[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha dilakukan dalam rangka mengupayakan pemenuhan pembiayaan Proyek Pembangkit Listrik baik yang berasal dari ekuitas maupun yang berasal dari pinjaman.

Pasal 3
(1)  Jaminan Kelayakan Usaha diberikan terhadap Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi.
(2)  Jaminan Kelayakan Usaha atas Risiko Gagal Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada sebagian atau sepanjang Masa Operasi Proyek Pembangkit Listrik.
(3)  Jaminan Kelayakan Usaha atas Risiko Terminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pada:
a.  sepanjang Masa Persiapan Proyek Pembangkit Listrik;
b.  sepanjang Masa Konstruksi Proyek Pembangkit Listrik; dan/atau
c.  sebagian atau sepanjang Masa Operasi Proyek Pembangkit Listrik,
dengan memperhatikan karakteristik dari masing-masing jenis Proyek Pembangkit Listrik.

BAB III
BENTUK DAN MASA BERLAKU JAMINAN KELAYAKAN USAHA
Bagian Kesatu
Bentuk
Pasal 4
Jaminan Kelayakan Usaha dinyatakan dalam bentuk surat yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan ditujukan kepada PLS.

Bagian Kedua
Masa Berlaku
Proyek Pembangkit Listrik Selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
(1) Masa berlaku Jaminan Kelayakan Usaha dimulai sejak saat diterbitkan sampai dengan tanggal yang ditetapkan dalam surat Jaminan Kelayakan Usaha.
(2)  Surat Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi tidak berlaku apabila PLS gagal mencapai Pemenuhan Pembiayaan (Financial Close) dalam waktu 48 (empat puluh delapan) bulan sejak Jaminan Kelayakan Usaha diterbitkan.

BAB IV
PROSEDUR DAN PERSYARATAN PEMBERIAN JAMINAN KELAYAKAN USAHA
Bagian Kesatu
Proyek Pembangkit Listrik Selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Pasal 7
(1)  Jaminan Kelayakan Usaha diberikan terhadap Proyek Pembangkit Listrik selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang:
a.  Proses pengadaan PLS-nya belum dilaksanakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero); atau
b. Proses pengadaan PLS-nya telah dilaksanakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini.
(2)  Jaminan Kelayakan Usaha untuk Proyek Pembangkit Listrik selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat diberikan terhadap:
a.  Proyek yang proses pengadaan PLS-ya telah dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetapi belum ditentukan pemenangnya; atau
b. Proyek yang proses pengadaan PLS-nya telah dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan telah ditentukan pemenangnya sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini.

Pasal 8
(1)  PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar terhadap Proyek Pembangkit Listrik selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan Jaminan Kelayakan Usaha.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, dilampiri paling kurang:
a.  Kajian kelayakan operasi;
b.  Rancangan PJBTL terakhir;
c.  Financial Model proyek untuk perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) beserta besaran financing cost yang digunakan dalam perhitungan;
d.  Surat pernyataan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang menyatakan bahwa proses pengadaan proyek telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e.  Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan.
f.   Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.
(3)  Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dan Pasal 7 ayat (2) huruf a, dilampiri paling kurang:
a.  Kajian kelayakan operasi;
b.  Rancangan PJBTL terakhir;
c.  Financial Model proyek untuk perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) beserta besaran financing cost yang digunakan dalam perhitungan;
d. Dokumen pengadaan yang didalamnya telah menyatakan adanya Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 pada proyek terkait;
e.  Surat pernyataan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang menyatakan bahwa proses pengadaan proyek telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.   Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan; dan
g.  Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.

(1) Menteri Keuangan dapat menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(2)  Menteri Keuangan menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha setelah penandatanganan PJBTL.

Bagian Kedua
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Pasal 11
Jaminan Kelayakan Usaha diberikan terhadap Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang dilaksanakan oleh:
a.  PLS yang dibentuk oleh pemenang lelang wilayah kerja pertambangan panas bumi; atau
b. Perusahaan-perusahaan yang menandatangani PJBTL dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang dilaksanakan berdasarkan pemberian kuasa atau izin pengusahaan panas bumi berdasarkan peraturan perundang-undangan sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.

(1)  Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan.
(3) Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri Keuangan mengembalikan usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha.

Pasal 14
(1)  Menteri Keuangan dapat menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
(2)  Menteri Keuangan menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha setelah penandatanganan PJBTL.

Bagian Ketiga
Proyek Pembangkit Listrik Penambahan Kapasitas Pembangkit Pada Pusat Pembangkit Tenaga Listrik Yang Telah Beroperasi Di Lokasi Yang Sama
(1) Untuk Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) yang dimintakan Jaminan Kelayakan Usaha, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus menyampaikan Financial Model proyek untuk perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) beserta besaran financing cost yang digunakan untuk dikonsultasikan kepada Menteri Keuangan sebelum dimulainya proses pengadaan PLS.
(2)  PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar terhadap Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dapat diberikan surat Jaminan Kelayakan Usaha.
(3)  Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilampiri paling kurang:
a.  Kajian kelayakan operasi;
b.  Rancangan PJBTL terakhir;
c.  Financial Model proyek untuk perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) beserta besaran financing cost yang digunakan dalam perhitungan dilampiri dengan Metode perhitungan HPS;
d. Dokumen pengadaan yang didalamnya telah menyatakan adanya Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 pada proyek terkait;
e. Surat pernyataan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang menyatakan bahwa proses pengadaan proyek telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.   Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan;
g.  Persetujuan harga jual listrik dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
h. Komposisi pemegang saham pengendali sebelum penambahan kapasitas Proyek Pembangkit Listrik dan pada saat penambahan kapasitas Proyek Pembangkit Listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama; dan
i.  Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.

Pasal 17
Untuk Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) yang dimintakan Jaminan Kelayakan Usaha kepada Menteri Keuangan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus membuat PJBTL tersendiri yang terpisah dengan PJBTL pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama.

Pasal 18
(1)  Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum.
(2)  Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan.
(3)  Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri Keuangan mengembalikan usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha.

(1)  PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) wajib melakukan usaha terbaiknya untuk mencegah terjadinya Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi.
(2)  Untuk mengelola dampak terjadinya Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) wajib menyampaikan laporan mengenai kemungkinan terjadinya Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal setiap 3 (tiga) bulan untuk periode 1 (satu) tahun mendatang atau pada saat diperlukan.
(3) Dalam rangka melakukan usaha terbaiknya untuk mengelola dampak risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dapat membentuk Tim Pemantauan dan Mitigasi Risiko yang keanggotaanya terdiri dari unsur PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan unsur instansi Pemerintah yang terkait.

Pasal 21
(1) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan pemantauan atas Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) pada Proyek Pembangkit Listrik yang telah diberikan Jaminan Kelayakan Usaha.
(2) Berdasarkan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Badan Kebijakan Fiskal dapat menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk memberikan dukungan dan/atau melakukan tindakan sesuai dengan kewenangan Menteri Keuangan dalam rangka mencegah terjadinya Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.011/2011 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Dengan Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, Dan Gas Yang Dilakukan Melalui Kerja Sama Dengan Pengembang Listrik Swasta, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 24
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

MUHAMAD CHATIB BASRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN