(2) Kualitas Surat Berharga yang diterbitkan oleh pihak bukan bankdi Indonesia yang berdasarkan karakteristiknya tidak diperdagangkan di bursa efek dan tidak memiliki peringkat ditetapkan berdasarkan ketentuan kualitas Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(3) Kualitas Surat Berharga yang diterbitkan oleh pihak bukan bank di luar Indonesia yang berdasarkan karakteristiknya tidak diperdagangkan di bursa efek ditetapkan berdasarkanketentuan kualitas Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).
(4) Dalam hal Surat Berharga yang diterbitkan oleh bank lain berbentuk Surat Berharga yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari maka Bank tetap harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
Bagian Keempat
Penempatan
(1) Kualitas Penempatan ditetapkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila:
1) bank yang menerima Penempatan memiliki rasio KPMM paling kurang sama dengan rasio KPMM sesuai ketentuan yang berlaku; dan
2) tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga.
b. Kurang Lancar, apabila:
1) bank yang menerima Penempatan memiliki rasio KPMM paling kurang sama dengan rasio KPMM sesuai ketentuan yang berlaku; dan
2) terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 5 (lima) hari kerja.
c. Macet, apabila:
1) bank yang menerima Penempatan memiliki rasio KPMM kurang dari rasio KPMM sesuai ketentuan yang berlaku;
2) bank yang menerima Penempatan telah ditetapkan dan diumumkan sebagai bank dengan status dalam pengawasan khusus (special surveillance) yang dibekukan kegiatan usaha tertentu;
3) bank yang menerima Penempatan ditetapkan sebagai bank yang dicabut izin usahanya; dan/atau
4) terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga lebih dari 5 (lima) hari kerja.
(2) Kualitas Penempatan kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam rangka penyaluran Kredit melalui
Linkage Program dengan pola
executing ditetapkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila:
1) BPR yang menerima Penempatan memiliki rasio KPMM paling kurang sama dengan rasio KPMM sesuai ketentuan yang berlaku; dan
2) tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga.
b. Kurang Lancar, apabila:
1) BPR yang menerima Penempatan memiliki rasio KPMM paling kurang sama dengan rasio KPMM sesuai ketentuan yang berlaku; dan
2) terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 30 (tiga puluh) hari.
c. Macet, apabila:
1) BPR yang menerima Penempatan memiliki rasio KPMM kurang dari rasio KPMM sesuai ketentuan yang berlaku;
2) BPR yang menerima penempatan telah ditetapkan dan diumumkan sebagai bank dengan status dalam pengawasan khusus (special surveillance) atau BPR telah dikenakan sanksi pembekuan seluruh kegiatan usaha.
3) BPR yang menerima Penempatan ditetapkan sebagai bank yang dicabut izin usahanya; dan/atau
4) terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga lebih dari 30 (tiga puluh) hari.
Bagian Kelima
Tagihan Akseptasi, tagihan atas surat Berharga yang dibeli dengan
janji dijual kembali dan Tagihan Derivatif
Pasal 24Kualitas Tagihan Akseptasi ditetapkan berdasarkan:
a. ketentuan kualitas Penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) apabila pihak yang wajib melunasi tagihan adalah bank lain; atau
b. ketentuan kualitas Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 apabila pihak yang wajib melunasi tagihan adalah debitur.
Pasal 25(1) Kualitas Tagihan atas Surat Berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (
reverse repurchase agreement) ditetapkan berdasarkan:
a. ketentuan kualitas Penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) apabila pihak yang menjual Surat Berharga adalah bank lain; atau
b. ketentuan kualitas Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 apabila pihak yang menjual Surat Berharga adalah bukan bank.
(2) Tagihan atas Surat Berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali dengan aset yang mendasari berupa SBI, SUN,dan/atau Penempatan lain pada Bank Indonesia dan Pemerintah ditetapkan memiliki kualitas Lancar.
Pasal 26Kualitas Tagihan Derivatif ditetapkan berdasarkan:
a. ketentuan penetapan kualitas Penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) apabila pihak lawan transaksi (counterparty) adalah bank lain; atau
b. ketentuan kualitas Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 apabila pihak lawan transaksi (counterparty) adalah bukan bank.
Bagian Keenam
Penyertaan Modal
Pasal 27(1) Penilaian Penyertaan Modal dilakukan berdasarkan:
a. metode biaya (cost method);
b. metode ekuitas (equity method); atau
c. nilai wajar.
dengan mengacu kepada standar akuntansi keuangan yang berlaku.
(2) Kualitas Penyertaan Modal yang dinilai berdasarkan metode biaya (
cost method) ditetapkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila investee memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian kumulatif berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit;
b. Kurang Lancar, apabila investee mengalami kerugian kumulatif sampai dengan 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal investee berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit;
c. Diragukan, apabila investeemengalami kerugian kumulatif lebih dari 25% (dua puluh lima perseratus) sampai dengan 50% (lima puluh perseratus) dari modal investee berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit;
d. Macet, apabila investee mengalami kerugian kumulatif lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari modal investee berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit.
(3) Kualitas Penyertaan Modal yang dinilai berdasarkan metode ekuitas (equity method) atau yang dinilai berdasarkan nilai wajar ditetapkan Lancar.
Bagian Ketujuh
Penyertaan Modal Sementara
Pasal 28(1) Kualitas Penyertaan Modal Sementara ditetapkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila jangka waktu Penyertaan Modal Sementara belum melampaui 1 (satu) tahun;
b. Kurang Lancar, apabila jangka waktu Penyertaan Modal Sementara telah melampaui 1 (satu) tahun namun belum melampaui 4 (empat) tahun;
c. Diragukan, apabila jangka waktu Penyertaan Modal Sementara telah melampaui 4 (empat) tahun namun belum melampaui 5 (lima) tahun;
d. Macet, apabila:
1) jangka waktu Penyertaan Modal Sementara telah melampaui 5 (lima) tahun; atau
2) investee telah memiliki laba kumulatif namun Penyertaan Modal Sementara belum ditarik kembali.
(2) Bank Indonesia dapat menurunkan kualitas Penyertaan Modal Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila :
a. penjualan Penyertaan Modal Sementara diperkirakan akan dilakukan dengan harga yang lebih rendah dari nilai buku; dan/atau
b. penjualan Penyertaan Modal Sementara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun diperkirakan sulit untuk dilakukan.
Bagian Kedelapan
Transaksi Rekening Administratif
Pasal 29(1) Kualitas Transaksi Rekening Administratif ditetapkan berdasarkan:
a. ketentuan penetapan kualitas Penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) apabila pihak lawan (counterparty) Transaksi Rekening Administratif adalah bank; atau
b. ketentuan penetapan kualitas Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 apabila pihak lawan (counterparty) Transaksi Rekening Administratif adalah debitur.
(2) Penilaian terhadap Transaksi Rekening Administratif dilakukan terhadap seluruh fasilitas yang disediakan, baik yang berasal dari perjanjian yang bersifat committed maupun uncommitted.
Bagian Kesembilan
Aset Produktif yang Dijamin dengan Agunan Tunai
Pasal 30(1) Bagian dari Aset Produktif yang dijamin dengan agunan tunai ditetapkan memiliki kualitas Lancar.
(2) Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah agunan berupa:
a. giro, deposito, tabungan, setoran jaminan, dan/atau emas;
b. SBI, SUN, dan/atau penempatan dana lain pada Bank Indonesia dan Pemerintah;
c. jaminan Pemerintah Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau
d. standby letter of credit dari prime bank, yang diterbitkan sesuai dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) atau International Standby Practices (ISP) yang berlaku.
(3)Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa pencairan dari pemilik agunan untuk keuntungan Bank penerima agunan, termasuk pencairan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran pokok atau bunga;
b. jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada huruf a paling kurang sama dengan jangka waktu Aset Produktif;
c. memiliki pengikatan hukum yang kuat sebagai agunan, bebas dari segala bentuk perikatan lain, bebas dari sengketa, tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, termasuk tujuan penjaminan yang jelas; dan
d. untuk agunan tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib disimpan pada Bank penyedia dana.
(4)Agunan tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. bersifat tanpa syarat (
unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (
irrevocable);
b. harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diajukannya klaim, termasuk pencairan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran pokok atau bunga;
c. mempunyai jangka waktu paling kurang sama dengan jangka waktu Aset Produktif; dan
d. tidak dijamin kembali (
counter guarantee) oleh Bank penyedia dana atau bank yang bukan
prime bank.(5)
Prime bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki peringkat investasi atas penilaian terhadap prospek usaha jangka panjang (
long term outlook) bank yang diberikan oleh lembaga pemeringkat paling kurang:
1) AA- berdasarkan penilaian Standard & Poors;
2) Aa3 berdasarkan penilaian Moodys;
3) AA- berdasarkan penilaian Fitch; atau
4) Peringkat setara dengan angka 1), angka 2), dan/atau angka 3) berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat terkemuka lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
b. memiliki total aset yang termasuk dalam 200 besar dunia berdasarkan informasi yang tercantum dalam
bankers almanac.
Pasal 31(1) Bank wajib melakukan atau mengajukan klaim pencairan agunan tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah debitur wanprestasi (event of default).
(2) Debitur dinyatakan wanprestasi apabila:
a. terjadi tunggakan pokok dan/atau bunga dan/atau tagihan lainnya selama 90 (sembilan puluh) hari walaupun Aset Produktif belum jatuh tempo;
b. tidak diterimanya pembayaran pokok dan/atau bunga dan/atau tagihan lainnya pada saat Aset Produktif jatuh tempo; atau
c. tidak dipenuhinya persyaratan lainnya selain pembayaran pokok dan/atau bunga yang dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi.
Bagian Kesepuluh
Kredit dan Penyediaan Dana dalam Jumlah Kecil serta Kredit dan
Penyediaan Dana di Daerah Tertentu
Pasal 32(1) Penetapan kualitas dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, untuk:
a. Kredit dan penyediaan dana lainnya yang diberikan oleh setiap Bank kepada 1 (satu) debitur atau 1 (satu) proyek dengan jumlah kurang dari atau sama dengan Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
b. Kredit dan penyediaan dana lainnya yang diberikan oleh setiap Bank kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan jumlah:
1) Lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sampai dengan Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah) bagi Bank yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) memiliki predikat penilaian kecukupan Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) untuk risiko kredit sangat memadai (strong);
b) memiliki rasio KPMM paling kurang sama dengan ketentuan yang berlaku; dan
c) memiliki peringkatkomposit tingkat kesehatan Bank paling kurang 3 (PK-3).
2) Lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) bagi Bank yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) memiliki predikat penilaian kecukupan KPMR untuk risiko kredit memadai (satisfactory);
b) memiliki rasio KPMM paling kurang sama dengan ketentuan yang berlaku; dan
c) memiliki peringkatkomposit tingkat kesehatan Bank paling kurang 3 (PK-3);
c. Kredit dan penyediaan dana lain kepada debitur dengan lokasi kegiatan usaha berada di daerah tertentu dengan jumlah kurang dari atau sama dengan Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) Predikat penilaian KPMR untuk risiko kredit, rasio KPMM, dan peringkat komposit tingkat kesehatan Bank yang digunakan dalam penilaian kualitas Kredit dan penyediaan dana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan pada penilaian Bank Indonesia yang dapat diketahui Bank pada saat prudential meeting.
(3) Penggunaan predikat penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagai berikut:
a. predikat penilaian posisi bulan Desember tahun sebelumnya digunakan untuk penilaian kualitas Kredit dan penyediaan dana lainnya periode bulan Februari sampai dengan Juli; dan
b. predikat penilaian posisi bulan Juni digunakan untuk penilaian kualitas Kredit dan penyediaan dana lainnya periode bulan Agustus sampai dengan Januari.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak diberlakukan untuk Kredit dan penyediaan dana lainnya yang diberikan kepada 1 (satu) debitur Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan jumlah lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) yang merupakan:
a. Kredit yang direstrukturisasi; dan/atau
b. Penyediaan dana kepada 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank.
(5) Penetapan kualitas kredit yang direstrukturisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tetap dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 58.
(6) Dalam hal terdapat penyimpangan yang signifikan dalam prinsip perkreditan yang sehat, Bank Indonesia menetapkan penilaian kualitas AsetProduktif yang diberikan oleh Bank kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
BAB IV
ASET NON PRODUKTIF
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33Aset Non Produktif yang wajib dinilai kualitasnya meliputi AYDA, Properti Terbengkalai, Rekening Antar Kantor, dan Suspense Account.
Bagian Kedua
AYDA
Pasal 34(1) Bank wajib melakukan upaya penyelesaian terhadap AYDA yang dimiliki.
(2) Bank wajib mendokumentasikan upaya penyelesaian AYDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 35(1) Bank wajib melakukan penilaian kembali terhadap AYDA untuk menetapkan net realizable value dari AYDA.
(2) Maksimum net realizable value sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar nilai AsetProduktif yang diselesaikan dengan AYDA.
(3) Penilaian kembali terhadap AYDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pengambilalihan agunan.
(4) Penetapan net realizable value sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh penilai independen, untuk AYDA dengan nilai Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) atau lebih.
(5) Penetapan net realizable value sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh penilai intern Bank, untuk nilai AYDA kurang dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(6) Bank wajib menggunakan nilai yang terendah apabila terdapat beberapa nilai dari penilai independen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau penilai intern sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Penilai independen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah kantor jasa penilai publik yang:
a. tidak merupakan Pihak Terkait dengan Bank;
b. tidak merupakan Kelompok Peminjam dengan debitur Bank;
c. melakukan kegiatan penilaian berdasarkan kode etik profesi dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh institusi yang berwenang;
d. menggunakan metode penilaian berdasarkan standar profesi penilaian yang diterbitkan oleh institusi yang berwenang;
e. memiliki izin usaha dari institusi yang berwenang untuk beroperasi sebagai kantor jasa penilai publik; dan
f. tercatat sebagai anggota asosiasi yang diakui oleh institusi yang berwenang.
(8) Tunggakan bunga atas Kredit yang diselesaikan dengan AYDA tidak dapat diakui sebagai pendapatan sampai dengan adanya realisasi.
Pasal 36(1) AYDA yang telah dilakukan upaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, ditetapkan memiliki kualitas sebagai berikut:
a. Lancar, apabila AYDA dimiliki sampai dengan 1 (satu) tahun;
b. Kurang Lancar, apabila AYDA dimiliki lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun;
c. Diragukan, apabila AYDA dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun;
d. Macet, apabila AYDA dimiliki lebih dari 5 (lima) tahun.
(2) AYDA yang tidak dilakukan upaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, ditetapkan memiliki kualitas satu tingkat dibawah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Ketiga
Properti Terbengkalai
Pasal 37(1) Bank wajib melakukan identifikasi dan penetapan terhadap Properti Terbengkalai yang dimiliki.
(2) Penetapan Properti Terbengkalai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui oleh Direksi dan didokumentasikan.
(3) Bagian properti yang tidak digunakan Bank dari suatu properti yang digunakan untuk kegiatan usaha Bank secara mayoritas, tidak digolongkan sebagai Properti Terbengkalai.
(4) Dalam hal Bank tidak menggunakan bagian dari suatu properti secara mayoritas, maka bagian properti yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha Bank digolongkan sebagai Properti Terbengkalai secara proporsional.
Pasal 38(1) Bank wajib melakukan upaya penyelesaian terhadap Properti Terbengkalai yang dimiliki.
(2) Bank wajib mendokumentasikan upaya penyelesaian Properti Terbengkalai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 39(1) Properti Terbengkalai yang telah dilakukan upaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, ditetapkan memiliki kualitas sebagai berikut:
a. Lancar, apabila Properti Terbengkalai dimiliki sampai dengan 1 (satu) tahun;
b. Kurang Lancar, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun;
c. Diragukan, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun;
d. Macet, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 5 (lima) tahun.
(2) Properti Terbengkalai yang tidak dilakukan upaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, ditetapkan memiliki kualitas satu tingkat dibawah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Keempat
Rekening Antar Kantor dan Suspense Account
Pasal 40(1) Bank wajib melakukan upaya penyelesaian Rekening Antar Kantor dan Suspense Account.
(2) Kualitas Rekening Antar Kantor dan
Suspense Account ditetapkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila Rekening Antar Kantordan Suspense Account tercatat dalam pembukuan Bank sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari;
b. Macet, apabila Rekening Antar Kantor dan Suspense Account tercatat dalam pembukuan Bank lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari.
BAB V
PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET DAN
CADANGANKERUGIAN PENURUNAN NILAI
Bagian Kesatu
Penyisihan Penghapusan Aset (PPA)
Paragraf 1
Umum
Pasal 41(1) Bank wajib menghitung PPA terhadap Aset Produktif dan Aset Non Produktif.
(2) PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. cadangan umum untuk Aset Produktif; dan
b. cadangan khusus untuk Aset Produktif dan Aset Non Produktif.
(3) Perhitungan PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang dilakukan sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia ini.
Pasal 42(1) Cadangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a ditetapkan paling kurang sebesar 1% (satu perseratus) dari Aset Produktif yang memiliki kualitas Lancar.
(2) Cadangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk AsetProduktif dalam bentuk:
a. fasilitas kredit yang belum ditarik yang merupakan bagian dari Transaksi Rekening Administratif;
b. SBI, SUN,dan/ataupenempatan dana lain pada Bank Indonesia dan Pemerintah, dan/atau
c. bagian Aset Produktif yang dijamin dengan agunan tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
(3) Cadangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf bditetapkan paling kurang sebesar:
a. 5% (lima perseratus) dari Asetdengan kualitas Dalam Perhatian Khusus setelah dikurangi nilai agunan;
b. 15% (lima belas perseratus) dari Asetdengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi nilai agunan;
c. 50% (lima puluh perseratus) dari Aset dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi nilai agunan;
d. 100% (seratus perseratus) dari Aset dengan kualitas Macet setelah dikurangi nilai agunan.
(4) Penggunaan nilai agunan sebagai pengurang dalam perhitungan PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dilakukan untuk Aset Produktif.
Paragraf 2
Agunan sebagai Pengurang PPA
Pasal 43Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan PPA ditetapkan sebagai berikut:
a. Surat Berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat secara gadai;
b. tanah, gedung, danrumah tinggal yang diikat dengan hak tanggungan;
c. mesin yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang diikat dengan hak tanggungan;
d. pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) meter kubik yang diikat dengan hipotek;
e. kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara fidusia; dan/atau
f. resi gudang yang diikat dengan hak jaminan atas resi gudang.
Pasal 44(1) Agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 wajib:
a. dilengkapi dengan dokumen hukum yang sah;
b. diikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga memberikan hak preferensi bagi Bank; dan
c. dilindungi asuransi dengan bankers clause yang memiliki jangka waktu paling kurang sama dengan jangka waktu pengikatan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.
(2) Perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan asuransi terhadap agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memenuhi ketentuan permodalan sesuai yang ditetapkan institusi yang berwenang; dan
b. bukan merupakan Pihak Terkait dengan Bank atau Kelompok Peminjam dengandebiturBank,kecuali direasuransikan
kepada perusahaan asuransi yang bukan merupakan Pihak Terkait dengan Bank atau Kelompok Peminjam dengan debitur Bank.
Pasal 45(1) Agunan yang akan digunakan sebagai faktor pengurang PPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, paling kurang harus dinilai oleh:
a. penilai independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (7) untuk Aset Produktif yang berasal dari debitur atau Kelompok Peminjam dengan jumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah); atau
b. penilai intern Bank untuk Aset Produktif yang berasal dari debitur atau Kelompok Peminjam dengan jumlah sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) Penilaian terhadap agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan sejak awal pemberian Aset Produktif.
Pasal 46(1) Nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan PPA ditetapkan sebagai berikut:
a. Surat Berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau memiliki peringkat investasi, paling tinggi sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari nilai yang tercatat di bursa efek pada akhir bulan;
b. Tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal, paling tinggi sebesar:
1) 70% (tujuh puluh perseratus) dari penilaianapabila:
a) penilaian oleh penilai independen dilakukan dalam 18 (delapan belas) bulan terakhir; atau
b) penilaian oleh penilai intern dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir.
2) 50% (lima puluh perseratus) dari penilaianapabila:
a) penilaian yang dilakukan oleh penilai independen telah melampaui 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir; atau
b) penilaian yang dilakukan oleh penilai intern telah melampaui 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan terakhir.
3) 30% (tiga puluh perseratus) dari penilaianapabila:
a) penilaian yang dilakukan oleh penilai independen telah melampaui 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan terakhir; atau
b) penilaian yang dilakukan oleh penilai intern telah melampaui 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
4) 0% (nol perseratus) dari penilaianapabila:
a) penilaian yang dilakukan oleh penilai independen telah melampaui 30 (tiga puluh) bulan terakhir; atau
b) penilaian yang dilakukan oleh penilai intern telah melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
c. Tanah dan/atau bangunan bukan untuk tempat tinggal, mesin yang dianggap sebagai satukesatuan dengan tanah, pesawat udara, kapal laut, resi gudang, dan persediaanpaling tinggi sebesar:
1) 70% (tujuh puluh perseratus) dari penilaianapabila penilaian dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir;
2) 50% (lima puluh perseratus) dari penilaianapabila penilaian yang dilakukan telah melampaui 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan terakhir;
3) 30% (tiga puluh perseratus) dari penilaianapabila penilaian yang dilakukan telah melampaui 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir; atau
4) 0% (nol perseratus) dari penilaianapabila penilaian yang dilakukan telah melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
(2) Bank wajib menggunakan nilai yang terendah dalam hal terdapat beberapa penilaian terhadap suatu agunan untuk posisi yang sama baik yang dilakukan oleh penilai independen maupun penilai intern.
(3) Bank Indonesia dapat menetapkan nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang PPA lebih rendah dari penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, berdasarkan pertimbangan pengawasan.
Pasal 47Nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan PPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilarang melebihi nilai pengikatan agunan.
Pasal 48(1) Bank Indonesia berwenang melakukan perhitungan kembali atas nilai agunan yang telah dikurangkan dalam PPA apabila Bank tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44, Pasal 46 dan/atau Pasal 47.
(2) Bank wajib menyesuaikan perhitungan PPA sesuai dengan perhitungan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam laporan perhitungan rasio KPMM yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan/atau laporan publikasi yang diatur dalam ketentuan yang berlaku paling lambat pada periode laporan berikutnya setelah pemberitahuan dari Bank Indonesia.
Bagian Kedua
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)
Pasal 49Bank wajib membentuk CKPN sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pengaruh Perhitungan PPA Terhadap Rasio KPMM
Pasal 50(1) Dalam menghitung rasio KPMM, Bank wajib memperhitungkan PPA atas Aset Produktif sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (2) dan CKPN yang dibentuk.
(2) Dalam hal hasil perhitungan PPA atas Aset Produktif lebih besar dari CKPN yang dibentuk, Bank wajib memperhitungkan selisihperhitungan PPA dengan CKPN menjadi pengurang modal dalam perhitungan rasio KPMM.
(3) Dalam hal hasil perhitungan PPA terhadap Aset Produktif sama dengan atau lebih kecil dari CKPN yang dibentuk, Bank tidak perlu memperhitungkan PPA dalam perhitungan rasio KPMM.
Pasal 51Bank wajib memperhitungkan seluruh hasil perhitungan PPA atas Aset Non Produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b sebagai pengurang dalam perhitungan rasio KPMM.
BAB VI
RESTRUKTURISASI KREDIT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 52Bank hanya dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga Kredit; dan
b. debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah Kredit direstrukturisasi.
Pasal 53Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Kredit dengan tujuan hanya untuk:
a. memperbaiki kualitas Kredit; atau
b. menghindari peningkatan pembentukan PPA,
tanpa memperhatikan kriteria debitur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
Bagian Kedua
Perlakuan Akuntansi Restrukturisasi Kredit
Pasal 54
Bank wajib menerapkan perlakuan akuntansi Restrukturisasi Kredit sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Kebijakan dan Prosedur Restrukturisasi Kredit
Pasal 55(1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai Restrukturisasi Kredit.
(2) Kebijakan Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui oleh Dewan Komisaris.
(3) Prosedur Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui paling rendah oleh Direksi.
(4) Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Pasal 56(1) Keputusan Restrukturisasi Kredit harus dilakukan oleh pihak yang lebih tinggi dari pihak yang memutuskan pemberian Kredit.
(2) Dalam hal keputusan pemberian Kredit dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan tertinggi sesuai anggaran dasar Bank maka keputusan Restrukturisasi Kredit dilakukan oleh pihak yang setingkat dengan pihak yang memutuskan pemberian Kredit.
(3) Untuk menjaga obyektivitas, Restrukturisasi Kredit wajib dilakukan oleh pejabat atau pegawai yang tidak terlibat dalam pemberian Kredit yang direstrukturisasi.
(4) Dalam pelaksanaan Restrukturisasi Kredit, pembentukan satuan kerja khusus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing Bank dengan tetap mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Pasal 57(1) Kredit yang akan direstrukturisasi wajib dianalisis berdasarkan prospek usaha debitur dan kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas.
(2) Kredit kepada Pihak Terkait yang akan direstrukturisasi wajib dianalisis oleh konsultan keuangan independen yang memiliki izin usaha dan reputasi yang baik.
(3) Setiap tahapan dalam pelaksanaan Restrukturisasi Kredit dan hasil analisis yang dilakukan Bank dan konsultan keuangan independen terhadap Kredit yang direstrukturisasi wajib didokumentasikan secara lengkap dan jelas.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berlaku juga untuk Restrukturisasi ulang atas Kredit.
Bagian Keempat
Penetapan Kualitas Kredit yang Direstrukturisasi
Pasal 58(1) Kualitas Kredit setelah restrukturisasi ditetapkan sebagai berikut:
a. paling tinggi sama dengan kualitas Kredit sebelum dilakukan Restrukturisasi Kredit,sepanjangdebitur belum memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga secara berturut turut selama 3 (tiga) kali periode sesuai waktu yang diperjanjikan;
b. dapat meningkat paling tinggi 1 (satu) tingkat dari kualitas Kredit sebelum dilakukan Restrukturisasi, setelah debitur memenuhi kewajiban pembayaranangsuran pokok dan/atau bunga secara berturut turut selama 3(tiga) kali periode sebagaimana dimaksud huruf a; dan
c. berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10:
1) setelah penetapan kualitas kredit sebagaimana dimaksud pada huruf b; atau
2) dalam hal debitur tidak memenuhi syarat-syarat dan/atau kewajibanpembayarandalam perjanjian Restrukturisasi Kredit, baik selama maupun setelah 3 (tiga) kali periode kewajiban pembayaran sesuai waktu yang diperjanjikan.
(2) Penetapan kualitas Kredit yang direstrukturisasi sampai dengan jumlah Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dilakukan sebagai berikut:
a. paling tinggi Kurang Lancaruntuk Kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi kredittergolong Diragukan dan Macet dan tetap sama untuk Kredit yang tergolong Kurang Lancar dan Dalam Perhatian Khusus, sampai dengan 3 (tiga) kali periode kewajiban pembayaran;
b. selanjutnya ditetapkan berdasarkan faktor penilaian atas ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
(3) Kualitas Kredit yang direstrukturisasi dapat ditetapkan berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dalam hal pelaksanaan Restrukturisasi Kredit tidak didukung dengan analisis dan dokumentasi yang memadai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57.
(4) Dalam hal periode pemenuhan kewajiban angsuran pokok dan/atau bunga kurang dari 1 (satu) bulan, peningkatan kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan paling cepat dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak dilakukan Restrukturisasi Kredit.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga untuk restrukturisasi ulang atas Kredit.
(6) Kualitas tambahan Kredit sebagai bagian dari paket Restrukturisasi Kredit ditetapkan sama dengan kualitas Kredit yang direstrukturisasi.
(7) Kualitas Kredit yang direstrukturisasi sebelum ketentuan ini berlakutidak perlu disesuaikan dengan Pasal 58 ayat (1) huruf a dan b.
(8) Selanjutnya penetapan kualitas Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, paling lambat 3 (tiga) bulan sejak PBI ini berlaku.
Pasal 59Penetapan kualitas Kredit yang direstrukturisasi dengan pemberian tenggang waktu pembayaran (grace period) pokok dan bunga ditetapkan sebagai berikut:
a. selama grace period, kualitas mengikuti kualitas Kredit sebelum dilakukan restrukturisasi; dan
b. setelah grace period berakhir, kualitas Kredit mengikuti penetapan kualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
Pasal 60(1) Penetapan kualitas Aset Produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 berlaku pula bagi Kredit yang direstrukturisasi.
(2) Dalam hal Kredit yang direstrukturisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah), penetapan kualitas Kreditnya tidak dipengaruhi oleh kualitas Kredit yang diberikan oleh Bank lain kepada debitur atau proyek yang sama dengan jumlah kurang dari atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Bagian Kelima
PPA dan Pengakuan Pendapatan dari Kredit yang Direstrukturisasi
Pasal 61Bank wajib menghitung PPA terhadap Kredit yang telah direstrukturisasisesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
Bagian Keenam
Restrukturisasi Kredit melalui Penyertaan Modal Sementara
Pasal 62(1) Bank dapat melakukan Restrukturisasi Kredit dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara.
(2) Penyertaan Modal Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk Kredit yang memiliki kualitas Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet.
Pasal 63(1) Penyertaan Modal Sementara wajib ditarik kembali apabila:
a. telah melampaui jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun; atau
b. perusahaan debitur tempat penyertaan telah memperoleh laba kumulatif.
(2) Penyertaan Modal Sementara wajib dihapusbukukan dari neraca Bank apabila telah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun.
Bagian Ketujuh
Laporan Restrukturisasi Kredit
Pasal 64Bank wajib melaporkan kepada Bank Indonesia seluruh Restrukturisasi Kredit yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Berkala Bank Umum.
Bagian Kedelapan
Koreksi Dalam Rangka Restrukturisasi Kredit
Pasal 65Bank Indonesia berwenang melakukan koreksi terhadap penetapan kualitas Kredit dan perhitungan PPA, apabila:
a. menurut penilaian Bank Indonesia, Restrukturisasi Kredit dilakukan dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53;
b. Restrukturisasi Kredit tidak didukung dengan dokumen yang lengkap dan analisis yang memadai mengenai kemampuan membayar dan prospek usaha debitur;
c. debitur tidak melaksanakan perjanjian Restrukturisasi Kredit (cidera janji/wanprestasi);
d. Restrukturisasi Kredit dilakukan secara berulang dengan tujuan hanya untuk memperbaiki kualitas Kredit tanpa memperhatikan prospek usaha debitur; dan/atau
e. Restrukturisasi Kredit tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
BAB VII
HAPUS BUKU DAN HAPUS TAGIH
Pasal 66(1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih.
(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui oleh Dewan Komisaris.
(3) Prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui paling rendah oleh Direksi.
(4) Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Pasal 67(1) Hapus buku dan/atau hapus tagih hanya dapat dilakukan terhadap penyediaan dana yang telah didukung perhitungan CKPN sebesar 100% dan kualitasnya telah ditetapkan Macet.
(2) Hapus buku tidak dapat dilakukan terhadap sebagian penyediaan dana (partial write off).
(3) Hapus tagih dapat dilakukan baik untuk sebagian atau seluruh penyediaan dana.
(4) Hapus tagih terhadap sebagian penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan dalam rangka Restrukturisasi Kredit atau dalam rangka penyelesaian Kredit.
Pasal 68(1) Hapus buku dan/atau hapus tagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 hanya dapat dilakukan setelah Bank melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali Aset Produktif yang diberikan.
(2) Bank wajib mendokumentasikan upaya yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta dasar pertimbangan pelaksanaan hapus buku dan/atau hapus tagih.
(3) Bank wajib mengadministrasikan data dan informasi mengenai Aset Produktif yang telah dihapus buku dan/atau dihapus tagih.
BAB VIII
RENCANA TINDAK
Pasal 69(1) Bank wajib menyusun rencana tindak (action plan)untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, apabila diperkirakan mengalami penurunan rasio KPMM:
a. secara signifikan; atau
b. mendekati atau kurang dari rasio KPMM sesuai ketentuan yang berlaku,
karena pemberlakuan Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Selain penyusunan rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank wajib menyusun rencana tindak apabila terdapat perintah dari Bank Indonesia.
(3) Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl.M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
BAB IX
SANKSI
Pasal 701. Bank yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 22, Pasal 30 ayat (3), Pasal 31, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 47, Pasal 48 ayat (2),Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61,Pasal 62 ayat (2), Pasal 63, Pasal 64, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68 dan/atau Pasal 69 dapat dikenakan sanksi administratif antara lain berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembekuan kegiatan usaha tertentu;dan/atau
c. pencantuman pengurus dan/atau pemegang saham Bank dalam daftar pihak-pihak yang mendapatkan predikat Tidak Lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test).
2. Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank yang melanggar ketentuan Pasal 17 dan Pasal 18 wajib menghitung PPA sebesar 100% (seratus perseratus) terhadap Asetdimaksud.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 71Standby letter of credityang diterbitkan olehprime bank dan telah memenuhi persyaratan sebagai agunan tunai sebelum Peraturan Bank Indonesia ini berlaku, dinyatakan tetap memenuhi persyaratan sampai dengan jatuh tempo.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 72Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 73Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4471), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4977), masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
Pasal 74Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4471) tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/2/PBI/2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4598) tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4716) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4977) tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 75
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Oktober 2012
GUBERNUR BANK INDONESIA,
DARMIN NASUTION
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Oktober 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AMIR SYAMSUDIN