Teks tidak dalam format asli.
Kembali



BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No.1215, 2013
KEMENTERIAN PERTAHANAN. Kesepakatan Bersama. Perjanjian Kerjasama. Penyusunan. Pedoman.


PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2013
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN KESEPAKATAN BERSAMA DAN PERJANJIAN KERJASAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama yang dibuat di lingkungan Kementerian Pertahanan selama ini belum ada keseragaman tentang sistematika penulisannya sehingga diperlukan pedoman untuk penyusunannya;
b.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pertahanan tentang Pedoman Penyusunan Kesepakatan Bersama Dan Perjanjian Kerjasama di lingkungan Kementerian Pertahanan;
Mengingat :  1.  Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 16 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertahanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 469);
2.  Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 04 Tahun 2012 tentang Pedoman Administrasi Umum di Lingkungan Kementerian Pertahanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 187);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan  :  PERATURAN MENTERI PERTAHANAN TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN KESEPAKATAN BERSAMA DAN PERJANJIAN KERJASAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Peraturan Menteri ini disusun dengan maksud memberikan pedoman dalam penyusunan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama di lingkungan Kemhan dengan tujuan agar tercapai keseragaman sistematika penulisannya.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mencakup penyusunan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama di lingkungan Kemhan.

BAB II
PEMBUATAN KESEPAKATAN BERSAMA DAN PERJANJIAN KERJASAMA
Pasal 4
(1)  Kemhan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat membuat perjanjian dengan pihak lain dari dalam negeri.
(2)  Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a.  Kesepakatan Bersama, dan/atau;
b.  Perjanjian Kerjasama.

Dalam hal Menteri memberikan izin pembuatan Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), penyusunan dan penyempurnaan draf Kesepakatan Bersama dilakukan oleh Satker/Subsatker Kemhan sesuai tugas dan fungsinya dengan mengikutsertakan Satker/Subsatker terkait, dengan asistensi dari Biro Hukum Setjen Kemhan.

Pasal 7
(1)  Penandatangan Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, ditandatangai oleh Menhan dan dapat didelegasikan kepada Pimpinan Satker atas nama Kemhan.
(2)  Penandatangan Perjanjian Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, ditandatangani oleh Pimpinan Satker/Subsatker sesuai tugas dan fungsi atas nama Kemhan.

Pasal 8
Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerjasama.

BAB III
PENYUSUNAN KESEPAKATAN BERSAMA
Bagian Kesatu
Umum
(1)  Menteri mempunyai kewenangan dalam pembentukan, penetapan dan penandatangan Kesepakatan Bersama.
(2)  Dalam hal tertentu Menteri dapat mendelegasikan kepada pejabat Eselon I atau Eselon II sesuai dengan bidang tugas dan fungsi dari pejabat yang diberi kewenangan dalam bentuk Keputusan Menteri.

Pasal 11
(1)  Para pihak yang menandatangani Kesepakatan Bersama berkedudukan dalam jabatan yang setingkat.
(2)  Dalam hal salah satu pihak Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Swasta, atau Badan Hukum lainnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Penyusunan dan Penandatanganan
(1)  Penandatanganan Kesepakatan Bersama dilakukan oleh:
a.  pimpinan Kemhan dengan pimpinan Kementerian/Lembaga lainnya; atau
b.  pimpinan Kemhan dengan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Swasta, atau Badan Hukum lainnya.

Pasal 14
Para pihak yang akan melakukan penandatanganan harus membubuhkan paraf pada setiap lembar Kesepakatan Bersama.

(1)  Kesepakatan Bersama dibuat rangkap 2 yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, rangkap kesatu ditandatangani pihak kesatu di atas materai diserahkan kepada pihak kedua, rangkap kedua ditandatangani pihak kedua di atas materai diserahkan kepada pihak kesatu.
(2)  Dalam hal Kesepakatan Bersama dibuat oleh 3 (tiga) pihak atau lebih, penandatanganan dan penempatan materai disesuaikan dengan jumlah para pihak.

Bagian keempat
Jangka Waktu
Pasal 17
Jangka waktu berlakunya Kesepakatan Bersama ditentukan oleh para pihak.

Bagian Kelima
Sistematika
Pasal 18
(1)  Sistematika Kesepakatan Bersama meliputi:
a.  lambang/logo merupakan tanda pengenal atau identitas berupa simbol (huruf) yang digunakan dalam naskah dinas;
b.  judul dari Kesepakatan Bersama harus singkat dan padat, mencerminkan isi dari Kesepakatan Bersama;
c.  pembukaan, merupakan bagian awal dari Kesepakatan Bersama yang dibuat oleh para pihak, yang menunjukkan tanggal dan tempat Kesepakatan Bersama;
d.  komparisi, merupakan uraian nama pejabat yang berwenang dari instansi/institusi/badan hukum sebagai pihak dalam Kesepakatan Bersama yang diwakili oleh pejabat yang berwenang bertindak untuk dan atas nama instansi/institusi/badan hukum bersangkutan;
e.  dasar pertimbangan, merupakan uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan Kesepakatan Bersama;
f.  substansi/isi materi Kesepakatan Bersama dibuat secara singkat yang mencerminkan keinginan para pihak yang belum menimbulkan akibat hukum diantaranya meliputi:
1.   maksud dan tujuan
2.   ruang lingkup
3.   realisasi kegiatan
4.   jangka waktu
5.   biaya/pendanaan;
g.  penutup, merupakan bagian akhir dari Kesepakatan Bersama yang berisi:
1.  hal-hal yang belum terangkum dalam Kesepakatan Bersama; dan
2.  tanggal, bulan dan tahun mulai berlakunya Kesepakatan Bersama; dan
h.  penandatangan, berisikan tandatangan dan nama para pihak serta bermaterai.


BAB IV
PENYUSUNAN PERJANJIAN KERJASAMA
Bagian Kesatu
Umum
(1)  Ketentuan mengenai kewenangan pembentukan, penetapan dan penandatangan Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berlaku untuk Perjanjian Kerjasama.
(2)  Ketentuan mengenai kewenangan pembentukan, penetapan dan penandatangan Perjanjian Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan keputusan pendelegasian dari Menteri.

Pasal 21
(1)  Para pihak yang menandatangani Perjanjian Kerjasama berkedudukan dalam jabatan yang setingkat.
(2)  Dalam hal salah satu pihak Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Swasta, atau Badan Hukum lainnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Penyusunan dan Penandatanganan
(1)  Penandatanganan Perjanjian Kerjasama dilakukan oleh:
a.  pimpinan Kemhan dengan pimpinan Kementerian/Lembaga lainnya; atau
b.  pimpinan Kemhan dengan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Swasta, atau Badan Hukum lainnya.
Penandatanganan Perjanjian Kerjasama dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
(2)  Pimpinan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Swasta, atau Badan Hukum lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 24
Para pihak yang akan melakukan penandatanganan harus membubuhkan paraf pada setiap lembar Perjanjian Kerjasama.

Pasal 25
(1)  Penandatanganan Perjanjian Kerjasama dilakukan di tempat yang disetujui para pihak.
(2)  Penandatanganan Perjanjian Kerjasama dapat dilakukan secara seremonial.

Pasal 26
(1)  Perjanjian Kerjasama dibuat rangkap 2 (dua) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, rangkap kesatu ditandatangani pihak kesatu di atas materai diserahkan kepada pihak kedua, rangkap kedua ditandatangani pihak kedua di atas materai diserahkan kepada pihak kesatu.
(2)  Dalam hal Perjanjian Kerjasama dibuat oleh 3 (tiga) pihak atau lebih, penandatanganan dan penempatan materai disesuaikan dengan jumlah para pihak.

Bagian Keempat
Jangka Waktu
Pasal 27
Perjanjian Kerjasama dengan pihak swasta atau badan hukum lainnya dapat dilaksanakan secara notariil.

Pasal 28
Jangka waktu berlakunya Perjanjian Kerjasama ditentukan oleh para pihak dan tidak boleh melebihi jangka waktu yang ditentukan dalam Kesepakatan Bersama.

Bagian Kelima
Sistematika
Pasal 29
(1)  Sistematika Perjanjian Kerjasama meliputi:
a.  lambang/logo merupakan tanda pengenal atau identitas berupa simbol (huruf) yang digunakan dalam naskah dinas;
b.  judul dari Perjanjian Kerjasama harus singkat dan padat, mencerminkan isi Perjanjian Kerjasama;
c.  pembukaan, merupakan bagian awal dari Perjanjian Kerjasama yang dibuat oleh para pihak, yang menunjukkan tanggal Perjanjian Kerjasama;
d.  komparisi, merupakan uraian nama pejabat yang berwenang dari instansi/institusi/badan hukum sebagai pihak dalam Perjanjian Kerjasama yang diwakili oleh pejabat yang berwenang bertindak untuk dan atas nama instansi/institusi/badan hukum bersangkutan; dan
e.  dasar hukum dan/atau dasar pertimbangan pembuatan Perjanjian Kerjasama memuat peraturan perundang-undangan termasuk surat-surat yang berkaitan langsung dengan isi/materi perjanjian atau penjelasan oleh para pihak yang mendahului dibuatnya Perjanjian Kerjasama;
f.  substansi/isi materi perjanjian antara lain meliputi:
1.  obyek atau lingkup isi/materi yang akan diatur berisi pembatasan dan cakupan materi perjanjian berdasarkan Kesepakatan Bersama yang telah dibuat;
2.  hak dan kewajiban para pihak dibuat secara rinci dan lengkap sesuai isi/materi yang akan diatur;
3.  pelaksanaan Perjanjian Kerjasama memuat rumusan kegiatan terperinci sesuai obyek perjanjian yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak;
4.  pembiayaan dalam pelaksanaan Perjanjian Kerjasama masing-masing mengatur pembiayaan sesuai tugas dan tanggung jawabnya berdasarkan kesepakatan;
5.  jangka waktu berlakunya Perjanjian Kerjasama tergantung kesepakatan para pihak;
6.  keadaan kahar (force majeur) menjelaskan keadaan yang merupakan kejadian yang diakibatkan oleh alam dan di luar kemampuan manusia untuk mencegahnya;
7.  penyelesaian perselisihan dilaksanakan melalui musyawarah dan mufakat, apabila gagal ditempuh melalui jalur hukum;
8.  perubahan perjanjian dapat dilakukan terhadap pengurangan atau penambahan isi/materi perjanjian dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian awal (induknya); dan
9.  berakhirnya perjanjian sesuai dengan kesepakatan, yaitu terpenuhinya prestasi para pihak atau jangka waktu perjanjian telah jatuh tempo.
g.  penutup, merupakan bagian akhir dari Perjanjian Kerjasama yang berisi:
1.  hal-hal yang belum terangkum dalam Perjanjian Kerjasama;
2.  memberikan peluang untuk memperbaiki apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan atas materi Perjanjian Kerjasama; dan
3.  tanggal, bulan dan tahun mulai berlakunya Perjanjian Kerjasama.
h.  penandatangan, berisikan tandatangan dan nama para pihak serta bermaterai.
(2)  Kerangka Perjanjian Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 30
Peraturan Menteri ini tidak berlaku untuk:
a.  kontrak pengadaan barang dan jasa; dan
b.  perjanjian antarnegara.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur penyusunan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan, atau belum diganti berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 32
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 September 2013
MENTERI PERTAHANAN
REPUBLIK INDONESIA,


PURNOMO YUSGIANTORO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


AMIR SYAMSUDIN

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali