(1) Setiap kementerian negara/lembaga menyelenggarakan SAI.
(2) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara berjenjang mulai tingkat Satker sampai tingkat kementerian negara/lembaga termasuk Satker BLU dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi/ Dana Tugas Pembantuan.
(4) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memproses data transaksi keuangan, barang, dan transaksi lainnya.
(5) Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan dan laporan barang kementerian negara/lembaga.
4. UAPA.
(1) SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi merupakan UAKPA Dekonsentrasi.
(2) Penanggung jawab UAKPA Dekonsentrasi adalah Kepala SKPD.
(3) UAKPA Dekonsentrasi memproses transaksi keuangan dan barang dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi.
(4) Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a. LRA;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d. Neraca.
(5) UAKPA Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta ADK kepada KPPN setiap bulan.
(6) UAKPA Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta ADK kepada UAPPA-W Dekonsentrasi dan UAPPA-E1 yang mengalokasikan Dana Dekonsentrasi setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(7) Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai dengan CaLK.
(8) UAKPA Dekonsentrasi yang tidak menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenakan sanksi administratif.
Pasal 24(1) SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan merupakan UAKPA Tugas Pembantuan.
(2) Penanggung Jawab UAKPA Tugas Pembantuan adalah Kepala SKPD.
(3) UAKPA Tugas Pembantuan memproses transaksi keuangan dan barang dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAKPA Tugas Pembantuan.
(4) Laporan Keuangan tingkat UAKPA Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a. LRA;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d. Neraca.
(5) UAKPA Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta ADK kepada KPPN setiap bulan.
(6) UAKPA Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta ADK kepada UAPPA-W Tugas Pembantuan dan UAPPA-E1 yang mengalokasikan Dana Tugas Pembantuan setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(7) Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai dengan CaLK.
(8) UAKPA Tugas Pembantuan yang tidak menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenakan sanksi administratif.
Pasal 25(1) Kantor wilayah atau Satker yang ditunjuk selaku UAPPA-W menggabungkan Laporan Keuangan yang berasal dari UAKPA di wilayah kerjanya menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W.
(2) Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. LRA;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d. Neraca.
(3) UAPPA-W menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan.
(4) UAPPA-W menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beserta ADK kepada UAPPA-E1 setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(5) Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disertai dengan CaLK.
(6) Dalam hal UAPPA-W tidak menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPA-W.
Pasal 26(1) Untuk memudahkan pelaksanaan penyusunan Laporan Keuangan Dana Dekonsentrasi di tingkat wilayah, gubernur dapat membentuk UAPPA-W Dekonsentrasi pada setiap Dinas Pemerintah Provinsi.
(2) Penanggung Jawab UAPPA-W Dekonsentrasi adalah Kepala Dinas Pemerintah Provinsi.
(3) Pemerintah Provinsi merupakan Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi.
(4) Penanggung Jawab Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi adalah Gubernur.
(5) Pengaturan penunjukan dan tugas Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur yang dikoordinasikan dengan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6) UAPPA-W Dekonsentrasi memproses penggabungan Laporan Keuangan yang berasal dari UAKPA Dekonsentrasi di wilayah kerjanya menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Dekonsentrasi.
(7) Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas:
a. LRA;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d. Neraca.
(8) UAPPA-W Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan.
(9) UAPPA-W Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Koordinator UAPPA-W dan UAPPA-E1 yang mengalokasikan Dana Dekonsentrasi setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(10)Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disertai dengan CaLK.
(11)Dalam hal UAPPA-W Dekonsentrasi tidak menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif kepada UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPA-W Dekonsentrasi.
(12)Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi melakukan proses penggabungan LaporanKeuangan yang berasal dari UAPPA-W Dekonsentrasi di wilayah kerjanya.
(13)Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi menyusun Laporan Keuangan Dana Dekonsentrasi berdasarkan hasil penggabungan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (12).
(14)Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan Dana Dekonsentrasi kepada Gubernur setiap semester I dan tahunan.
Pasal 27(1) Untuk memudahkan pelaksanaan penyusunan Laporan Keuangan Dana Tugas Pembantuan di tingkat wilayah, Kepala Daerah dapat membentuk UAPPA-W Tugas Pembantuan pada setiap dinas pemerintah daerah.
(2) Penanggung Jawab UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah Kepala Dinas Pemerintah Daerah.
(3) Pemerintah Daerah merupakan Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan.
(4) Penanggung Jawab Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah Kepala Daerah.
(5) Pengaturan penunjukan dan tugas Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah berkoordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6) UAPPA-W Tugas Pembantuan memproses penggabungan Laporan Keuangan yang berasal dari UAKPA Tugas Pembantuan di wilayah kerjanya menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Tugas Pembantuan.
(7) Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas:
a. LRA;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d. Neraca.
(8) UAPPA-W Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan.
(9) UAPPA-W Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) beserta ADK kepada UAPPA-E1 yang mengalokasikan Dana Tugas Pembantuan dan Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(10)Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disertai dengan CaLK.
(11)Dalam hal UAPPA-W Tugas Pembantuan tidak menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPA-W Tugas Pembantuan.
(12)Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan melakukan proses penggabungan Laporan Keuangan yang berasal dari UAPPA-W Tugas Pembantuan di wilayah kerjanya.
(13)Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan menyusun Laporan Keuangan Dana Tugas Pembantuan berdasarkan hasil penggabungan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (12).
(14)Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan Dana Tugas Pembantuan kepada kepala daerah setiap semester dan tahunan.
Pasal 28(1) UAPPA-E1 menggabungkan Laporan Keuangan yang berasal dari UAPPA-W yang berada di wilayah kerjanya termasuk Laporan Keuangan UAPPA-W Dekonsentrasi, Laporan Keuangan UAPPA-W Tugas Pembantuan, dan Laporan Keuangan UAKPA yang langsung berada di bawah UAPPA-E1 untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1.
(2) Penggabungan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(3) Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. LRA;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d. Neraca.
(4) UAPPA-E1 menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beserta ADK kepada UAPA setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(5) Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disertai dengan CaLK.
Pasal 29(1) UAPA memproses penggabungan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1 menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga.
(2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. LRA;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d. Neraca.
(3) UAPA menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan, semester I, dan tahunan.
(4) Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan CaLK.
Pasal 30Dalam hal antar tingkat unit akuntansi telah menyelenggarakan single database, penyampaian Laporan Keuangan tidak perlu disertai ADK.
Pasal 31Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Bagian Kedua
Akuntansi dan Pelaporan BMN
Pasal 32Dalam rangka pelaksanaan akuntansi dan pelaporan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b, kementerian negara/lembaga membentuk unit akuntansi dan pelaporan BMN yang terdiri atas:
a. UAKPB;
b. UAPPB-W;
c. UAPPB-E1; dan
d. UAPB.
Pasal 33(1) UAKPB memproses transaksi BMN dalam rangka penyusunan Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) dan Laporan Keuangan tingkat UAKPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(2) LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAKPA.
(3) UAKPB menyampaikan LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-W dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan.
(4) UAKPB dengan kewenangan Kantor Pusat, menyampaikan LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-E1 dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan.
(5) Dalam hal UAKPB tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPB terkait.
Pasal 34(1) UAKPB Dekonsentrasi melaksanakan proses akuntansi atas Dokumen Sumber terkait transaksi BMN dalam rangka penyusunan LBKP Dekonsentrasi dan Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3).
(2) LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi.
(3) UAKPB Dekonsentrasi menyampaikan LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-E1 yang mengalokasikan Dana Dekonsentrasi, dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan.
(4) Dalam hal UAKPB Dekonsentrasi tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPB Dekonsentrasi terkait.
Pasal 35(1) UAKPB Tugas Pembantuan melaksanakan proses akuntansi atas Dokumen Sumber terkait transaksi BMN dalam rangka penyusunan LBKP Tugas Pembantuan dan Laporan Keuangan tingkat UAKPA Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3).
(2) LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAKPA Tugas Pembantuan.
(3) UAKPB Tugas Pembantuan menyampaikan LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-W Tugas Pembantuan, UAPPB-E1 yang mengalokasikan Dana Tugas Pembantuan, dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan.
(4) Dalam hal UAKPB Tugas Pembantuan tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN mitra kerja untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPB Tugas Pembantuan terkait.
Pasal 36(1) UAPPB-W melaksanakan proses penggabungan LBKP dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah (LBPP-W).
(2) LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W.
(3) UAPPB-W menyampaikan LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-E1 dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan.
(4) Dalam hal UAPPB-W tidak menyampaikan LBKP kepada Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPB-W.
Pasal 37(1) Untuk memudahkan pelaksanaan penyusunan laporan BMN Dana Dekonsentrasi di tingkat wilayah, gubernur dapat membentuk UAPPB-W Dekonsentrasi pada setiap Dinas Pemerintah Provinsi.
(2) Penanggung Jawab UAPPB-W Dekonsentrasi adalah Kepala Dinas Pemerintah Provinsi.
(3) Pemerintah Provinsi merupakan Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi.
(4) Penanggung Jawab Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi adalah Gubernur.
(5) Pengaturan penunjukan dan tugas Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur yang berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6) UAPPB-W Dekonsentrasi melaksanakan proses penggabungan LBKP dalam rangka penyusunan LBPP-W Dekonsentrasi.
(7) LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Dekonsentrasi.
(8) UAPPB-W Dekonsentrasi menyampaikan LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-E1, dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan.
(9) Dalam hal UAPPB-W Dekonsentrasi tidak menyampaikan LBKP kepada Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPB-W Dekonsentrasi.
(10)Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi melakukan proses penggabungan LBPP-W yang berasal dari UAPPB-W Dekonsentrasi di wilayah kerjanya.
(11)Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi menyusun laporan BMN Dana Dekonsentrasi berdasarkan hasil penggabungan laporan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (10).
(12)Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi menyampaikan laporan BMN dekonsentrasi kepada gubernur setiap semester dan tahunan.
Pasal 38(1) Untuk memudahkan pelaksanaan penyusunan laporan BMN Dana Tugas Pembantuan di tingkat wilayah, gubernur dapat membentuk UAPPB-W Tugas Pembantuan pada setiap dinas pemerintah daerah.
(2) Penanggung Jawab UAPPB-W Tugas Pembantuan adalah Kepala Dinas Pemerintah Daerah.
(3) Pemerintah Daerah merupakan Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan.
(4) Penanggung Jawab Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan adalah Kepala Daerah.
(5) Pengaturan penunjukan dan tugas Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah yang berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6) UAPPB-W Tugas Pembantuan melaksanakan proses penggabungan LBKP dalam rangka penyusunan LBPP-W Tugas Pembantuan.
(7) LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Tugas Pembantuan.
(8) UAPPB-W Tugas Pembantuan menyampaikan LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan, UAPPB-E1, dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan.
(9) Dalam hal UAPPB-W Tugas Pembantuan tidak menyampaikan LBKP kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPB-W Tugas Pembantuan.
(10)Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan melakukan proses penggabungan LBPP-W yang berasal dari UAPPB-W Tugas Pembantuan di wilayah kerjanya.
(11)Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan menyusun laporan BMN Tugas Pembantuan berdasarkan hasil penggabungan laporan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (10).
(12)Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan menyampaikan laporan BMN dekonsentrasi kepada Kepala Daerah setiap semester.
Pasal 39(1) UAPPB-E1 melaksanakan proses penggabungan LBPP-W yang disampaikan oleh UAPPB-W yang berada di wilayah kerjanya termasuk UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-W Tugas Pembantuan, dan LBKP yang disampaikan oleh UAKPB yang langsung berada di bawah UAPPB-E1 dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon 1 (LBPP-E1).
(2) LBPP-E1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1.
(3) UAPPB-E1 menyampaikan LBPP-E1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPB setiap semesteran dan tahunan.
Pasal 40(1) UAPB melaksanakan proses penggabungan LBPP-E1 dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pengguna (LBP).
(2) LBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPA.
(3) UAPB menyampaikan LBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan.
Bagian Ketiga
Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
Pasal 41(1) Satker yang menyelenggarakan pola pengelolaan keuangan BLU wajib menyusun Laporan Keuangan.
(2) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU diselenggarakan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh Asosiasi Profesi Akuntansi Indonesia.
(3) Akuntansi dan pelaporan keuangan BLU untuk tujuan konsolidasi dalam Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga diselenggarakan berdasarkan SAP.
(4) Untuk tujuan konsolidasi Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),Satker yang menyelenggarakan pola pengelolaan keuangan BLU bertindak selaku UAKPA/UAKPB.
Pasal 42(1) Laporan Keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga.
(2) Laporan Keuangan BLU yang dihasilkan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan menjadi lampiran Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga.
(3) Laporan Keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. LRA/Laporan Operasional;
b. Neraca;
c. LAK;
d. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
e. CaLK.
(4) Laporan Keuangan BLU yang dihasilkan berdasarkan SAP dikonsolidasikan dengan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga.
(5) Laporan Keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
a. LRA;
b. Laporan Operasional;
c. Neraca;
d. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
e. CaLK.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai akuntansi dan pelaporan keuangan BLU diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 43Pelaksanaan SAI mengikuti Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB V
LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN LAPORAN BARANG MILIK NEGARA PEMERINTAH PUSAT
Bagian Kesatu
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
Pasal 44(1) Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun LKPP Semester I dan Tahunan.
(2) Penyusunan LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku Unit Akuntansi Pemerintah Pusat.
(3) LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. LRA;
b. Laporan Perubahan SAL;
c. Laporan Operasional;
d. Laporan Perubahan Ekuitas;
e. Neraca;
f. LAK; dan
g. CaLK.
(4) LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun berdasarkan konsolidasi dari Laporan Keuangan BUN dan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
Bagian Kedua
Laporan Barang Milik Negara
Pasal 45(1) Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyusun Laporan Barang Pengelola Semesteran dan Tahunan atas BMN yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pengelola Barang.
(2) Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyusun Laporan Barang Milik Negara (LBMN) semesteran dan tahunan per kementerian negara/lembaga, yang datanya berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).
(3) Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyusun Laporan Barang Milik Negara (LBMN) Semesteran dan Tahunan berdasarkan hasil penggabungan dari laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Laporan Barang Milik Negara (LBMN) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bahan penyusunan LKPP dan untuk memenuhi kebutuhan manajerial.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan BMN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
BAB VI
REKONSILIASI
Pasal 46(1) Dalam rangka meyakinkan keandalan data dalam penyusunan Laporan Keuangan dilakukan Rekonsiliasi.
(2) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Rekonsiliasi internal antara unit pelaporan keuangan dan unit pelaporan barang pada Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
b. Rekonsiliasi internal antara UAKPA dengan bendahara pengeluaran/bendahara penerimaan Satker;
c. Rekonsiliasi pelaporan keuangan antara Pengguna Anggaran dengan BUN;
d. Rekonsiliasi pelaporan barang antara Pengguna Barang dengan Pengelola Barang; dan
e. Rekonsiliasi antara BUN dan Pengelola Barang.
(3) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan secara berjenjang antara:
a. UAKPA dengan UAKPB, sebelum Laporan Keuangan disampaikan kepada KPPN dan UAPPA-W;
b. UAKPA dengan UAKPB dengan jenis kewenangan kantor pusat, sebelum Laporan Keuangan disampaikan kepada KPPN dan UAPPA-E1;
c. UAPPA-W dengan UAPPB-W, sebelum Laporan Keuangan disampaikan kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan UAPPA-E1;
d. UAPPA-E1 dengan UAPPB-E1 sebelum Laporan Keuangan disampaikan ke UAPA; dan
e. UAPA dengan UAPB, sebelum Laporan Keuangan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
(4) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan untuk memastikan kesesuaian jumlah kas di bendahara pengeluaran/bendahara penerimaan di Neraca.
(5) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sebelum Laporan Keuangan disampaikan kepada:
a. KPPN dan UAPPA-W; atau
b. KPPN dan UAPPA-E1, untuk UAKPA dengan jenis kewenangan kantor pusat .
(6) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan secara berjenjang antara:
a. UAKPA dan UAKPA BUN dengan KPPN selaku UAKBUN-Daerah;
b. UAKPA dan UAKPA BUN dengan Direktorat PKN selaku UAKBUN-Pusat;
c. UAPPA-W dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku UAKKBUN-Kanwil;
d. UAPPA-E1 dengan UAPBUN AP;
e. UAPBUN lain dengan UAPBUN AP; dan
f. UAPA dengan UAPBUN AP.
(7) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d bersifat opsional.
(8) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan setiap semester secara berjenjang antara:
a. UAKPB dengan KPKNL;
b. UAPPB-W dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
c. UAPPB-E1 dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN); dan
d. UAPB dengan DJKN.
(9) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf c bersifat opsional.
(10)Rekonsiliasi antara BUN dengan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan setiap semester untuk menguji kesesuaian Neraca dengan laporan BMN secara berjenjang antara:
a. KPPN dengan KPKNL;
b. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; dan
c. Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
(11)Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dituangkan ke dalam Berita Acara Rekonsiliasi.
(12)Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dibuat sesuai format dalam Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(13)Dalam hal:
a. UAKPA sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dan huruf b;
b. UAKPB sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a;
c. UAPPAW sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c; dan
d. UAPPBW sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b,
tidak melakukan Rekonsiliasi, dikenakan sanksi administratif.
(14)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Rekonsiliasi diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 47Pelaksanaan Rekonsiliasi mengikuti Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB VII
REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN
Pasal 48(1) Dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, perlu dilakukan reviu atas Laporan Keuangan.
(2) Reviu atas Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
(3) Reviu atas Laporan Keuangan BUN dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan selaku BUN.
(4) Reviu atas LKPP dilaksanakan oleh BPKP.
(5) Hasil reviu atas Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dituangkan ke dalam Pernyataan Telah Direviu.
(6) Pernyataan Telah Direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilampirkan pada Laporan Keuangan Entitas Pelaporan semesteran dan tahunan.
(7) Bentuk dan Isi Pernyataan Telah Direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengikuti format dalam Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8) Reviu atas Laporan Keuangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai reviu atas Laporan Keuangan.
BAB VIII
PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 49(1) Menteri/Pimpinan Lembaga/Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disampaikan.
(2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga disusun oleh penanggung jawab unit akuntansi pembantu Pengguna Anggaran.
(3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah disusun sesuai dengan SAP.
(4) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan.
(5) Bentuk dan isi pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format dalam Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 50(1) Penanggungjawab unit akuntansi lingkup BUN membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disampaikan.
(2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan SAP.
(3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan.
(4) Bentuk dan isi pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format dalam Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 51(1) Menteri Keuangan atas nama Pemerintah Pusat membuat pernyataan tanggung jawab atas LKPP.
(2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai SAP.
(3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan.
(4) Bentuk dan isi pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format dalam Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IX
SANKSI
Pasal 52(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (7), Pasal 23 ayat (8), Pasal 24 ayat (8), Pasal 25 ayat (6), Pasal 26 ayat (11), Pasal 27 ayat (11), Pasal 33 ayat (5) Pasal 34 ayat (4), Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (9), Pasal 38 ayat (9), dan Pasal 46 ayat (13), dilaksanakan dalam bentuk pengembalian Surat Perintah Membayar (SPM) oleh KPPN yang telah diajukan oleh UAKPA/Satker.
(2) Pengembalian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap SPM-LS Belanja Pegawai, SPM-Langsung kepada pihak ketiga, dan SPM Pengembalian.
(3) Pelaksanaan sanksi tidak membebaskan UAKPA/UAKPB dan UAPPA-W/UAPPB-W dari kewajiban menyampaikan Laporan Keuangan, laporan BMN, dan melakukan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 53Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pada Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 54SAPP yang diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat digunakan oleh entitas akuntansi dan entitas pelaporan untuk menghasilkan laporan manajerial di bidang keuangan.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 55Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan yang sudah menerapkan SAP berbasis akrual, berpedoman pada Peraturan Menteri ini; dan
b. Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan yang belum menerapkan SAP berbasis akrual, berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011 beserta peraturan pelaksanaannya, paling lama untuk pelaporan keuangan Tahun Anggaran 2014.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku mulai tanggal 1 Januari 2015.
Pasal 57Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
MUHAMAD CHATIB BASRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Lampiran: bn1617-2013