Teks tidak dalam format asli.
Kembali



BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No.1617, 2013
KEMENTERIAN KEUANGAN. Akuntansi. Pelaporan Keuangan. Pemerintah Pusat. Sistem.


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 213/PMK.05/2013
TENTANG
SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH PUSAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011 yang berbasis kas menuju akrual;
b.  bahwa dalam rangka penerapan sistem akuntansi berbasis akrual sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah Pusat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;

Mengingat :  1.  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2.  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3.  Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.05/2011 tentang Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :  PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM
(1)  Peraturan Menteri ini mengatur mengenai SAPP dalam rangka menghasilkan LKPP.
(2)  SAPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan sesuai dengan SAP.
(3)  SAPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.  SABUN; dan
b.  SAI.

BAB III
SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
BENDAHARA UMUM NEGARA
Pasal 3
(1)  SABUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku BUN.
(2)  SABUN memproses transaksi keuangan dan/atau barang yang dikelola oleh BUN.
(3)  SABUN terdiri atas:
a.  SiAP;
b.  SAUP;
c.  SIKUBAH;
d.  SAIP;
e.  SAPPP;
f.  SATD;
g.  SABS;
h.  SABL;
i.  SATK; dan
j.  SAPBL.
(4)  SABUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a digunakan oleh BUN selaku pengelola kas.
(5)  SABUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sampai dengan huruf j digunakan oleh BUN selaku Pengguna Anggaran Bagian Anggaran BUN/pengelola transaksi BUN lainnya.

Bagian Kesatu
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat
Pasal 4
(1)  SiAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a dilaksanakan oleh:
a.  KPPN selaku UAKBUN-Daerah;
b.  Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku UAKKBUN Kanwil;
c.  Direktorat Pengelolaan Kas Negara selaku UAKBUN-Pusat; dan
d.  Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara selaku UAPBUN AP.
(2) SiAP memproses transaksi keuangan yang berasal dari pengelolaan Kas Umum Negara dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(3)  SiAP menghasilkan Laporan Keuangan paling sedikit terdiri atas:
a.  LAK;
b.  Neraca Kas Umum Negara; dan
c.  CaLK.

(1)  UAKKBUN-Kanwil memproses data gabungan dari UAKBUN-Daerah di wilayah kerjanya.
(2)  UAKKBUN-Kanwil menyusun Laporan Keuangan tingkat UAKKBUN-Kanwil berdasarkan hasil pemrosesan data gabungan dari UAKBUN-Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)  Laporan Keuangan tingkat UAKKBUN-Kanwil sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit terdiri atas:
a.  LAK;
b.  Neraca Kas Umum Negara; dan
c.  CaLK.
(4)  UAKKBUN-Kanwil menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada UAPBUN-AP.

Pasal 7
(1)  UAKBUN-Pusat memproses data transaksi penerimaan dan pengeluaran kas melalui rekening Kuasa BUN Pusat.
(2)  Pemrosesan data transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk penerimaan dan pengeluaran transitoris yang melalui rekening Kuasa BUN Pusat .
(3) Direktorat Pengelolaan Kas Negara selaku UAKBUN-Pusat menyusun Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Pusat berdasarkan pemrosesan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)  Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit terdiri atas:
a.  LAK;
b.  Neraca Kas Umum Negara; dan
c.  CaLK.
(5)  UAKBUN-Pusat menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada UAPBUN-AP.

Pasal 8
(1)  UAPBUN-AP memproses data gabungan dari UAKKBUN-Kanwil dan UAKBUN-Pusat.
(2)  UAPBUN-AP menyusun Laporan Keuangan tingkat UAPBUN-AP berdasarkan Laporan Keuangan tingkat UAKKBUN-Kanwil dan Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Pusat.
(3)  Laporan Keuangan tingkat UAPBUN-AP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit terdiri atas:
a.  LAK;
b.  Neraca Kas Umum Negara; dan
c.  CaLK.
(4)  UAPBUN-AP menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada UABUN.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai SiAP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Kedua
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah
(1)  SIKUBAH dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang selaku UAPBUN Pengelolaan Hibah.
(2)  SIKUBAH memproses transaksi keuangan pengelolaan hibah berupa pendapatan hibah dan belanja hibah.
(3)  Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(4)  UAPBUN Pengelolaan Hibah menyusun Laporan Keuangan yang terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas;
d.  Neraca; dan
e.  CaLK.
(5)  UAPBUN Pengelolaan Hibah menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada UABUN.
(6)  Ketentuan lebih lanjut mengenai SIKUBAH diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Keempat
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah
Pasal 11
(1)  SAIP dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selaku UAPBUN Pengelolaan Investasi Pemerintah.
(2)  SAIP memproses transaksi keuangan dan/atau barang pengelolaan investasi pemerintah.
(3)  Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(4)  UAPBUN Pengelolaan Investasi Pemerintah menyusun Laporan Keuangan yang terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas;
d.  Neraca; dan
e.  CaLK.
(5)  UAPBUN Pengelolaan Investasi Pemerintah menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada UABUN.
(6)  Ketentuan lebih lanjut mengenai SAIP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Kelima
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Penerusan Pinjaman
(1)  SATD dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku UAPBUN Pengelolaan Transfer ke Daerah.
(2)  SATD memproses transaksi keuangan yang terkait dengan transfer ke daerah.
(3)  Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(4)  UAPBUN Pengelolaan Transfer ke Daerah menyusun Laporan Keuangan yang terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas;
d.  Neraca; dan
e.  CaLK.
(5)  UAPBUN Pengelolaan Transfer ke Daerah menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada UABUN.
(6)  Ketentuan lebih lanjut mengenai SATD diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Ketujuh
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi
Pasal 14
(1)  SABS dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran selaku UAPBUN Pengelolaan Belanja Subsidi.
(2)  SABS memproses transaksi keuangan dan/atau barang yang terkait dengan subsidi pemerintah.
(3)  Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(4)  UAPBUN Pengelolaan Belanja Subsidi menyusun Laporan Keuangan yang terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas;
d.  Neraca; dan
e.  CaLK.
(5)  UAPBUN Pengelolaan Belanja Subsidi menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada UABUN.
(6)  Ketentuan lebih lanjut mengenai SABS diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Kedelapan
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Lain-lain
(1)  SATK dilaksanakan oleh unit eselon I pada Kementerian Keuangan selaku UAPBUN TK, antara lain:
a. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) selaku UAPBUN TK Pengelola Pengeluaran Hubungan Internasional dan Dukungan Kelayakan;
b.  Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) selaku UAPBUN TK Pengelola PNBP yang dikelola DJA;
c.  Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku UAPBUN TK Pengelola Aset yang berada dalam pengelolaan DJKN; dan
d. Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku UAPBUN TK Pengelola Pembayaran Belanja Pensiun, Belanja Asuransi Kesehatan, Program Tunjangan Hari Tua (THT), Belanja PPN RTGS BI, dan Belanja Selisih Harga Beras Bulog, serta Pendapatan dan Belanja yang terkait dengan Pengelolaan Kas Negara.
(2)  SATK memproses transaksi keuangan dan/atau barang pada UAPBUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pemrosesan transaksi dan/atau pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(4)  Setiap UAPBUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyusun Laporan Keuangan yang terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas;
d.  Neraca; dan
e.  CaLK.
(5)  Setiap UAPBUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku UAKPBUN TK.
(6)  UAKPBUN TK menyusun Laporan Keuangan tingkat UAKPBUN TK.
(7)  Laporan keuangan UAKPBUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas;
d.  Neraca; dan
e.  CaLK.
(8)  UAKPBUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada UABUN.
(9)  Ketentuan lebih lanjut mengenai SATK diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Kesepuluh
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya
Pasal 17
(1)  SAPBL dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku UAPBUN PBL.
(2)  SAPBL memproses pelaporan keuangan dari unit-unit badan lainnya dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(3)  UAPBUN PBL menyusun Laporan Keuangan berupa Neraca disertai dengan Ikhtisar Laporan Keuangan badan lainnya.
(4) UAPBUN PBL menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku UABUN.
(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai SAPBL diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Kesebelas
Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara
Pasal 18
(1)  Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku UABUN menyusun Laporan Keuangan BUN dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(2)  Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan konsolidasian:
a.  Laporan Keuangan BUN sebagai Pengelola Kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4); dan
b. Laporan Keuangan BUN sebagai Pengguna Anggaran Bagian Anggaran BUN/pengelola transaksi BUN lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6), Pasal 10 ayat (5), Pasal 11 ayat (5), Pasal 12 ayat (5), Pasal 13 ayat (5), Pasal 14 ayat (5), Pasal 15 ayat (5), Pasal 16 ayat (8), dan Pasal 17 ayat (4).
(3)  Laporan Keuangan BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a.  LAK;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas;
d.  Neraca;
e.  LRA;
f.   Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih; dan
g.  CaLK.
(4)  UABUN menyampaikan Laporan Keuangan BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan.
(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(1)  Setiap kementerian negara/lembaga menyelenggarakan SAI.
(2) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara berjenjang mulai tingkat Satker sampai tingkat kementerian negara/lembaga termasuk Satker BLU dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi/ Dana Tugas Pembantuan.
(3)  SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.  Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; dan
b.  Akuntansi dan Pelaporan BMN.
(4)  SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memproses data transaksi keuangan, barang, dan transaksi lainnya.
(5)  Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan dan laporan barang kementerian negara/lembaga.

Bagian Kesatu
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pasal 21
Dalam rangka pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a, kementerian negara/lembaga membentuk unit akuntansi dan pelaporan keuangan yang terdiri atas:
1.  UAKPA;
2.  UAPPA-W;
3.  UAPPA-E1; dan
4.  UAPA.

(1)  SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi merupakan UAKPA Dekonsentrasi.
(2)  Penanggung jawab UAKPA Dekonsentrasi adalah Kepala SKPD.
(3)  UAKPA Dekonsentrasi memproses transaksi keuangan dan barang dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi.
(4)  Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d.  Neraca.
(5)  UAKPA Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta ADK kepada KPPN setiap bulan.
(6) UAKPA Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta ADK kepada UAPPA-W Dekonsentrasi dan UAPPA-E1 yang mengalokasikan Dana Dekonsentrasi setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(7)  Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai dengan CaLK.
(8) UAKPA Dekonsentrasi yang tidak menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenakan sanksi administratif.

Pasal 24
(1)  SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan merupakan UAKPA Tugas Pembantuan.
(2)  Penanggung Jawab UAKPA Tugas Pembantuan adalah Kepala SKPD.
(3)  UAKPA Tugas Pembantuan memproses transaksi keuangan dan barang dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAKPA Tugas Pembantuan.
(4)  Laporan Keuangan tingkat UAKPA Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d.  Neraca.
(5)  UAKPA Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta ADK kepada KPPN setiap bulan.
(6)  UAKPA Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta ADK kepada UAPPA-W Tugas Pembantuan dan UAPPA-E1 yang mengalokasikan Dana Tugas Pembantuan setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(7)  Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai dengan CaLK.
(8)  UAKPA Tugas Pembantuan yang tidak menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenakan sanksi administratif.

Pasal 25
(1)  Kantor wilayah atau Satker yang ditunjuk selaku UAPPA-W menggabungkan Laporan Keuangan yang berasal dari UAKPA di wilayah kerjanya menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W.
(2)  Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d.  Neraca.
(3) UAPPA-W menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan.
(4)  UAPPA-W menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beserta ADK kepada UAPPA-E1 setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(5) Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disertai dengan CaLK.
(6) Dalam hal UAPPA-W tidak menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPA-W.

Pasal 26
(1)  Untuk memudahkan pelaksanaan penyusunan Laporan Keuangan Dana Dekonsentrasi di tingkat wilayah, gubernur dapat membentuk UAPPA-W Dekonsentrasi pada setiap Dinas Pemerintah Provinsi.
(2)  Penanggung Jawab UAPPA-W Dekonsentrasi adalah Kepala Dinas Pemerintah Provinsi.
(3)  Pemerintah Provinsi merupakan Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi.
(4)  Penanggung Jawab Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi adalah Gubernur.
(5) Pengaturan penunjukan dan tugas Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur yang dikoordinasikan dengan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6)  UAPPA-W Dekonsentrasi memproses penggabungan Laporan Keuangan yang berasal dari UAKPA Dekonsentrasi di wilayah kerjanya menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Dekonsentrasi.
(7)  Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d.  Neraca.
(8) UAPPA-W Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan.
(9) UAPPA-W Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Koordinator UAPPA-W dan UAPPA-E1 yang mengalokasikan Dana Dekonsentrasi setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(10)Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disertai dengan CaLK.
(11)Dalam hal UAPPA-W Dekonsentrasi tidak menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif kepada UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPA-W Dekonsentrasi.
(12)Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi melakukan proses penggabungan LaporanKeuangan yang berasal dari UAPPA-W Dekonsentrasi di wilayah kerjanya.
(13)Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi menyusun Laporan Keuangan Dana Dekonsentrasi berdasarkan hasil penggabungan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (12).
(14)Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi menyampaikan Laporan Keuangan Dana Dekonsentrasi kepada Gubernur setiap semester I dan tahunan.

Pasal 27
(1) Untuk memudahkan pelaksanaan penyusunan Laporan Keuangan Dana Tugas Pembantuan di tingkat wilayah, Kepala Daerah dapat membentuk UAPPA-W Tugas Pembantuan pada setiap dinas pemerintah daerah.
(2)  Penanggung Jawab UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah Kepala Dinas Pemerintah Daerah.
(3)  Pemerintah Daerah merupakan Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan.
(4)  Penanggung Jawab Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah Kepala Daerah.
(5)  Pengaturan penunjukan dan tugas Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah berkoordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6)  UAPPA-W Tugas Pembantuan memproses penggabungan Laporan Keuangan yang berasal dari UAKPA Tugas Pembantuan di wilayah kerjanya menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Tugas Pembantuan.
(7)  Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d.  Neraca.
(8) UAPPA-W Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan.
(9) UAPPA-W Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) beserta ADK kepada UAPPA-E1 yang mengalokasikan Dana Tugas Pembantuan dan Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(10)Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disertai dengan CaLK.
(11)Dalam hal UAPPA-W Tugas Pembantuan tidak menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPA-W Tugas Pembantuan.
(12)Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan melakukan proses penggabungan Laporan Keuangan yang berasal dari UAPPA-W Tugas Pembantuan di wilayah kerjanya.
(13)Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan menyusun Laporan Keuangan Dana Tugas Pembantuan berdasarkan hasil penggabungan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (12).
(14)Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Keuangan Dana Tugas Pembantuan kepada kepala daerah setiap semester dan tahunan.

Pasal 28
(1) UAPPA-E1 menggabungkan Laporan Keuangan yang berasal dari UAPPA-W yang berada di wilayah kerjanya termasuk Laporan Keuangan UAPPA-W Dekonsentrasi, Laporan Keuangan UAPPA-W Tugas Pembantuan, dan Laporan Keuangan UAKPA yang langsung berada di bawah UAPPA-E1 untuk menghasilkan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1.
(2)  Penggabungan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(3)  Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d.  Neraca.
(4) UAPPA-E1 menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beserta ADK kepada UAPA setiap bulan, semester I, dan tahunan.
(5)  Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disertai dengan CaLK.

Pasal 29
(1) UAPA memproses penggabungan Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1 menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga.
(2)  Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d.  Neraca.
(3) UAPA menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan, semester I, dan tahunan.
(4)  Penyampaian Laporan Keuangan semester I dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan CaLK.

Pasal 30
Dalam hal antar tingkat unit akuntansi telah menyelenggarakan single database, penyampaian Laporan Keuangan tidak perlu disertai ADK.

Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Kedua
Akuntansi dan Pelaporan BMN
Pasal 32
Dalam rangka pelaksanaan akuntansi dan pelaporan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b, kementerian negara/lembaga membentuk unit akuntansi dan pelaporan BMN yang terdiri atas:
a.  UAKPB;
b.  UAPPB-W;
c.  UAPPB-E1; dan
d.  UAPB.

Pasal 33
(1) UAKPB memproses transaksi BMN dalam rangka penyusunan Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) dan Laporan Keuangan tingkat UAKPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(2)  LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAKPA.
(3) UAKPB menyampaikan LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-W dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan.
(4) UAKPB dengan kewenangan Kantor Pusat, menyampaikan LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-E1 dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan.
(5) Dalam hal UAKPB tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPB terkait.

Pasal 34
(1) UAKPB Dekonsentrasi melaksanakan proses akuntansi atas Dokumen Sumber terkait transaksi BMN dalam rangka penyusunan LBKP Dekonsentrasi dan Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3).
(2)  LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi.
(3) UAKPB Dekonsentrasi menyampaikan LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-E1 yang mengalokasikan Dana Dekonsentrasi, dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan.
(4)  Dalam hal UAKPB Dekonsentrasi tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPB Dekonsentrasi terkait.

Pasal 35
(1)  UAKPB Tugas Pembantuan melaksanakan proses akuntansi atas Dokumen Sumber terkait transaksi BMN dalam rangka penyusunan LBKP Tugas Pembantuan dan Laporan Keuangan tingkat UAKPA Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3).
(2)  LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAKPA Tugas Pembantuan.
(3)  UAKPB Tugas Pembantuan menyampaikan LBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-W Tugas Pembantuan, UAPPB-E1 yang mengalokasikan Dana Tugas Pembantuan, dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan.
(4)  Dalam hal UAKPB Tugas Pembantuan tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN mitra kerja untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPB Tugas Pembantuan terkait.

Pasal 36
(1) UAPPB-W melaksanakan proses penggabungan LBKP dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah (LBPP-W).
(2)  LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W.
(3)  UAPPB-W menyampaikan LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-E1 dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan.
(4) Dalam hal UAPPB-W tidak menyampaikan LBKP kepada Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPB-W.

Pasal 37
(1) Untuk memudahkan pelaksanaan penyusunan laporan BMN Dana Dekonsentrasi di tingkat wilayah, gubernur dapat membentuk UAPPB-W Dekonsentrasi pada setiap Dinas Pemerintah Provinsi.
(2)  Penanggung Jawab UAPPB-W Dekonsentrasi adalah Kepala Dinas Pemerintah Provinsi.
(3)  Pemerintah Provinsi merupakan Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi.
(4)  Penanggung Jawab Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi adalah Gubernur.
(5)  Pengaturan penunjukan dan tugas Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur yang berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6)  UAPPB-W Dekonsentrasi melaksanakan proses penggabungan LBKP dalam rangka penyusunan LBPP-W Dekonsentrasi.
(7)  LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Dekonsentrasi.
(8)  UAPPB-W Dekonsentrasi menyampaikan LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-E1, dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan.
(9) Dalam hal UAPPB-W Dekonsentrasi tidak menyampaikan LBKP kepada Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPB-W Dekonsentrasi.
(10)Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi melakukan proses penggabungan LBPP-W yang berasal dari UAPPB-W Dekonsentrasi di wilayah kerjanya.
(11)Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi menyusun laporan BMN Dana Dekonsentrasi berdasarkan hasil penggabungan laporan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (10).
(12)Koordinator UAPPB-W Dekonsentrasi menyampaikan laporan BMN dekonsentrasi kepada gubernur setiap semester dan tahunan.

Pasal 38
(1)  Untuk memudahkan pelaksanaan penyusunan laporan BMN Dana Tugas Pembantuan di tingkat wilayah, gubernur dapat membentuk UAPPB-W Tugas Pembantuan pada setiap dinas pemerintah daerah.
(2)  Penanggung Jawab UAPPB-W Tugas Pembantuan adalah Kepala Dinas Pemerintah Daerah.
(3)  Pemerintah Daerah merupakan Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan.
(4)  Penanggung Jawab Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan adalah Kepala Daerah.
(5)  Pengaturan penunjukan dan tugas Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah yang berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6) UAPPB-W Tugas Pembantuan melaksanakan proses penggabungan LBKP dalam rangka penyusunan LBPP-W Tugas Pembantuan.
(7)  LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W Tugas Pembantuan.
(8)  UAPPB-W Tugas Pembantuan menyampaikan LBPP-W sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan, UAPPB-E1, dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan.
(9)  Dalam hal UAPPB-W Tugas Pembantuan tidak menyampaikan LBKP kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPB-W Tugas Pembantuan.
(10)Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan melakukan proses penggabungan LBPP-W yang berasal dari UAPPB-W Tugas Pembantuan di wilayah kerjanya.
(11)Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan menyusun laporan BMN Tugas Pembantuan berdasarkan hasil penggabungan laporan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (10).
(12)Koordinator UAPPB-W Tugas Pembantuan menyampaikan laporan BMN dekonsentrasi kepada Kepala Daerah setiap semester.

Pasal 39
(1)  UAPPB-E1 melaksanakan proses penggabungan LBPP-W yang disampaikan oleh UAPPB-W yang berada di wilayah kerjanya termasuk UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-W Tugas Pembantuan, dan LBKP yang disampaikan oleh UAKPB yang langsung berada di bawah UAPPB-E1 dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon 1 (LBPP-E1).
(2)  LBPP-E1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1.
(3)  UAPPB-E1 menyampaikan LBPP-E1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPB setiap semesteran dan tahunan.

Pasal 40
(1)  UAPB melaksanakan proses penggabungan LBPP-E1 dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pengguna (LBP).
(2)  LBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPA.
(3)  UAPB menyampaikan LBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan.

Bagian Ketiga
Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
Pasal 41
(1)  Satker yang menyelenggarakan pola pengelolaan keuangan BLU wajib menyusun Laporan Keuangan.
(2) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU diselenggarakan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh Asosiasi Profesi Akuntansi Indonesia.
(3) Akuntansi dan pelaporan keuangan BLU untuk tujuan konsolidasi dalam Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga diselenggarakan berdasarkan SAP.
(4) Untuk tujuan konsolidasi Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),Satker yang menyelenggarakan pola pengelolaan keuangan BLU bertindak selaku UAKPA/UAKPB.

Pasal 42
(1)  Laporan Keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga.
(2)  Laporan Keuangan BLU yang dihasilkan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan menjadi lampiran Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga.
(3)  Laporan Keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a.  LRA/Laporan Operasional;
b.  Neraca;
c.  LAK;
d.  Laporan Perubahan Ekuitas; dan
e.  CaLK.
(4) Laporan Keuangan BLU yang dihasilkan berdasarkan SAP dikonsolidasikan dengan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga.
(5)  Laporan Keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Operasional;
c.  Neraca;
d.  Laporan Perubahan Ekuitas; dan
e.  CaLK.
(6)  Ketentuan lebih lanjut mengenai akuntansi dan pelaporan keuangan BLU diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 43
Pelaksanaan SAI mengikuti Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB V
LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN LAPORAN BARANG MILIK NEGARA PEMERINTAH PUSAT
Bagian Kesatu
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
Pasal 44
(1)  Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun LKPP Semester I dan Tahunan.
(2)  Penyusunan LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku Unit Akuntansi Pemerintah Pusat.
(3)  LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.  LRA;
b.  Laporan Perubahan SAL;
c.  Laporan Operasional;
d.  Laporan Perubahan Ekuitas;
e.  Neraca;
f.  LAK; dan
g.  CaLK.
(4)  LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun berdasarkan konsolidasi dari Laporan Keuangan BUN dan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.

Bagian Kedua
Laporan Barang Milik Negara
Pasal 45
(1) Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyusun Laporan Barang Pengelola Semesteran dan Tahunan atas BMN yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pengelola Barang.
(2) Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyusun Laporan Barang Milik Negara (LBMN) semesteran dan tahunan per kementerian negara/lembaga, yang datanya berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).
(3) Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyusun Laporan Barang Milik Negara (LBMN) Semesteran dan Tahunan berdasarkan hasil penggabungan dari laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4)  Laporan Barang Milik Negara (LBMN) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bahan penyusunan LKPP dan untuk memenuhi kebutuhan manajerial.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan BMN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB VI
REKONSILIASI
Pasal 46
(1)  Dalam rangka meyakinkan keandalan data dalam penyusunan Laporan Keuangan dilakukan Rekonsiliasi.
(2)  Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Rekonsiliasi internal antara unit pelaporan keuangan dan unit pelaporan barang pada Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
b.  Rekonsiliasi internal antara UAKPA dengan bendahara pengeluaran/bendahara penerimaan Satker;
c.  Rekonsiliasi pelaporan keuangan antara Pengguna Anggaran dengan BUN;
d.  Rekonsiliasi pelaporan barang antara Pengguna Barang dengan Pengelola Barang; dan
e.  Rekonsiliasi antara BUN dan Pengelola Barang.
(3)  Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan secara berjenjang antara:
a.  UAKPA dengan UAKPB, sebelum Laporan Keuangan disampaikan kepada KPPN dan UAPPA-W;
b.  UAKPA dengan UAKPB dengan jenis kewenangan kantor pusat, sebelum Laporan Keuangan disampaikan kepada KPPN dan UAPPA-E1;
c. UAPPA-W dengan UAPPB-W, sebelum Laporan Keuangan disampaikan kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan UAPPA-E1;
d.  UAPPA-E1 dengan UAPPB-E1 sebelum Laporan Keuangan disampaikan ke UAPA; dan
e. UAPA dengan UAPB, sebelum Laporan Keuangan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
(4) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan untuk memastikan kesesuaian jumlah kas di bendahara pengeluaran/bendahara penerimaan di Neraca.
(5)  Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sebelum Laporan Keuangan disampaikan kepada:
a.  KPPN dan UAPPA-W; atau
b.  KPPN dan UAPPA-E1, untuk UAKPA dengan jenis kewenangan kantor pusat .
(6)  Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan secara berjenjang antara:
a.  UAKPA dan UAKPA BUN dengan KPPN selaku UAKBUN-Daerah;
b.  UAKPA dan UAKPA BUN dengan Direktorat PKN selaku UAKBUN-Pusat;
c.  UAPPA-W dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku UAKKBUN-Kanwil;
d.  UAPPA-E1 dengan UAPBUN AP;
e.  UAPBUN lain dengan UAPBUN AP; dan
f.   UAPA dengan UAPBUN AP.
(7)  Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d bersifat opsional.
(8)  Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan setiap semester secara berjenjang antara:
a.  UAKPB dengan KPKNL;
b.  UAPPB-W dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
c.  UAPPB-E1 dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN); dan
d.  UAPB dengan DJKN.
(9)  Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf c bersifat opsional.
(10)Rekonsiliasi antara BUN dengan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan setiap semester untuk menguji kesesuaian Neraca dengan laporan BMN secara berjenjang antara:
a.  KPPN dengan KPKNL;
b.  Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; dan
c.  Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
(11)Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dituangkan ke dalam Berita Acara Rekonsiliasi.
(12)Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dibuat sesuai format dalam Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(13)Dalam hal:
a.  UAKPA sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dan huruf b;
b.  UAKPB sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a;
c.  UAPPAW sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c; dan
d.  UAPPBW sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b,
tidak melakukan Rekonsiliasi, dikenakan sanksi administratif.
(14)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Rekonsiliasi diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 47
Pelaksanaan Rekonsiliasi mengikuti Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB VII
REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN
Pasal 48
(1)  Dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, perlu dilakukan reviu atas Laporan Keuangan.
(2)  Reviu atas Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
(3)  Reviu atas Laporan Keuangan BUN dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan selaku BUN.
(4)  Reviu atas LKPP dilaksanakan oleh BPKP.
(5)  Hasil reviu atas Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dituangkan ke dalam Pernyataan Telah Direviu.
(6) Pernyataan Telah Direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilampirkan pada Laporan Keuangan Entitas Pelaporan semesteran dan tahunan.
(7) Bentuk dan Isi Pernyataan Telah Direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengikuti format dalam Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8)  Reviu atas Laporan Keuangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai reviu atas Laporan Keuangan.

BAB VIII
PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 49
(1)  Menteri/Pimpinan Lembaga/Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disampaikan.
(2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga disusun oleh penanggung jawab unit akuntansi pembantu Pengguna Anggaran.
(3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah disusun sesuai dengan SAP.
(4) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan.
(5) Bentuk dan isi pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format dalam Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 50
(1)  Penanggungjawab unit akuntansi lingkup BUN membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disampaikan.
(2)  Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan SAP.
(3)  Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan.
(4)  Bentuk dan isi pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format dalam Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 51
(1)  Menteri Keuangan atas nama Pemerintah Pusat membuat pernyataan tanggung jawab atas LKPP.
(2)  Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai SAP.
(3)  Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan.
(4)  Bentuk dan isi pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format dalam Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IX
SANKSI
Pasal 52
(1)  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (7), Pasal 23 ayat (8), Pasal 24 ayat (8), Pasal 25 ayat (6), Pasal 26 ayat (11), Pasal 27 ayat (11), Pasal 33 ayat (5) Pasal 34 ayat (4), Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (9), Pasal 38 ayat (9), dan Pasal 46 ayat (13), dilaksanakan dalam bentuk pengembalian Surat Perintah Membayar (SPM) oleh KPPN yang telah diajukan oleh UAKPA/Satker.
(2)  Pengembalian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap SPM-LS Belanja Pegawai, SPM-Langsung kepada pihak ketiga, dan SPM Pengembalian.
(3)  Pelaksanaan sanksi tidak membebaskan UAKPA/UAKPB dan UAPPA-W/UAPPB-W dari kewajiban menyampaikan Laporan Keuangan, laporan BMN, dan melakukan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 53
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pada Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 54
SAPP yang diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat digunakan oleh entitas akuntansi dan entitas pelaporan untuk menghasilkan laporan manajerial di bidang keuangan.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 55
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a.  Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan yang sudah menerapkan SAP berbasis akrual, berpedoman pada Peraturan Menteri ini; dan
b.  Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan yang belum menerapkan SAP berbasis akrual, berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011 beserta peraturan pelaksanaannya, paling lama untuk pelaporan keuangan Tahun Anggaran 2014.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku mulai tanggal 1 Januari 2015.

Pasal 57
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

MUHAMAD CHATIB BASRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN



Lampiran: bn1617-2013

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali