TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1997
TENTANG
PSIKOTROPIKAUMUM
Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesedaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, yang dilakukan melalui berbagai upaya kesehatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut, psikottropika memegang peranan penting. Di samping itu, psikotropika juga digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan meliputi penelitian, pengembangan, pendidikan dan pengajaran sehingga ketersediaannya perlu dijamin melalui kegiatan produksi dan impor.
Penyalagunaan psikotropika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Hal ini tidak saja merugikan bagi penyalahguna, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi, dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara.
Penyalahgunaan psikotropika mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan peredaran gelap psikotropika menyebabkan meningkatnya penyalahgunaan yang makin meluas dan berdimensi internasional.
Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan psikotropika dan upaya pemberantasan peredaran gelap. Di samping itu, upaya pemberantasan peredaran gelap psikotropika terlebih dalam era golobalisasi komunikasi, informasi dan transportasi sekarang ini sangat diperlukan.
Dalam hubungan ini dunia internasional telah mengambil langkah-langkah untuk mengawasi psikotropika melalui:
1. Convention On Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika 1971), dan
2. Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 (Konvensi Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988).
Konvensi ini membuka kesempatan bagi negara-negara yang mengakui dan meratifikasinya untuk melakukan kerjasama dalam penanggulangan penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap psikotropika, baik secara blateral dan mutilateral.
Sehubungan dengan itu, diperlukan suatu upaya untuk mengendalikan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika melalui perundang-undangan di bidang psikotropika. Undang-undang ini mengatur kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang berada di bawah pengawasan internasional, yaitu yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan dan digolongkan menjadi:
a. Psokotropika Goongan I;
b. Psokotropika Goongan II;
c. Psokotropika Goongan III;
d. Psokotropika Goongan IV;
Penggolongan ini sejalan dengan Konvensi Psikotropika 1971, sedangkan psikotropika yang tidak termasuk golongan I, golongan II, golongan III, dan golongan IV pengaturannya tinduk pada ketentuan perundang-undangan di bidang obat keras. Pelaksanaan Undang-undang tentang Psikotropika tetap harus memperhatikan berbagai ketentuan perundang-undangan yang berkaitan, antara lain Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara, dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Demikian dalam pelaksanaan penyelenggaraan harus tetap berlandaskan pada asas eimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, asa manfaat, keseimbangan, dan keselarasan dalam peri kehidupan serta tatanan hukum dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Undang-undang Psikotropika ini mengatur: produksi, peredaran, penyerahan, ekspor dan impor, pengangkutan, transito, pemeriksaan, label dan iklan, kebutuhan tahunan dan pelaporan, pengguna psikotropika dan rehabilatasi, pemantauan prekursor, pembinaan dan pengawasan, pemusnahan, peran serta masyarakat, penyidik dan ketentuan pidana.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
cukup jelas
Angka 2
cukup jelas
Angka 3
cukup jelas
Angka 4
cukup jelas
Angka 5
cukup jelas
Angka 6
cukup jelas
Angka 7
cukup jelas
Angka 8
cukup jelas
Angka 9
cukup jelas
Angka 10
cukup jelas
Angka 11
cukup jelas
Angka 12
cukup jelas
Angka 13
cukup jelas
Angka 14
cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika adalah seluruh aktivitas kegiatan yang dimulai dari kegiatan atau proses produksi sampai dengan penyerahan psikotropika, termasuk pemusnahannya.
Yang diatur dalam undang-undang ini hanyalah psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan. Mengingat akibat yang dapat ditimbulkan oleh psikotropika, khususnya yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila disalahgunakan untuk maksud selain pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan, maka diperlukan suatu perangkat hukum untuk mengendalikan psikotropika secara khusus.
Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Psikotropika 1971. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban, memperlakukan dan mengendalikan psikotropika secara khusus sesuai dengan konvensi tersebut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan:
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dapam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
c. Psikotropika Golongan III adalah psikotropika yang berkasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Sekalipun pengaturan psikotropika dalam golongan I, psikottropika golongan II, psikotropika golongan III, dan psikotropika golongan IV, masih terdapat psikotropika lainnya yang tidak mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan, tetapi digolongkan sebagai obat keras. Oleh karena itu, pengaturan, pembinaan, dan pengawasannya tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang obat keras.
Ayat (3)
Jenis-jenis psikotropika yang terlampir dalam Undang-undang ini telah disesuaikan dengan perkembangan terakhir dari kesepakatan internasional yang dituangkan dalam daftar penggolongan psikotropika yang dikeluarkan oleh badan internasional di bidang psikotropika. Khusus ntuk Tetrahydro cannabinol dan deviratnya, dalam Convention on Psychotropic 1971 beserta daftar yang dikeluarkan badan internasional dimasukkan dalam psikotropika golongan I dan golongan II. Namun, dalam Undang-undang ini telah dikeluarkan karena sesuai dengan tatanan hukum yang ada zat tersebut merupakan salah satu jenis narkotika.
Ayat (4)
Menteri dalam menetapkan perubahan jenis-jenis psikotropika menyesuaikan dengan daftar perubahan psikotropika yang dikeluarkan oleh badan internasional di bidang psikotropika dan selalu memperhatikan kepentingan nasional dalam pelayanan kesehatan.
Pasal 3
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Penyalahgunaan atau dalam pengertian lain disebut penggunaan secara merugikan adalah penggunaan psikotropika tanpa pengawasan dokter.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam rangka penelitian, psikotropika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan medis yang sangat terbatas dan dilaksanakan oleh yang diberi wewenang khusus untuk itu oleh Menteri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Farmakope Indonesia adalah buku standar teknis yang memuat standar dan/atau persyaratan mutu yang berlaku bagi setiap obat yang digunakan di Indonesia.
Yang dimaksud dengan buku standar lainnya dalam pasal ini adalah buku farmoke yang dikeluarkan oleh negara lain atau badan internasional yang digunakan sebagai acuan dalam standar dan/atau persyaratan mutu obat yang mencakup pemerian (spesifikasi), kemurnian, pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Hal ini dilakukan apabila belum atau tidak terdapat dalam farmoke Indonesia.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Dokumen pengangkutan tersebut dibuat oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, mengirimkan psikotropika tersebut.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Penyaluran psikotropika yang dilakukan pabrik obat, pedagang besar farmasi sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah atau apotek yang mengirimkan psikotropika tersebut.
Yang dimaksud dengan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah adalah sarana yang mengelola sediaan dan alat kesehatan milik Pemerintah, baik Pemerintah maupun Pemerintah Daerah, ABRI dan BUMN dalam rangka pelayanan kesehatan.
Ayat (2)
Rumah sakit yang telah memiliki instalasi farmasi memperoleh psikotropika dari pabrik obat atau pedagang besar farmasi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter, dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Ayat (2)
Rumah sakit yang belum memiliki instalasi farmasi hanya dapat memperoleh psikottropika dari apotek.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Penyerahan psikotropika oleh dokter di daerah terpencil memerlukan surat izin menyimpan obat, dari Menteri atau pejabat yang diberi wewenang, Izin tersebut melekat pada surat keputusan penempatan di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1) dan ayat (2)
Pelaksanaan ekspor atau impor psikotropika tunduk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Surat persetujuan ekspor dari Menteri berisi keterangan tertulis mengenai nama, jenis, bentuk dan jumlah psikotropika yang disetujui untuk diekspor, nama dan alamat eksportir dan importir di negara pengimpor, janhka waktu pelaksanaan ekspor dan keterangan bahwa ekspor tersebut untuk kepentingan pengobatan dan/atau ilmu pengetahuan. Surat Persetujuan Impor dari Menteri berisi keterangan tertulis mengenai nama jenis, bentuk dan jumlah psikotropika yang disetujui untuk diimpor, nama dan alamat importir dan eksportir di negara pengekspor, jangka waktu pelaksanaan impor dan keterangan bahwa impor tersebut untuk kepentingan pengobatan dan/atau ilmu pengetahuan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabat pabean dan pejabat kesehatan. Pengemas kembali yang dilakukan, harus dibuatkan berita acara.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Batas waktu tujuh hari kerja tersebut dibuktikan dengan stempel pos tercatat, atau tanda terima jika diserahkan secara langsung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Pada prinsipnya iklan psikotropika, termasuk yang terselubung, dilarang. Larang ini dimaksudkan melindungi masyarakat terhadap penyalahgnaan psikotropika penggunaan psikotropika yang merugikan.
Brosur dan pameran ilmiah yang dimaksudkan sebagai sarana informasi bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dalam rangka pelayanan kesehatan tidak termasuk dalam pengertian iklan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Dokter yang melakukan praktik pribadi dan/atau pada sarana kesehatan yang memeberikan pelayanan medis, wajib membuat catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika, dan disimpan sesuai dengan ketentuanmasa simpan resep, yaitu tiga tahun.
Catatan mengenai psikotropika di badan usaha sebagaimana diatur pada ayat ini disimpan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dokumen pelaporan mengenai psikotropika yang berada di bawah kewenangan departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, disimpan, sekurang-kurangnya dalam waktu tiga tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengguna psikotropika pada ayat ini adalah pasien yang menggunakan psikotropika untuk pengobatan sesuai dengan jumlah psikotropika yang diberikan oleh dokter.
Ayat (2)
Apabila diperlukan dalam pembuktian tentang perolehan psikotropika dapat diberikan copy (salinan) resep atau surat keterangan dokter kepada pasien yang bersangkutan. Bagi yang bepergian ke luar negeri agar membawa surat keterangan dokter.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Fasilitas rehabilitasi antara lain rumah sakit, lembaga ketergantungan obat dan praktik dokter.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rehabilitasi medis adalah suatu kegiatan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan medis dan sosial agar pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin.
Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan dan pengembangan baik fisik, mental, maupun sosial pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan dapat melaksanakan fungsi sosial secara optimal dalam kehidupan masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 40
Yang dimaksud dengan psikotropika dalam jumlah tertentu pada ayat ini adalah jumlah yang sesuai dengan pengobatan dan/atau perawatan bagi wisatawan asing atau warga negara asing tersebut, dikaitkan dengan jangka waktu tinggal di Indonesia paling lama dua bulan, dan harus dibuktikan dengan copy (salinan) resep dan/atau surat keterangan dokter yang bersangkutan. Surat keterangan dokter harus dengan tegas mencantumkan jumlah penggunaan psikotropika setiap hari.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Yang dimaksud dengan prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan psikotropika.
Pasal 43
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Dalam rangka pemberantasan peredaran gelap psikotropika, termasuk terhadap sindikasi kriminal internasional, Pemerintah dapat melaksanakan pembinaan dan kerjasama, baik multilateral, maupun bilateral melalui badan-badan internasional, dengan memperhatikan kepentingan nasional.
Pasal 48
Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk piagam, tanda jasa, uang, dan/atau bentuk penghargaan lainnya.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Surat tugas hanya berlaku untuk sekali tugas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 54
Pelaksanaan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik pembelian terselubung serta penyadapan pembicaraan melalui telepon dan/atau alat-alat telekomunikasi elektronika lainnya hanya dapat dilakukan atas perintah tertulis Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 54
Ayat (1)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan;
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
c. Penyidik Pegawai Negeri Sipil terkait lainnya.
Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Departemen tersebut diberikan oleh Undang-undang ini pada bidang tugasnya masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "orang lain" adalah jaksa, pengacara, panitera, dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas