Teks tidak dalam format asli.
Kembali

dicabut: PP 78-2007


LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 233, 2000OTONOMI.Pemerintahan.Pemerintah Daerah.Pembentukan.Penghapusan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4036)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 129 TAHUN 2000
TENTANG
PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN,
PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah;
b. bahwa sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat dihapus dan digabung dengan Daerah lain, dan sesuai dengan perkembangan Daerah, Daerah Otonom dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu Daerah;
c. bahwa untuk menetapkan syarat-syarat dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b sesuai ketentuan yang berlaku perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat:     1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:   PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHA-PUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pembentukan Daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4. Pemekaran Daerah adalah pemecahan Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota menjadi lebih dari satu Daerah.
5. Penghapusan Daerah adalah pencabutan status sebagai Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
6. Penggabungan Daerah adalah penyatuan Daerah yang dihapus kepada Daerah lain.
7. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah adalah forum konsultasi Otonomi Daerah di tingkat Pusat yang bertanggung jawab kepada Presiden.

BAB II
TUJUAN

Pasal 2
Pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui:
a. peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
b. percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi;
c. percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;
d. percepatan pengelolaan potensi daerah;
e. peningkatan keamanan dan ketertiban;
f. peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah.

BAB III
SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN DAERAH

Pasal 3
Daerah dibentuk berdasarkan syarat-syarat sebagai berikut:
a. kemampuan ekonomi;
b. potensi daerah;
c. sosial budaya;
d. sosial politik;
e. jumlah penduduk;
f. luas daerah;
g. pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.

Pasal 4
Kemampuan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan cerminan hasil kegiatan usaha perekonomian yang berlangsung di suatu Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota yang dapat diukur dari:
a. produk domestik regional bruto (PDRB);
b. penerimaan daerah sendiri.

Pasal 5
Potensi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, merupakan cerminan tersedianya sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari:
a. lembaga keuangan;
b. sarana ekonomi;
c. sarana pendidikan;
d. sarana kesehatan;
e. sarana transportasi dan komunikasi;
f. sarana pariwisata;
g. ketenagakerjaan.

Pasal 6
Sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial budaya masyarakat yang dapat diukur dari:
a. tempat peribadatan;
b. tempat/kegiatan institusi sosial dan budaya;
c. sarana olah raga.

Pasal 7
Sosial politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, merupakan cerminan kondisi sosial politik masyarakat yang dapat diukur dari:
a. partisipasi masyarakat dalam berpolitik;
b. organisasi kemasyarakatan.

Pasal 8
Jumlah penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, merupakan jumlah tertentu penduduk suatu Daerah.

Pasal 9
Luas daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, merupakan luas tertentu suatu daerah.

Pasal 10
Pertimbangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, merupakan pertimbangan untuk terselenggaranya Otonomi Daerah yang dapat diukur dari:
a. keamanan dan ketertiban;
b. ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan;
c. rentang kendali;
d. Propinsi yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) Kabupaten dan atau Kota;
e. Kabupaten yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan;
f. Kota yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan.

Pasal 11
Cara pengukuran dan penilaian persyaratan pembentukan Daerah, dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 12
Usul pembentukan Daerah yang sudah memenuhi persyaratan dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB IV
KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN,
DAN PENGGABUNGAN DAERAH

Pasal 13
(1) Pemekaran Daerah dapat dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. kemampuan ekonomi;
b. potensi daerah;
c. sosial budaya;
d. sosial politik;
e. jumlah penduduk;
f. luas daerah;
g. pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.
(2) Cara pengukuran dan penilaian kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan cara pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 12.

Pasal 14
(1) Penghapusan Daerah dilakukan apabila Daerah tidak mampu melaksanakan Otonomi Daerahnya.
(2) Daerah yang dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digabungkan dengan Daerah lain.
(3) Penghapusan dan penggabungan daerah mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
a. kemampuan ekonomi;
b. potensi daerah;
c. sosial budaya;
d. sosial politik;
e. jumlah penduduk.

Pasal 15
Cara pengukuran dan penilaian penghapusan dan penggabungan Daerah dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.

BAB V
PROSEDUR PEMBENTUKAN, PEMEKARAN,
PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

Pasal 16
(1) Prosedur Pembentukan Daerah sebagai berikut:
a. ada kemauan politik dari Pemerintah Daerah dan masyarakat yang bersangkutan;
b. pembentukan Daerah harus didukung oleh penelitian awal yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah;
c. usul pembentukan Propinsi disampaikan kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah Propinsi dimaksud, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;
d. usul pembentukan Kabupaten/Kota disampaikan kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota serta persetujuan DPRD Propinsi, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;
e. dengan memperhatikan usulan Gubernur, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan Tim untuk melakukan observasi ke Daerah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
f. berdasarkan rekomendasi pada huruf e, Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah meminta tanggapan para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim Teknis Sekretariat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ke Daerah untuk melakukan penelitian lebih lanjut;
g. para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan saran dan pendapat secara tertulis kepada Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
h. berdasarkan saran dan pendapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, usul pembentukan suatu daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
i. apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah menyetujui usul pembentukan Daerah, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengajukan usul pembentukan Daerah tersebut beserta Rancangan Undang-undang Pembentukan Daerah kepada Presiden;
j. apabila Presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang-undang pembentukan Daerah disampaikan kepada DPR-RI untuk mendapat persetujuan.
(2) Prosedur pemekaran Daerah sama dengan prosedur pemben-tukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 17
(1) Prosedur Penghapusan dan Penggabungan Daerah:
a. usul penghapusan dan penggabungan Daerah Propinsi disampaikan oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD Propinsi kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
b. usul penghapusan dan penggabungan Daerah Kabupaten/Kota disampaikan oleh Bupati/Walikota melalui Gubernur kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
c. sebelum suatu Daerah dihapus, masyarakat daerah tersebut diminta pendapatnya untuk bergabung dengan Daerah yang berdampingan dan yang diinginkan yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;
d. Daerah yang akan menerima penggabungan Daerah yang dihapus, Kepala Daerah dan DPRD membuat keputusan mengenai penerimaan Daerah yang dihapus ke dalam Daerahnya;
e. dengan memperhatikan usulan Gubernur, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan Tim untuk melakukan observasi ke daerah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
f. berdasarkan rekomendasi pada huruf e, Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah meminta tanggapan para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim Teknis Sekretariat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ke Daerah untuk melakukan penelitian lebih lanjut;
g. para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan saran dan pendapat secara tertulis kepada Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
h. berdasarkan saran dan pendapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, usul penghapusan dan penggabungan Daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
i. apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah menyetujui usul penghapusan dan penggabungan Daerah, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengajukan usul penghapusan dan penggabungan Daerah tersebut beserta Rancangan Undang-undang Penghapusan dan Penggabungan Daerah kepada Presiden;
j. apabila Presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan dan Penggabungan Daerah disampaikan kepada DPR-RI untuk mendapatkan persetujuan.
(2) Pemerintah atas inisiatif sendiri, berdasarkan hasil penelitian, menyarankan agar suatu Daerah dihapus dan digabungkan ke dalam wilayah Daerah lainnya.

BAB VI
PEMBIAYAAN

Pasal 18
(1) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentuk-an Propinsi yang baru dibentuk, pembiayaan yang diperlukan pada tahun pertama sebelum dapat disusun APBD Propinsi yang baru dibentuk, dibebankan kepada APBD Propinsi induk, berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari Propinsi yangbaru dibentuk, APBD Kabupaten/Kota yang masuk dalam wilayah Propinsi yang baru dibentuk dan dapat dibantu melalui APBN.
(2) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentuk-an Kabupaten/Kota yang baru dibentuk, pembiayaan yang diperlukan pada tahun pertama sebelum dapat disusun APBD Kabupaten/Kota yang baru dibentuk, dibebankan kepada APBD Kabupaten/Kota induk, berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari Kabupaten/Kota yang baru dibentuk.
(3) Segala biaya yang berhubungan dengan penghapusan dan penggabungan Daerah dibebankan pada APBN.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 19
Untuk melakukan evaluasi tingkat kemampuan Daerah dalam penyelenggaraan otonominya, Daerah setiap tahun harus menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10 huruf a, b, dan c kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DJOHAN EFFENDI


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 4036(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 233)

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 129 TAHUN 2000
TENTANG
PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN,
DAN PENGGABUNGAN DAERAH

I. UMUM.

Pembagian wilayah administrasi pemerintahan di Indonesia berdasarkan pada Pasal 18 UUD 1945 dan Penjelasannya yang menegaskan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Propinsi dan daerah Propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom atau bersifat administratif belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-undang. Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pembagian Daerah di Indonesia adalah Daerah Propinsi yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi serta Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi. Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pembentukan suatu Daerah Otonom baru, dimungkinkan dengan memekarkan Daerah dan harus memenuhi syarat-syarat kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah. Dengan demikian jelas bahwa usul pembentukan suatu Daerah tidak dapat diproses apabila hanya memenuhi sebagian syarat saja, seperti halnya sebagian besar dari usul-usul pembentukan Daerah sebelumnya hanya didasarkan pada pertimbangan faktor politis atau faktor sejarah saja. Pembentukan Daerah harus bermanfaat bagi pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan Daerah pada khususnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang secara tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan pendapatan Daerah. Di samping itu pembentukan Daerah juga mengandung arti bahwa Daerah tersebut harus mampu melaksanakan Otonomi Daerahnya sesuai dengan kondisi, potensi, kebutuhan dan kemampuan Daerah yang bersangkutan.
Pembentukan suatu Daerah Otonom baru, tidak boleh mengakibatkan Daerah induk tidak mampu lagi melaksanakan Otonomi Daerahnya. Dengan demikian baik Daerah yang dibentuk maupun Daerah yang dimekarkan atau Daerah Induk secara sendiri-sendiri dapat melaksanakan Otonomi Daerahnya sesuai ketentuan yang berlaku.
Begitu juga bagi Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dapat dihapus apabila Daerah-daerah tersebut berdasarkan hasil penelitian tidak mampu melaksanakan Otonominya. Daerah yang dihapus digabungkan ke dalam satu atau beberapa Daerah yang berdampingan yang diinginkan dari Daerah yang dihapus tersebut. Penghapusan dan penggabungan suatu Daerah ditetapkan dengan Undang-undang.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan penerimaan daerah sendiri adalah penerimaan Daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam.

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Cukup jelas

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Yang dimaksud dengan jumlah tertentu penduduk suatu Daerah adalah besaran jumlah penduduk suatu Daerah yang telah memenuhi syarat sesuai dengan pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 9
Yang dimaksud dengan luas tertentu suatu Daerah adalah besaran luas suatu Daerah yang telah memenuhi syarat sesuai dengan pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cara pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah yaitu dengan memberikan bobot terhadap syarat-syarat pembentukan Daerah, dan menetapkan indikator, serta sub indikator. Pada setiap indikator dan sub indikator diberi nilai atau skor untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu Daerah dibentuk.

Pasal 12
Pembentukan Daerah sudah memenuhi syarat apabila usul pembentukan Daerah setelah diadakan penelitian ternyata skor penilaiannya telah memenuhi ketentuan untuk dapat dibentuknya suatu Daerah.
Pembentukan Daerah tidak memenuhi syarat apabila usul pembentukan Daerah setelah diadakan penelitian ternyata skor penilaiannya tidak memenuhi syarat sesuai dengan skor untuk dapat dibentuknya suatu Daerah.

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Sebelum suatu Daerah dihapus, kepada Daerah diberi kesempatan paling lama 5 (lima) tahun sejak penilaian untuk memperbaiki kinerja dan mengembangkan potensi yang ada. Apabila setelah jangka waktu tersebut ternyata Daerah masih tidak mampu melaksanakan Otonominya, Daerah dimaksud dapat dihapus.
Ayat (2)
Propinsi yang dihapus sebagai Daerah, wilayahnya digabungkan ke dalam satu atau beberapa Propinsi yang berdampingan dan yang diinginkan dengan Propinsi yang dihapus.
Kabupaten yang dihapus sebagai Daerah, wilayahnya digabungkan ke dalam satu atau beberapa Kabupaten yang berdampingan dan yang diinginkan dari Kabupaten yang dihapus, dalam satu Propinsi.
Kota yang dihapus sebagai Daerah, wilayahnya digabungkan ke dalam satu atau beberapa Kabupaten atau Kota yang berdampingan dan yang diinginkan atau tetangga dari Kota yang dihapus, dalam satu Propinsi.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kemauan politik dari Pemerintah Daerah dan masyarakat adalah adanya pernyataan-pernyataan masyarakat melalui LSM-LSM, organisasi-organisasi politik dan lain-lain, pernyataan Gubernur, Bupati/Walikota yang bersangkutan, yang selanjutnya dituangkan secara resmi dalam bentuk persetujuan tertulis baik melalui Kepala Daerah dan DPRD yang bersangkutan.
Huruf b
Dalam melaksanakan penelitian awal, Pemerintah Daerah dapat bekerja-sama dengan pihak manapun yang dapat mendukung pembentukan Daerah dimaksud.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, menyarankan kepada Kepala Daerah dan DPRD yang bersangkutan agar Daerah tersebut diusulkan untuk dihapus.

Pasal 18
Ayat (1)
Bantuan APBN kepada Propinsi yang baru dibentuk disesuaikan dengan kondisi keuangan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 129 TAHUN 2000
TANGGAL 13 Desember 2000


CARA PENILAIAN PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH

I. PERSYARATAN/KRITERIA, INDIKATOR, DAN SUB INDIKATOR

1. Pembentukan, Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah Otonom memerlukan penilaian dengan menggunakan Indikator tersedia.
2. Indikator tersedia terdiri dari 7 kriteria/syarat dengan 19 indikator dan 43 sub indikator, sub indikator dan indikator tersedia adalah seperti pada Tabel 1.
3. Indikator tersedia dikumpulkan dari sumber data Pemerintah Daerah dan instansi terkait dengan menggunakan daftar pertanyaan sesuai dengan indikator/sub indikator pada Tabel 1.

TABEL 1 : INDIKATOR TERSEDIA
--------------------------------------------------------------------------
No. Syarat/kriteria         Indikator                 Sub Indikator
--------------------------------------------------------------------------
1.  Kemampuan Ekonomi    1.  Produk Domestik      1. PDRB perkapita
                             Regional Bruto       2. Pertumbuhan Ekonomi
                             (PDRB)               3. Kontribusi PDRB terhadap
                                                     PDRB total
--------------------------------------------------------------------------
                         2. Penerimaan Daerah     4. Rasio penerimaan Daerah
                            sendiri                  Sendiri terhadap Pengeluaran Rutin
                                                  5. Rasio Penerimaan Daerah
                                                     Sendiri terhadap PDRB
--------------------------------------------------------------------------
2. Potensi Daerah        3. Lembaga Keuangan      6. Rasio Bank per 10.000 penduduk
                                                  7. Rasio bukan Bank per 10.000 penduduk
--------------------------------------------------------------------------
                         4. Sarana dan prasa-     8. Rasio Kelompok pertokoan per 10.000 penduduk
                            rana Ekonomi          9. Rasio Pasar per 10.000 penduduk
                         5. Sarana Pendidikan    10. Rasio sekolah SD perpenduduk usia SD
                                                 11. Rasio sekolah SLTP per
                                                     penduduk usia SLTP
                                                 12. Rasio sekolah SLTA per
                                                     penduduk usia SLTA
--------------------------------------------------------------------------
                         6. Sarana kesehatan     13. Rasio penduduk usia
                                                     Perguruan Tinggi per
                                                     penduduk 19 tahun ke atas.
                                                 14. Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk
                                                 15. Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk
--------------------------------------------------------------------------
                         7. Sarana transpor-     16. Persentase rumah tangga
                            tasi dan komunikasi      yang mempunyai kendaraan
                                                     bermotor roda 2,3 atau
                                                     perahu atau perahu motor
                                                 17. Persentase rumah tangga
                                                     yang mempunyai kendaraan
                                                     bermotor roda 4 atau
                                                     lebih atau kapal motor
                                                 18. Persentase pelanggan
                                                     telpon terhadap jumlah rumah tangga
--------------------------------------------------------------------------
                                                 19. Persentase pelanggan
                                                     listrik terhadap jumlah rumah tangga
                                                 20. Rasio kantor pos
                                                     termasuk jasa-jasa per 10.000 penduduk
                                                 21. Rasio panjang jalan terhadap jumlah
                                                     kendaraan bermotor
--------------------------------------------------------------------------
                         8. Sarana Pariwisata    22. Jumlah Hotel/Akomodasi
                            lainnya              23. Jumlah Restoran/Rumah Makan
                                                 24. Jumlah Obyek Wisata
--------------------------------------------------------------------------
                         9. Ketenagakerjaan      25. Persentase pekerja yang berpendidikan minimal
                                                     SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas
                                                 26. Tingkat Partisipasi Angkatan kerja
                                                 27. Persentase penduduk yang bekerja
                                                 28. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap penduduk
---------------------------------------------------------------------------
3.    Sosial Budaya      10. Tempat Peribadatan  29. Rasio Sarana Peribadatan
                                                     per 10.000 penduduk
---------------------------------------------------------------------------
                         11. Tempat/Kegiatan     30. Rasio tempat pertunjukan
                             Institusi Sosial        seni per 10.000 penduduk
                                                 31. Rasio panti sosial per 10.000 penduduk
---------------------------------------------------------------------------
                         12. Sarana Olahraga     32. Rasio fasilitas lapangan
                             Olahraga                per 10.000 penduduk
---------------------------------------------------------------------------
4.   Sosial Politik      13. Partisipasi         33. Rasio penduduk yang ikut
                             Masyarakat dalam        pemilu terhadap penduduk
                             Berpolitik              yang mempunyai hak pilih
---------------------------------------------------------------------------
                         14. Organisasi          34. Jumlah Organisasi
                             Kemasyarakatan          Kemasyarakatan
---------------------------------------------------------------------------
5.   Jumlah penduduk     15. Jumlah Penduduk     35. Jumlah Penduduk
---------------------------------------------------------------------------
6.   Luas Daerah         16. Luas Daerah         36. Rasio jumlah penduduk
                                                     urban terhadap jumlah penduduk
                                                 37. Luas wilayah keseluruhan
                                                 38. Luas wilayah efektif
                                                     yang dapat dimanfaatkan
---------------------------------------------------------------------------
7.   Lain-lain           17. Keamanan dan        39. Angka kriminalitas per 10.000 penduduk
                             Ketertiban
---------------------------------------------------------------------------
                         18. Ketersediaan Sarana 40. Rasio gedung yang ada
                             dan Prasarana           terhadap kebutuhan
                             Pemerintahan            minimal gedung pemerintahan
                                                 41. Rasio lahan yang ada
                                                     terhadap kebutuhan
                                                     minimal untuk sarana/
                                                     prasarana pemerintahan
--------------------------------------------------------------------------
                         19. Rentang kendali     42. Rata-rata jarak
                                                     Kecamatan ke pusat
                                                     Pemerintahan (ibukota
                                                     Propinsi/Kabupaten induk)
                                                 43. Rata-rata lama waktu
                                                     perjalanan dari
                                                     Kecamatan ke pusat
                                                     Pemerintahan (ibukota
                                                     Propinsi/Kabupaten Induk)
-------------------------------------------------------------------------
Keterangan : * khusus untuk pembentukan daerah otonom perkotaan.

II. DEFINISI INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR

- Indikator: Suatu parameter atau suatu nilai yang diturunkan dari parameter yang memberikan informasi tentang keadaan dari suatu fenomena/lingkungan/wilayah, dengan signifikansi dari indikator tersebut berhubungan secara langsung dengan nilai parameter. Indikator yang dihitung untuk penyusunan indeks komposit penentuan Daerah Otonom harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) data tersedia, (2) mudah dihitung, (3) relevan, (4) terukur, dan reliabel.
- Potensi Daerah: Potensi fisik dan non fisik dari suatu daerah/wilayah seperti penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya sosial. Untuk keperluan Otonomi Daerah, potensi daerah yang dapat diukur saja (tangible) dimasukkan dalam indikator tersedia.
- PDRB: Jumlah nilai tambah bruto seluruh sektor kegiatan ekonomi yang terjadi/muncul di suatu daerah pada periode tertentu.
- PDRB per kapita: Nilai PDRB atas dasar harga berlaku dibagi jumlah penduduk di suatu daerah.
- Pertumbuhan Ekonomi: Pertumbuhan nilai PDRB atas dasar harga konstan dari suatu periode/tahun terhadap periode/tahun sebelumnya.
- Kontribusi PDRB: Persentase PDRB Kabupaten/Kota terhadap PDRB Propinsi dan atau persentase PDRB Propinsi terhadap PDB nasional.
- Penerimaan daerah sendiri (PDS): Seluruh penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, penerimaan dari sumber daya alam.
- Pengeluaran rutin: Seluruh pengeluaran daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan rutin.
- Bank: Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
- Non Bank: Badan usaha selain Bank, meliputi Asuransi, Pegadaian, dan Koperasi.
- Kelompok Pertokoan: Sejumlah toko yang terdiri dari paling sedikit ada 10 toko dan mengelompok. Dalam satu kelompok pertokoan bangunan fisiknya dapat lebih dari satu.
- Pasar: Prasarana fisik yang khusus dibangun untuk tempat pertemuan antara penjual dan pembeli barang dan jasa, biasanya aktivitasnya rutin dilakukan setiap hari.
- Fasilitas Kesehatan: Tempat pemeriksaan dan perawatan kesehatan, berada di bawah pengawasan dokter/tenaga medis, yang biasanya dilengkapi dengan fasilitas rawat inap, dan klinik.
- Tenaga medis: Dokter, mantri Kesehatan/perawat, dan sejenisnya, tidak termasuk bidan, yang dapat memberikan pengobatan baik yang buka praktek maupun tidak.
- Kendaraan bermotor roda 2, 3: Alat untuk mengangkut orang seperti atau perahu atau perahu motor bemo, bajaj dan motor, perahu/jukung baik yang menggunakan tenaga penggerak motor tempel atau tidak. Perahu motor menggunakan motor penggerak dipasang tidak permanen.
- Kendaraan bermotor roda 4 atau lebih: Alat untuk mengangkut orang seperti lebih/kapal motor mobil, bus/kapal yang menggunakan motor sebagai tenaga penggerak, motor dipasang secara permanen di dalamnya.
- Pelanggan telepon: Rumah tangga yang mempunyai sambungan telpon (yang dimiliki dan dikuasai oleh rumah tangga secara pribadi).
- Pelanggan listrik: Rumah tangga yang menggunakan listrik PLN dan non PLN sebagai alat penerangan rumah.
- Kantor Pos: Tempat pelayanan pengiriman surat kartu pos, pos wesel, warkat pos, paket dari satu tempat ke tempat lain.
- Hotel/Akomodasi lainnya: Bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. Termasuk di dalamnya Motel/Hostel/Losmen/Penginapan.
- Restoran/Rumah Makan: Perusahaan/usaha berbadan hukum yang menyajikan, dan menjual makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan permanen, dilengkapi peralatan dan perlengkapan proses pembuatan, penyimpanan dan penyajian. Proses pembuatan dari bahan baku menjadi bahan jadi dilakukan di tempat usahanya.
- Obyek wisata: Tempat rekreasi yang mempunyai daya tarik secara alamiah maupun buatan manusia yang memberikan penerimaan baik langsung maupun tidak langsung bagi Pemerintah Daerah.
- Angkatan kerja: Penduduk usia 18 tahun ke atas yang terlibat dalam kegiatan ekonomi, yaitu penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan.
- Bukan angkatan kerja: Mereka yang mengurus rumah tangga, sekolah, dan lainnya.
- Sarana Peribadatan: Bangunan yang digunakan sebagai tempat melakukan peribadatan sesuai dengan agama yang dianut.
- Tempat pertunjukan kesenian: Tempat (gedung) yang digunakan untuk melakukan pertunjukan kesenian termasuk di dalamnya galeri.
- Panti Sosial: Tempat penampungan anak yatim piatu (panti asuhan), panti jompo/wreda, dan panti cacat.
- Fasilitas lapangan olah raga: Tempat (fasilitas) yang digunakan untuk melakukan aktivitas olah raga baik di ruangan terbuka maupun ruangan tertutup (seperti lapangan sepak bola, bola voli, bulu tangkis dan kolam renang).
- Penduduk yang ikut Pemilu: Penduduk yang menggunakan hak pilihnya sesuai dengan UU Pemilu.
- Organisasi Kemasyarakatan: Organisasi masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial dan kemasyarakatan.
- Jumlah penduduk: Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di suatu daerah selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap.
- Penduduk urban: Penduduk yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan.
- Luas Daerah/Wilayah Keseluruhan: Luas daratan ditambah luas 4 mil laut dari pantai untuk Kabupaten/Kota atau 4 sampai dengan 12 mil laut dari pantai untuk Propinsi.
- Wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan: Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budi daya di luar kawasan lindung.
- Gedung Pemerintahan: Gedung yang dipakai untuk ativitas pemerintahan.
- Rentang kendali: Rata-rata Kecamatan dalam wilayah calon daerah otonomi ke pusat pemerintahan (ibukota propinsi/Kabupaten induk), dan rata-rata lama waktu perjalanan dari kecamatan dalam wilayah calon daerah otonom ke pusat pemerintahan (ibukota propinsi/kabupaten induk).
III. RUMUS/CARA PENGHITUNGAN SUB INDIKATOR

+---------------------------------------------------------------------------
     Nomor Sub Indikator             Rumus/Cara Penghitungan
+---------------------------------------------------------------------------
1.  PDRB perkapita                   Nilai PDRB atas dasar harga berlaku dibagi
                                     jumlah penduduk
+---------------------------------------------------------------------------
2.  Pertumbuhan ekonomi              (Nilai besaran PDRB atas dasar harga konstans 
                                     tahun ke-t dikurangi nilai PDRB atas dasar harga konstan 
                                     tahun ke t-1 dibagi nilai PDRB atas dasar harga konstan 
                                     tahun ke t-1 dikalikan 100) dikurangi 100.
+--------------------------------------------------------------------------
3.  Kontribusi PDRB terhadap         Nilai PDRB atas dasar harga berlaku
    PDRB total                       suatu daerah dibagi PDRB nasional atas 
                                     dasar harga berlaku dikalikan 100.
+---------------------------------------------------------------------------
4.  Rasio penerimaan daerah sendiri  Jumlah Penerimaan Daerah Sendiri
    terhadap pengeluaran rutin       dibagi jumlah pengeluaran rutin.
+---------------------------------------------------------------------------
5.  Rasio penerimaan sendiri         Jumlah Penerimaan Daerah Sendiri
    terhadap PDRB                    dibagi PDRB.
+---------------------------------------------------------------------------
6.  Rasio Bank per 10.000 penduduk   Jumlah Bank dibagi jumlah penduduk dikali 10.000
+--------------------------------------------------------------------------
7.  Rasio bukan Bank per 10.000      Jumlah bukan Bank dibagi jumlah
    penduduk                         penduduk dikali 10.000.
+---------------------------------------------------------------------------
8.  Rasio kelompok pertokoan/toko    Jumlah kelompok pertokoan/toko
    per 10.000 penduduk              dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
+---------------------------------------------------------------------------
9.  Rasio Pasar per 10.000 penduduk  Jumlah pasar dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
+---------------------------------------------------------------------------
10. Rasio sekolah SD per penduduk    Jumlah sekolah SD dibagi jumlah
    usia SD                          penduduk usia 7-12 tahun.
+---------------------------------------------------------------------------
11. Rasio sekolah SLTP per penduduk  Jumlah sekolah SLTP dibagi jumlah
    usia SLTP                        penduduk usia 13-15 tahun.
+---------------------------------------------------------------------------
12. Rasio sekolah SLTA per penduduk  Jumlah sekolah SLTA dibagi jumlah
    usia SLTA                        penduduk usia 16-18 tahun.
+---------------------------------------------------------------------------
13. Rasio penduduk usia Perguruan    Jumlah penduduk usia 19-24 tahun
    Tinggi per penduduk 19 tahun     dibagi jumlah penduduk usia 19
    ke atas                          tahun ke atas.
+---------------------------------------------------------------------------
14. Rasio fasilitas kesehatan per    Jumlah rumah sakit, rumah sakit
    10.000 penduduk                  bersalin, poliklinik baik negeri maupun
                                     swasta dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
+---------------------------------------------------------------------------
15. Rasio tenaga medis per 10.000    Jumlah dokter, perawat, dan mantri
    penduduk                         kesehatan dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
+---------------------------------------------------------------------------
16. Persentase rumah tangga yang     Jumlah rumah tangga yang mempunyai
    mempunyai kendaraan bermotor     kendaraan bermotor roda 2,3 atau
    roda 2, 3 atau perahu atau       perahu atau perahu motor dibagi
    perahu motor                     dengan jumlah rumah tangga dikali 100.
+---------------------------------------------------------------------------
17. Persentase rumah tangga yang     Jumlah rumah tangga yang mempunyai
    mempunyai kendaraan bermotor     kendaraan bermotor roda 4 atau
    roda 4 atau lebih atau kapal     lebih atau kapal motor dibagi
    motor                            jumlah rumah tangga dikali 100.
+---------------------------------------------------------------------------
18. Persentase pelanggan telpon      Jumlah rumah tangga pelanggan
    terhadap jumlah rumah tangga     telpon dibagi jumlah rumah tangga dikali 100.
+---------------------------------------------------------------------------
19. Persentase pelanggan listrik     Jumlah rumah tangga yang menggunakan
    terhadap jumlah rumah tangga     listrik PLN dan Non PLN dibagi jumlah
                                     rumah tangga dikali 100.
+---------------------------------------------------------------------------
20. Rasio Kantor Pos termasuk jasa-  Jumlah Kantor Pos dan sejenisnya
    jasa per 10.000 penduduk         dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
+---------------------------------------------------------------------------
21. Rasio panjang jalan terhadap     Jumlah panjang jalan dibagi jumlah
    jumlah kendaraan bermotor        kendaraan bermotor.
+---------------------------------------------------------------------------
22. Jumlah Hotel/Akomodasi lainnya   Jumlah hotel/losmen/motel/ hostel/ penginapan lainnya.
+---------------------------------------------------------------------------
23. Jumlah Restoran/Rumah Makan      Jumlah Restoran/Rumah Makan/Warung.
+---------------------------------------------------------------------------
24. Jumlah Obyek Wisata              Jumlah Obyek Wisata.
+---------------------------------------------------------------------------
25. Persentase pekerja yang berpen-  Jumlah pekerja yang berpendidikan
    didikan minimal SLTA terhadap    SLTA/Ke atas dibagi jumlah penduduk
    penduduk usia 18 tahun ke atas   usia 18 tahun dikali 100.
+---------------------------------------------------------------------------
26. Tingkat partisipasi angkatan     Jumlah penduduk yang bekerja dan mencari 
    kerja                            pekerjaan dibagi dengan penduduk usia 18
                                     tahun ke atas dikali 100.
+---------------------------------------------------------------------------
27. Persentase penduduk yang bekerja  Jumlah penduduk yang bekerja dibagi dengan
                                      jumlah angkatan kerja dikali 100.
+---------------------------------------------------------------------------
28. Rasio Pegawai Negeri Sipil       Jumlah PNS Gol I/II/III/IV dibagi
    terhadap 10.000 penduduk         jumlah penduduk dikalikan 10.000
+---------------------------------------------------------------------------
29. Rasio sarana Peribadatan per     Jumlah masjid, gereja, pura, vihara
    10.000 penduduk                  dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
+---------------------------------------------------------------------------
30. Rasio tempat pertunjukan Seni    Jumlah tempat pertunjukan Seni
    per 10.000 penduduk              dibagi jumlah penduduk dikali 10.000
+---------------------------------------------------------------------------
31. Rasio panti sosial per 10.000    Jumlah panti sosial dibagi jumlah
    penduduk                         penduduk dikali 10.000
+---------------------------------------------------------------------------
32. Rasio fasilitas lapangan olah    Jumlah lapangan bulu tangkis, sepak
    raga per 10.000 penduduk         bola, bola volly, dan kolam renang dibagi
                                     jumlah penduduk dikali 10.000.
+---------------------------------------------------------------------------
33. Rasio Penduduk yang ikut Pemilu   Jumlah penduduk usia yang mencoblos
    terhadap Penduduk yang mempunyai  saat pemilu dibagi jumlah penduduk
    hak pilih                         usia 17 tahun ke atas atau sudah kawin.
+---------------------------------------------------------------------------
34. Jumlah Organisasi Kemasyarakatan  Jumlah organisasi kemasyarakatan yang terdaftar.
+---------------------------------------------------------------------------
35. Jumlah Penduduk                   Jumlah penduduk seluruhnya.
+---------------------------------------------------------------------------
36. Rasio jumlah penduduk urban      Jumlah penduduk yang tinggal di
    terhadap jumlah penduduk         daerah perkotaan dibagi jumlah penduduk.
+---------------------------------------------------------------------------
37. Luas wilayah keseluruhan         Jumlah luas daratan ditambah luas lautan.
+---------------------------------------------------------------------------
38. Luas wilayah efektif yang dapat  Jumlah luas wilayah yang dapat
    dimanfaatkan                     digunakan untuk permukiman dan industri.
+---------------------------------------------------------------------------
39. Angka kriminalitas per 10.000    Jumlah korban kriminalitas dibagi
    penduduk                         dengan jumlah penduduk dikali 10.000.
+--------------------------------------------------------------------------
40. Rasio gedung yang ada terhadap   Jumlah gedung yang ada dibagi
    kebutuhan minimal gedung         jumlah gedung yang dibutuhkan.
    pemerintahan
+--------------------------------------------------------------------------
41. Rasio lahan yang ada terhadap    Jumlah lahan yang ada dibagi
    kebutuhan minimal untuk sarana/  dengan kebutuhan lahan minimal
    prasarana pemerintahan           untuk sarana dan prasarana pemerintahan.
+--------------------------------------------------------------------------
42. Rata-rata jarak kecamatan ke     Jumlah jarak dari kecamatan ke
    pusat pemerintahan (ibukota      pusat pemerintahan dibagi jumlah
    Propinsi/Kabupaten induk)        kecamatan.
+--------------------------------------------------------------------------
43. Rata-rata waktu perjalanan dari     Jumlah waktu perjalanan dari
    kecamatan ke pusat pemerintahan     kecamatan ke pusat pemerintahan
    (Ibukota Propinsi/Kabupaten induk)  dibagi jumlah kecamatan.
+--------------------------------------------------------------------------
IV. METODE PENILAIAN

1. Penilaian yang digunakan adalah sistim skoring yang terdiri dari 3 macam metode yaitu: (1) metode A (Metode Rata-rata), (2) Metode B (Metode Distribusi), dan (3) Metode C (Metode Kuota).
2. METODE A (Metode Rata-rata) adalah metode yang membandingkan besaran/nilai tiap daerah terhadap nilai rata-rata keseluruhan daerah. Semakin dekat dengan nilai rata-rata tertimbang keseluruhan daerah induknya semakin besar nilai skornya, yang berarti kesenjangan antar daerah semakin berkurang.
3. METODE B (Metode Distribusi) adalah metode rata-rata yang mempertimbangkan distribusi data. Perhitungan skor dengan metode ini disesuaikan dengan kemencengan dan keruncingan kurva sebaran data.
4. METODE C (Metode Kuota) adalah metode yang menggunakan angka tertentu sebagai kuota penentuan skoring. Metode ini ditetapkan pada data jumlah penduduk dan untuk daerah perkotaan saja, misalnya semakin mendekati 150.000 jiwa semakin tinggi nilai skornya.
5. Metode A digunakan untuk Sub indikator nomor 1, 2 dan 3. Metode B digunakan untuk Sub indikator nomor 4 sampai dengan 34, dan 36 sampai dengan 43. Sedangkan Metode C digunakan untuk Sub indikator nomor 35.
6. Setiap sub indikator mempunyai skor 1 untuk nilai terkecil dan skor 6 untuk nilai terbesar.
7. Pada Metode A skor 5 sampai dengan 6 adalah skor di atas rata-rata, dan skor di bawah rata-rata adalah 1 sampai dengan 4.
8. Pada Metode B skor 4 sampai dengan 6 adalah skor di atas rata-rata, dan skor di bawah rata-rata adalah 1 sampai dengan 3.
9. Pada semua Metode, skor terendah adalah 1.

V. BOBOT UNTUK SETIAP KRITERIA DAN INDIKATOR

1. Setiap kelompok syarat/kriteria mempunyai bobot yang berbeda-beda sesuai dengan perannya dalam pembentukan daerah otonom.
2. Bobot untuk kemampuan ekonomi adalah 25, potensi daerah adalah 20, sosial budaya adalah 10, sosial politik adalah 10, jumlah penduduk adalah 15, luas daerah adalah 15, dan pertimbangan lain-lain adalah 5.
3. Total dari seluruh bobot adalah 100.
4. Skor minimal kelulusan adalah jumlah sub indikator pada setiap kelompok syarat/kriteria dikali skor di atas rata-rata dikali bobot untuk setiap kelompok syarat/kriteria.

VI. KRITERIA KELULUSAN

1. Suatu daerah dikatakan "Lulus" menjadi daerah otonom apabila daerah induk maupun calon daerah yang akan dibentuk mempunyai total skor sama dengan atau lebih besar dari skor minimal kelulusan.
2. Suatu daerah dikatakan "Ditolak" menjadi daerah otonom apabila sebagian besar (lebih dari separuh) skor sub indikator bernilai 1.

VII. PEMBENTUKAN DAN PENGHAPUSAN DAERAH OTONOM

1. Daerah-daerah yang diusulkan untuk dibentuk menjadi daerah otonom harus memenuhi persyaratan bahwa setiap skor sub indikator harus bernilai di atas skor rata-rata yaitu 4 sampai dengan 6.
2. Apabila sampai dengan waktu yang ditentukan tidak dapat memenuhi kriteria di atas skor rata-rata maka daerah tersebut dapat dihapus atau digabung dengan daerah lain.
3. Daerah-daerah yang selama ini sudah otonom, dapat diusulkan untuk dihapus dan digabungkan dengan daerah lain apabila kinerja daerah tersebut tergolong di bawah standar minimal yaitu sebagian besar skor sub indikatornya bernilai 1 (satu).

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali