Teks tidak dalam format asli.
Kembali

file PDF: [1]


BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 173, 2013
KEMENTERIAN KEHUTANAN. Pengembangan Perhutanan. Masyarakat Pedesaan. Berbasis.Konservasi. Pedoman.

OLE Object Here


BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No.173, 2013


PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR P.9/Menhut-II/2013
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN, KEGIATAN PENDUKUNG DAN PEMBERIAN INSENTIF KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang
:bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung, dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan;
Mengingat:1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4207) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4776);
5. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan;
9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-II/2012 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 779);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, KEGIATAN PENDUKUNG DAN PEMBERIAN INSENTIF KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian

(1) Tata cara pelaksanaan, kegiatan pendukung, dan pemberian insentif rehabilitasi hutan dan lahan ini dimaksudkan untuk memberikan acuan kepada semua pihak dalam menyelenggarakan kegiatan RHL sehingga pelaksanaan kegiatan RHL dapat terlaksana dengan baik.
(2) Tujuannya adalah pulihnya daya dukung DAS dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 3

Ruang lingkup peraturan ini meliputi :
a. Tata cara pelaksanaan RHL;
b. Kegiatan pendukung RHL; dan
c. Pemberian insentif RHL;
BAB II
TATA CARA PELAKSANAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4

(1) RHL dilaksanakan sesuai Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan (RTnRH) dan/atau Rencana Tahunan Rehabilitasi Lahan (RTnRL).
(2) Berdasarkan RTnRH dan/atau RTnRL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun Rancangan Kegiatan yang terdiri dari :
a. Rancangan kegiatan penanaman RHL; dan
b. Rancangan kegiatan konservasi tanah.
(3) Rancangan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat sasaran RHL didalam LMU Terpilih.

RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan melalui kegiatan:
a. Penanaman RHL;
b. Penerapan teknik konservasi tanah.
Bagian Kedua
Penanaman RHL
Pasal 7

(1) Penanaman RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi sumberdaya hutan dan lahan baik fungsi produksi, fungsi lindung maupun fungsi konservasi.
(2) Penanaman RHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan.
(3) Penanaman RHL terdiri dari kegiatan:
a. Reboisasi;
b. Penghijauan;
c. Pengayaan Tanaman; dan/atau
d. Pemeliharaan Tanaman.
Paragraf 1
Reboisasi
Pasal 8

(1) Reboisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dilakukan di dalam kawasan:
a. Hutan konservasi;
b. Hutan lindung; atau
c. Hutan produksi.
(2) Reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan penanaman dalam kawasan hutan.

(1) Penghijauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b dilaksanakan di luar kawasan hutan pada kawasan lindung dan kawasan budidaya.
(2) Penghijauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan menjaga dan meningkatkan fungsi perlindungan tata air dan pencegahan bencana alam banjir, longsor, dan/atau untuk meningkatkan produktivitas lahan.
(3) Penghijauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pembangunan Hutan Rakyat;
b. Penghijauan Lingkungan; dan/atau
c. Pembangunan Hutan Kota.
Pasal 11

(1) Pembangunan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf a, dilaksanakan antara lain pada areal terbuka/semak belukar/bertegakan dengan jumlah anakan kurang dari 200 (dua ratus) batang/hektar.
(2) Pembangunan hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada LMU Terpilih dengan ketentuan:
a. Prioritas I paling sedikit 1.600 (seribu enam ratus) batang/hektar
b. Prioritas II paling sedikit 1.100 (seribu enam ratus) batang/hektar
(3) Jumlah tanaman pada akhir tahun ketiga baik tanaman asal maupun tanaman baru paling sedikit 400 (empat ratus) batang/hektar.

(1) Pembangunan Hutan Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf c dilaksanakan di wilayah perkotaan yang ditunjuk oleh Gubernur/Bupati/Walikota, dengan luas paling sedikit 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar.
(2) Pelaksanaan penanaman dalam rangka pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 1.600 (seribu enam ratus) batang/hektar.
(3) Penyediaan anggaran pembibitan, penanaman dan pemeliharaan hutan kota secara normatif maksimal sebesar dua kali dari anggaran rehabilitasi hutan ataupun rehabilitasi lahan tertinggi masing-masing kegiatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang pembangunan hutan kota dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Pengayaan Tanaman
Pasal 14

Pengayaan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c, dilakukan dengan cara :
a. pengayaan tanaman dalam rangka reboisasi; dan
b. pengayaan tanaman dalam rangka penghijauan atau lazim disebut pengayaan hutan rakyat.

(1) Pengayaan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, dilaksanakan pada areal kebun campuran dengan jumlah tegakan paling sedikit 200 (dua ratus) batang/hektar.
(2) Pelaksanaan pengayaan hutan rakyat pada LMU Terpilih paling sedikit 200 (dua ratus) batang/hektar.
(3) Jumlah tanaman pengayaan hutan rakyat pada akhir tahun ketiga baik tanaman asal maupun tanaman baru paling sedikit 400 (empat ratus) batang/hektar.
(4) Dalam hal jumlah tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tercapai maka tidak dilakukan pemeliharaan lanjutan.
Paragraf 4
Pemeliharaan Tanaman
Pasal 17

(1) Pemeliharaan tanaman sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (3) huruf d dimaksudkan untuk memelihara tanaman RHL.
(2) Pemeliharaan sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari Pemeliharaan I dan Pemeliharaan II.
(3) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan evaluasi tanaman untuk menentukan intensitas pemeliharaan.
(4) Intensitas pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
a. Pemeliharaan ringan yaitu penyiangan dan pendangiran masing-masing satu kali serta penyulaman maksimal 10% (sepuluh perseratus).
b. Pemeliharaan sedang yaitu penyiangan, pendangiran, dan pemberantasan hama masing-masing satu kali serta penyulaman maksimal 20% (dua puluh perseratus).
c. Pemeliharaan berat yaitu penyiangan, pendangiran dan pemberantasan hama masing-masing minimal satu kali, serta penyulaman lebih dari 20% (dua puluh perseratus).
(5) Penyulaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dilakukan pada Pemeliharaan I.
(6) Penyediaan anggaran pemeliharaan I dan pemeliharaan II secara normatif adalah sebesar 30% (tiga puluh perseratus) setiap tahun dari anggaran penanaman.
Pasal 18

(1) Kegiatan pemeliharaan tanaman untuk jenis dan fungsi tertentu, setelah Pemeliharaan II dapat dilaksanakan pemeliharaan lanjutan.
(2) Pemeliharaan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan tahun kelima.
(3) Pemeliharaan lanjutan dapat dilaksanakan berdasarkan evaluasi oleh Tim yang dibentuk Direktur Jenderal.

(1) Penerapan teknik konservasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan secara sipil teknis, vegetatif dan teknik kimiawi.
(2) Dalam hal penerapan teknik konservasi tanah di luar kawasan hutan selain secara sipil teknis juga dilakukan secara vegetatif;
(3) Penerapan teknik konservasi tanah secara sipil teknis dan vegetatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi pembangunan/pembuatan:
a. dam pengendali;
b. dam penahan;
c. pengendali jurang (gully plug);
d. embung air;
e. sumur resapan air (SRA);
f. rorak;
g. strip rumput;
h. perlindungan kanan-kiri tebing sungai;
i. saluran pembuangan air (SPA) dan bangunan terjunan air;
j. teras;
k. biofori; dan
l. mulsa;
(4) Penerapan teknik konservasi tanah secara teknik kimiawi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi penggunaan;
a. bitumen;
b. zat kimia; dan/atau
c. soil conditioner
BAB III
REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DAERAH PESISIR/PANTAI
Pasal 21

(1) Maksud dan tujuan RHL di daerah pesisir/pantai yaitu mengembalikan keberadaan vegetasi daerah pesisir/pantai sehingga mampu berfungsi sebagai wilayah perlindungan pantai dari abrasi dan intrusi air laut serta bencana alam tsunami.
(2) Rehabilitasi hutan mangrove atau areal sempadan pantai dilakukan berdasarkan hasil penyusunan RTk RHL DAS pada Ekosistem Mangrove dan Ekosistem Pantai yang diidentifikasi mempunyai vegetasi mangrove dengan kerapatan kurang (NDVI -1,00 s/d 0,43) dan wilayah yang berdasarkan peta land system termasuk KJP, KHY, PGO, LWW, TWH, dan PTG yang kondisi vegetasinya telah terbuka dan/atau terdeforestasi.
(3) Terhadap kegiatan rehabilitasi areal sempadan pantai dilakukan pada areal terbuka/kritis menurut RTk RHL DAS selebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat yang bukan termasuk habitat/ekosistem mangrove.
(4) RHL di daerah pesisir/pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan kegiatan:
a. persemaian/pembibitan;
b. pelaksanaan penanaman; dan
c. pemeliharaan I dan pemeliharaan II
(5) Kegiatan RHL di daerah pesisir/pantai meliputi:
a. rehabilitasi hutan mangrove; dan
b. rehabilitasi areal sempadan pantai.

(1) Rehabilitasi areal sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) huruf b dilaksanakan pada LMU Prioritas I paling sedikit 1.600 (seribu enam ratus) batang/hektar dan LMU Prioritas II paling sedikit 1.100 (seribu seratus) batang/hektar.
(2) Jumlah tanaman hasil rehabilitasi areal sempadan pantai pada akhir tahun ketiga baik tanaman asal maupun tanaman baru paling sedikit 600 batang/hektar.
(3) Dalam hal jumlah tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah tercapai maka tidak dilakukan pemeliharaan lanjutan.
BAB IV
REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN KAWASAN BERGAMBUT
Pasal 24

Maksud dan tujuan RHL kawasan bergambut untuk memulihkan sumberdaya kawasan bergambut yang kritis sehingga berfungsi optimal dalam memberikan manfaat ekologi, ekonomi dan sosial kepada seluruh pihak yang berkepentingan, mengelola sumber daya air, dan mengembangkan kelembagaan yang berbasis sumberdaya kawasan bergambut.
Pasal 25

(1) Sasaran lokasi RHL kawasan bergambut diprioritaskan pada kawasan bergambut berfungsi lindung dan budidaya yang kemungkinan keberhasilannya paling tinggi, yang terdiri dari prioritas I dan prioritas II berdasarkan hasil penyusunan RTkRHL DAS Kawasan Bergambut;
(2) RHL kawasan bergambut dilakukan melalui tahapan kegiatan:
a. Persemaian/Pembibitan;
b. Pelaksanaan Penanaman; dan
c. Pemeliharaan I dan Pemeliharaan II.
Pasal 26

(1) Penanaman RHL kawasan bergambut dilaksanakan pada prioritas RHL-G I dan Prioritas RHL-G II berdasarkan RTkRHL DAS Kawasan Bergambut yang mempunyai tegakan asal kurang dari 200 (dua ratus) batang/hektar, dengan jumlah penanaman paling sedikit 400 (empat ratus) batang/hektar.
(2) Jumlah tanaman hasil penanaman RHL pada kawasan bergambut pada akhir tahun ketiga baik tanaman asal maupun tanaman baru paling sedikit 600 (enam ratus) batang/hektar.
(3) Dalam hal jumlah tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah tercapai maka tidak dilakukan pemeliharaan lanjutan.
Pasal 27

(1) Pelaksanaan pengayaan tanaman pada kawasan bergambut dilaksanakan pada prioritas RHL-G I dan Prioritas RHL-G II berdasarkan RTkRHL DAS Kawasan Bergambut yang mempunyai tegakan asal antara 200 (dua ratus) sampai dengan 700 (tujuh ratus) batang/hektar, dengan penanaman pengayaan paling sedikit 400 (empat ratus) batang/hektar
(2) Jumlah tanaman pada kawasan bergambut pada akhir tahun ketiga baik tanaman asal maupun tanaman baru minimal 600 batang/hektar.
(3) Dalam hal jumlah tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah tercapai maka tidak dilakukan pemeliharaan lanjutan.
Pasal 28

Ketentuan lebih lanjut tentang Petunjuk Teknis Tatacara Pelaksanaan RHL, RHL Daerah Pesisir/Pantai dan RHL Kawasan Bergambut sebagaimana tercantum pada BAB II, III dan IV diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
BAB V
KEGIATAN PENDUKUNG RHL
Pasal 29

(1) Kegiatan pendukung RHL bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan RHL.
(2) Jenis kegiatan Pendukung RHL meliputi:
a. pengembangan perbenihan;
b. pengembangan teknologi RHL;
c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;
d. penyuluhan;
e. pelatihan;
f. pemberdayaan masyarakat;
g. pembinaan; dan/atau
h. pengawasan.
Pasal 30

(1) Pengembangan perbenihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (2) huruf a bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan jumlah benih dan/atau bibit tanaman yang berkualitas sesuai sasaran RHL.
(2) Pengembangan perbenihan meliputi kegiatan:
a. pemuliaan pohon;
b. pengembangan sumber benih;
c. konservasi sumber daya genetik;
d. produksi benih;
e. distribusi benih; dan
f. pembibitan baik melalui pembuatan/pengadaan bibit, kebun bibit rakyat (KBR) dan persemaian permanen.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang Pengembangan perbenihan sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.
Pasal 31

(1) Pengembangan Teknologi RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b bertujuan untuk meningkatkan dukungan:
a. teknologi perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. monitoring-evaluasi RHL.
(2) Pengembangan teknologi RHL dalam pelaksanaan RHL mencakup metoda dan teknik dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi termasuk dalam pembibitan, penanaman dan pembuatan bangunan konservasi tanah, pemeliharaan, perlindungan, dan pengamanan.
(3) Teknologi RHL dapat dikembangkan melalui kerjasama antara lembaga penelitian, perguruan tinggi maupun melalui penggalian kearifan budaya masyarakat setempat.
(4) Sasaran pengembangan teknologi RHL antara lain :
a. RHL di wilayah arid/kering;
b. RHL di kawasan bergambut;
c. Teknologi penebaran benih melalui udara (aerial seeding);
d. RHL pada berbagai tipe hutan dan iklim;
e. RHL di wilayah padat penduduk;
f. RHL di wilayah sentra sayuran; dan
g. RHL dengan pola wanatani.
Pasal 32

(1) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c merupakan rangkaian kegiatan dalam usaha mencegah, memadamkan, mengendalikan, mengevaluasi akibat kebakaran dan mempersiapkan tindakan rehabilitasi areal bekas kebakaran hutan dan lahan.
(2) Kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan pada lokasi kegiatan RHL dilakukan secara terencana dan terpadu dengan melibatkan para pihak terkait.
(3) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan antara lain dengan mengidentifikasi daerah-daerah rawan bencana kebakaran, mensosialisasikan teknik pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat, menghindari pembakaran lahan, membuat ilaran/sekat bakar, penyekatan air pada lahan gambut.
Pasal 33

(1) Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf d bertujuan merubah sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya RHL yang ditempuh melalui pendidikan non formal.
(2) Penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai pendekatan, antara lain kunjungan lapangan, ceramah, pameran, penyebaran brosur, leaflet dan majalah, kampanye, lomba, demonstrasi, temu wicara, diskusi kelompok, karyawisata.
Pasal 34

(1) Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf e bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pelaksana kegiatan RHL.
(2) Pelatihan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Lembaga Swadaya Masyarakat dan/atau lembaga lain yang terkait.
(3) Pelatihan yang diselenggarakan pemerintah ditujukan untuk memperkuat sumberdaya manusia perencana, pelaksana, pendamping serta pengawas kegiatan RHL di lapangan.
Pasal 35

(1) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf f bertujuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam melaksanakan RHL pada lahannya baik secara individu maupun kelompok.
(2) Pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan antara lain melalui proses penyadaran, peningkatan kapasitas dan pendayagunaan masyarakat.
(3) Kegiatan pemberdayaan antara lain dalam bentuk pemberian akses pengelolaan kegiatan RHL pada lahan milik melalui program bantuan langsung, pendampingan, penguatan kelembagaan, kemitraan.
BAB VI
INSENTIF REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 36

Insentif RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri dari:
a. Kriteria dan standar;
b. Bentuk; dan
c. Tata cara penyelenggaraan kebijakan dan penetapan.
Bagian Kedua
Kriteria dan Standar Insentif
Pasal 37

(1) Insentif RHL merupakan instrumen kebijakan pendukung RHL dalam rangka mendorong percepatan tercapainya:
a. tujuan rehabilitasi hutan dan lahan; dan
b. pencegahan bertambah luasnya kerusakan/degradasi hutan dan lahan.
(2) Kriteria insentif kegiatan RHL antara lain:
a. luas areal;
b. jumlah pohon ditanam yang hidup;
c. tingkat keberhasilan;
d. efektivitas bangunan konservasi tanah dan air;
e. keberadaan dan aktivitas kelembagaan;
f. kearifan lokal;
g. inisiatif pelestarian lingkungan; dan/atau
h. tingkat kesejahteraan masyarakat.
3. Standar insentif kegiatan RHL ditentukan berdasarkan masing-masing kriteria yang ditetapkan untuk tujuan tertentu.
4. Penerapan kriteria dan standar insentif dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota sesuai tujuan dan/atau kondisi wilayahnya.
Bagian Ketiga
Bentuk Insentif
Pasal 38

Bentuk insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b, antara lain berupa:
a. kemudahan pelayanan; dan/atau
b. penghargaan.

Pasal 39

Kemudahan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a, dapat dilaksanakan dalam bentuk:
a. pemberian akses permodalan;
b. penyediaan sarana prasarana;
c. penyediaan lahan/lokasi;
d. pemberian akses informasi teknologi;
e. pendampingan; dan/atau
f. pemberian perizinan dari pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/ BUMD/BUMS.
Pasal 40

(1) Pemberian akses permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a antara lain berupa:
a. kredit bunga lunak bagi petani atau masyarakat; dan/atau
b. pemberian modal bagi koperasi milik kelompok tani lahan kritis maupun koperasi serba usaha.
(2) Penyediaan sarana-prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b dapat diberikan kepada kelompok tani/masyarakat antara lain berupa:
a. bantuan sarana jalan;
b. saprodi;
c. saprotan; dan/atau
d. bibit unggul.
(3) Penyediaan lahan/lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c dapat berupa pemberian kemudahan untuk mendapatkan lahan olah untuk ditanami oleh kelompok tani.
(4) Akses informasi teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d dapat berupa pemberian kemudahan informasi teknologi rehabilitasi hutan dan lahan melalui berbagai media komunikasi.
(5) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf e, diberikan kepada kelompok masyarakat yang sedang melakukan kegiatan rehabilitasi lahan kritis.
(6) Pemberian perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf f, dapat diberikan melalui pemberian izin hutan kemasyarakatan atau hutan desa.
Pasal 41

(1) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 38 huruf b dapat berupa:
a. subsidi/bantuan;
b. hadiah;
c. sertifikat/piagam; dan/atau
d. piala.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf b, dapat diberikan kepada badan hukum/usaha, kelompok masyarakat dan perorangan yang dikualifikasikan sebagai:
a. pembina RHL;
b. perintis RHL;
c. pendamping RHL; dan
d. lainnya.

(3) Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan tujuan dan kewenangannya.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 42

(1) Pembinaan pada tata cara pelaksanaan, kegiatan pendukung dan pemberian insentif kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat berupa koordinasi, supervisi dan pelaporan.
(2) Pengendalian dan pengawasan dapat berupa monitoring, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut.
(3) Pembinaan, pengendalian, dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya.
BAB VIII
PENYELENGGARAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 43

(1) Pembiayaan kegiatan RHL bersumber pada:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
b. Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan
c. Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBHDR);
d. Dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat, sesuai peraturan perundang undangan
(2) Kegiatan RHL dilakukan menggunakan prinsip tahun jamak (multiyears).
(3) RHL didalam kawasan hutan dapat dilaksanakan secara kontraktual maupun swakelola sesuai dengan peraturan perundang undangan.
(4) Pekerjaan kontraktual tahun jamak (multiyears) senilai dibawah 10 Milyar rupiah yang bersumber dari APBN Kementerian Kehutanan dilaksanakan setelah mendapat izin Menteri.
(5) Pekerjaan kontraktual tahun jamak (multiyears) yang bersumber dari sumber anggaran lain dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan.
(6) Seluruh kegiatan penanaman pohon didalam dan diluar kawasan hutan yang dilaksanakan oleh masyarakat dan program Kementerian/ Lembaga dikelola dan dilaporkan secara periodik kepada Menteri melalui mekanisme sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44

(1) Hasil pekerjaan kegiatan penanaman RHL dapat diterima dengan ketentuan:
a. Persen tumbuh saat penyerahan pekerjaan penanaman tahun pertama paling sedikit 60% (enam puluh perseratus).
b. Untuk hutan kota, persen tumbuh saat penyerahan pekerjaan tahun pertama paling sedikit 80% (delapan puluh perseratus).
Pasal 45

(1) Kegiatan RHL di dalam kawasan hutan dengan mempertimbangkan keadaan tertentu dan aspek keamanan dapat dilaksanakan secara swakelola oleh TNI.
(2) Kegiatan RHL di kawasan hutan lindung dan produksi yang tidak dibebani izin dan berada di wilayah Kawasan Pemangkuan Hutan (KPH) dapat dilaksanakan secara kontraktual maupun swakelola oleh KPH.
(3) Kegiatan RHL di kawasan hutan lindung dan produksi yang telah dibebani izin pemanfaatan hutan atau izin penggunaan kawasan hutan dibiayai oleh pemegang izin.
(4) Kegiatan RHL di kawasan hutan lindung dan produksi yang hak pengelolaannya dilimpahkan kepada BUMN Bidang Kehutanan atau lembaga yang diberi hak pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus dibiayai oleh BUMN Bidang Kehutanan atau lembaga.
Pasal 46

(1) Kegiatan RHL diluar kawasan hutan dapat dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Kegiatan RHL yang berupa penanaman pohon diluar kawasan hutan dapat dilaksanakan secara swakelola melalui Surat Perjanjian Kerjasama (SPKS) dengan kelompok tani.
(3) Kegiatan RHL yang berupa penanaman pohon diluar kawasan hutan yang diselenggarakan melalui program Kementerian/Lembaga dapat dilaksanakan sesuai tata cara pelaksanaan yang ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 47

Peraturan Menteri Kehutanan ini berlaku juga antara lain untuk penanaman RHL dalam rangka pelaksanaan reboisasi pada lahan kompensasi Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dan penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kehutanan ini, maka:
1. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang telah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2010 dinyatakan tetap berlaku dan selanjutnya disesuaikan dengan Peraturan ini.
2. Dalam hal lokasi kegiatan RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) belum memuat LMU Terpilih, maka penetapan rancangan dilakukan dengan cara pengecekan lapangan serta hasil pendalaman analisis data yang ada pada lokasi tersebut .
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49

Pada saat Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2010, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 50

Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Kehutanan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2013
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ZULKIFLI HASAN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN


ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali