[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pengaturan Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil terutama di Daerah Tertinggal, Perbatasan, Kepulauan, dan DBK, serta Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D di kabupaten/kota yang memerlukan pelayanan medik spesialistik.

BAB II
PENYELENGGARAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Jenis Tenaga Kesehatan yang dapat diangkat dalam Penugasan Khusus pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdiri dari Residen dan tenaga kesehatan dengan pendidikan diploma III.
(2) Residen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Residen Senior dan Residen Pasca Jenjang I.
(3) Tenaga Kesehatan dengan pendidikan Diploma III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari bidan, perawat, sanitarian, tenaga gizi, dan analis kesehatan.
(4) Residen Pasca Jenjang I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokter/dokter gigi yang mendapatkan bantuan pendidikan dokter spesialis/dokter gigi spesialis dari Kementerian Kesehatan yang telah menyelesaikan pendidikan jenjang I.
(5) Residen Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokter/dokter gigi yang sedang menempuh pendidikan klinis yang khusus dan sudah memasuki tahap akhir pendidikan di rumah sakit pendidikan ataupun rumah sakit lainnya yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan.
(6) Selain jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan jenis Tenaga Kesehatan lainnya untuk diangkat dalam penugasan khusus atas usulan Pemerintah Daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan pelayanan kesehatan di wilayahnya.

Pasal 4
(1) Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan pada:
a.  Puskesmas dan jejaringnya;
b. Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D yang telah memiliki peralatan kesehatan, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, serta fasilitas lain sesuai kebutuhan medik spesialistik.
c.  Rumah Sakit yang membutuhkan jenis pelayanan medik spesialistik tertentu.
(2) Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak termasuk Rumah Sakit Bergerak.

Bagian Kedua
Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan Diploma III
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaksanakan pendaftaran bagi calon peserta Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan dengan pendidikan diploma III setelah Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan mengumumkan alokasi formasi melalui website Kementerian Kesehatan.

Pasal 7
(1) Untuk mendaftar sebagai calon peserta Penugasan Khusus, tenaga kesehatan dengan pendidikan diploma III harus mengajukan surat permohonan bermaterai yang ditujukan kepada Menteri Kesehatan melalui Kepala Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melampirkan:
a.  fotokopi ijazah pendidikan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
b.  surat keterangan sehat dari dokter di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah;
c.  fotokopi kartu tanda penduduk yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
d. surat pernyataan bermaterai yang menyatakan tidak terikat kontrak kerja dengan instansi pemerintah maupun swasta, bersedia bertugas di Puskesmas sesuai jangka waktu ditetapkan, tidak mengajukan cuti selama penugasan, dalam keadaan sehat, dan tidak sedang hamil;
e.  pasfoto ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar; dan
f.  fotokopi STR atau surat izin sebagai tanda registrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara seleksi.

Pasal 8
(1) Seleksi calon peserta Penugasan Khusus bagi Tenaga Kesehatan dengan pendidikan diploma III dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai alokasi formasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
(2) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengusulkan hasil seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada dinas kesehatan provinsi untuk dilakukan verifikasi.
(3) Pengusulan hasil seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara online melalui aplikasi yang disiapkan oleh Kementerian Kesehatan, diikuti pengiriman usulan pengangkatan penugasan khusus yang ditandatangani oleh kepala Dinas kesehatan kabupaten/kota dengan melampirkan fotokopi ijazah, STR atau surat izin sebagai tanda registrasi, fotokopi kartu tanda penduduk, dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

(1) Pengangkatan tenaga Penugasan Khusus ditetapkan secara kolektif oleh Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan untuk setiap provinsi berdasarkan hasil seleksi dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
(2) Penetapan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit menyebutkan nama Tenaga Kesehatan, nomor registrasi penugasan khusus, nama dan lokasi puskesmas, serta lama penugasan.

Pasal 11
(1) Penempatan tenaga kesehatan dengan pendidikan Diploma III dalam Penugasan Khusus dilakukan sesuai dengan ketetapan pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2) Perubahan penempatan tenaga kesehatan dengan pendidikan Diploma III dalam Penugasan Khusus hanya dapat dilakukan dalam hal terjadinya pengembangan wilayah sasaran program yang ditetapkan oleh Menteri.

Perencanaan Penugasan Khusus Residen dilakukan oleh Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, dan Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan, berdasarkan hasil verifikasi data dan analisis kebutuhan dokter spesialis pada rumah sakit provinsi/kabupaten/kota.

Pasal 14
(1) Pendaftaran calon peserta Penugasan Khusus Residen dilaksanakan secara kolektif melalui pimpinan institusi pendidikan.
(2) Pendaftaran kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Menteri Kesehatan sesuai alokasi formasi yang telah ditetapkan oleh Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan.

(1) Seleksi calon peserta Penugasan Khusus Residen dilakukan oleh Tim Penugasan Khusus Residen.
(2) Tim Penugasan Khusus Residen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari perwakilan Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dan Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan.

Pasal 17
(1) Pengangkatan peserta Penugasan Khusus Residen ditetapkan secara kolektif oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan untuk setiap Fakultas Kedokteran/Fakultas Kedokteran Gigi berdasarkan hasil seleksi.
(2) Penetapan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit menyebutkan nama Residen, nama dan lokasi rumah sakit, dan lama penugasan.

Pasal 18
(1) Lokasi penempatan Residen dalam Penugasan Khusus dilakukan sesuai dengan ketetapan pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
(2) Perubahan lokasi penempatan Residen dalam Penugasan Khusus hanya dapat dilakukan dalam hal terjadinya pengembangan wilayah sasaran program yang ditetapkan oleh Menteri.

Setiap Tenaga Kesehatan yang melaksanakan Penugasan Khusus berhak:
a.  memperoleh penghasilan berupa insentif;
b.  memperoleh biaya perjalanan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan;
c.  memperoleh uang duka apabila tewas/wafat ketika melaksanakan tugas;
d. memperoleh cuti tahunan selama 12 (dua belas) hari kerja, bagi tenaga kesehatan dengan pendidikan Diploma III yang telah melaksanakan tugas secara terus menerus selama 1 (satu) tahun;
e. memperoleh Surat Keterangan Selesai Penugasan sebagai Tenaga Kesehatan Penugasan Khusus yang diterbitkan oleh Direktur Rumah Sakit untuk Residen;
f.  memperoleh Surat Keterangan Selesai Penugasan sebagai Tenaga Kesehatan Penugasan Khusus yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi untuk tenaga kesehatan dengan pendidikan Diploma III; dan
g. memperoleh insentif/tunjangan/fasilitas lainnya yang diberikan oleh Gubernur dan/atau Bupati/Walikota sesuai kemampuan masing-masing daerah di luar insentif yang diberikan oleh Pemerintah;

Pasal 21
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, huruf b, dan huruf c bagi Residen yang menjalankan Penugasan Khusus pada Rumah Sakit di luar Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, dan Kepulauan, serta di luar DBK.

(1) Tenaga kesehatan dianggap telah tewas apabila:
a.  meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
b. meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kematian itu disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
c. meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka atau cacat rohani atau cacat jasmani yang didapat dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; atau
d. meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu.
(2) Tenaga kesehatan dianggap telah wafat apabila meninggal dunia yang bukan diakibatkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 24
Setiap Tenaga Kesehatan yang melaksanakan Penugasan Khusus berkewajiban:
a. melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki serta menjunjung etika profesi;
b.  membuat laporan kegiatan sesuai tugas sebagaimana yang dimaksud pada huruf a berupa:
1)  laporan rutin bulanan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota;
2) khusus Residen, laporan bulanan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota ditembuskan kepada direktur rumah sakit dan dekan fakultas kedokteran/kedokteran gigi;
3) laporan akhir pelaksanaan masa penugasan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Gubernur dan Menteri Kesehatan;
c.  melaksanakan alih pengetahuan kepada Tenaga Kesehatan setempat;
d.  setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.  menyimpan rahasia kedokteran;
f.   menyimpan rahasia negara dan jabatan;
g.  mentaati dan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
h.  melaksanakan masa penugasan yang telah ditetapkan;
i.   melaksanakan tugas profesi sesuai dengan program pemerintah di bidang kesehatan;
j.   membayar pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Penugasan Khusus sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Kesehatan ini

BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 26
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, dan pimpinan institusi pendidikan dengan melibatkan perhimpunan atau kolegium profesi yang terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

Pasal 27
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dapat dilaksanakan melalui:
a.  advokasi, sosialisasi, dan bimbingan teknis;
b. pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia sesuai dengan kompetensi berdasarkan surat tugas dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
c.  monitoring dan evaluasi; dan
d.  sinkronisasi program dari perhimpunan atau kolegium profesi yang terkait.

Pasal 28
(1) Penugasan Khusus berakhir apabila:
a. selesai melaksanakan masa tugas;
b. diberhentikan dari Penugasan Khusus;
c. tewas;
d. wafat; dan
e. dinyatakan hilang.
(2) Tenaga kesehatan diberhentikan dari Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, apabila:
a. tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. tidak cakap jasmani dan rohani; dan
c. memutuskan hubungan kerja secara sepihak.

Pasal 29
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang diangkat dalam penugasan khusus wajib melaksanakan seluruh ketentuan yang ditetapkan dalam penugasan khusus.
(2) Tenaga Kesehatan dengan pendidikan Diploma III yang tidak melaksanakan ketentuan penugasan khusus sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penundaan atau pemberhentian pembayaran insentif;
d. pemberhentian sebagai Tenaga Kesehatan dalam Penugasan Khusus;
(3) Residen Pasca Jenjang I yang tidak melaksanakan ketentuan penugasan khusus sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a.  Teguran lisan;
b.  Teguran tertulis;
c.  Penundaan atau pemberhentian pembayaran insentif;
d. sanksi administratif sesuai ketentuan Program Bantuan Pendidikan Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis Berbasis Kompetensi Kementerian Kesehatan;
(4) Residen senior yang tidak mendapatkan bantuan pendidikan, yang tidak melaksanakan ketentuan penugasan khusus sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penundaan atau pemberhentian pembayaran insentif;
d. pemberhentian sebagai Tenaga Kesehatan dalam Penugasan Khusus;

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Tenaga kesehatan yang sedang melaksanakan Penugasan Khusus sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, tetap dapat melaksanakan tugasnya sampai masa tugas berakhir dan dapat diangkat kembali sesuai program Kementerian Kesehatan.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1231/MENKES/PER/XI/2007 tentang Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia kesehatan;
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1235/MENKES/SK/XII/2007 tentang Pemberian Insentif Bagi Sumber Daya Manusia Kesehatan Yang Melaksanakan Penugasan Khusus;
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1086/MENKES/SK/XI/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia Kesehatan;
d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 156/MENKES/SK/I/2010 tentang Pemberian Insentif Bagi Tenaga Kesehatan Dalam Rangka Penugasan Khusus di Puskesmas Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan;
sepanjang mengatur mengenai penugasan khusus residen dan tenaga kesehatan Diploma III, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 32
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Januari 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

NAFSIAH MBOI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN



Lampiran: bn165-2013