TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1989
TENTANG
PATENUMUM
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara ditegaskan bahwa sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Adapun titik beratnya, adalah pembangunan bidang ekonomi dengan sasaran utama terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang di mana terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh.
Landasan serupa itu telah diupayakan secara terus-menerus dan bertahap oleh bangsa Indonesia sejak Repelita pertama. Melalui tahapan Repelita demi Repelita tersebut, bangsa Indonesia pada saat ini telah sampai pada tahap yang sangat penting yaitu mewujudkan struktur ekonomi dengan titik berat kekuatan industri yang didukung oleh bidang pertanian yang kuat. Dengan struktur ekonomi seperti ini, dalam tahap pembangunan lima tahun selanjutnya bangsa Indonesia dapat memasuki era tinggal landas untuk lebih memacu pembangunan atas dasar kekuatan sendiri guna mewujudkan tujuan pembangunan Nasional.
Dengan memperhatikan arah dan sasaran pembangunan sebagaimana disebut diatas, khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk membangun kekuatan industri, faktor yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan akan teknologi. Faktor ini penting, karena pada dasarnya merupakan salah satu kunci yang sifatnya menentukan kehidupan industri. Bahkan lebih dari itu teknologi adalah faktor penentu dalam pertumbuhan dan perkembangan industri. Apakah teknologi itu berasal dari Negara lain, ataukah hasil penemuan dan pengembangan bangsa Indonesia sendiri, memiliki arti yang sama pentingnya.
Sebagai ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri, teknologi lahir dari kegiatan penelitian dan pengembangan.
Kegiatan tersebut dapat saja berlangsung dalam bentuk dan cara yang lebih pelik dan memakan waktu, melalui lembaga penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D). Teknologi yang dihasilkan dari kegiatan itupun beraneka ragam sesuai dengan jenis dan kemanfaatannya. Dari segi nilai, kegiatan penemuan teknologi dan pengembangannya, selalu melibatkan tenaga dan pikiran, waktu dan juga biaya yang biasanya sangat besar jumlahnya. Tetapi bagaimanapun bentuk, cara penemuan, waktu dan biaya yang tersangkut dalam kegiatan tersebut, teknologi tetap memiliki arti dan peran yang khusus dalam industri.
Dengan teknologi itu pula, segi teknis dan ekonomis suatu produk industri akan dipengaruhi atau ditentukan nilainya di pasar. Dengan pemanfaatan teknologi, akan makin memperkuat daya saing suatu produk industri.
Dengan memperhatikan arti dan peran teknologi yang begitu penting dalam industri, maka tidaklah mungkin bilamana pencapaian sasaran pembangunan industri nasional dapay dilakukan dengan mengabaikan teknologi. Oleh sebab itu, langkah untuk menciptakan iklim atau suasana yang baik dan mampu mendorong gairah atau semangat penemuan teknologi, menjadi sangat penting. Setidaknya, iklim yang lebih memungkinkan bangsa Indonesia untuk mengetahui dan meningkatkan kemampuan dalam menguasai teknologi. Bersamaan dengan langkah untuk mewujudkan iklim atau suasana seperti itu, langkah tersebut sekaligus harus pula memberikan perlindungan hukum yang memadai.
Teknologi pada dasarnya lahir dari karsa intelektual, sebagai karya intelektual manusia. Karena kelahirannya telah melibatkan tenaga, waktu dan biaya-berapapun besarnya-, maka teknologi memiliki nilai atau manfaat ekonomi. Oleh sebab itu, adalah wajar bilamana terhadap hak atas penemuan tersebut diberi perlindungan hokum. Adanya kepastian bahwa hak seseorang akan memperoleh perlindungan hukum itulah, yang pada gilirannya akan memperkuat iklim yang baik bagi penyelenggaraan kegiatan yang melahirkan teknologi.
Dalam ilmu hukum dan praktek yang secara luas dianut oleh bangsa lain, hak atas karya intelektual tersebut diakui sebagai hak milik yang sifatnya tidak berwujud. Hak seperti ini yang dikenal dengan paten.
Dalam kerangka perwujudan iklim yang mampu mendorong semangat penemuan dan sekaligus pemberian perlindungan hokum itulah, ketentuan paten disusun dalam Undang- undang ini. Sebagai hak, paten diberikan oleh Negara apabila diminta oleh penemu, baik orang atau badan hokum yang berhak atas penemuan tersebut. Paten adalah hak uang khusus (eksklusif) sifatnya. Artinya, paten adalah hak yang hanya diberikan kepada pemegangnya dalam jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuan tersebut, atau untuk memberi kewenangan kepada orang lain guna melaksanakannya. Dalam waktu tertentu itu pula, pihak lain dilarang untuk melaksanakan penemuan tersebut kecuali atas ijin Pemegang Paten yang bersangkutan.
Memperhatikan perkembangan yang sangat pesat dibidang teknologi, khususnya elektronika, peranan Integrated Circuit dalam menunjang perkembangan tersebut membawa dampak sangat luas, maka masalah Integrated Circuit tidak dimasukkan dalam lingkup pengaturan Undang-undang ini. Bidang tersebut memerlukan pengaturan tersendiri.
Dengan sifat paten seperti tersebut diatas, maka sebagaimana halnya dengan hak milik lainnya, paten juga diperlakukan sedemikian pula dalam Undang-undang ini. Karenanya, perampasan atau penyitaan paten oleh Negara tidak dianut didalamnya. Namun demikian penghargaan terhadap hak seperti itu tidak berarti pengakuan bahwa paten dapat digunakan tanpa batas. Seperti hak milik lainnya, paten juga memiliki fungsi social. Paten dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Selain itu, paten wajib untuk dilaksanakan atau digunakan di Indonesia.
Dalam hubungan kewajiban untuk melaksanakan paten ini, masyarakat industri dapat pula melakukan pengawasan. Bila paten tidak dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, atau tidak cukup dilaksanakan secara komersial, sedangkan kesempatan untuk itu sebenarnya dimiliki, maka masyarakat industri dapat meminta kepada Pengadilan Negeri untuk memberi ijin kepadanya guna melaksanakan paten yang bersangkutan.
Demikian pula halnya apabila sesuatu penemuan (termasuk yang telah mendapat paten) ternyata sangat penting artinya bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara maka Pemerintah dapat melaksanakannya sendiri. Walaupun demikian, sejalan dengan sikap penghargaan terhadap paten sebagai hak dan keinginan untuk mewujudkan iklim yang sebaik-baiknya guna mendorong kegiatan penemuan teknologi, pembatasan yang dikaitkan dengan prinsip mengenai fungsi social itupun tetap dirancang secara seimbang. Artinya, pelaksanaan paten oleh pihak lain, termasuk oleh Pemerintah, tetap harus berlangsung atas dasar ketentuan yang adil. Pelaksanaan paten serupa itu tetap harus sepengetahuan Pemegang Paten. Ia harus diberitahu pada kesempatan pertama dan didengar penjelasannya. Imbalan yang wajar dalam arti jumlah dan cara pnghitungannya yang sesuai dengan praktek yang lazim, harus tetap diberikan.
Selain pembatasan yang berlandaskan prinsip fungsi sosial, Undang-undang ini juga mencegah kemungkinan timbulnya penyalah gunaan paten. Hal yang menjurus pada praktek dagang yang merugikan pihak lain dan merugikan masyarakat serta perekonomian negara pada umumnya, harus dihindari. Oleh karena itu, undang-undang ini mengatur antara lain pemasukan (impor) hasil produksi oleh pihak lain dalam kaitannya dengan pemilikan suatu paten dan beberapa hal lain yang berkaitan dengan lisensi. Khusus mengenai masalah lisensi ini, karena luasnya cakupan yang hendak dicapai, Undang-undang ini mengamanatkan kepada Pemerintah untuk mengaturnya lebih lanjut agar selalu sesuai dengan kebutuhan dan keadaan.
Hal lain yang memperoleh pertimbangan dalam Undang-undang ini adalah kondisi perekonomian dan kehidupan industri di Indonesia saat ini dan sasaran yang ingin dicapai di masa yang akan datang, serta tingkat penguasaan dan kemampuan bangsa Indonesia di bidang teknologi baik sekarang maupun di masa depan.
Dengan mengkaji hal diatas, Undang-undang ini dengan tegas menyatakan bidang penemuan teknologi yang tidak dapat dimintakan paten. Begitu pula untuk penemuan di bidang tertentu yang dalam kebijaksanaan pembangunan industri nasional, dapat ditunda untuk sementara pemberian patennya. Bedanya, hal yang terakhir ini dipertimbangkan secara khusus demi kasus, dan keputusannya diserahkan kepada Presiden.
Hal terakhir yang penting pula untuk dipertimbangkan, adalah segi pengelolaan ketentuan paten. Bidang ini memiliki aspek yang sangat luas: sosial, budaya, ekonomi, hukum, politik dan pertahanan keamanan Negara. Jangkauannya meliputi sektor yang erat berkaitan satu dengan lainnya. Oleh karenanya, pengelolaannya diharapkan dapat pula dilakukan secara komprehensif dan memadai. Pengelolaan tersebut perlu didorong agar terhindar dari sikap dan cara pandang yang administratif-rutin, tetapi harus lebih kreatif. Ketentuan paten tidak hanya sekedar diarahkan bagi kemajuan industri yang akan menjadi tulang punggung ekonomi nasional, tetapi juga untuk mendorong kegiatan penemuan dan pengembangan teknologi di kalangan bangsa Indonesia. Dari segi ini, adanya sistem dokumentasi dan jaringan informasi paten yang secara efektif dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat industri ataupun peneliti, perlu diusahakan. Sebab, paten memang merupakan salah satu sumber informasi teknologi.
Karena itu pula, badan yang diserahi tugas untuk mengelolanya perlu diberi sarana dan prasarana yang memungkinkannya untuk melaksanakan tugas secara efisien dan efektif.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Negara dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah, yang pelaksanaannya dilakukan oleh badan khusus yang ditunjuk dalam Undang-undang ini.
Teknologi pada dasarnya adalah ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Teknologi biasanya lahir atau ditemukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (research and development). Bagi penemu, hak khusus tersebut bersifat eksklusif, artinya hak tersebut hanya diberikan kepada penemu sebagai satu-satunya yang berhak atas penemuannya.
Dalam hal ini, hak seperti itu tetap melekat pada penemu dan tidak berkurang sekalipun di kemudian hari ada pula yang berdasarkan Undang-undang ini diakui sebagai penemu terdahulu.
Yang dimaksud dengan orang, meliputi pula badan hukum.
Angka 2 sampai dengan Angka 7
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan permintaan pertama adalah permintaan Paten yang telah diajukan untuk pertama kali disuatu negara lain.
Dalam Undang-undang ini, penemu dari luar negeri dapat pula mengajukan permintaan Paten di Indonesia sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Konvensi Paris. Terhadap permintaan Paten serupa itu diberikan hak untuk didahulukan apabila permintaan tersebut diajukan dalam waktu dan sesuai syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Hak untuk didahulukan seperti itu, disebut hak prioritas.
Pasal 3
Dalam hal pengumuman tersebut dilakukan dalam bentuk penguaraian lisan, maka hal itu harus berlangsung dalam forum resmi, apapun namanya, yang disebarluaskan secara nasional. Yang dimaksud dengan diumumkan di Indonesia, adalah sama dengan diumumkan di dalam negeri ataupun diluar negeri.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan pameran yang resmi adalah pameran yang diselenggarakan oleh Pemerintah, sedangkan pameran yang diakuai sebagai resmi adalah pameran yang diselenggarakan oleh masyarakat tetapi diakui atau memperoleh persetujuan Pemerintah.
Pasal 5
Dapat digunakan dalam berbagai jenis industri maksudnya penemuan mengenai proses.
Pasal 6
Karena memiliki nilai kegunaan praktis, maka terkandung pula di dalamnya nilai ekonomis. Benda, alat, atau hasil produksi seperti itu tidak memiliki kualitas penemuan karena penemuan tersebut biasanya diperoleh dengan cara yang lebih sederhana, tidak melalui prosedur sebagaimana lazimnya kegiatan penelitian dan pengembangan.
Barang-barang seperti itu biasanya berupa peralatan yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya mesin pembuat bakso, alat pemarut kelapa, pemecah kulit kopi, pemipil jagung dan perontok gabah.
Karena itu, barang-barang tersebut seringkali dikenal pula sebagai "utility model".
Karena sifatnya yang serba sederhana, maka perlindungannya diberikan dalam rangka Paten Sederhana.
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Bagi Indonesia, masalah makanan dan minuman merupakan masalah yang sangat pokok sifatnya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, dirasa tidak pada tempatnya bilamana penemuan di bidang pangan baik mengenai cara membuat maupun hasilnya, atau bahan baku untuk membuatnya, diberi paten.
Huruf c
Yang dimaksud dengan jenis atau varitas baru tanaman atau hewan adalah tanaman pangan atau hewan potong.
Huruf d
Bilamana dalam pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan tersebut digunakan peralatan kesehatan, maka ketentuan ini hanya berlaku bagi penemuan tentang metoda pemeriksaan dan lain-lainnya.
Peralatan kesehatan yang digunakan baik yang berupa alat, bahan, maupun obat, tidak termasuk didalamnya.
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Di luar penemuan yang menurut ketentuan Pasal 7 secara mutlak tidak diberi paten, kemungkinan ada penemuan tertentu di bidang-bidang lain yang sebenarnya dapat diberi paten tetapi untuk sementara waktu perlu ditunda pemberiannya. Ketentuan ini pada hakekatnya hanya bersifat penundaan pemberian paten, artinya bilamana sesuatu penemuan dinilai penting bagi rakyat atau bagi kelancaran pelaksanaan program pembangunan di bidang tertentu, Presiden dapat menunda pemberian paten yang diminta untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak tanggal dikeluarkannya Keputusan Presiden tersebut.
Penetapan di atas sifatnya kasus per kasus dan dapat dilakukan dari waktu ke waktu sejak berlakunya Undang-undang ini. Ketentuan ini tidak berlaku untuk penemuan yang pada waktu itu telah memperoleh paten atau sedang dimintakan paten di Indonesia dengan hak prioritas. Dengan demikian ayat ini hanya berlaku bagi penemuan yang sedang atau akan dimintakan paten.
Ayat (2)
Ketentuan ini tidak berarti diabaikannya pemenuhan syarat-syarat administratif, bahkan hal itu tetap harus dipenuhi. Dengan adanya penundaan tersebut maka pengumuman permintaan paten bagi penemuan yang bersangkutan juga ditunda.
Sebagai imbangan dari penundaan, maka terhadap permintaan paten langsung diadakan pemeriksaan substantif setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman. Dalam hal ini, yang bersangkutan tidak perlu lagi mengajukan permintaan pemeriksaan substantif.
Pasal 9
Ayat (1)
Jangka waktu Paten selama 14 (empat belas) tahun tersebut dapat pula dikatakan sebagai jangka waktu perlindungan hukum atas Paten yang bersangkutan.
Jangka waktu itu dihitung sejak tanggal penerimaan permintaan Paten (filling date).
Tanggal tersebut dinyatakan dalam surat paten (Letter of Patent) yang diberikan oleh kantor Paten.
Ayat (2)
Daftar Umum Paten berupa buku yang khusus diberikan catatan tentang Surat Paten, yang dibuat dalam bentuk dan susunan yang sederhana, jelas dan rapi.
Berita Resmi Paten dapat pula disebut Jurnal Paten, yang dikelola dan diterbitkan secara berkala oleh Kantor Paten, serta ditempatkan/ditempelkan di papan pengumuman Kantor Paten yang dapat dilihat denga mudah oleh masyarakat dan disebarluaskan.
Berita Resmi Paten memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Tambahan Berita Negara. Sekalipun demikian, apabila pemegang Paten menghendaki agar surat patennya diumumkan dalam Tambahan Berita Negara, maka hal itu dapat saja diusahakan atas biaya sendiri.
Pasal 10
Karena benda atau alat yang dihasilkan tersebut diperoleh dengan waktu yang relatif singkat, dengan cara yang sederhana, dengan biaya yang relatif murah dan secara teknologi juga bersifat sederhana, maka jangka waktu perlindungan selama 5 (lima) tahun dinilai cukup.
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini memberi penegasan bahwa hanya penemu, atau yang menerima lebih lanjut hak penemu, yang berhak memperoleh paten atas penemuan yang bersangkutan. Penerimaan lebih lanjut hak penemu tersebut dapat terjadi karena pewarisan, hibah, wasiat atau perjanjian, sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan mereka adalah beberapa orang yang secara bersama- sama menghasilkan penemuan.
Ketentuan ini memberikan penegasan hak atas penemuan yang dimiliki oleh para penerima lebih lanjut dari orang-orang yang semula secara bersama-sama memiliki hak atas penemuan tersebut.
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan mereka adalah orang, beberapa orang secara bersama- sama atau badan hukum.
Undang-undang ini memakai titik tolak bahwa yang pertama kali mengajukan permintaan paten dianggap sebagai penemu.
Apabila di kemudian hari terbukti sebaliknya secara kuat dan meyakinkan maka status sebagai penemu tersebut dapat berubah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Termasuk dalam pengertian perjanjian kerja adalah perjanjian perburuhan.
Dalam hal demikian, maka pemberi kerja adalah majikan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Sekalipun penemu yang sebenarnya tidak memiliki hak atas penemuannya, tetapi dengan mengingat adanya manfaat ekonomi yang diperoleh dari penemuan itu, maka adalah wajar bilamana penemu juga memperoleh kesempatan untuk ikut menikmati manfaat ekonomi tersebut.
Kesempatan untuk ikut menikmati manfaat ekonomi itulah yang diwujudkan dalam bentuk pemberian imbalan. Dalam hubungan ini imbalan diartikan sebagai kompensasi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pencantuman nama penemu dalam Surat Paten pada dasarnya adalah lazim.
Hak ini sering dikenal dengan istilah "moral right".
Pasal 14
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepada penemu terdahulu yang beritikad baik, tetapi tidak/belum mengajukan permintaan paten.
Dalam hal ini, kegiatan yang dilakukannya berupa pelaksanaan penemuannya tersebut dapat tetap dilaksanakan olehnya sebagai penemu terdahulu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penemuan tersebut dengan demikian harus benar-benar merupakan hasil kegiatan yang dilakukan dengan itikad baik dan terpisah sama sekali dari kegiatan lain yang menghasilkan penemuan yang diberi paten.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pemberian perlindungan selama masa yang sama tersebut didasarkan atas prinsip keadilan.
Pasal 17
Hak khusus yang dimaksudkan adalah hak yang bersifat eksklusif. Artinya hak yang hanya diberikan kepada Pemegang Paten untuk dalam jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri secara perusahaan atau memberi hak lebih lanjut untuk itu kepada orang lain. Dengan demikian orang lain dilarang melaksanakan paten tersebut tanpa persetujuan Pemegang Paten.
Pemberian hak kepada orang lain tersebut dapat melalui pewarisan, penyerahan, perikatan atau mungkin cara peralihan hak yang lain lagi.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Paten pada dasarnya merupakan perlindungan hukum bagi penemu atas penemuannya yang diberikan untuk jangka waktu tertentu. Perlindungan serupa ini, sesuai dengan sifat eksklusif yang dimilikinya, melarang orang lain untuk tanpa hak atau persetujuan dari Pemegang Paten melaksanakan atau melakukan tindakan lainnya yang bersifat pengambilan manfaat ekonomi dari suatu penemuan.
Oleh karenanya unsur yang terpenting terletak pada aspek perlindungan hukum terhadap pemanfaatan hak tersebut di Indonesia.
Pengertian ini mengacu kepada pelaksanaan paten. Dengan demikian adalah wajar bilamana persoalannya dipisahkan dari masalah impor. Sebab impor, seperti halnya ekspor, adalah masalah tata niaga. Pemisahan antara kedua masalah ini yaitu antara perlindungan hak dan masalah tata niaga dengan demikian merupakan hal yang wajar.
Bukan saja keduanya menunjukkan bidang permasalahan yang berbeda tetapi hal inipun perlu untuk mencegah penyalahgunaan paten.
Pasal 21
Pengimporan yang dimaksudkan dalam pasal ini, adalah yang dilakukan oleh orang selain Pemegang Paten. Adapun istilah padanan sama artinya dengan "copy product".
Pemikiran mengenai masalah ini bertolak dari prinsip yang pada dasarnya sama seperti yang dijelaskan pada penjelasan pasal 20.
Adapun pendekatannya juga dilakukan atas dasar pertimbangan untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kepentingan, kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Termasuk dalam pengertian ini adalah kepentingan nasional dalam pembinaan dan pengembangan industri didalam negeri, serta peningkatan kemampuan dalam penguasaan teknologi oleh bangsa Indonesia. Sekalipun begitu memang dipahami bahwa masalah keseimbangan ini sangat bersifat situasional. Artinya dari waktu kewaktu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan keadaan. Karena itu dalam masalah ini perlu kelonggaran kepada pemerintah untuk menimbang dan mengaturnya sesuai dengan perkembangan keadaan tersebut.
Pasal 22
Ketentuan ini diperlukan untuk menjaga kepentingan orang atau badan hukum selain Pemegang Paten yang telah menguasai atau memetik manfaat ekonomi suatu penemuan yang berupa proses atau hasil produksi sebelum diberikannya Paten untuk penemuan yang bersangkutan.
Penegasan ini dipandang perlu sebab selama belum diberi paten berarti belum ada perlindungan hukum.
Oleh karenanya, kegiatan pemakaian dan lain-lain yang dilakukan sebelum adanya paten tidak dapat dinyatakan sebagai pelanggaran.
Selain kepastian hukum, hal ini juga mempunyai arti penting untuk melindungi anggota masyarakat.
Pasal 23
Lihat penjelasan umum.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Penetapan besarya biaya dilakukan dengan selalu memperhatikan keadaan dan keperluan yang mampu mendorong para penemu untuk mengajukan permintaan paten bagi penemuannya.
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bukan penemu adalah pihak lain yang menerima hak atas penemuan dari penemu. Hal ini dapat berlangsung misalnya karena pewarisan, penyerahan karena hibah atau karena perjanjian.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi penemu dari kemungkinan yang merugikannya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Permintaan paten dapat diajukan sendiri oleh penemu atau yang berhak atas penemuan dengan secara langsung datang ke kantor paten atau melalui jasa pos.
Permintaan tersebut dapat pula di ajukan melalui konsultan paten sebagai kuasa yang ahli di bidang ini. Konsultan seperti ini adalah lembaga yang secara khusus memberikan jasa yang berkaitan dengan pengajuan permintaan paten.
Tujuan pengajuan ini adalah untuk memberi kemudahan bagi penemu atau orang yang menerima hak atas penemuan, yang tidak memahami segi-segi hukum menmgenai paten ataupun segi-segi teknis administratif yang diperlukan untuk itu. Selain itu kemungkinan ini dimaksudkan untuk mempercepat proses permintaan itu sendiri. Di tanga kuasa yang ahli, diharapkan masalah-masalah hukum an teknis yang berkaitan dengan permintaan paten dapat diselesaikan dengan cepat. Konsultan ini bertindak sebagai kuasa khusus dalam pengajuan permintaan paten.
Ayat (2)
Tugas ini menyangkut pengetahuan dan keahlian yang bersifat khusus. Oleh karenanya hanya konsultan yang memiliki pengetahuan dan keahlian dibidang paten saja dapat ditunjuk sebagai kuasa untuk menangani permintaan paten.
Mereka terdaftar dalam daftar yang khusus dibuat oleh Kantor Paten yang dapat diketahui oleh masyarakat.
Ayat (3)
Kewajiban Konsultan Paten untuk menjaga kerahasiaan tersebut berlaku pula terhadap pihak yang berkait yang dipekerjakan oleh konsultan tersebut seperti penterjemah dan lain-lainnya.
Kewajiban tersebtu berakhir pada saat permintaan paten mulai diumumkan oleh kantor paten sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (1).
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Ketentuan ini merupakan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1). Maksudnya, untuk mempermudah dan membantu mempercepat proses permintaan paten dari para penemu atau yang berhak atas penemuan yang berdomisili di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Sebab, hal ini akan menyangkut bahasa dan pemenuhan aturan lain yang harus diperhatikan, tetapi biasanya tidak mereka kuasai.
Ayat (2)
Ketentuan ini untuk memudahkan korespodensi, tetapi juga untuk memelihara kepastian tempat tinggal atau kedudukan di Indonesia. Selebihnya, lihat penjelasan Pasal 27.
Pasal 29
Ayat (1)
Perjanjian internasional mengenai perlindungan paten yang dimaksud adalah Konvensi Paris atau Paris Convention on the Protection of Industrial Property, atau perjanjian internasional atau regional lainnya di bidang tersebut, yang diikuti oleh Negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Pihak yang berwenang mengesahkan salinan surat permintaan paten yang pertama kali adalah pejabat Kantor Paten suatu Negara di mana permintaan paten untuk pertama kali diajukan. Bila permintaan paten tersebut diajukan berdasar perjajnjian internasional di bidang kerjasama paten seperti Patent Cooperation Treaty, maka pihak yang berwenang tersebut adalah WIPO (World Intellectual Property Organization, yaitu badan khusus PBB yang bertugas mengadministrasikan perjanjian internasional mengenai intellectual property).
Permintaan paten dengan hak prioritas tetap harus dilakukan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 30.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Pengajuan dalam bahasa Indonesia tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pemeriksaan ataupun pemanfaatannya sebagai sumber informasi teknologi bagi bangsa Indonesia.
Sudah barang tentu, bagi orang dari luar negeri yang meminta paten di Indonesia baik untuk yang pertama kali ataupun dengan hak prioritas, ada beberapa bagian yang secara teknis menjadi sulit bila harus diterjemahkan, misalnya istilah atau kata yang tercetak dalam gambar (drawing).
Bagian ini dapat tidak diterjemahkan. Begitu pula istilah-istilah teknis yang mungkin masih dinilai lebih baik ditulis dalam bahasa asing. Namun demikian, surat permintaan, deskripsi, klaim dan abstraksi mutlak perlu dibuat dalam bahasa Indonesia.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Alamat lengkap tersebut harus berisikan nama jalan, nomor bangunan, kode wilayah pos, kota, Negara.
Dalam hal ada Negara Bagian, harus pula disebutkan dengan jelas.
Huruf c
Pemohon menyampaikan nama lengkap penemu dan kewarganegaraannya. Demikian pula jika penemuan dilakukan oleh lebih dari satu orang. Apabila penemu adalah badan hukum, harus disebutkan negara di mana badan hukum tersebut didirikan dan memperoleh status sebagai badan hukum.
Huruf d sampai dengan Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Klaim tersebut mengacu pada inti penemuan teknologi yang bersifat pokok atau strategis.
Klaim seperti ituharus dengan tegas menggambarkan inti penemuan yang dimintakan perlindungan hukum, jelas dan tepat, serta didukung uraian teknis.
Huruf I dan Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Abstraksi tersebut semata-mata dibuat untuk tujuan kejelasan teknis.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Dokumen tersebut diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat penilaian terhadap sifat kebaharuan (novelty) dan kadar penemuan (inventiveness) dari penemuan yang dimintakan paten.
Salinan yang sah adalah salinan dari surat atau dokumen yang asli.
Mengenai keputusan penolakan permintaan paten yang dimaksud dalam huruf c, adalah keputusan penolakan atas surat permintaan paten, atau penolakan untuk memberikan paten.
Ayat (2)
Berbeda dengan syarat yang ditetapkan dalam ayat (1) yang apabila tidak dipenuhi dapat berakibat ditolaknya pengajuan surat permintaan paten, dokumen yang disebut dalam ayat ini bersifat sebagai kelengkapan informasi yang diperlukan dalam pemeriksaan.
Pasal 32
Ketentuan ini perlu untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang bersifat teknis dalam pelaksanaan.
Selain itu, hal ini juga diperlukan untuk menyesuaikan tingkat kebutuhan dengan keadaan kemampuan yang dimiliki dalam pengelolaan sistem paten pada umumnya.
Dengan begitu, dapat dijaga keluwesan dalam menghadapi perkembangan di kemudian hari.
Pasal 33
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian mengenai kapan sebenarnya permintaan paten diterima. Hal ini biasanya terjadi karena tanggal penerimaan surat permintaan oleh Kantor Paten berbeda dengan tanggal yang tercantum dalam surat itu.
Dalam hal ini apabila terdapat permintaan paten untuk penemuan yang sama dan diterima pada tanggal yang sama pula, maka permintaan paten yang diterima adalah permintaan yang diajukan lebih dahulu.
Sekalipun penerimaan surat permintaan paten tersebut hanya berselisih satu detik, tetapi prinsipnya permintaan yang diterima lebih dahulu itulah yang diakui.
Begitu pula bilamana terdapat kekurangan persyaratan, biasanya pemenuhannya baru berlangsung kemudian. Untuk itu, permintaan paten dianggap diajukan pada tanggal penerimaan pemenuhan kelengkapan oleh Kantor Paten.
Ayat (2)
Pemeriksaan awal dilakukan segera setelah diterimanya surat permintaan paten. Karena obyeknya bersifat administratif, maka pemeriksaan itupun pada dasarnya merupakan pemeriksaan formal.
Apabila dalam pemeriksaan awal tersebut surat permintaan paten ternyata sudah memenuhi ketentuan pasal 29, pasal 30 dan pasal 31 (Untuk permintaan dengan hak prioritas) maka tanggal sewaktu Kantor Paten menerimanya ditetapkan sebagai tanggal penerimaan (filing date).
Tetapi apabila dari pemeriksaan kemudian ternyata masih terdapat kekurangan, maka tanggal pada saat Kantor Paten menerima pemenuhan yang terakhir kekurangan tersebut yang digunakan/ditetapkan sebagai tanggal penerimaan.
Ayat (3)
Oleh karena pentingnya arti tanggal penerimaan tersebut, pencatatan untuk itu diadakan dalam buku daftar tanggal penerimaan yang diadakan secara khusus dan dengan mencantumkan saat atau waktu penerimaan surat permintaan tersebut.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Alasan yang dapat dipertimbangkan tersebut hanya dibatasi untuk hal-hal yang bersifat teknis saja, misalnya karena belum terselesaikannya pembuatan uraian atau deskripsi penemuan dan gambar-gambar atau drawings yang mendukungnya.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Dalam hal pengajuan tersebut dilakukan oleh kuasa, maka surat pemberitahuan tersebut disampaikan kepada kuasa yang bersangkutan.
Pasal 37
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas prinsip bahwa satu permintaan paten hanya dapat diajukan untuk satu penemuan.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tanggal yang digunakan sebagai patokan adalah tanggal penerimaan surat permintaan paten oleh Kantor Paten baik yang diajukan sendiri secara langsung maupun yang melalui jasa pos.
Dalam hal surat permintaan paten diterima pada tanggal yang sama, harus diperhatikan waktu atau saat penerimaannya. Bagaimanapun surat permintaan paten yang diterima lebih dahulu, sekalipun hanya berselisih satu detik lebih awal, permintaan paten yang terdahulu itulah yang diterima.
Lihat pula penjelasan Pasal 33.
Ayat (3)
Sebelum menolak permintaan paten tersebut, Kantor Paten tetap mengupayakan untuk sekali lagi mempertemukan orang-orang yang mengajukan permintaan paten sehingga dapat diperoleh kesepakatan diantara mereka mengenai siapa yang berhak untuk mengajukan permintaan paten yang bersangkutan.
Apabila upaya tersebut diatas tetap tidak memberikan hasil, maka penentuan siapa yang berhak untuk mengajukan permintaan paten harus diminta kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memperluas lingkup perlindungan adalah menambah jumlah klaim. Hal ini tidak diperbolehkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Kadangkala penemu atau orang yang berhak atas penemuan karena pertimbangan tertentu mengubah permintaan paten yang telah diajukannya dan memecahnya menjadi beberapa permintaan yang terpisah.
Permintaan serupa itu biasanya memecah pula klaim dalam penemuan yang dimintakan perlindungan.
Hal ini dimungkinkan, sejauh perlindungan yang diminta secara keseluruhan tidak melebihi lingkup perlindungan yang semula diminta. Selain itu, klaim dalam penemuan yang dimintakan perlindungan dengan permintaan yang terpisah tersebut, secara keseluruhan harus tetap merupakan satu kesatuan penemuan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Dengan penarikan kembali surat permintaan paten, maka permintaan paten dianggap telah dibatalkan oleh orang yang meminta.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 42
Mengenai kemungkinan perpanjangan jangka waktu paten hanya satu kali8 untuk selama 2 (dua) tahun, lihat pula Penjelasan Umum.
Pasal 43
Ayat (1)
Jangka waktu pengajuan permintaan perpanjangan dimaksudkan untuk memberi waktu yang cukup bagi Kantor Paten guna meneliti dan menilai permintaan tersebut.
Pemegang Paten yang mengajukan permintaan perpanjangan jangka waktu bagi patennya diwajibkan untuk memenuhi secara lengkap persyaratan yang ditetapkan. Syarat mengenai bukti penghasilan yang diperoleh dari pelaksanaan paten termasuk pula penghasilan dari pelaksanaan paten di luar negeri. Kantor paten tidak melayani permintaan yang diajukan lewat batas yang ditentukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Kewajiban ini bersifat mutlak dan dimaksudkan terutama untuk menjamin kepentingan penemu atau orang yang berhak atas penemuan terhadap segala bentuk pelanggaran haknya. Kewajiban ini berlangsung sejak tanggal penerimaan surat permintaan paten, selama penelitian awal dan terus berlangsung sampai dengan tanggal dimulainya pengumuman. Khusus mengenai tanggal penerimaan surat permintaan paten tersebut, hal itu mengacu pada tanggal diterimanya untuk pertama kali surat permintaan paten oleh Kantor Paten, sekalipun kemudian ternyata masih terdapat kekurangan syarat yang harus dipenuhi. Jadi tanggal tersebut bukan dalam arti "filing date".
Pasal 47
Ayat (1)
Pengumuman suatu permintaan paten dimaksudkan agar masyarakat luas mengetahui adanya permintaan paten atas suatu penemuan. Ini berarti, masyarakat khususnya pihak yang berkepentingan dengan adanya permintaan paten tersebut dapat memperoleh kesempatan untuk memeriksa ada atau tidaknya pelanggaran terhadap hak yang mungkin dimilikinya atau dimiliki orang lain dalam penemuan mereka, terutama yang telah diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tetapi belum dimintakan paten.
Pengumuman dilakukan dengan cara menempatkannya dalam papan pengumuman yang khusus disediakan dan dapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat luas atau dengan cara dan sarana lain dengan maksud yang sama.
Selain itu, pengumuman juga dilakukan dengan menempatkannya dalam Berita Resmi Paten atau Jurnal Paten, yang duterbitkan secara berkala oleh Kantor Paten.
Pelaksanaan pengumuman tersebut dilakukan setelah Kantor Paten berpendapat bahwa berdasar pemeriksaan, segala persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 31 terpenuhi dan permintaan tersebut tidak ditarik kembali.
Ayat (2)
Kecuali jika permintaan tersebut ditarik kembali, permintaan paten diumumkan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan, sejak tanggal penerimaan permintaan paten (filing date). Sedangkan bagi permintaan paten yang diajukan dengan hak prioritas, diumumkan selambat-lambatnya setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penerimaan permintaan paten yang pertama kali.
Pasal 48
Ayat (1)
Jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut dinilai cukup wajar sebagai pemberitahuan kepada masyarakat mengenai adanya penemuan di sesuatu bidang teknologi yang dimintakan paten. Jangka waktu tersebut juga untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui, terutama bagi mereka yang mungkin berkepentingan dengan adanya permintaan tersebut.
Selanjutnya lihat kembali penjelasan Pasal 47. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal mulai diumumkannya permintaan paten.
Pengumuman tersebut selain ditempatkan pada papan pengumuman, ditempatkan dalam Berita Resmi Paten, dapat pula disebarluaskan oleh instansi yang bertugas di bidang penerangan.
Mengenai penempatan dalam Berita Resmi Paten, lihat kembali penjelasan Pasal 9 ayat (2).
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 49
Apabila permintaan paten yang diajukan dengan hak prioritas tersebut berpangkal pada sistem paten internasional atau regional, maka dicantumkan pula Kantor Paten dan nama Negara atau Negara-negara dimana permintaan pertama tersebut diajukan.
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Pandangan atau keberatan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu pengumuman, yaitu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.
Lewat dari jangka waktu tersebut, maka pandangan atau keberatan tidak dapat diterima. Dalam hal ini Kantor Paten memberitahukan secara tertulis kepada orang yan mengajukan pandangan atau keberatan bahwa hal trsebut telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan dan karenanya tidak dapat diterima dengan mengembalikan berkas atau surat yang berisikan pandangan atau keberatan tersebut.
Ayat (2)
Pandangan atau keberatan tersebut harus secepatnya dikirimkan ke Kantor Paten kepada orang yang mengajukan permintaan Paten. Permintaan oleh Kantor Paten tersebut tidak boleh ditunda-tunda karena pandangan dan keberatan tersebut sangat penting artinya bagi orang yang mengajukan permintaan paten, sehingga dapat menggunakan haknya untuk memberikan sanggahan dan penjelasan.
Ayat (3)
Berbeda dengan pengajuan pandangan atau keberatan yang terikat pada jangka waktu pengumuman, maka penyampaian sanggahan dan penjelasan pada dasarnya tidak terikat pada jangka waktu tersebut.
Ayat (4)
Segala pandangan, keberatan, sanggahan ataupun penjelasan tersebut dijadikan tambahan pertimbangan para pemeriksa paten dalam pemeriksaan permintaan paten yang bersangkutan.
Lebih lanjut lihat penjelasan pasal-pasal berikutnya mengenai pemeriksaan.
Pasal 52
Ayat (1)
Dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen permintaan paten, dapat saja Kantor Paten menemukan bahwa sesuatu penemuan diperkirakan sangat penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara atau setidak-tidaknya, kalau diketahui umum dan dilaksanakan, dapat mempunyai pengaruh yang besar terhadap stabilitas pertahanan keamanan Negara.
Tersiarnya penemuan seperti itu dikhawatirkan akan mengganggu ketentraman, ketertiban dan ketenangan masyarakat. Apalagi bila penemuan tersebut kemudian dilaksanakan secara tidak bertanggung jawab. Untuk itu Kantor Paten diberi kewenangan untuk tidak mengumumkannya. Namun demikian sebelum mengambil keputusan untuk itu Kantor Paten wajib meminta persetujuan terlebih dahulu kepada Menteri.
Untuk mengetahui kebenaran perkiraan dan kekhawatiran tersebut, Kantor Paten mengadakan konsultasi dengan Instansi yang berwenang.
Dengan sendirinya, hal itu sulit dilakukan tanpa menyampaikan informasi mengenai penemuan tersebut. Pengungkapan informasi ini, tidak dianggap sebagai pembocoran rahasia yang wajib dipegangnya. Ketentuan ini, berlaku pula bagi instansi Pemerintah yang diminta pertimbangan berikut aparatnya.
Namun begitu, hal tersebut tetap terbatas sejauh berlangsung diantara Kantor Paten dan instansi yang bersangkutan termasuk aparat mereka dan tidak untuk diungkap kepada pihak ketiga lainnya.
Ayat (2)
Kalau permintaan paten tersebut diajukan sendiri oleh penemu maka pemberitahuan tersebut disampaikan kepada penemu.
Tetapi dalam hal permintaan paten tersebut diajukan oleh kuasanya, maka pemberitahuan disampaikan kepada kuasa yang bersangkutan dengan tembusan kepda penemu. Apabila permintaan paten tersebut diajukan bukan oleh kuasa untuk dan atas nama orang yang berhak atas penemuan, maka tembusan surat pemberitahuan disampaikan kepada orang yang berhak tersebut.
Ayat (3) sampai dengan ayat (5)
Lihat penjelasan ayat (1)
Pasal 53
Ayat (1)
Dengan ketentuan ini maka terhadap permintaan paten yang tidak diumumkan pun pada dasarnya diberikan hak dan perlakuan yang sama, yaitu untuk diperiksa. Pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan yang bersifat substantif. Sekalipun begitu, untuk adanya pemeriksaan itu sendiri harus diajukan permintaan.
Dibanding dengan permintaan paten yang lain, maka bedanya hanya pada tidak diumumkannya dokumen permintaan paten tersebut. Selebihnya, diberlakukan ketentuan yang sama.
Ayat (2)
Karena sifat penemuan tersebut dinilai penting bagi pertahanan keamanan Negara maka inisiatif pemeriksaan ini datang dari pemerintah.
Oleh sebab itu pemerintah pula yang menanggung biaya pemeriksaan.
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Untuk menentukan apakah permintaan paten untuk suatu penemuan dapat dikabulkan atau ditolak, diperlukan pemeriksaan yang bersifat substantif.
Tetapi untuk diadakannya pemeriksaan tersebut, harus diajuka permintaan secara tertulis untuk itu kepada Kantor Paten.
Oleh karenanya, bila orang yang mengajukan permintaan paten tidak meminta diadakannya pemeriksaan substantif, pada prinsipnya akan dilakukan pemeriksaan tersebut. Dengan begitu, tidak akan ada pemberian paten.
Permintaan pemeriksaan harus disertai pembayaran biaya yang ditentukan.
Ayat (2)
Berbeda denga pemeriksaan yang bersifat formal, yaitu menyangkut kelengkapan syarat-syarat berdasar Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, pemeriksaan substantif ini menentukan dapat diberikan atau ditolaknya permintaan paten.
Pemeriksaan ini lebih tertuju pada hal-hal yang bersifat substantif, yaitu apakah penemuan benar-benar baru, mengandung langkah-langkah inventif dan mungkin atau tidaknya diterapkan dalam proses industri.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan keseragaman tentang bentuk permintaan. Dengan demikian, selain memudahkan pihak yang meminta, juga mempercepat proses yang harus dilakukan oleh Kantor Paten.
Karena sifatnya teknis maka pengaturan masalah ini diserahka kepada Menteri.
Pasal 56
Ayat (1)
Permintaan untuk dilakukannya pemeriksaan substantif baru dapat diajukan setelah selesainya masa pengumuman yang berlangsung selama 6 (enam) bulan. Sebaliknya, permintaan pemeriksaan itupun pengajuannya memiliki batas waktu.
Permintaan tersebut terakhir hanya dapat diajukan sebelum lewat waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal penerimaan permintaan paten oleh Kantor Paten.
Ketentuan in berlaku pula bagi permintaan paten yang diajukan dengan hak prioritas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Adalah mungkin bahwa bidang keahlian yang diperlukan bagi pelaksanaan pemeriksaan substantif sesuatu penemuan yang dimintakan paten, tidak atau kurang dikuasai oleh pemeriksa paten. Begitu pula, fasilitas yang diperlukan untuk mengadakan pemeriksaan secara baik, dimiliki oleh instansi atau lembaga lain. Dalam hal demikian, Kantor Paten dapat meminta bantuan ahli dan atau menggunakan fasilitas dari instansi atau lembaga lain tersebut. Tidak menjadi masalah, apakah bantuan ahli dan atau fasilitas seperti itu dimiliki oleh unit-unit penelitian dan pengembangan di lingkungan departemen, lembaga Pemerintah non departemen, Universitas atau Institut atau lain- lainnya.
Hal ini tidak berarti bahwa pemeriksaan lantas dilaksanakan oleh pihak-pihak lain dan bukan Kantor Paten. Pemeriksaan tetap dilakukan oleh Kantor Paten.
Badan atau Instansi yang memiliki tenaga ahli atau fasilitas yang diperlukan, hanyalah sekedar membantu.
Tanggung jawab dan kewenangan, masih tetap ada pada Kantor Paten.
Bantuan tersebut diperlukan untuk memperlancar dan mempercepat jalannya pemeriksaan. Keputusan akhir tentang dapat diberi atau ditolaknya permintaan paten, dengan begitu tetap ada pada Kantor Paten.
Ayat (2)
Dalam hal Kantor Paten menggunakan bantuan ahli dan atau fasilitas yang ada pada instansi lainnya, maka mereka yang terlibat secara keseluruhan terikat dengan kewajiban untuk menjaga kerahasiaan penemuan dan segala dokumen paten, termasuk penjelasan atau informasi yang telah diberikan untuk melengkapinya.
Pasal 59
Ayat (1)
Pemeriksaan substantif atas permintaan paten hanya dilakukan oleh Pemeriksa Paten. Mereka adalah tenaga ahli yang secara khusus dididik untuk itu, dan khusus diangkat untuk tugas itu pula.
Pada umumnya, mereka adalah pejabat di lingkungan Kantor Paten. Tetapi mungkin saja, tenaga ahli seperti itu berasal dari instansi Pemerintah lainnya, sejauh mereka juga pernah dididik secara khusus dan karenanya memiliki kualifikasi sebagai pemeriksa paten, serta diangkat sebagai Pemeriksa Paten.
Ayat (2)
Lihat penjelasan ayat (1) Ayat (3)
Karena sifat keahlian dan lingkup pekerjaan yang bersifat khusus, sudah sepantasnya bila jabatan pemeriksa paten diberi status sebagai jabatan fungsional. Lebih dari itu, pada dasarnya mereka memang semata-mata bekerja karena keahlian.
Status ini perlu diberikan dalam rangka pembinaan karir mereka, sehingga tidak tertinggal oleh rekan mereka yang bekerja dalam satuan organisasi yang memiliki jenjang jabatan yang bersifat struktural.
Dalam rangka pembinaan itu pula, kepada pemeriksa paten tersebut diberikan penjenjangan jabata fungsional dan tunjangan yang bersifat khusus, di samping hak-hak lainnya yang lazim diterima oleh pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 60
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ketidak-jelasan atau kekurangan yang dinilai penting misalnya klaim yang tidak jelas, deskripsi yang dirasakan tidak mendukung, termasuk gambar dan cara pelaksanaan penemuan.
Bilamana hal-hal di atas kemudian dipandang perlu untuk diketahui lebih lanjut dalam rangka penyempurnaan, maka masalahnya diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten kepada orang yang mengajukan permintaan paten.
Ayat (2)
Dalam hal diperlukan perbaikan atau perubahan, yang dimaksud antara lain penyempurnaan atau perubahan klaim, deskripsi, termasuk gambar-gambar yang diperlukan dan uraian tentang cara pelaksanaan penemuan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Ketentuan yang dimaksud adalah mengenai syarat-syarat bahwa penemuan harus merupakan hal yang benar-benar baru, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam proses industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Paten lazimnya diberikan berupa surat yang bentuk dan isinya tertentu.
Karenanya, paten seringkali disebut pula Surat Paten.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Langkah ini dimaksudkan sebagai perwujudan salah satu fungsi paten sebagai sumber informasi mengenai teknologi. Yang dimaksud dengan dokumen paten adalah surat paten beserta lampirannya yang antara lain meliputi deskripsi, gambar dan abstraksi.
Bagi anggota masyarakat yang menginginkannya, dapat meminta salinan dokumen paten tersebut kepada Kantor Paten dengan membayar biaya yang besarnya akan ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 65
Ayat (1)
Berbeda dengan Buku Resmi paten dimana setiap permintaan paten dicatat, maka Daftar Umum Paten khusus diadakan bagi pencatatan setiap paten yang diberikan oleh Kantor Paten.
Ayat (2)
Lihat penjelasan ayat (1)
Ayat (3)
Pengumuman dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yaitu menempatkannya pada papan pengumuman dan pada Berita Resmi Paten.
Pasal 66
Tanggal pemberian paten dinyatakan dengan jelas dan tegas dalam Surat Paten.
Dengan berlaku surutnya paten yang diberikan sejak tanggal penerimaan permintaan paten berarti perlindungan terhadap penemuan berlaku surut pula sejak tanggal tersebut.
Dengan penegasan ini maka Pemegang Paten mempunyai hak untuk menuntut dihentikannya kegiatan pemakaian penemuan, penjualan dan lain-lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. Tuntutan serupa itu diajukan tersebut kegiatan pemakaian, penjualan dan lain-lain tersebut di atas masih tetap berlangsung, Pemegang Paten dapat mengajukan tuntutan atas dasar pelanggaran hak Pemegang Paten.
Pasal 67
Ayat (1)
Dalam Surat Paten antara lain dimuat hal-hal pokok mengenai penemuan, klaim, nama Pemegang Paten lengkap dengan alamat yang jelas dan tetap, penemu, tanggal pemberian paten dan nomor paten yang bersangkutan.
Mengenai masalah nomor paten ini, penggunaan dalam arti pencatumannya pada produk yang dihasilkan atau kemasannya pada dasarnya diserahkan kepada Pemegang paten yang bersangkutan atau yang menerima lebih lanjut hak tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 68
Ayat (1)
Permintaan banding dengan demikian hanya dapat diajukan dalam hal penolakan terhadap permintaan paten karena alasan atau pertimbangan yang bersifat substantif dan menjadi dasar penolakan tersebut. Jadi bukan dalam hal penolakan karena alasan lain seperti misalnya diatur dalam Pasal 37 dan Pasal 38. Alasan atau pertimbangan yang bersifat substantif tersebut adalah alasan atau pertimbangan yang digunakan Pemeriksa Paten dan kemudian menghasilkan penilaian bahwa penemuan yang bersangkutan bukanlah merupakan hal yang baru, tidak mengandung langkah inventif dan tidak pula dapat diterapkan dalam proses industri.
Dengan demikian banding tidak dapat diminta dalam hal penolakan yang disebabkan karena tidak dilakukannya perbaikan atau penyempurnaan klaim yang disarankan selama pemeriksaan substantif.
Banding juga tidak dapat dimintakan karena dianggap ditariknya kembali permintaan paten sebagai hasil pemeriksaan awal sebelum permintaan paten diumumkan. Begitu pula, banding tidak dapat dimintakan karena ditolaknya permintaan paten oleh sebab tidak dimintakan pemeriksaan substantif sampai dengan batas waktu yang ditetapkan untuk itu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Komisi Banding Paten adalah badan yang secara khusus dibentuk untuk memeriksa permintaan banding atas penolakan terhadap permintaan paten dan memberikan hasil pemeriksaan kepada kantor paten. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Banding Paten bekerja berdasarkan keahlian dan tidak tunduk kepada perintah atau kemauan siapapun yang memimpin Departemen ataupun Kantor Paten.
Ayat (4)
Komisi Banding Paten beranggotakan beberapa orang ahli di bidang yang diperlukan dan pemeriksa paten senior. Kecuali Ketua yang juga merangkap anggota, para anggota Komisi Banding Paten diangkat setiap kali ada permintaan banding hanya untuk memeriksa permintaan banding yang bersangkutan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Alasan, penjelasan atau bukti yang disertakan dalam permintaan banding harus bersifat pendalaman atas alasan penjelasan atau bukti yang telah atau seharusnya telah disampaikannya. Sebab, kesempatan untuk memberikan kelengkapan alasan atau penjelasan atau bukti, sebenarnya telah diberikan sewaktu pemeriksaan substantif berlangsung.
Larangan ini untuk mencegah timbulnya kemungkinan bahwa banding sekedar digunakan sebagai alat untuk melengkapi kekurangan dalam permintaan paten, sementara hal itu sebenarnya telah diberikan dalam tahap sebelumnya.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Keputusan Komisi Banding Paten diberikan selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan, artinya dapat pula kurang dari waktu tersebut.
Ayat (2)
Sifat keputusan Komisi Banding Paten ini final, artinya tidak dapat dimintakan peninjauan lebih lanjut kepada lembaga atau pejabat lainnya. Hal ini dilandaskan pada pertimbangan bahwa penilaian atas penemuan di bidang teknologi seperti ini, menyangkut pertimbangan yang sangat bersifat teknis.
Hal ini pula yang menyebabkan mengapa keputusan mengenai diberi atau tidak diberinya paten atas sesuatu penemuan, tidak dikaitkan dengan kewenangan tata usaha Negara pada umumnya yang kemudian dapat dijadikan obyek atau lingkup perkara Tata Usaha Negara.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan menerima permintaan banding adalah mengabulkan permintaan banding tersebut, dengan demikian kantor Paten memberikan Surat Paten.
Ayat (4)
Pemberitahuan penolakan tersebut disampaikan kepada orang yang mengajukan permintaan banding. Dalam hal permintaan banding diajukan oleh kuasanya, maka pemberitahuan tersebut disampaikan kepada kuasa yang bersangkutan dan salinan diberikan kepada orang yang memberi kuasa.
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Ayat (1)
Seperti halnya Hak Cipta dan Merek Dagang, paten pada dasarnya adalah hak milik perorangan yang tidak berwujud dan timbul karena kemampuan intelektual manusia. Sebagai hak milik, paten dapat pula dialihkan oleh penemunya atau yang berhak atas penemuan itu. Paten dapat dialihkan kepada perorangan atau kepada badan hukum. Paten beralih atau dialihkan baik dengan cara pewarisan, hibah, wasiat, maupun dengan cara perjanjian.
Khusus mengenai pengalihan dengan perjanjian ini ditentukan, bahwa hal itu harus dituangkan dalam bentuk Akta Notaris. Hal ini mengingat begitu luasnya aspek yang terjangkau oleh paten sebagai hak. Adapun sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang misalnya pemilikan paten karena pembubaran badan hukum yang semula merupakan Pemegang Paten.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Sifat pendaftaran pada Kantor Paten tersebut adalah wajib, sebab paten merupakan hak milik yang diberikan oleh Negara dan pemakaian atau pemanfaatannya dibatasi dengan kurun waktu tertentu. Begitu pula pelaksanaannya, karenanya setiap peralihannya perlu dicatat dalam Daftar Umum Paten. Biaya pendaftaran dan pencatatan dibebankan kepada pihak yang menerima pengalihan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat (1)
Hak sebagai penemu terdahulu tidak dapat dialihkan karena memang bukan merupakan hak khusus seperti halnya paten.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 76
Ayat (1)
Berbeda dengan pengalihan paten di mana pemilikan hak juga beralih, maka perlisensian melalui suatu perjanjian pada dasarnya hanya bersifat pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi daripada paten, dalam jangka waktu tertentu da syarat tertentu pula.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 77
Kadang-kadang perjanjian lisensi dibuat khusus, artinya lisensi hanya diberikan kepada pemegangnya. Bilamana dimaksudkan demikian maka hal itu harus secara tegas dinyatakan dalam perjanjian lisensi. Apabila tidak, maka perjanjian lisensi paten dianggap tidak memakai syarat seperti itu. Undang-undang ini menganut faham yang demikian itu. Oleh karenanya Pemegang Paten pada dasarnya masih boleh melaksanakan sendiri paten yang dilisensikannya, atau memberi lisensi yang sama kepada pihak ketiga lainnya.
Ketentuan ini dengan demikian dimaksudkan untuk mencegah berlangsungnya keadaan diamana perjanjian lisensi kemudian selalu dianggap bersifat ekslusif.
Pasal 78
Ayat (1)
Paten merupakan salah satu sumber informasi teknologi yang sangat penting.
Perlisensian yang berlangsung dengan syarat yang kurang atau sama sekali menutup jalan kearah penguasaan teknologi dalam paten, hanya akan menghambat pengembangan kemampuan bangsa Indonesia dalam mengetahui dan menguasai teknologi yang bersangkutan.
Dalam berfikir bahwa teknologi sangat penting dan besar artinya terhadap kehidupan dan kemajuan industri, maka adanya ketentuan serupa itu praktis tidak bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Ayat (2)
Penolakan permintaan pendaftaran dan pencatatan tersebut, dengan memperhatikan ayat (1), memang sudah seharusnya ditolak oleh kantor paten.
Pasal 79
Ayat (1)
Seperti halnya pengalihan pemilikan, perjanjian lisensi juga wajib didaftarkan dan dicatat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Istilah lisensi wajib (non voluntary license/compulsory license) lebih mengajcu pada mekanisme, dimana dalam kondisi tertentu dan atas dasar dan syarat tertentu pula, suatu paten berdasarkan putusan pengadilan Negeri setelah mendengar Pemegang Paten dapat dilaksanakan oleh pihak lain yang meminta.
Yang dimaksud dengan mendengar Pemegang Paten adalah mendengar penjelasan Pemegang Paten dimana di depan sidang Pengadilan Negeri mengenai hal-hal yang berkaitan dengan alasan diajukannya permintaan lisensi wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat (2). Dengan demikian permintaan dan pemberian Lisensi Wajib paad dasarnya berlangsung dengan sepengetahuan Pemegang Paten.
Pasal 82
Ayat (1)
Yang dimaksud denga orang adalah perorangan atau badan hukum.
Dengan ketentuan ini, maka penilaian apakah suatu paten tidak dilaksanakan di Indonesia oleh Pemegang Paten dan inisiatif untuk melaksanakannya, diserahkan kepada masyarakat pada khususnya masyarakat industri dan bukan kepada Negara.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong kemingkinan pemakaian paten secara luas dan bermanfaat bagi masyarakat dan sekaligus menutup kemungkinan dimanfaatkannya sistem paten untuk tujuan yang sempit dan bertentangan dengan maksud Undang-undang ini.
Permintaan lisensi dalam rangka Lisensi Wajib ini hanya diajukan kepada Pengadilan Negeri dan bukan kepada Kantor Paten.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tidak dilaksanakan adalah, bahwa dalam waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal paten diberikan Kantor Paten, paten yang bersangkutan tidak juga digunakan untuk membuat produk, padahal kebutuhan masyarakat akan produk yang bersangkutan sangat besar.
Ayat (3)
Ketentuan ini bersangkutan denga kondisi yang harus dipersiapkan, yaitu tersedianya hakim yang memiliki pengetahuan dan penguasaan masalah paten dengan segala aspek hukum, sosial, ekonomi dan teknisnya. Untuk itu menetapkan pengadilan Negeri tertentu yang dapat menerima permintaan lisensi seperti itu.
Pasal 83
Ayat (1)
Selain pembuktian mengenai kebenaran alasan tentang tidak dilaksanakannya paten dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal diberikannya paten, permintaan Lisensi Wajib harus dilengkapi dengan bukti mengenai jjhal-hal yang diatur dalam ayat ini.
Perlunya bukti yang menyakinkan bahwa orang yang meminta harus mempunyai kemampuan finansiil dan teknis untuk melaksanakan sendiri paten tersebut, dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan yang dapat pula merusak sistem paten dan menggunakannya untuk tujuan antara lain persaingan yang tidak sehat atau sekedar menjadi perantara saja.
Pengadilan Negeri juga harus meneliti dengan benar apakah permintaan Lisensi Wajib tersebut dapat dilaksanakan orang yang meminta dalam skala ekonomi yang layak dan dapat memberikan kemanfaatan kepada sebagian besar masyarakat.
Dapat dilaksanakan dalam skala ekonomi yang layak, artinya paten tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan barang dalam jumlah dan tingkat harga yang sebanding dengan kebutuhan dan kondisi pasar.
Ayat (2)
Pendapat ahli dari Kantor Paten dan pendapat Pemegang Paten tersebut diperlukan agar Pengadilan Negeri dapat mempertimbangkan dan memutuskan secara obyektif dan benar. Ahli tersebut dapat berasal dari Kantor Paten atau dari instansi Pemerintah yang terkait atas permintaan Kantor Paten.
Ayat (3)
Keputusan Pengadilan Negeri dapat saja lebih pendek dari jangka waktu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah dan hal itu tergantung dari hasil pemeriksaan selama persidangan.
Pada dasarnya, jangka waktu untuk pelaksanaan paten berdasar Lisensi Wajib ini diatur dalam Peraturan Pemerintah. Selain masalah jangka waktu, dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur pula ketentuan antara lain mengenai tata cara dengar pendapat, dasar dan cara penetapan besarnya royalti, pendaftaran Lisensi Wajib dan pembatalan Lisensi Wajib.
Pasal 84
Penundaan tersebut dapat berlangsung selama waktu yang dinilai wajar untuk melihat dan memberi kesempatan kepada Pemegang Paten bahwa ia benar-benar berusaha dan dapat menunjukkan bukti nyata mengenai kegiatan dan hasil pelaksanaan patennya.
Bilamana demikian halnya, Pengadilan Negeri selanjutnya dapat menolak permintaan lisensi.
Tetapi kalau sampai akhir penundaan tersebut memang terbukti lain, atau selama waktu penundaan tidak ada tanda-tanda atau bukti akan mampu dilaksanakannya paten tersebut secara komersial, Pengadilan membuka kembali persidangan dan melanjutkan pemeriksaan terhadap permintaan lisensi.
Pasal 85
Ayat (1)
Royalti adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh Pemegang Lisensi Wajib kepada Pemegang Paten.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Perjanjian lain yang sejenis, maksudnya adalah perjanjian yang lazim dibuat dalam pengalihan kemampuan atau pengetahuan tentang tekhnologi yang tidak dipatenkan.
Mengenai bentuk imbalan dan cara pembayarannya lihat pula ketentuan Pasal 13.
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Biaya tersebut adalah untuk pendaftaran dan untuk pemeliharaan catatan untuk setiap tahun selama jangka waktu berlakunya lisensi tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 88
Ayat (1)
Keadaan ini biasanya terjadi dalam pelaksanaan paten yang merupakan hasil penyempurnaan atau pengembangan penemuan yang lebih dahulu telah dilindungi paten. Oleh karenanya, pelaksanaan paten yang baru tersebut berarti melaksanakan sebagian atau seluruh penemuan yang telah dilindungi paten yang dipegang oleh orang lain. Apabila Pemegang Paten terdahulu memberi lisensi bagi pelaksanaan paten yang merupakan hasil penyempurnaan atau pengembangan berikutnya, jelas tidak menjadi masalah.
Tetapi kalau lisensi untuk itu tidak diberikan, semestinya Undang-undang ini menyediakan jalan keluarnya.
Oleh karenanya, agar paten yang diberikan belakangan dapat dilaksanakan, sudah sewajarnya bila yang terakhir ini juga dimungkinkan untuk melaksanakannya tanpa melanggar paten yang terdahulu. Hal itu hanya dapat terlaksana apabila Lisensi Wajib diberikan oleh Pengadilan.
Contoh mengenai hal ini adalah sebagai berikut:
Paten A terdiri atas 4 klaim, yang seluruhnya merupakan satu kesatuan.
Paten B, yang diperoleh sesudah paten A, pada dasarnya berisikan 3 klaim yang pada hakekatnya merupakan penyempurnaan dan pengembangan 3 klaim diantara 4 klaim dalam paten A. Sebagai hasil penyempurnaan dan pengembangan, sudah barang tentu paten B memiliki basis teknologi yang ada pada paten A. Seandainya pemegang paten B bermaksud akan melaksanakan patennya, hal tersebut akan sulit tanpa melanggar salah satu klaim dalam paten A.
Bila Pemegang Paten A memberikan lisensi kepada Pemegang paten B untuk melaksanakan satu klaim miliknya, jelas tidak akan timbul masalah. Tetapi kalau Pemegang paten A tidak bersedia memberikan lisensi maka satu-satunya jalan bagi Pemegang Paten B adalah meminta Lisensi Wajib kepada Pengadilan Negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 89
Ayat (1)
Huruf a
Alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian Lisensi Wajib adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (2).
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Syarat dan ketentuan yang dimaksud adalah sebagaimana antara lain diatur dalam Pasal 83 ayat (1) dan Pasal 85.
Ayat (2) dan Ayat (3)
Pemberitahuan putusan pembatalan Lisensi Wajib oleh Pengadilan Negeri dan pemberitahuan pencatatan serta pengumuman oleh Kantor Paten harus dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin. Oleh karena putusan pembatalan tersebut hanya menyangkut Lisensi Wajib yang pernah diberikan putusan oleh Pengadilan Negeri atas permintaan bekas Pemegang Lisensi Wajib yang bersangkutan dan pemberian atau pembatalannya juga terikat pada syarat tertentu, maka pembatalan tersebut tidak dimintakan banding dan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125.
Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Pada prinsipnya Lisensi Wajib tidak dapat dialihkan. Sebab, lisensi seperti ini hanya diberikan dalam keadaan khusus, dan terikat pada syarat-syarat yang khusus pula dalam pelaksanaannya.
Dikecualikan dari ketentuan tersebut adalah dalam hal pewarisan, yaitu orang perorangan yang memperoleh lisensi tersebut meninggal dunia. Bagi badan hukum, tidak berlaku ketentuan tentang pewarisan.
Agak berlainan halnya dengan Lisensi Wajib yang dimintakan dalam kaitannya dengan pelaksanaan suatu paten, seperti yang diatur dalam Pasal 88. Dalam hal ini, pengalihan tetap dapat berlangsung. Sebab, yang dialihkan adalah paten yang baru, yang pelaksanaannya tidak mungkin dapat berlangsung tanpa melanggar paten yang lama dan untuk itu dimintakan Lisensi Wajib.
Bagi badan yang baru tadi, ketentuan tentang dapat berlakunya paten sebagaimana diatur dalam Pasal 73 berlaku sepenuhnya.
Ayat (2)
Dalam hal beralihnya Lisensi Wajib berlangsung karena pewarisan, maka pelaksanaannya oleh ahli waris tetap terikat pada syarat-syarat pemberiannya dan ketentuan lainnya, serta berlangsung untuk sisa jangka waktu yang masih ada.
Selain itu, beralihnya Lisensi Wajib karena pewarisan tersebut harus dilaporkan kepada Kantor Paten untuk selanjutnya dicatat.
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Karena pelaksanaan paten serupa ini sangat tergantung pada persetujuan Pemerintah, maka tidak dilaksanakannya paten tersebut selama jangka waktu 48 (empat puluh delapan) bulan sejak pemberian paten tidak dianggap sebagai tidak dilaksanakannya paten yang bersangkutan.
Pasal 95
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 96
Ayat (1)
Karena paten pada dasarnya hak yang diterima dari Negara untuk selama jangka waktu tertentu, maka kalau yang bersangkutan tidak menghendaki hak tersebut lebih lanjut, dapat saja Negara membatalkan hak yang telah diberikannya.
Permintaan untuk itu diajukan oleh Pemegang Paten secara tertulis kepada Kantor Paten.
Ayat (2)
Persetujuan Pemegang Lisensi dalam pembatalan paten dimaksudkan untuk melindungi kepentingan Pemegang Lisensi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Lihat penjelasan ayat (2)
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 97
Ayat (1)
Huruf a
Termasuk pula dalam pengertian ini adalah paten yang sudah ada tetapi kemudian penggunaan, pengumuman atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum atau kesusilaan. Paten serupa ini dapat pula digugat pembatalannya.
Huruf b
Gugatan pembatalan ini biasanya ditujukan terhadap paten yang diberikan belakangan kepada orang lain, tetapi untuk penemuan yang sebenarnya sama.
Ayat (2)
Penentuan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melayani gugatan serupa ini, dimaksudkan untuk memusatkan pemeriksaan mengingat penyelesaiannya sangat memerlukan data dan penjelasan dari Kantor Paten.
Ayat (3)
Lihat pula penjelasan ayat (2)
Pasal 98
Apabila ada klaim yang dimintakan pembatalan karena alasan seperti yang diatur dalam Pasal 95, dan kemudian dinyatakan benar, maka pembatalan hanya ditujukan terhadap klaim yang dimintakan pembatalan.
Dalam hal ini, berarti sebagian paten dibatalkan.
Pasal 99
Ayat (1)
Sekalipun gugatan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat disampaikan kepada Kantor Paten, tetapi penyampaian tersebut lebih bersifat pemberitahuan.
Pemanggilan untuk pemeriksaan sehubungan dengan adanya gugatan tersebut, tetap dilakukan sendiri oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Begitu pula halnya dengan penyampaian putusan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 100
Sejauh mengenai hak Pemegang Lisensi berkenaan dengan pembatalan paten, periksa penjelasan Pasal berikut.
Pasal 101
Keputusan mengenai batalnya paten, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian, tidak mulai berlaku sejak adanya pemberitahuan Kantor Paten atau tanggal pencatatannya dalam Daftar Umum Paten ataupun tanggal pengumumannya.
Yang digunakan untuk titik tolak pada dasarnya adalah tanggal putusan Pengadilan, kecuali bilamana dalam putusan itu ditetapkan tanggal yang lain. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pencatatan dan lain-lain oleh Kantor Paten, biasanya baru berlangsung beberapa waktu setelah putusan Pengadilan. Dengan begitu, perlindungan terhadap pihak lain dapat diberikan sedini mungkin.
Pasal 102
Ayat (1)
Ketentuan ini merupakan perlindungan terhadap Pemegang Lisensi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 103
Ayat (1)
Bagi Pemegang Lisensi Paten yang dibatalkan, pada dasarnya terus dapat melaksanakan hak yang diperolehnya. Bedanya, lisensi tersebut menjadi lisensi atas paten lainnya yang tidak dibatalkan.
Ayat (2)
Kewajiban pembayaran royalti berikutnya berpindah kepada Pemegang Paten yang tidak dibatalkan.
Pasal 104
Ayat (1)
Kewenangan ini terbatas hanya apabila paten mempunyai arti yang penting bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara.
Dengan sendirinya, paten yang dimaksud adalah paten yang diberikan di Indonesia saja.
Karena pertahanan keamanan Negara menyangkut kepentingan Nasional, maka adalah wajar bila Pemerintah diberi kewenangan untuk melaksanakannya. Masalahnya bukan sekedar kelangsungan hidup Negara, atau semakin kuatnya Negara dimana paten yang bersangkutan diberikan dan dilindungi, tetapi hal ini juga merupakan salah satu sisi daripada fungsi sosial suatu paten.
Namun begitu, bilamana suatu paten atau pelaksanaannya sekedar memiliki kaitan dengan kebutuhan penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara, tetapi tidak mempunyai arti/pengaruh yang penting dan karenanya tidak diperlukan sekali, Pemerintah tidak perlu menggunakan kewenangan ini.
Ayat (2)
Sekalipun kewenangan untuk melaksanakan sendiri paten tersebut diberikan, tetapi hal itu tidak berarti bahwa keputusan untuk itu dapat dilakukan setiap orang dalam pemerintahan.
Keputusan untuk itu hanya dapat diberikan oleh Presiden, setelah mendengar pertimbangan Menteri dan Menteri yang bertanggungjawab di bidang pertahanan keamanan Negara.
Dengan begitu ketentuan ini merupakan pembatasan pertama terhadap kewenangan tersebut, sehingga tidak digunakan secara merugikan penemu atau yang berhak atas penemuan.
Pasal 105
Ayat (1)
Ketentuan ini khusus untuk penemuan yang belum diberi paten, tetapi proses permintaannya sedang berlangsung. Penemuan yang dalam pemeriksaan awal sudah dapat diketahui memiliki arti penting bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara, atau pelaksanaannya akan sangat penting arti dan pengaruhnya terhadap pertahanan keamanan Negara, menurut Pasal 52 tidak boleh diumumkan.
Sekalipun menurut ketentuan pasal 53 terhadap penemuan serupa itu pada saatnya dan apabila diminta juga akan dilakukan pemeriksaan substabtif, tetapi bila kepentingan seperti itu timbul, Negara tetap dapat melaksanakan penemuan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pembebasan kewajiban pembayaran biaya pemeliharaan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pelaksanaan paten tersebut sangat tergantung kepada persetujuan pemerintah.
Pasal 106
Ayat (1)
Pemberitahuan dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada Pemegang Paten yang bersangkutan dalam waktu yang secukupnya, setelah mendengar pendapat dan saran Pemegang Paten yang bersangkutan.
Apabila suatu paten di Indonesia dianggap penting artinya oleh Pemerintah bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, paten tersebut dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah dalam jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan aspek keamanan.
Apabila Pemerintah tidak lagi bermaksud melaksanakan sendiri paten tersebut sedangkan jangka waktu paten belum berakhir maka hak Pemegang Paten atas patennya menjadi pulih. Dalam hal demikian Pemegang Paten yang bersangkutan dapat melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak lain dan untuk itu harus mendapat persetujuan Pemerintah.
Imbalan yang diberikan Pemerintah kepada Pemegang Paten lebih berarti sebagai kompensasi yang besarnya disamakan dengan pemakaian atas dasar lisensi dalam suatu kegiatan ekonomi pada umumnya.
Ayat (2)
Imbalan dalam hal ini lebih berarti sebagai kompensasi daripada sebagai royalti, oleh karena itu imbalan yang wajar harus diberikan.
Penghitungannya, dilakukan dengan memperhatikan cara yang lazim digunakan dalam praktek pemberian lisensi, termasuk komponen harga yang biasa digunakan dalam cara perhitungan tersebut yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Termasuk dalam pengaturan ini adalah kemungkinan pemberian semacam imbalan tambahan dalam bentuk hadiah atau bonus atau apapun yang sejenis bilamana keadaan tertentu dari pelaksana paten tersebut ternyata diperoleh manfaat ekonomi yang besarnya melebihi perkiraan awal.
Hal ini penting, karena pemikiran yang mendasari pemberian kewenangan seperti ini sama sekali jauh dari perampasan hak atau penyitaan kekayaan seseorang. Oleh sebab itu, cara penyampaiannnya perlu pula dilakukan secara sederhana, cepat dan langsung.
Pasal 107
Ayat (1)
Keputusan Pemerintah dalam bidang ini adalah benar-benar untuk kepentingan pertahanan keamanan Negara.
Proses penilaian dan pertimbangan berlangsung secara cermat, berjenjang dan berakhir hingga keluarnya Keputusan Presiden. Mengingat kepentingan yang diwakili Pemerintah lebih mengutamakan keselamatan, kebutuhan, ketenteraman dan ketertiban kehidupan seluruh penduduk Negara, maka keputusan Pemerintah bersifat final.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 108
Ketentuan dalam Bab ini barulah bersifat pokok. Karena menyangkut hak seseorang, sudah sepantasnya bilamana ketentuan ini segera diikuti ketentuan yang lebih bersifat rinci dan mampu memberikan kejelasan operasionalisasinya.
Pasal 109
Cukup jelas
Pasal 110
Ayat (1)
Karena proses penemuannya berlangsung sederhana dan hasil yang diperoleh juga bersifat sederhana, maka penemuan yang dihasilkan biasanya hanya berisikan 1 (satu) klaim.
Ayat (2)
Dengan ketentuan ini maka terhadap setiap permintaan Paten Sederhana secara langsung dilakukan pemeriksaan substantif tanpa perlu adanya pengumuman.
Sekalipun demikian syarat kelengkapan sebagaimana lazimnya permintaan paten pada dasarnya tetap harus dipenuhi.
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Karena Paten Sederhana ini menyangkut teknologi yang proses penemuannya berlangsung sederhana, maka tidak diperlukan adanya mekanisme banding seperti halnya paten pada umumnya.
Dari segi ekonomi dan jangka waktu perlindungan yang relatif pendek, proses yang semakin panjang tidak pula menguntungkan bagi penemu itu sendiri.
Pasal 112
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 10.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 113
Karena hasil penemuan tersebut bersifat sederhana, sudah sepantasnya pula bila prosedur perolehan Paten Sederhana juga dibuat sederhana. Artinya, lebih sederhana kalau dibanding dengan prosedur perolehan paten.
Begitu pula untuk hal-hal lainnya, yang pada dasarnya perlu dibedakan misalnya pengenaan biaya pemeriksaan dan lain-lain yang dipandang perlu.
Pasal 114
Ayat (1)
Biaya yang dibayarkan tersebut dan biaya lainnya yang ditentukan dalam Undang-undang ini merupakan penerimaan Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 115
Contoh pembayaran biaya tahunan tersebut adalah:
A memperoleh Paten pada tanggal 1 Januari 1980 maka kewajiban pembayaran biaya tahunan yang pertama harus dipenuhi selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 1980 tersebut. uNtuk biaya tahunan tiap-tiap tahun berikutnya harus dibayar selambat- lambatnya tanggal 1 Januair setiap tahun.
Pasal 116
Ayat (1) dan Ayat (2)
Jangka waktu 3 (tiga) tahun tersebut didasarkan atas pertimbangan untuk memberikan kesempatan yang cukup kepada Pemegang Paten untuk mempertimbangkan sendiri kelangsungan patennya.
Pembatalan paten karena tidak membayar biaya tahunan diberitahukan oleh Kantor Paten kepada Pemegang Paten secara tertulis. Dalam pemberitahuan tersebut dimuat tanggal berakhirnya paten yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan Pasal ini.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 117
Ayat (1)
Pengenaan biaya tambahan sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) untuk tiap tahun tersebut dimaksudkan agar Pemegang paten benar-benar memperhatikan kewajibannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 118
Ayat (1) dan Ayat (2)
Penyelenggaraan administrasi tersebut meliputi penyelengaraan dokumentasi dan pelayanan informasi paten.
Pasal 119
Sebagai salah satu sumber informasi teknologi, paten merupakan sarana bagi peningkatan penguasaan dan kemampuan bangsa di bidang teknologi.
Oleh karenanya, masalah dokumentasi dan informasi paten memiliki arti dan peran yang sangat penting bahkan strategis. Untuk itu, Kantor Paten perlu diberi dorongan untuk menyusun sistem dokumentasi dan khususnya sisten jaringan informasi yang saling terkait dan kuat. Dalam rangka ini, Kantor Paten memanfaatkan kemampuan dan fasilitas yang dimiliki instansi lainnya baik milik Pemerintah maupun swasta dengan kerjasama sebaik-baiknya dalam mewujudkan sistem tersebut.
Selain itu, terbinanya dokumentasi dan sisten jaringan informasi yang baik dan tangguh, juga bermanfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas Kantor Paten itu sendiri, terutama dalam melakukan pemeriksaan paten.
Masih dalam rangka pembangunan dan pengembangan sisten dokumentasi dan informasi paten secara nasional, Kantor Paten memanfaatkan kesempatan bantuan teknik dan kerjasama luar negeri.
Pasal 120
Sekalipun pembinaan Kantor Paten pada dasarnya dilakukan oleh Menteri, tetapi mengingat paten memiliki segi-segi yang sangat luas baik di bidang sosial-budaya, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan Negara, maka dalam pelaksanaan tugasnya Kantor Paten harus selalu memperhatikan pula kepentingan dan kecenderungan yang berlangsung di bidang di atas.
Karenanya, Kantor Pten wajib bekerja seerat-eratnya dengan berbagai instansi Pemerintah yang bersangkutan, termasuk instansi atau organisasi swasta.
Penanggungjawabannya, tetap diberikan kepada Menteri.
Pasal 121
Ayat (1)
Tuntutan ini menyangkut pemilikan paten. Dalam hal ini orang yang merasa bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 sebenarnya berhak atas suatu paten, dapat menuntut orang lain yang ternyata telah memperoleh paten.
Penentuan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa tuntutan serupa ini didasarkan pertimbangan antara lain:
a. kemudahan untuk memperoleh data termasuk dokumen yang diperlukan dalam pembuktian;
b. adanya faktor internasional dalam pelaksanaan sistem paten.
Namun demikian bilamana keadaan di masa mendatanag telah memungkinkan, Menteri dapat menetapkan Pengadilan Negeri lainnya untuk melayani tuntutan yang serupa.
Yang dimaksud dengan hak yang melekat pada paten antara lain meliputi manfaat ekonomi yang telah dinikmati dari paten yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 122
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 123
Ayat (1)
Ketentuan ini berlaku pula dalam hal adanya tuntutan sebagaimana diatur dalam Pasal 121 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 124
Sekalipun paten merupakan hak milik perorangan, tetapi pelaksanaannya memiliki dampak yang sangat luas dalam segi lain terutama di bidang tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan politik.
Oleh karenanya, agar pelaksanaan hak tersebut dapat berlangsung dengan tertib, Negara juga mengancam pidana atas pelanggaran tertentu terhadap Undang-undang ini.
Pasal 125
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud Pengadilan Negeri adalah pengadilan tingkat pertama.
Pasal 126
Cukup jelas
Pasal 127
Cukup jelas
Pasal 128
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Ayat (1)
Pemberian wewenang kepada pejabat pegawai negeri sipil dalam ayat ini, sama sekali tidak mengurangi wewenang penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia untuk menyidik tindak pidana di bidang paten.
Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya pejabat pegawai negeri sipil tersebut berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Ayat (3)
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, diminta atau tidak diminta memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada pejabat penyidik pegawai negeri sipil tersebut pada ayat (1).
Yang dimaksud dengan petunjuk antara lain, ialah yang berkaitan dengan teknik dan taktik penyidikan sedangkan bantuan penyidikan antara lain penangkapan, penahanan dan pemeriksaan laboratorium.
Oleh karena itu, pejabat penyidik pegawai negeri sipil sejak awal wajib memberitahukan tentang penyidikan itu kepada penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Selanjutnya hasil penyidikan berupa berkas perkara, tersangka dan barang bukti diserahkan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Pasal 131
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Pengumuman Pemerintah Tahun 1953 adalah Pengumuman Menteri Kehakiman Nomor J.S.5/41/4 tanggal 12 Agustus 1953 yang dimuat dalam Berita Negara Nomor 69 tanggal 28 Agustus 1953 dan Pengumuman Menteri Kehakiman Nomor J.G.1/2/17 tanggal 29 Oktober 1953 yang dimuat dalam Berita Negara Nomor 91 tanggal 13 Nopember 1953.
Pembatasan bahwa yang dapat dimintakan paten adalah permintaan yang telah didaftarkan dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir didasarkan atas pertimbangan bahwa sekalipun dalam pengumuman tanggal 12 Agustus 1953 diberitahukan adanya kemungkinan untuk diberikan prioritas untuk diproses, tetapi hal itupun berkaitan dengan realita yang berkaitan dengan jangka waktu paten yang diatur dalam Undang-undang ini serta waktu yang dibutuhkan untuk memprosesnya.
Dalam pengajuan permintaan paten tersebut, sepenuhnya harus diikuti ketentuan Undang- undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Karena dinyatakan gugur, maka pendaftaran tersebut dianggap tidak memiliki kekuatan hukum lagi dan karenanya tidak berlaku.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 132
Cukup jelas
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas