hal penyelidik meminta keterangan ahli, maka penyelidik mengirimkan barang-barang bukti atau korban kepada ahli yang bersangkutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, guna mendapatkan keterangan ahli atau Berita Acara Hasil Pemeriksaan oleh Ahli;
(5) Penyelidik mencatat keterangan yang diberikan oleh ahli dalam Berita Acara Pemeriksaan Ahli;
(6) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format berita acara pemeriksaan ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terlampir pada lampiran keduabelas.
Bagian Kesembilan
Pengumpulan Alat Bukti dan Barang Bukti
Pasal 37(1) Pengumpulan informasi dapat diambil dari tanggapan tertulis yang didapat dan/atau diberikan oleh semua pihak yang dimintai keterangan, dokumen, pernyataan, foto, rekaman gambar dan/atau suara, benda fisik lainnya.
(2) Alat bukti dalam Peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan orang yang diduga sebagai orang yang bertanggungjawab.
(3) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
Pasal 38(1) Barang bukti ialah barang-barang yang digunakan:
a. untuk melakukan pelanggaran HAM yang berat
b. untuk membantu melakukan pelanggaran HAM yang berat;
c. menjadi tujuan suatu pelanggaran HAM yang berat;
d. tercipta dari pelanggaran HAM yang berat;
e. informasi dalam artian khusus termasuk di dalamnya bukti yang berupa dokumen dan informasi elektronik.
(2) Barang bukti wajib didata dan disimpan dengan baik dan dijaga kerahasiaannya oleh Subbagian Arsip Pengaduan Komnas HAM.
Bagian Kesepuluh
Kerahasiaan
Pasal 39(1) Seluruh unsur yang ada di Komnas HAM, baik Anggota maupun Sekretariat Jenderal serta unsur masyarakat yang pernah menjadi anggota Tim AdHoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat wajib ikut serta untuk menjaga kerahasian penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat yang sedang dalam proses penyelidikan.
(2) Pelanggaran yang dilakukan unsur Komnas HAM terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselesaikan melalui mekanisme pembentukan Dewan Kehormatan Komnas HAM.
(3) Pelanggaran yang dilakukan unsur masyarakat terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
HASIL PENYELIDIKAN PROYUSTISIA
Bagian Kesatu
Laporan Hasil Penyelidikan
Pasal 40(1) Laporan hasil pelaksanaan penyelidikan proyustisia dibuat dalam bentuk laporan lengkap yang ditandatangani oleh seluruh anggota tim dan laporan ringkasan eksekutif yang ditandatangani oleh setidak-tidaknya Ketua dan Wakil Ketua tim.
(2) Laporan lengkap hasil pelaksanaan penyelidikan proyustisia bersifat rahasia.
(3) Kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu tidak disebarluaskan sepanjang menyangkut nama-nama yang diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna menghormati asas praduga tak bersalah, hanya dipergunakan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan oleh Jaksa Agung.
(4) Dalam rangka pertanggungjawaban publik terhadap pelaksanaan tugas Tim Ad Hoc Penyelidikan Proyustisia pelanggaran HAM yang berat, maka yang dapat disebarluaskan adalah laporan ringkasan eksekutif.
Pasal 41(1) Laporan lengkap hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 sekurang-kurangnya memuat:
a. lingkup penyelidikan;
b. prosedur dan metoda yang digunakan dalam evaluasi bukti-bukti;
c. uraian tentang unsur-unsur pelanggaran HAM yang berat;
d. bentuk-bentuk dugaan pelanggaran HAM yang berat;
e. nama-nama orang yang diduga terlibat dalam peristiwa pelanggaran HAM yang berat;
f. keterangan saksi, korban, ahli dan orang-orang yang diduga sebagai pelaku;
g. catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk penyelesaian perkara;
h. gambaran kejadian-kejadian khusus secara rinci serta bukti-bukti yang mendasari hasil temuan; dan
i. kesimpulan dan rekomendasi yang didasarkan kepada hasil temuan, fakta berikut dasar-dasar hukumnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi dan sistematika laporan lengkap hasil penyelidikan proyustisia sebagaimana disebutkan di dalam format pada lampiran ketigabelas.
Pasal 42(1) Laporan lengkap dan ringkasan eksekutif hasil penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat digandakan sesuai dengan kebutuhan untuk kepentingan pembahasan dalam Sidang Paripurna Komnas HAM.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah disampaikan dan diterima oleh Anggota Komnas HAM sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum jadwal pelaksanaan Sidang Paripurna guna dipelajari.
(3) Pada saat pembahasan laporan hasil penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat pada Sidang Paripurna Komnas HAM, dapat dihadiri oleh seluruh anggota atau sebagian Tim Ad Hoc Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat.
(4) Setelah penyampaian pertanggungjawaban pelaksanaan penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat diserahkan kepada Sidang Paripurna Komnas HAM, pada saat pengambilan keputusan hanya dihadiri oleh Anggota Komnas HAM.
Pasal 43(1) Dalam hal Sidang Paripurna Komnas HAM berpendapat bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat, maka kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan kepada penyidik selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah pelaksanaan Sidang Paripurna Komnas HAM.
(2) Paling lambat 7 (tujuh) hari setelah kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan, Komnas HAM menyerahkan seluruh hasil penyelidikan kepada penyidik guna ditindaklanjuti.
(3) Penyampaian kesimpulan hasil penyelidikan dan seluruh hasil penyelidikan ke penyidik disertai dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh Ketua Komnas HAM.
(4) Hasil penyelidikan disampaikan kepada penyidik secara langsung oleh pimpinan Komnas HAM didampingi oleh anggota Komnas HAM.
(5) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagaimana disebutkan di dalam format pada lampiran keempatbelas.
Pasal 44(1) Dalam hal penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM berkenaan dengan peristiwa yang terjadi pada masa lalu, selain menyampaikan laporan lengkap kepada penyidik, juga menyampaikan laporan hasil penyelidikan kepada Pimpinan DPR RI, Presiden RI dengan tembusan kepada Komisi III DPR RI dan Ketua Mahkamah Agung RI.
(2) Penyampaian laporan hasil penyelidikan kepada para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mempercepat proses pembentukan Pengadilan HAM ad hoc.
Pasal 45(1) Apabila Sidang Paripurna Komnas HAM menyimpulkan bahwa tidak terdapat bukti permulaan yang cukup tentang telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat, melainkan ditemukan unsur-unsur pelanggaran HAM, Komnas HAM wajib memberitahukan kepada penyidik, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diputuskannya kesimpulan tersebut.
(2) Hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada lembaga-lembaga terkait dengan peristiwa yang ditemukan untuk ditindaklanjuti.
Bagian Kedua
Pengembalian Hasil Penyelidikan
Pasal 46(1) Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan Komnas HAM kurang lengkap, maka penyidik segera mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada penyelidik disertai petunjuk untuk dilengkapi sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
(2) Kurang lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah persyaratan materiil bahwa belum cukup memenuhi unsur pelanggaran HAM yang berat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Komnas HAM wajib melengkapi kekurangan hasil penyelidikan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengembalian hasil penyelidikan oleh penyidik.
(4) Guna melengkapi kekurangan hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Sidang Paripurna Komnas HAM membentuk tim guna menindaklanjuti.
(5) Berkas penyelidikan yang sudah dilengkapi dikembalikan kepada penyidik sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Permintaan Perkembangan Tindak Lanjut Penyelidikan
Pasal 47(1) Komnas HAM sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat.
(2) Permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan surat yang ditandatangani oleh Ketua Komnas HAM.
(3) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan format surat permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terlampir pada lampiran kelimabelas.
Pasal 48(1) Permintaan keterangan tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat dilakukan atas inisiatif Komnas HAM dan/atau permintaan korban.
(2) Jawaban tertulis Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat dapat disebarluaskan kepada publik.
BAB VII
PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
Bagian Kesatu
Mekanisme Penerbitan Surat Keterangan tentang
Saksi dan/atau Korban
Pasal 49(1) Setiap saksi dan/atau korban dalam peristiwa pelanggaran HAM yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diberikan sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan, dan dilaksanakan secara cuma-cuma.
(4) Ketentuan lain yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 50(1) Saksi dan/atau korban yang membutuhkan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dapat mengajukan permohonan secara tertulis mengenai statusnya sebagai saksi dan/atau korban kepada Ketua Komnas HAM.
(2) Ketua Komnas HAM selanjutnya meneruskan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada tim ad hocuntuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran status pemohon sebagai saksi dan/atau korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
(3) Apabila kelengkapan dan kebenaran status pemohon yang diperiksa tersebut terbukti benar, maka Tim menyiapkan surat keterangan tentang status pemohon sebagai saksi dan/atau korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
(4) Surat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Ketua atau Wakil Ketua Komnas HAM, dan kemudian diserahkan kepada lembaga yang berwenang untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan/atau korban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi surat keterangan terlampir pada lampiran keenambelas.
Bagian Kedua
Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi dan Bantuan
Pasal 51(1) Kompensasi, restitusi, rehabilitasi, dan bantuan medis dan/atau bantuan rehabilitasi psiko-sosial adalah hak setiap saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Kompensasi, restitusi dan/atau rehabilitasi diberikan kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya.
(3) Pemberian kompensasi, restitusi dan/atau rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilaksanakan tepat, cepat dan layak.
(4) Prosedur dan pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, bantuan, dan/atau rehabilitasi mengacu pada ketentuan perundang-undangan.
Pasal 52(1) Dalam hal saksi dan/atau korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat membutuhkan bantuan dari lembaga yang berwenang, maka saksi dan/atau korban mengajukan permohonan bantuan secara tertulis kepada Ketua Komnas HAM.
(2) Ketua Komnas HAM selanjutnya meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Tim Ad Hoc untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran permintaan pemohon sebagai saksi dan/atau korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
(3) Apabila kelengkapan dan kebenaran permintaan pemohon yang diperiksa tersebut terbukti benar, maka Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyiapkan surat keterangan tentang permintaan bantuan atas nama pemohon sebagai saksi dan/atau korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
(4) Surat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Ketua atau Wakil Ketua Komnas HAM, dan kemudian diserahkan kepada lembaga yang berwenang untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan/atau korban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan isi surat keterangan terlampir pada lampiran ketujuhbelas.
BAB VIII
KODE ETIK ANGGOTA TIM
PENYELIDIKAN PROYUSTISIA PELANGGARAN HAM YANG BERAT
Pasal 53Kode Etik Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat merupakan pedoman dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan Prosedur Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku guna menghindari penyalahgunaan wewenang.
Pasal 54(1) Tim berkewajiban untuk:
a. bersikap disiplin, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat;
b. melaksanakan tugas dengan kesungguhan dan menghormati masyarakat sipil;
c. peka dan tanggap dalam melaksanakan penyelidikan proyustisia, mengembangkan kemampuan dirinya, menilai tinggi mutu kerja, aktif, dan efisien, serta menempatkan kepentingan tugas secara wajar di atas kepentingan pribadi.
d. menjaga rasa persatuan, kesatuan, dan kebersamaan, serta kesetiakawanan dalam lingkungan Tim dan dalam masyarakat;
e. waspada, siap sedia, dan sanggup menghadapi segala kemungkinan dalam pelaksanaan penyelidikan proyustisia;
f. bersikap imparsial, profesional, dan menjunjung tinggi adat dan kebiasaan masyarakat setempat saat melakukan pemeriksaan lokasi dan pemeriksaan saksi di lokasi atau tempat lain di mana pemeriksaan dilakukan.
g. jujur dalam mengungkap fakta;
h. mengamankan dan memelihara dokumen pemeriksaan dan barang bukti yang berada dalam penguasaannya terkait dengan penyelidikan proyustisia yang sedang dilaksanakan;
i. mengutamakan kemudahan dan tidak mempersulit proses penyelidikan;
j. memegang kerahasiaan yang menurut sifatnya atau perintah kedinasan harus dirahasiakan.
(2) Tim dilarang:
a. bersikap arogan;
b. mempublikasikan nama terang/nama asli/nama lengkap pihak yang dianggap bertanggung jawab, korban, saksi-saksi, tata cara dan teknik penyelidikan;
c. membebani biaya penyelidikan proyustisia kepada pihak lain terutama pihak yang terkait dalam penyelidikan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan hukum lainnya.
d. menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang dan dengan sengaja menimbulkan kecemasan pihak-pihak terkait dengan perkara.
e. menerima dan/atau meminta uang dan/atau barang dan/atau jasa komersial maupun nonkomersial dari pihak terkait dengan penyelidikan proyustisia yang dilaksanakan.
f. menggunakan fasilitas instansi pemerintah dan/atau lembaga Negara yang lain dan/atau perusahaan swasta;
g. mengeluarkan pernyataan atau melakukan tindakan yang sifatnya atau akibatnya merupakan pelecehan seksual, merendahkan martabat dan/atau SARA;
h. menjadi anggota tim di mana ada potensi terjadi benturan kepentingan;
i. menjanjikan dalam bentuk apapun penyelesaian kasus yang sedang diselidiki.
(3) Yang berwenang memberikan keterangan mengenai suatu peristiwa yang sedang diselidiki adalah anggota Komnas HAM yang menjadi anggota Tim Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat atau Tim ad hocPenyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat.
Pasal 55(1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat oleh anggota Tim diselesaikan melalui mekanisme Sidang Paripurna Komnas HAM.
(2) Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menyelesaikan masalah dan/atau pelanggaran yang dilakukan menyebabkan tergganggu dan/atau terhalanginya proses penyelidikan maka pelanggaran tersebut akan ditempuh melalui proses hukum yang berlaku.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 56Hal-hal yang belum diatur dalam Prosedur Pelaksanaan Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HAM yang Berat ini dan dianggap perlu demi kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Komnas HAM, akan diatur lebih lanjut dengan keputusan rapat tim ad hoc dan/atau Sidang Paripurna Komnas HAM.
Pasal 57Prosedur Pelaksanaan Penyelidikan Proyustisia ini dapat diubah sewaktu-waktu berdasarkan keputusan Sidang Paripurna.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58Dengan berlakunya peraturan ini, maka Peraturan Komnas HAM yang berkenaan dengan pelaksanaan penyelidikan proyustisia dengan ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 September 2011
KETUA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
IFDHAL KASIM
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 08 Desember 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AMIR SYAMSUDDIN
Lampiran : 1