Teks tidak dalam format asli.
Kembali



LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 127, 1999(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3864)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 66 TAHUN 1999
TENTANG
PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGANGKATAN
SERTA PEMBERHENTIAN ANGGOTA
KOMISI PEMERIKSA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:     bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (4) Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa.

Mengingat:     1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaga Negara Tahun 1999 Tahun Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851;

MEMUTUSKAN


Menetapkan:   PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGANGKATAN SERTA PEMBERHENTIAN ANGGOTA KOMISI PEMERIKSA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Anggota Komisi Pemeriksa adalah Anggota Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
2. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabannya meliputi bidang pengawasan aparatur negara.
3. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

BAB II
PENGANGKATAN
ANGGOTA KOMISI PEMERIKSA

Pasal 2
(1) Pengangkatan anggota Komisi Pemeriksa ditetapkan dengan Keputusan Presiden selaku Kepala Negara.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Komisi Pemeriksa, seorang calon sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 75 (tujuh puluh lima) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; dan
f. mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan keahlian di bidang tertentu sesuai dengan Sub Komisi yang ditetapkan untuk pengangkatan yang bersangkutan.

Pasal 3
(1) Calon anggota Komisi Pemeriksaan dihimpun dan unsur Pemerintah dan masyarakat.
(2) Dalam menghimpun calon anggota Komisi Pemeriksa yang berasal dari unsur Pemerintah, Menteri melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
(3) Dalam menghimpun calon anggota Komisi Pemeriksa yang berasal dari unsur masyarakat, Menteri melakukan kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan atau lembaga swadaya masyarakat.
(4) Menteri menyusun daftar nama calon anggota Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

Pasal 4
(1) Calon Angoota Komisi Pemeriksaan yang telah dihimpun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), diajukan oleh Menteri kepada Presiden sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang.
(2) Calon Anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas 25 (dua mpuluh lima) orang berasal dari unsur pemerintah dan 25 (dua puluh lima) orang berasal dari unsur masyarakat.
(3) Calon anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk memperoleh persetujuan.

Pasal 5
(1) Presiden selaku Kepala Negara setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat mengangkat sekurang-kurangnya 20 (dua puluh lima) orang dan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) sebagai anggota Komisi Pemeriksa.
(2) Anggota Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari unsur Pemerintah dan unsur masyarakat yang terbagi secara berimbang.

Pasal 6
Anggota Komisi Pemeriksa yang berasal dari unsur Pemerintah dibebastugaskan sementara dari jabatan organiknya selama menjadi Anggota Komisi Pemeriksa, tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.

BAB II
MASA JABATAN
ANGGOTA KOMISI PEMERIKSA

Pasal 7
Masa jabatan anggota Komisi Pemeriksa adalah selama 5 (lima) tahun dan setelah terakhir masa jabatannya dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) masa jabatan.

BAB VI
PEMBERHENTIAN
ANGGOTA KOMISI

Pasal 8
Anggota Komisi Pemeriksa dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormt.

Pasal 9
Anggota Komisi Pemeriksa diberhentikan dengan hormat apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri dengan mengajukan permintaan secara tertulis kepada Presiden melalui Ketua Komisi Pemeriksa;
c. tidak legal memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, b, c, dan d;
d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah negara Republik Indonesia; atau
e. masa jabatan berakhir.

Pasal 10
Anggota Komisi Pemeriksa diberhentikan tidak dengan hormat apabila:
a. dijatuhi pidana penjara karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. terus menerus selama 60 (enam puluh) hari kerja melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas atau pekerjaan tanpa alasan yang sah, atau
c. melanggar sumpah atau janji.

BAB V
PENGGANTIAN ANGGOTA
KOMISI PEMERIKSA ANTAR WAKTU

Pasal 11
(1) Dalam hal Anggota Komisi Pemeriksa berhenti dengan hormat atau diberhentikan tidak dengan hormat sebelum masa jabatannya berakhir, maka kekosongan jabatan tersebut harus diisi dengan anggota pengganti antar waktu;
(2) Anggota pengganti antar waktu diambil dari calon Anggota Komisi Pemeriksa yang terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).

Pasal 12
Pengangkatan anggota pengganti antar waktu ditetapkan Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

BAB VI
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
KOMISI PEMERIKSA DI DAERAH

Pasal 13
(1) Ketentuan mengenai persyaratan pengangkatan anggota Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), berlaku juga bagi pengangkatan Komisi Pemeriksa di Daerah.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan pemberhentian anggota Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10, berlaku juga bagi pemberhentian Komisi Pemeriksaan di Daerah.
(3) Calon Anggota Komisi Pemeriksa di Daerah dihimpun oleh Ketua Komisi Pemeriksa dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 20 Nopember 199.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Juli 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Juli 199
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MULADI

TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 3864(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 127)

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 66 TAHUN 1999
TENTANG
PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGANGKATAN
SERTA PEMBERHENTIAN ANGGOTA
KOMISI PEMERIKSA

I. UMUM

Dalam Pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, diperintahkan bahwa untuk menghindarkan praktek-praktek korupsi, dan Nepotisme seorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya, harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat. Selain itu, ditentukan juga bahwa pemeriksaan atas kekayaan tersebut dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk olej Kepala Negara yang keanggotaannya terdiri dari pemerintah dan masyarakat.
Dalam pasal 14 ayat (4) Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sebagai pelaksanaan Ketetapan MPR tersebut, memerintahkan lebih lanjut Peraturan Pemerintah untuk mengatur mengenai Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa.
Peraturan Pemerintah tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa ini, dimaksud untuk menentukan syarat-syarat menjadi anggota Komisi Pemeriksa dan ketentuan mengenai pemberhentian sebagai anggota Komisi Pemeriksa. Secara mendasar, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum anggota Komisi Pemeriksa mengenai pengangkatan, pemberhentian, dan masa jabatannya berkaitan dengan kewenangannya untuk memeriksa harta kekayaan pejabat negara sebagai penyelenggara negara, baik sebelum, selama, maupun setelah menduduki jabatan. Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk menghindari perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme, sehingga diharapkan dapat tercipta penyelenggara negara yang bersih dan bebas dan korupsi, kolusim dan nepotisme.
Komisi Pemeriksa yang diberi tugas untuk memeriksa harta kekayaan pejabat negara bersifat independen yang keanggotaanya berasal dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat sehingga dapat tercipta pembangunan pemeriksaan (check and balanca)
Ruang lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi:
a. syarat-syarat yang harus dipenuhi calon Anggota Komisi Pemeriksa;
b. pengangkatan Anggota Komisi Pemeriksa;
c. masa jabatan Anggota Komisi Pemeriksa;
d. pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa;
e. penggantian Anggota Komisi Pemeriksa antar waktu; dan
f. pengangkatan dan pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa di daerah.
Pengangkatan anggota Komisi Pemeriksa dilakukan oleh Presiden selaku Kepala Negara setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, mengingat Komisi Pemeriksa bersifat independen. Calon anggota Komisi Pemeriksa perlu terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebelum ditetapkan pengangkatannya oleh Presiden, agar tercipta asas keterbukaan dan rakyat dapat turut berperan serta dalam menentukan pengangkatan Anggota Komisi Pemeriksa.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Mengingat Komisi Pemeriksa merupakan lembaga independen, maka pengangkatan anggota Komisi Pemeriksa tidaklah dilakukan oleh Presiden selaku Kepala Pemerintahan melainkan oleh Presiden selaku Kepala Negara. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga independensi anggota Komisi Pemeriksa dalam menjalankan tugasnya.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Calon yang diajukan sebanyak 2 (dua) kali lipat jumlah anggota yang ditetapkan dimaksudkan agar dalam penetapan anggota dapat dilakukan pembanding secara proporsional.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Diperlukan adanya persetujuan dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, agar benar-benar tampak independen dan Komisi Pemeriksa.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "jumlah berimbang"adalah jumlah anggota yang sebanding antara anggota dari unsur Pemerintah dan anggota dari unsur masyarakat.

Pasal 6
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perangkap jabatan yang dapat mempengaruhi tugas dan fungsi Komisi Pemeriksa.

Pasal 7
Pembatasan masa jabatan dimaksudkan untuk selalu mengadakan penyelenggara dalam Keanggotaan Komisi Pemeriksa.

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Pengisian anggota pengganti antarwaktu sangat diperlukan, agar tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan Komisi Pemeriksa yang sangat penting tersebut.

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Pengangkatan Komisi Pemeriksa di Daerah dimaksudkan untuk membantu Komisi Pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya di Derah, sehingga tugas dari Komisi Pemeriksa Pusat tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien, karena tidak selalu harus meninjau sendiri ke daearh.

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas.

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali