Pasal IBeberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4645) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 10 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
2. Aktiva Produktif adalah penyediaan dana BPR dalam Rupiah untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk Kredit, Sertifikat Bank Indonesia dan Penempatan Dana Antar Bank.
3. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara BPR dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
4. Sertifikat Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SBI, adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
5. Penempatan Dana Antar Bank adalah penanaman dana BPR pada bank lain dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, Kredit yang diberikan dan penanaman dana lainnya yang sejenis.
6. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, yang selanjutnya disebut PPAP adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan kualitas Aktiva Produktif.
7. Pengurus BPR adalah anggota Direksi dan Dewan Komisaris BPR sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Bank Perkreditan Rakyat.
8. Debitur adalah nasabah perorangan, perusahaan atau badan yang memperoleh satu atau lebih fasilitas penyediaan dana.
9. Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan BPR dalam kegiatan perkreditan terhadap Debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan melalui:
a. penjadwalan kembali, yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban Debitur atau jangka waktu;
b. persyaratan kembali, yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan/atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum plafon Kredit; dan/atau
c. penataan kembali, yaitu perubahan persyaratan Kredit yang menyangkut penambahan fasilitas Kredit dan konversi seluruh atau sebagian tunggakan angsuran bunga menjadi pokok Kredit baru yang dapat disertai dengan penjadwalan kembali dan/atau persyaratan kembali.
10. Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) adalah aset yang diperoleh BPR dalam rangka penyelesaian Kredit, baik melalui pelelangan, atau di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan surat kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Debitur telah dinyatakan Macet, dengan kewajiban untuk segera dicairkan kembali.
2. Di antara Pasal 2 dan pasal 3 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 2A, Pasal 2B, dan Pasal 2C sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2A(1) Dalam rangka penyediaan dana dalam bentuk Kredit, BPR wajib memiliki pedoman kebijakan dan prosedur perkreditan secara tertulis.
(2) Kebijakan perkreditan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui oleh Dewan Komisaris.
(3) Prosedur perkreditan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui paling kurang oleh Direksi.
(4) Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan aktif terhadap pelaksanaan kebijakan perkreditan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kebijakan dan prosedur perkreditan BPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 2BPedoman kebijakan dan prosedur perkreditan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A mencakup juga kebijakan dan prosedur mengenai Restrukturisasi Kredit, AYDA, hapus buku dan hapus tagih kredit.
Pasal 2C(1) BPR wajib menetapkan kualitas Aktiva Produktif yang sama terhadap beberapa rekening Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) Debitur pada BPR yg sama.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan kualitas Aktiva Produktif terhadap beberapa rekening Aktiva Produktif untuk 1 (satu) Debitur pada BPR yang sama, BPR wajib menetapkan kualitas masing-masing Aktiva Produktif mengikuti kualitas Aktiva Produktif yang paling rendah.
3. Ketentuan Pasal 12 ayat (2) diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4) sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
(1) Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (3) ditetapkan paling tinggi sebesar:
a. 100% (seratus perseratus) dari agunan yang bersifat likuid berupa SBI, surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, tabungan dan/atau deposito yang diblokir pada BPR yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan dan logam mulia;
b. 85% (delapan puluh lima perseratus) dari nilai pasar untuk agunan berupa emas perhiasan;
c. 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan dan/atau rumah yang memiliki sertifikat yang diikat dengan hak tanggungan;
d. 70% (tujuh puluh perseratus) dari nilai agunan berupa resi gudang yang penilaiannya dilakukan kurang dari atau sampai dengan 12 (dua belas) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang serta ketentuan dan prosedur yang berlaku;
e. 60% (enam puluh perseratus) dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) untuk agunan berupa tanah, bangunan dan/atau rumah yang memiliki sertifikat yang tidak diikat dengan hak tanggungan;
f. 50% (lima puluh perseratus) dari NJOP untuk agunan berupa tanah dan/atau bangunan dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau yang dipersamakan dengan itu termasuk Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh notaris atau pejabat lainnya yang berwenang yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) pada satu tahun terakhir;
g. 50% (lima puluh perseratus) dari harga pasar, harga sewa atau harga pengalihan, untuk agunan berupa tempat usaha/los/kios/lapak/hak pakai/hak garap yang disertai bukti kepemilikan atau surat ijin pemakaian tempat usaha/ los/ kios/ lapak/ hak pakai/ hak garap yang dikeluarkan oleh pengelola yang sah dan disertai dengan surat kuasa menjual atau pengalihan hak yang dibuat/disahkan oleh notaris atau dibuat oleh pejabat lainnya yang berwenang;
h. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor, kapal atau perahu bermotor yang disertai dengan bukti kepemilikan dan telah dilakukan pengikatan sesuai ketentuan yang berlaku;
i. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai agunan berupa resi gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan sampai dengan 18 (delapan belas) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang serta ketentuan dan prosedur yang berlaku;
j. 50% (lima puluh perseratus) untuk bagian dana yang dijamin oleh BUMN/BUMD yang melakukan usaha sebagai penjamin Kredit;
k. 30% (tiga puluh perseratus) dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor, kapal atau perahu bermotor yang disertai bukti kepemilikan dan disertai dengan surat kuasa menjual yang dibuat/disahkan oleh notaris; dan
l. 30% (tiga puluh perseratus) dari nilai agunan berupa resi gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang serta ketentuan dan prosedur yang berlaku.
(2) Agunan selain yang dimaksud pada ayat (1) tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP.
(3) Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP pada Kredit dengan kolektibilitas Macet:
a. setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun, ditetapkan paling tinggi sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari nilai agunan yang diperkenankan untuk diperhitungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
b. setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun, tidak dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPAP.
5. Ketentuan Pasal 14 ayat (2) diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14(1) BPR wajib melakukan penilaian atas agunan untuk mengetahui nilai ekonomisnya.
(2) Dalam hal BPR tidak melakukan penilaian agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka agunan tersebut tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang PPAP.
(3) BPR dilarang memperhitungkan agunan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP apabila agunan tersebut tidak ada, tidak dapat diketahui keberadaannya dan/atau tidak dapat dieksekusi.
6. Ketentuan Pasal 15 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15(1) Bank Indonesia berwenang melakukan perhitungan kembali atau tidak mengakui nilai agunan yang telah diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP apabila BPR tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14.
(2) BPR wajib melakukan penyesuaian perhitungan PPAP sesuai dengan perhitungan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam laporan-laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan/atau laporan publikasi sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pemberitahuan dari Bank Indonesia.
7. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) diubah dan ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18(1) Kualitas Kredit yang direstrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ditetapkan sebagai berikut:
a. paling tinggi Kurang Lancar untuk Kredit yang sebelum direstrukturisasi kualitasnya tergolong Diragukan atau Macet; atau
b. tidak berubah, untuk Kredit yang sebelum direstrukturisasi kualitasnya tergolong Lancar atau Kurang Lancar.
(2) Kualitas Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi:
a. Lancar, apabila tidak terjadi tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga selama 3 (tiga) kali periode pembayaran secara berturut-turut ; atau
b. sama dengan kualitas Kredit sebelum dilakukan Restrukturisasi Kredit, apabila Debitur tidak dapat memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(3) Bank wajib membebankan kerugian yang timbul dari Restrukturisasi Kredit, setelah diperhitungkan dengan kelebihan PPAP karena perbaikan kualitas Kredit setelah dilakukan restrukturisasi.
(4) Kelebihan PPAP karena perbaikan kualitas Kredit yang direstrukturisasi, setelah diperhitungkan dengan kerugian yang timbul dari Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya dapat diakui sebagai pendapatan apabila telah terdapat 3 (tiga) kali penerimaan angsuran pokok atas Kredit yang direstrukturisasi.
8. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19BPR wajib menerapkan perlakuan akuntansi Restrukturisasi Kredit, termasuk namun tidak terbatas pada pengakuan kerugian yang timbul dalam rangka Restrukturisasi Kredit, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan Pedoman Akuntansi yang berlaku bagi BPR.
9. Pasal 20 dihapus.
10. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 23 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), ayat (2) dan ayat (3) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (5) dan ayat (6) sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23(1) BPR dapat mengambil alih agunan, yang bersifat sementara, dalam rangka penyelesaian Kredit yang memiliki kualitas Macet.
(1a) Pengambilalihan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan surat pernyataan penyerahan agunan atau surat kuasa menjual dari Debitur, dan surat keterangan lunas dari BPR kepada Debitur.
(2) BPR wajib melakukan upaya penyelesaian terhadap agunan yang diambil alih (AYDA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak pengambilalihan.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) BPR tidak dapat menyelesaikan AYDA maka nilai AYDA yang tercatat pada neraca BPR wajib diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal inti BPR dalam perhitungan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM).
(4) BPR wajib mendokumentasikan upaya penyelesaian AYDA sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) BPR wajib menerapkan perlakuan akuntansi pengambilalihan AYDA sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku.
(6) BPR wajib memiliki
action plan mengenai penyelesaian AYDA.
11. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 24 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4) sehingga pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24(1) BPR wajib menilai AYDA pada saat pengambilalihan agunan untuk menetapkan net realizable value.
(2) Penilaian AYDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk AYDA dengan nilai sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dapat dilakukan oleh penilai intern BPR; dan
b. Untuk AYDA dengan nilai di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) wajib dilakukan oleh penilai independen.
(3) Penilaian AYDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap setiap agunan.
(4) BPR wajib melakukan penilaian kembali secara berkala terhadap AYDA sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal nilai AYDA mengalami penurunan, BPR wajib mengakui penurunan nilai tersebut sebagai kerugian; dan
b. Dalam hal nilai AYDA mengalami peningkatan, BPR tidak boleh mengakui peningkatan nilai tersebut sebagai pendapatan.
12. Pasal 25 dihapus.
13. Di antara BAB VI dan BAB VII disisipkan 1 (satu) BAB, yakni BAB VIA dan di antara Pasal 27 dan Pasal 28 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 27A yang berbunyi sebagai berikut:
BAB VI A
PELAPORAN
Pasal 27 A(1) BPR wajib menyampaikan pedoman kebijakan perkreditan BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (1) kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Setiap perubahan pedoman kebijakan perkreditan BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (1) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan sejak terjadinya perubahan.
(3) Dalam hal batas akhir kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, batas akhir penyampaian laporan adalah hari kerja berikutnya.
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada:
a. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU), Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia;
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
14. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28BPR yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2, Pasal 2A ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 2C, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 15 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19, Pasal 23 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 26 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4), Pasal 27, dan/atau Pasal 27A ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 berupa:
a. teguran tertulis;
b. penurunan nilai kredit dalam perhitungan tingkat kesehatan; dan/atau
c. pencantuman pengurus dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang memperoleh predikat Tidak Lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan BPR sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi BPR.
Pasal II
KETENTUAN PERALIHAN(1) Batas waktu penyelesaian AYDA yang telah dimiliki BPR sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, tetap mengacu pada ketentuan Pasal 23 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat, yakni paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pengambilalihan.
(2) Pentahapan pengakuan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) terhadap Kredit BPR yang telah memiliki kualitas Macet sebelum Peraturan Bank Indonesia ini berlaku, dihitung sejak Peraturan Bank Indonesia ini berlaku.
Pasal III
KETENTUAN PENUTUP(1) Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/68/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat.
(2) Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2011
GUBERNUR BANK INDONESIA
DARMIN NASUTION
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDDIN