Teks tidak dalam format asli.
Kembali


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 4607(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 18)

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2006
TENTANG
BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

I. UMUM

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mendukung dan menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran. Pembangunan hukum nasional diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional yang dilakukan dengan pembentukan hukum baru yang dibutuhkan untuk mendukung tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Produk hukum baru tersebut diharapkan mampu mengamankan dan mendukung penyelenggaraan politik luar negeri yang bebas aktif untuk mewujudkan tatanan baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama perkembangan transportasi, komunikasi, dan informasi mengakibatkan satu negara dengan negara lain seakan-akan tanpa batas sehingga perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain dilakukan dengan mudah dan cepat. Hal ini mengakibatkan pula perkembangan kejahatan dan modus operandinya semakin canggih sehingga penanggulangannya diperlukan kerja sama antara negara yang satu dengan negara yang lain.
Kerja sama antarnegara diperlukan untuk mempermudah penanganan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas suatu masalah pidana yang timbul baik di Negara Peminta maupun Negara Diminta.
Untuk memberikan dasar hukum yang kuat mengenai kerja sama antarnegara dalam bentuk bantuan timbal balik dalam masalah pidana diperlukan perangkat hukum yang dapat dijadikan pedoman bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk membuat perjanjian dan melaksanakan permintaan bantuan kerja sama dari negara asing. Perangkat hukum tersebut berupa undang-undang yang mengatur beberapa asas atau prinsip, prosedur dan persyaratan permintaan bantuan, serta proses hukum acaranya.
Asas atau prinsip bantuan timbal balik dalam masalah pidana dalam Undang-Undang ini adalah didasarkan pada ketentuan hukum acara pidana, perjanjian antarnegara yang dibuat, dan konvensi dan kebiasaan internasional. Bantuan timbal balik dalam masalah pidana dapat dilakukan berdasarkan suatu perjanjian dan jika belum ada perjanjian maka bantuan dapat dilakukan atas dasar hubungan baik.
Undang-Undang ini tidak memberikan wewenang untuk mengadakan ekstradisi atau penyerahan orang, penangkapan atau penahanan dengan maksud untuk ekstradisi atau penyerahan orang, pengalihan narapidana, atau pengalihan perkara.
Undang-Undang ini mengatur secara rinci mengenai permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dari Pemerintah Republik Indonesia kepada Negara Diminta dan sebaliknya yang antara lain menyangkut pengajuan permintaaan bantuan, persyaratan permintaan, bantuan untuk mencari atau mengindentifikasi orang, bantuan untuk mendapatkan alat bukti, dan bantuan untuk mengupayakan kehadiran orang.
Undang-Undang ini juga memberikan dasar hukum bagi Menteri yang bertanggung jawab di bidang hukum dan hak asasi manusia sebagai pejabat pemegang otoritas (Central Authority) yang berperan sebagai koordinator dalam pengajuan permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana kepada negara asing maupun penanganan permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dari negara asing.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Yang dimaksud dengan "Bantuan lain" dalam ketentuan ini termasuk tukar menukar informasi yang berkenaan dengan pembuktian.

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "hubungan baik" dalam ketentuan ini adalah hubungan bersahabat dengan berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan kepada prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku.

Pasal 6
Huruf a
Angka 1
Yang dimaksud dengan "tindak pidana politik" dalam ketentuan ini adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang hukum pidana.
Angka 2
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tidak dapat dituntut" dalam ketentuan ini adalah berkaitan dengan perbuatan seseorang yang dijadikan dasar permintaan oleh Negara Peminta, namun perbuatan tersebut tidak diklasifikasikan atau dikecualikan dari perbuatan pidana.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Dalam hal tidak melalui saluran diplomatik perlu dilakukan koordinasi dengan instansi terkait.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemblokiran" dalam ketentuan ini juga dikenal sebagai freezing atau restrain.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "penggeledahan" dalam ketentuan ini juga dikenal sebagai search.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "penyitaan" dalam ketentuan ini juga dikenal sebagai seizure.
Huruf d
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kapolri, Jaksa Agung, atau ketua pengadilan dapat meminta informasi tambahan dari negara asing melalui Menteri.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam menjalankan tugas, Kapolri atau Jaksa Agung dapat memerintahkan pejabat yang ditunjuk di lingkungannya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 33
Cukup jelas

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dalam ketentuan ini pengawalan dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37
Cukup jelas

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Cukup jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "penyitaan" termasuk pemblokiran (freezing atau restrain).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 42
Cukup jelas

Pasal 43
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "penyitaan" adalah termasuk juga penyitaan atas bukti kepemilikan atau surat-surat yang berkaitan dengan barang, benda atau harta kekayaan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48
Cukup jelas

Pasal 49
Cukup jelas

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "putusan" adalah putusan pengadilan yang bersifat final.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Dalam hal pengadilan negeri menolak keberatan atau perlawanan pihak yang dirugikan, pihak yang bersangkutan dapat melakukan upaya hukum sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 53
Cukup jelas

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penetapan baru" adalah penetapan susulan terhadap penetapan terdahulu.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "penetapan baru" adalah penetapan yang mencabut penetapan terdahulu dan mengeluarkan penetapan baru.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "penetapan baru" adalah penetapan yang mencabut penetapan terdahulu.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 55
Cukup jelas

Pasal 56
Cukup jelas

Pasal 57
Pembagian hasil atas perampasan harta kekayaan disetor dalam kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Pasal 58
Cukup jelas

Pasal 59
Cukup jelas

Pasal 60
Cukup jelas

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali