Teks tidak dalam format asli.
Kembali

file PDF: [1]


BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 954, 2013
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Surat Keterangan. Sehat Fisik. Mental. Penanganan. Laporan. Gangguan Kesehatan Serius. Pencabutan.

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2012
TENTANG
SURAT KETERANGAN SEHAT FISIK DAN MENTAL TERKAIT
PERSYARATAN REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI SERTA
PENANGANAN LAPORAN/PENGADUAN TERHADAP DOKTER
DAN DOKTER GIGI YANG TELAH DIREGISTRASI
YANG DIDUGA MEMILIKI GANGGUAN KESEHATAN YANG SERIUS
DAN DAPAT MEMBAHAYAKAN PASIEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Menimbang: a.  bahwa kesehatan fisik dan mental dokter dan dokter gigi akan berpengaruh pada mutu pelayanan yang diberikan dokter dan dokter gigi;
b. bahwa status kesehatan dokter dan dokter gigi selaku manusia biasa tidak dapat dituntut sempurna yang harus bebas dari penyakit atau cacat sehingga diperlukan pengaturan yang menjamin kepastian hukum terkait kesehatan dokter dan dokter gigi agar dapat melaksanakan praktik kedokteran secara mandiri tanpa hambatan yang berarti dan tidak menderita penyakit yang diperkirakan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan dalam melakukan observasi, analisis, pembuatan keputusan, dan komunikasi;
c.  bahwa untuk memperoleh surat tanda registrasi, dokter dan dokter gigi harus memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental yang diperoleh dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
d. bahwa status kesehatan dokter dan dokter gigi yang telah terregistrasi bersifat dinamis yang memungkinkan terjadinya penurunan status kesehatan dokter dan dokter gigi tersebut sehingga perlu diperlukan pengaturan yang menjamin kepastian hukum terkait mekanisme pemeriksaan kesehatan dan penanganan hasilnya baik secara berkala atau berdasarkan adanya pengaduan/ laporan dokter dan dokter gigi tersebut diduga memiliki gangguan kesehatan yang serius dan dapat membahayakan pasien;
e.  bahwa dalam Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 26/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pedoman Penerbitan Surat Keterangan Sehat Fisik dan Mental Bagi Dokter/Dokter Gigi masih terdapat kekurangan dan belum menampung kebutuhan perlindungan masyarakat dari dokter dan dokter gigi yang mengalami gangguan kesehatan yang serius dan dapat membahayakan pasien sehingga perlu diganti;
f.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu menetapkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia tentang Surat Keterangan Sehat Fisik dan Mental Terkait Persyaratan Registrasi Dokter dan Dokter Gigi Serta Penanganan Laporan/Pengaduan Terhadap Dokter dan Dokter Gigi yang Telah Diregistrasi yang Diduga Memiliki Gangguan Kesehatan yang Serius dan Dapat Membahayakan Pasien;

Mengingat :  1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 671);
5. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 354);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG SURAT KETERANGAN SEHAT FISIK DAN MENTAL TERKAIT PERSYARATAN REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI SERTA PENANGANAN LAPORAN/PENGADUAN TERHADAP DOKTER DAN DOKTER GIGI YANG TELAH DIREGISTRASI YANG DIDUGA MEMILIKI GANGGUAN KESEHATAN YANG SERIUS DAN DAPAT MEMBAHAYAKAN PASIEN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pengaturan SKS FM terkait persyaratan Registrasi Dokter dan Dokter Gigi bertujuan untuk:
a. melindungi masyarakat dari Dokter dan Dokter Gigi yang memiliki gangguan kesehatan yang serius;
b. memenuhi persyaratan registrasi Dokter dan Dokter Gigi;
c. menjamin mutu pelayanan medis yang diberikan Dokter dan Dokter Gigi.

BAB II
PENERBITAN SKS FM
Pasal 3
(1) Penerbitan SKS FM hanya dapat dilakukan oleh DP.
(2) DP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh Organisasi Profesi dengan ketentuan sebagai berikut:
a.  DP untuk dokter ditunjuk oleh Ikatan Dokter Indonesia cabang setempat;
b. DP untuk dokter gigi ditunjuk oleh Persatuan Dokter Gigi Indonesia cabang setempat berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia cabang setempat.
(3) Jumlah dan kualifikasi DP disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah kerja dengan mempertimbangkan asas kemudahan, kecepatan dan keterjangkauan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penunjukan DP ditetapkan lebih lanjut dalam bentuk peraturan Organisasi Profesi.

Pasal 4
Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan huruf b harus menginformasikan daftar nama DP kepada dinas kesehatan kabupaten/kota setempat dan seluruh Dokter dan Dokter Gigi di wilayah kerjanya.

Tata cara penerbitan SKS FM dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:
a.  Dokter dan Dokter Gigi Pemohon wajib mengisi data diri dan daftar isian pernyataan kesehatan diri pada formulir SKS FM yang dapat diperoleh di Organisasi Profesi cabang setempat serta ditandatangani di atas materai yang bernilai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
b. berdasarkan formulir SKS FM yang telah diisi dan ditandatangani sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dokter dan Dokter Gigi Pemohon harus membawa formulir SKS FM tersebut kepada DP;
c. berdasarkan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b, DP harus melakukan pemeriksaan kesehatan berdasarkan prinsip pemeriksaan yang bersifat momen opname;
d.  berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf c, DP menerbitkan:
1.  SKS FM yang menyatakan Dokter dan Dokter Gigi Pemohon sehat fisik dan mental karena tidak ditemukan Disabilitas; atau
2. surat rujukan kepada tim pemeriksa yang dibentuk khusus untuk itu oleh Organisasi Profesi setempat dan dapat bekerjasama dengan rumah sakit setempat karena ditemukan indikasi Disabilitas;
e. berdasarkan rujukan sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 2, tim pemeriksa melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap Dokter dan Dokter Gigi Pemohon dan menyampaikan hasil pemeriksaan rujukan kepada DP yang menerbitkan surat rujukan;
f.   berdasarkan hasil pemeriksaan rujukan sebagaimana dimaksud pada huruf e dan dengan mengacu pada kriteria sehat fisik dan mental sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), DP menerbitkan:
1.  SKS FM yang menyatakan Dokter dan Dokter Gigi Pemohon sehat fisik dan mental karena tidak ditemukan Disabilitas;
2. Surat pemberitahuan ke Organisasi Profesi, dalam hal belum dapat diterbitkannya SKS FM karena Dokter dan Dokter Gigi belum atau tidak memenuhi syarat kelayakan kesehatan fisik dan mental untuk melakukan Praktik Kedokteran.

Pasal 7
Formulir SKS FM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan KKI ini.

Pasal 8
Setiap penerbitan SKS FM oleh DP harus dibuatkan salinannya dan disimpan serta dijaga oleh DP yang bersangkutan dan Organisasi Profesi cabang setempat.

(1) Pemeriksaan gangguan kesehatan dokter atau dokter gigi yang telah diregistrasi dapat dilakukan bila ada laporan/pengaduan yang diterima KKI.
(2) Laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan laporan/pengaduan tentang adanya dugaan dokter atau dokter gigi memiliki gangguan kesehatan yang serius dan dapat membahayakan pasien.
(3) Laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari masyarakat, rekan seprofesi, ketua komite medik rumah sakit, direktur rumah sakit, Organisasi Profesi, dan/atau pemerintah.

Pasal 11
(1) Divisi Pembinaan KK/KKG harus melakukan penapisan terhadap laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berupa pengumpulan bukti yang dapat mendukung kebenaran laporan/pengaduan.
(2) Untuk mempercepat pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan untuk mempermudah penyelesaian penanganan laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Divisi Pembinaan KK/KKG dapat meminta Organisasi Profesi terkait untuk melakukan supervisi serta melakukan pembinaan kepada dokter atau dokter gigi yang dilaporkan/diadukan dalam rangka memberikan perlindungan pasien.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa nasihat untuk menghentikan sementara pelaksanaan Praktik Kedokteran dan menjalani pemeriksaan kesehatan khusus serta menjalani pengobatan/penyembuhan penyakit.
(4) Organisasi Profesi terkait setelah melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melaporkan hasil pelaksanaan tugas tersebut dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak surat permintaan dari Divisi Pembinaan KK/KKG diterima.

Dalam hal pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 belum memberikan hasil yang mendukung kebenaran laporan/pengaduan, dokter atau dokter gigi yang dilaporkan/diadukan dapat diminta untuk menjalani pemeriksaan kesehatan khusus.

Pasal 14
Dalam hal dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak bersedia menjalani pemeriksaan kesehatan khusus, Divisi Pembinaan KK/KKG melimpahkan laporan/pengaduan terhadap dokter atau dokter gigi tersebut kepada Komite Kesehatan KKI.

Bagian Kedua
Pemeriksaan Kesehatan Khusus
Hasil pemeriksaan kesehatan khusus yang dilakukan oleh DP Khusus berupa:
a. dokter atau dokter gigi yang dilaporkan/diadukan layak melaksanakan Praktik Kedokteran sesuai disiplin ilmu dokter atau dokter gigi tersebut tanpa batasan apapun dan tidak membutuhkan supervisi atas keadaan kesehatan dokter atau dokter gigi tersebut;
b. dokter atau dokter gigi yang dilaporkan/diadukan dalam batas-batas tertentu tidak layak melaksanakan Praktik Kedokteran sesuai disiplin ilmu dokter atau dokter gigi tersebut; atau
c.  dokter atau dokter gigi yang dilaporkan/diadukan tidak layak melaksanakan Praktik Kedokteran.

Pasal 17
Jika hasil pemeriksaan kesehatan khusus menyatakan keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, laporan/pengaduan terhadap dokter atau dokter gigi yang diduga memiliki gangguan kesehatan yang serius dan dapat membahayakan pasien tersebut dinyatakan tidak terbukti dan KKI harus merehabilitasi nama baik dokter atau dokter gigi yang dilaporkan/diadukan tersebut dengan cara mengumumkannya dalam media elektronik online (website) yang dikelola oleh KKI.

Pasal 18
(1) Jika hasil pemeriksaan kesehatan khusus menyatakan keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dan huruf c, Divisi Pembinaan KK/KKG harus mengusulkan pemberian supervisi medik dan kewajiban menjalani pengobatan serta pembatasan pelaksanaan Praktik Kedokteran untuk jangka waktu tertentu terhadap dokter atau dokter gigi yang diperiksa tersebut kepada rapat pleno KKI untuk mendapatkan persetujuan.
(2) Dalam hal rapat pleno KKI menyetujui usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter atau dokter gigi yang diperiksa tersebut wajib menjalani supervisi medik dan menjalani pengobatan serta mematuhi pembatasan pelaksanaan Praktik Kedokteran untuk jangka waktu tertentu sesuai persetujuan rapat pleno KKI.

Bagian Ketiga
Supervisi Medik
Dokter atau dokter gigi yang berada di bawah supervisi medik hanya dapat melaksanakan Praktik Kedokteran dibawah supervisi dokter atau dokter gigi penyelia.

Pasal 21
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal persetujuan rapat pleno KKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dokter atau dokter gigi yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajiban menjalani supervisi medik dan menjalani pengobatan serta mematuhi pembatasan pelaksanaan Praktik Kedokteran untuk jangka waktu tertentu sesuai persetujuan rapat pleno KKI tersebut, KKI menugaskan Komite Kesehatan KKI untuk menangani penyelesaian laporan/pengaduan terhadap dokter atau dokter gigi tersebut.

Bagian Keempat
Komite Kesehatan KKI
Keanggotaan Komite Kesehatan KKI berjumlah 7 (tujuh) orang yang terdiri dari:
a.  Ketua Divisi Pembinaan KK, selaku ex officio Ketua Komite Kesehatan KKI;
b.  1 (satu) orang Anggota KKI dari unsur masyarakat;
c.  1 (satu) orang Anggota KKI dari unsur dokter atau dokter gigi;
d.  1 (satu) orang Anggota MKDKI dari unsur dokter atau dokter gigi;
e.  1 (satu) orang Anggota MKDKI dari unsur ahli hukum;
f.  1 (satu) orang yang berasal dari unsur dokter ahli utusan Organisasi Profesi yang berkaitan dengan gangguan kesehatan dokter atau dokter gigi yang dilaporkan/diadukan tersebut;
g. 1 (satu) orang yang berasal dari unsur dokter ahli utusan Organisasi Profesi yang berasal dari disiplin keilmuan yang sama dengan dokter atau dokter gigi yang dilaporkan/diadukan tersebut.

Pasal 24
Komite Kesehatan KKI mempunyai tugas:
a. menangani dan menyelesaikan laporan/pengaduan terhadap dokter atau dokter gigi yang diduga memiliki gangguan kesehatan yang serius dan dapat membahayakan pasien yang telah dilimpahkan oleh Divisi Pembinaan KK/KKG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atau yang ditugaskan oleh KKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
b. menangani dan menyelesaikan permasalahan dokter atau dokter gigi yang tidak mengalami peningkatan kesehatan setelah menjalani supervisi medik dan tidak memungkinkan lagi untuk terus diperpanjang periode supervisinya dan/atau terbatasnya kemampuan dokter atau dokter gigi yang bersangkutan untuk melaksanakan Praktik Kedokteran sesuai dengan disiplin ilmunya.

Pasal 25
Pelaksanaan tugas Komite Kesehatan KKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dapat dilakukan dengan mempelajari berkas laporan/pengaduan dan berkas lainnya dan/atau memanggil dokter atau dokter gigi yang bersangkutan untuk proses verifikasi dan klarifikasi langsung atas laporan/pengaduan yang diterima KKI.

Pasal 26
(1) Keputusan Komite Kesehatan KKI mengikat Dokter dan Dokter Gigi serta KKI.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. dokter atau dokter gigi yang bersangkutan dinyatakan layak melaksanakan Praktik Kedokteran karena tidak ditemukan gangguan kesehatan yang serius dan yang tidak membahayakan pasien;
b. dokter atau dokter gigi yang bersangkutan dinyatakan layak melaksanakan Praktik Kedokteran dengan syarat tertentu (conditional registration) karena ditemukan gangguan kesehatan yang serius dan dapat membahayakan pasien, dengan ketentuan:
1.  pelaksanaan Praktik Kedokteran harus dilakukan di bawah supervisi dokter atau dokter gigi penyelia yang ditetapkan oleh KKI berdasarkan usulan dari Organisasi Profesi terkait untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun;
2. secara berkala dokter atau dokter gigi yang bersangkutan dan dokter atau dokter gigi penyelia harus melaporkan perkembangan kondisi kesehatan dokter atau dokter gigi yang bersangkutan;
c.  dokter atau dokter gigi yang bersangkutan dinyatakan tidak layak melaksanakan Praktik Kedokteran karena ditemukan gangguan kesehatan yang serius dan membahayakan pasien.

Pasal 27
Dalam hal Komite Kesehatan KKI memutuskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf c, Komite Kesehatan KKI harus mengusulkan pencabutan STR dokter atau dokter gigi yang bersangkutan kepada rapat pleno KKI untuk mendapatkan persetujuan.

Pasal 28
Keputusan KKI tentang pencabutan STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus disampaikan kepada dokter atau dokter gigi yang bersangkutan, Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan terkait, dan Organisasi Profesi terkait dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan STR.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat Peraturan KKI ini mulai berlaku, Dokter dan Dokter Gigi yang sedang mengurus registrasi atau registrasi ulang dengan SKS FM berdasarkan Keputusan KKI Nomor 26/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pedoman Penerbitan Surat Keterangan Sehat Fisik dan Mental Bagi Dokter/Dokter Gigi, dinyatakan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan KKI ini.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat Peraturan KKI ini mulai berlaku, Keputusan KKI Nomor 26/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pedoman Penerbitan Surat Keterangan Sehat Fisik dan Mental Bagi Dokter/Dokter Gigi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 31
Peraturan KKI ini mulai berlaku setelah 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan KKI ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2012
KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

MENALDI RASMIN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN


ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali