to English

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2011

TENTANG
KETENTUAN IMPOR BARANG MODAL BUKAN BARU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka pengembangan investasi, peningkatan kapasitas, efisiensi dan produktivitas industri dalam negeri serta menciptakan lapangan kerja perlu dilakukan upaya penyediaan barang modal yang dapat dijangkau oleh sektor industri;

b. bahwa ketersediaan barang modal bukan baru yang diperlukan untuk kebutuhan proses produksi industri hingga saat ini belum dapat diperoleh sepenuhnya dari sumber di dalam negeri, sehingga perlu dilakukan pengadaan tambahan dari sumber di luar negeri;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu melanjutkan kebijakan di bidang impor atas Barang Modal Bukan Baru;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat:

1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86);

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775);

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3596);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4730);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4839);

14. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;

15. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

16. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011;

17. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010;

18. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005;

19. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2009 tentang Pelimpahan Kewenangan Penerbitan Perizinan Di Bidang Perdagangan Luar Negeri Kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Bintan, Dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Karimun;

20. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45/M-DAG/PER/9/2009 tentang Angka Pengenal Importir (API) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/7/2011;

21. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-DAG/PER/10/2009 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Impor;

22. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG MODAL BUKAN BARU.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Barang Modal Bukan Baru adalah barang sebagai modal usaha atau untuk menghasilkan sesuatu, yang masih layak pakai, atau untuk direkondisi, remanufakturing, digunafungsikan kembali dan bukan skrap.

2. Perusahaan Pemakai Langsung adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha yang mengimpor Barang Modal Bukan Baru untuk keperluan proses produksinya atau digunakan sendiri oleh perusahaan untuk keperluan lainnya tidak dalam proses produksi.

3. Perusahaan Rekondisi adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha industri rekondisi untuk memproses Barang Modal Bukan Baru menjadi produk akhir untuk tujuan ekspor atau memenuhi pesanan Perusahaan Pemakai Langsung dalam negeri.

4. Perusahaan Remanufakturing adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha industri remanufakturing untuk memproses Barang Modal Bukan Baru menjadi produk akhir untuk tujuan ekspor atau memenuhi pesanan Perusahaan Pemakai Langsung dalam negeri.

5. Perusahaan Penyedia Peralatan Kesehatan adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha untuk dapat mengimpor Barang Modal Bukan Baru yang mengandung sumber radiasi pengion untuk keperluan pelayanan medis.

6. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada industri/perusahaan untuk melakukan kegiatan usaha yang dikeluarkan oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan pemeriksaan teknis impor Barang Modal Bukan Baru.

8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

10. Direktur adalah Direktur Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Pasal 2

(1) Barang Modal Bukan Baru yang dapat diimpor meliputi barang sesuai Pos Tarif/HS yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(2) Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diimpor oleh:

Pasal 3

(1) Setiap pelaksanaan impor Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus mendapat persetujuan impor dari Direktur.

(2) Perusahaan Pemakai Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a yang akan melakukan impor Barang Modal Bukan Baru harus mengajukan permohonan persetujuan impor secara tertulis kepada Direktur dengan melampirkan persyaratan:

(3) Perusahaan Rekondisi atau Perusahaan Remanufakturing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dan huruf c yang akan melakukan impor Barang Modal Bukan Baru harus mengajukan permohonan persetujuan impor secara tertulis kepada Direktur dengan melampirkan persyaratan:

(4) Perusahaan Penyedia Peralatan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d yang akan melakukan impor Barang Modal Bukan Baru harus mengajukan permohonan persetujuan impor secara tertulis kepada Direktur dengan melampirkan persyaratan:

Pasal 4

Direktur menerbitkan persetujuan impor dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 secara lengkap dan benar.

Pasal 5

(1) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang telah mendapatkan persetujuan impor Barang Modal Bukan Baru wajib menyampaikan laporan realisasi secara tertulis kepada Direktur setiap bulan, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya.

(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal importasinya terealisasi atau tidak terealisasi.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui http://inatrade.kemendag.go.id dengan tembusan kepada instansi teknis terkait.

Pasal 6

(1) Impor Barang Modal Bukan Baru yang telah mendapat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dilakukan pemeriksaan teknis oleh Surveyor di negara asal muat barang.

(2) Pemeriksaan teknis Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(3) Hasil pemeriksaan teknis oleh Surveyor terhadap Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam Certificate of Inspection yang menyatakan:

(4) Certificate of Inspection sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor.

(5) Seluruh beban biaya pemeriksaan teknis yang dilakukan oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung oleh perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

Pasal 7

(1) Pelaksanaan pemeriksaan teknis impor Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan Menteri.

(2) Surveyor yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(3) Surveyor wajib menyampaikan laporan tertulis mengenai pemeriksaan teknis impor Barang Modal Bukan Baru secara periodik setiap bulan kepada Direktur paling lama tanggal 15 bulan berikutnya.

(4) Surveyor wajib menyampaikan laporan mengenai pemeriksaan teknis impor Barang Modal Bukan Baru secara periodik setiap bulan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya melalui http://inatrade.kemendag.go.id dengan tembusan kepada Instansi Teknis terkait.

Pasal 8

Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang termasuk dalam Pos Tarif/HS 84 dan 85 yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini harus berusia maksimal 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 9

(1) Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang termasuk dalam Pos Tarif/HS 88 dan 89 yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, dikecualikan dari ketentuan pemeriksaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

(2) Pelaksanaan pemeriksaan teknis Barang Modal Bukan Baru yang termasuk dalam Pos Tarif/HS 88 dan 89 ditetapkan oleh Menteri Perhubungan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan tatacara yang berlaku untuk pesawat udara sipil dan kapal laut.

(3) Barang Modal Bukan Baru pada Pos Tarif/HS 8901, 8902, 8903, 8904, dan 8905 yang berusia lebih dari 20 tahun harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Pasal 10

(1) Dalam rangka pengembangan ekspor dan investasi, kegiatan relokasi industri (bedol pabrik), pembangunan infrastruktur, dan untuk tujuan ekspor, Barang Modal Bukan Baru yang tidak termasuk dalam Lampiran Peraturan Menteri ini dapat diberikan persetujuan impor oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

(2) Untuk memperoleh persetujuan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), serta mendapatkan rekomendasi dari instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

(1) Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang diimpor ke Kawasan Berikat dikecualikan dari ketentuan mengenai persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan ketentuan mengenai pemeriksaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

(2) Barang Modal Bukan Baru asal impor yang telah digunakan di Kawasan Berikat selama lebih dari 2 (dua) tahun dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan kepada perusahaan lain di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean.

(3) Barang Modal Bukan Baru yang dipindahtangankan atau diperjualbelikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):

(4) Pemindahtanganan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui Berita Acara yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Kawasan Berikat dan Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal.

(5) Jika hasil pemeriksaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dan huruf b, pelaksanaan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12

(1) Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang termasuk dalam Pos Tarif/HS 8471.41.10.00 dan 8531.20.00.00 hanya dapat diimpor ke dalam Kawasan Berikat.

(2) Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(3) Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diimpor oleh Perusahaan Rekondisi yang telah mendapatkan persetujuan impor dari Direktur.

(4) Untuk mendapatkan persetujuan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perusahaan Rekondisi harus mengajukan permohonan persetujuan impor secara tertulis kepada Direktur dengan melampirkan persyaratan:

(5) Impor Barang Modal Bukan Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah mendapat persetujuan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan pemeriksaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 13

Barang Modal Bukan Baru asal impor yang telah direkondisi atau diremanufaktur dan akan dipindahtangankan atau diperjualbelikan wajib mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

(1) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang melanggar ketentuan Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi:

(2) Surveyor yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dikenakan sanksi pencabutan penetapan sebagai pelaksana pemeriksaan teknis impor Barang Modal Bukan Baru.

Pasal 15

(1) Persetujuan impor yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58/M-DAG/PER/12/2010 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru dinyatakan tetap berlaku sampai berakhir masa berlakunya.

(2) Jika Barang Modal Bukan Baru yang diimpor berdasarkan persetujuan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum sampai pada saat persetujuan impor berakhir, maka pelaksanaan impornya dapat dilakukan sampai dengan tanggal 28 Februari 2012 dengan persyaratan:

(3) Ketentuan mengenai penerbitan persetujuan impor Barang Modal Bukan Baru yang dilimpahkan kepada Badan Pengusahaan Kawasan Batam, Badan Pengusahaan Kawasan Bintan, dan Badan Pengusahaan Kawasan Karimun sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2009, dinyatakan tetap berlaku dan pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Menteri ini.

Pasal 16

Pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan evaluasi setiap 6 (enam) bulan.

Pasal 17

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2013.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2011
MENTERI PERDAGANGAN,
ttd
GITA IRAWAN WIRJAWAN