Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelarasan Sistem Akuntansi Utang Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.05/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.05/2012 dengan ketentuan Pasal 12 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/ 2007 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai Sistem Akuntasi Utang Pemerintah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi Utang Pemerintah;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/ 2007 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI UTANG PEMERINTAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
(1) SAUP merupakan sub sistem dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA BUN).
(2) SAUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan Laporan Keuangan berupa LRA, Neraca, dan CaLK.
(3) SAUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), yang diintegrasikan dengan sistem analisis dan manajerial utang.
(4) SAUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan modul sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Dalam rangka pelaksanaan SAUP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), DJPU membentuk unit akuntansi yang terdiri atas:
a. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara (UAP BUN); dan
b. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA BUN).
Pasal 3(1) Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen DJPU bertindak sebagai UAKPA BUN.
(2) UAKPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. memproses Dokumen Sumber transaksi keuangan atas penerimaan dan pengeluaran utang, pembayaran bunga dan biaya utang lainnya.
b. menyampaikan Laporan Keuangan beserta ADK setiap bulan kepada UAP BUN.
(3) Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dirinci lebih lanjut sesuai dengan Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri dari:
a. LRA; dan
b. Neraca.
(5) Setiap bulan, UAKPA BUN melakukan Rekonsiliasi atas Laporan Keuangan dengan Direktorat Pengelolaan Kas Negara Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB), dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Khusus Pinjaman dan Hibah.
(6) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi (BAR).
Pasal 4(1) DJPU bertindak sebagai UAP BUN dan Entitas Pelaporan.
(2) UAP BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan:
a. penggabungan Laporan Keuangan UAKPA BUN;
b. penyusunan Laporan Keuangan tingkat UAP BUN berdasarkan hasil penggabungan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. penyampaian Laporan Keuangan tingkat UAP BUN sebagaimana dimaksud pada huruf b beserta ADK kepada UABUN setiap triwulanan, semesteran dan tahunan.
(3) Setiap semesteran dan tahunan, UAP BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Rekonsiliasi atas Laporan Keuangan dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, DJPB.
(4) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam BAR.
(5) Setiap semesteran dan tahunan, UAP BUN menyusun dan menyampaikan Laporan Keuangan hasil Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada UABUN berupa LRA, Neraca, dan CaLK.
BAB III
PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
(1) Kewajiban diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kewajiban jangka pendek, apabila pembayaran Kewajiban dilakukan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan;
b. Kewajiban jangka panjang, apabila pembayaran Kewajiban dilakukan dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
(2) DJPU selaku Entitas Pelaporan tetap mengklasifikasi Kewajiban jangka panjang, meskipun Kewajiban dimaksud jatuh tempo dan akan diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan, dalam hal:
a. jangka waktu pembayaran Kewajiban periode sebelumnya dilakukan dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan;
b. Entitas Pelaporan bermaksud mendanai kembali (refinance) Kewajiban yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai Kewajiban jangka panjang; dan
c. tujuan dilakukannya refinance sebagaimana dimaksud pada huruf b, didukung adanya suatu perjanjian pendanaan kembali (refinancing) atau penjadualan kembali terhadap pembayaran yang diselesaikan sebelum Laporan Keuangan disetujui.
Pasal 7(1) Utang pemerintah dapat bersumber dari:
a. dalam negeri; dan
b. luar negeri.
(2) Utang yang bersumber dari dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berasal dari penerbitan SBN, pinjaman dari Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dan pinjaman dari Pemerintah Daerah.
(3) Utang yang bersumber dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berasal dari pemberi pinjaman luar negeri.
Pasal 8(1) Utang diakui pada saat kas dan/atau setara kas diterima dan/atau pada saat utang timbul.
(2) Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terjadi pada saat:
a. tanggal setelmen untuk SBN;
b. tanggal penarikan yang tercantum dalam dokumen penarikan (notice of disbursement) untuk pinjaman luar negeri.
(1) Selisih Kurs timbul karena terdapat perbedaan nilai tukar mata uang rupiah dengan mata uang asing yang mempengaruhi nilai kekayaan bersih.
(2) Selisih Kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat terjadi pada saat:
a. transaksi setelah pengakuan awal yang melibatkan penggunaan mata uang asing; dan
b. pelaporan pos moneter dari mata uang asing ke dalam mata uang rupiah.
Pasal 11(1) Utang pemerintah dicatat sebesar nilai nominal pada saat penarikan.
(2) Utang pemerintah dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.
(3) Utang pemerintah dalam mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibukukan sesuai ketentuan berikut:
a. penarikan dalam mata uang asing yang langsung digunakan untuk membayar dalam mata uang yang sama, dibukukan dalam rupiah dengan kurs tengah BI pada tanggal transaksi;
b. penarikan dalam mata uang asing yang langsung digunakan untuk membayar transaksi dalam rupiah, dibukukan dengan kurs transaksi dari BI pada tanggal transaksi;
c. penarikan dalam mata uang asing yang sesuai dengan komitmennya dalam mata uang asing yang diterima dalam rekening milik Bendahara Umum Negara (BUN), dibukukan dengan kurs tengah BI bersangkutan;
d. penarikan dalam mata uang asing yang tidak sesuai dengan komitmennya dalam mata uang yang diterima dalam rekening milik BUN, dibukukan dengan kurs transaksi.
(4) Utang Bunga atas utang pemerintah dicatat sebesar biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar.
(5) Utang Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat berasal dari utang pemerintah baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri.
(6) Utang Bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar, diakui pada setiap akhir periode pelaporan sebagai bagian dari Kewajiban yang berkaitan.
(7) Nilai yang dicantumkan dalam Laporan Keuangan untuk bagian lancar utang jangka panjang, merupakan jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
(8) Selisih Kurs yang terjadi karena perbedaan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal pelaporan, menyebabkan adanya penambahan atau pengurangan ekuitas dana periode berjalan.
(9) Tunggakan atas pinjaman pemerintah disajikan dalam bentuk daftar umur (aging schedule) kreditur pada CaLK sebagai bagian pengungkapan Kewajiban.
Bagian Kedua
Penyelesaian dan Penghapusan Utang
(1) Penghapusan utang dapat dilakukan dengan cara:
a. sukarela;
b. bersyarat;
c. penjadualan kembali (rescheduling).
(2) Penghapusan sukarela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan pembatalan secara sukarela tagihan oleh kreditur kepada debitur baik sebagian maupun seluruhnya atas jumlah utang debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya.
(3) Penghapusan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan pembatalan dengan syarat tertentu tagihan oleh kreditur kepada debitur baik sebagian maupun seluruhnya atas jumlah utang debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya.
(4) Penghapusan dengan rescheduling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan pembatalan tagihan oleh kreditur kepada debitur dengan menimbulkan utang baru dalam bentuk perjanjian formal di antara keduanya.
Pasal 14Terhadap pembayaran utang pemerintah dilakukan pencatatan sebagai berikut:
a. dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang asing dimaksud dicatat dengan menjabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs tengah BI pada tanggal transaksi;
b. dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan rupiah, maka transaksi dalam mata uang asing dimaksud dicatat dalam rupiah berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan untuk memperoleh mata uang asing dimaksud;
c. dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan mata uang asing lainnya, maka:
1) transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan dengan menggunakan kurs transaksi;
2) transaksi dalam mata uang asing lainnya berkenaan dicatat dalam rupiah berdasarkan kurs tengah BI pada tanggal transaksi.
Bagian Ketiga
Biaya yang Berhubungan dengan Utang
(1) Utang pemerintah harus disajikan di dalam Neraca sesuai carrying amount.
(2) Nilai tercatat merupakan nilai nominal Kewajiban dikurangi atau ditambah Diskonto atau Premium yang belum dilakukan Amortisasi.
(3) Diskonto dan Premium, dilakukan Amortisasi dengan menggunakan metode garis lurus selama umur utang.
(4) Untuk meningkatkan kegunaan analisis, CaLK harus menyajikan informasi sebagai berikut:
a. jumlah saldo Kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman;
b. jumlah saldo Kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya;
c. bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat bunga yang berlaku;
d. konsekuensi dilakukannya penyelesaian Kewajiban sebelum, jatuh tempo;
e. perjanjian restrukturisasi utang yang meliputi:
1) pengurangan pinjaman;
2) modifikasi persyaratan utang;
3) pengurangan tingkat bunga pinjaman;
4) pengunduran jatuh tempo pinjaman;
5) pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan
6) pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode pelaporan.
f. Jumlah Tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur utang berdasarkan kreditur.
g. Biaya pinjaman yang meliputi:
1) perlakuan biaya pinjaman;
2) jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang bersangkutan; dan
3) tingkat kapitalisasi yang dipergunakan.
Pasal 17(1) DJPU selaku Entitas Pelaporan mengungkapkan Kewajiban yang dirinci ke dalam setiap pos utang yang mencakup jumlah yang akan diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan dan lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
(2) Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang untuk menyajikan informasi yang lebih baik.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.05/2008 tentang Sistem Akuntansi Utang Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
MUHAMMAD CHATIB BASRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Lampiran: bn1622-2013