TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2002
TENTANG
TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN,
PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTANUMUM
Bangsa Indonesia dikaruniai dan mendapatkan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam berupa hutan yang tidak ternilai harganya, oleh karena itu, hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya berdasarkan akhlak mulia, sebagai ibadah dan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam rangka pengelolaan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dikelola dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaannya, serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Oleh karena itu dalam pengelolaan hutan perlu dijaga keseimbangan ketiga fungsi tersebut.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 22, Pasal 27 Pasal 29, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37 dan Pasal 38 yang mengatur Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, dilakukan dengan pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pinjam pakai kawasan hutan, maka pemegang izin di samping mempunyai hak pemanfaatan juga harus bertanggung jawab atas segala macam gangguan dan kerusakan terhadap hutan dan kawasan hutan yang dipercayakan kepadanya.
Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan penggunaan kawasan hutan dengan status pinjam pakai dapat diterbitkan izin pemanfaatan kayu/izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dengan menggunakan ketentuan-ketentuan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu atau bukan kayu pada hutan alam sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat yang berkeadilan, maka usaha kecil, menengah dan koperasi mendapatkan kesempatan seluas-luasnya dalam pemanfaatan hutan.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMS Indonesia) serta Koperasi yang memperoleh izin usaha dibidang kehutanan, wajib bekerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dan secara berkala memberdayakannya untuk menjadi unit usaha koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional, sehingga setara dengan pelaku ekonomi lainnya.
Untuk menjamin pelaksanaan pemanfaatan hutan guna mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pengawasan.
Guna memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang berkeadilan maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Kegiatan pengelolaan hutan meliputi:
a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan;
c. rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan
d. perlindungan hutan dan konservasi alam.
Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur mengenai tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan.
Sedangkan untuk kegiatan rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pelimpahan kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan hutan pada wilayah dan atau hutan kegiatan tertentu didasarkan pertimbangan adanya kekhasan daerah serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan kemampuan pengelolaan secara khusus.
Pelimpahan kewenangan kepada Badan Usaha Milik Negara tersebut tidak termasuk kewenangan publik atau kewenangan pemerintahan umum.
Pasal 4
Ayat (1)
Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan dengan tujuan khusus dapat ditetapkan pada hutan konservasi, hutan lindung atau hutan produksi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan dengan tujuan khusus dilakukan dengan menggunakan izin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Tata hutan merupakan kegiatan awal dalam pengelolaan hutan mencakup rancang bangun unit pengelolaan dengan memperhatikan hak-hak masyarakat dan keadaan hutan, mengelompokan sumber daya hutan sesuai ekosistem dan potensi hutan, melakukan pembagian blok ke dalam petak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Tata hutan cagar alam dengan rancang bangun batas-batas alam dan keberadaannya tidak boleh dilakukan perubahan, tetap asli sebagaimana adanya awal tercipta keadaan habitat cagar alam tersebut.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Penentuan batas-batas kawasan pengelolaan yang ditata didasarkan pada peta unit pengelolaan.
Dalam rencana pengelolaan dapat dilengkapi dengan penetapan tata letak kawasan yang mencerminkan pendayagunaan fungsi seperti lokasi tetap untuk monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistem bagi kepentingan penelitian pendidikan dan ilmu pengetahuan alam termasuk lokasi sarana pengelolaan penelitian dan pendidikan.
Ayat (3)
Pembagian kawasan ke dalam blok-blok disesuaikan dengan potensi dan kondisi kawasan yang antara lain terdiri dari blok rehabilitasi habitat, blok rehabilitasi populasi, blok pembinaan habitat dan populasi satwa dan blok lainnya disesuaikan dengan kebutuhan pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Zona inti merupakan bagian kawasan taman nasional yang hanya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan atau kegiatan penunjang budidaya dan sebagai sumber plasma nutfah.
Huruf b
Zona pemanfaatan merupakan bagian kawasan taman nasional yang hanya dapat dimanfaatkan bagi kegiatan pengusahaan pariwisata alam dan rekreasi, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, pendidikan dan atau kegiatan penunjang budidaya.
Huruf c
Zona lainnya adalah zona di luar zona inti dan zona pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu seperti zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, zona rehabilitasi dan sebagainya.
Pasal 9
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (2) Ayat (2)
Huruf a
Blok pemanfaatan diperuntukan bagi kegiatan pariwisata alam termasuk pembangunan sarana dan prasarana wisata.
Huruf b
Blok koleksi tanaman diperuntukan untuk koleksi tumbuhan.
Huruf c
Blok perlindungan diperuntukan bagi perlindungan jenis-jenis tumbuhan dan satwa dari pengaruh kegiatan tersebut.
Huruf d
Blok lainnya adalah bagian dari kawasan taman hutan raya yang lain kondisinya sehingga memerlukan perlakuan khusus, misal blok pemanfaatan tradisional, blok rehabilitasi dan lain-lain.
Pasal 10
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (2) Ayat (2)
Huruf a
Blok pemanfaatan intensif merupakan bagian dari taman wisata alam yang dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata alam termasuk untuk pemenuhan sarana dan prasarananya.
Huruf b
Blok pemanfaatan terbatas merupakan bagian dari taman wisata alam yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata alam dengan kegiatan khusus atau tertentu.
Huruf c
Blok lainnya merupakan bagian dari taman wisata alam yang kondisi dan potensinya perlu difungsikan secara khusus, misal blok perlindungan dan blok rehabilitasi.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Blok buru merupakan bagian dari kawasan taman buru yang diperuntukan bagi kegiatan berburu.
Huruf b
Blok pemanfaatan merupakan bagian dari kawasan taman buru yang diperuntukan bagi kegiatan pemenuhan sarana dan prasarana wisata buru.
Huruf c
Blok pengembangan satwa merupakan bagian dari kawasan taman buru yang diperlukan bagi satwa untuk berkembang biak.
Huruf d
Blok lainnya merupakan bagian dari kawasan tanam buru yang sesuai dengan kondisi lapangan dimaksudkan untuk kegiatan khusus, misalnya untuk pengamanan satwa atau manusia.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Pada blok pemanfaatan dimungkinkan melakukan kegiatan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan.
Huruf c
Pada blok lainnya dimungkinkan melakukan kegiatan rehabilitasi sebagai akibat kebakaran hutan atau perbuatan yang merusak hutan.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Hasil-hasil inventarisasi dituangkan dalam risalah yang dipergunakan untuk kepentingan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan.
Huruf c
Perisalahan hutan produksi merupakan kegiatan inventarisasi dalam rangka pengumpulan data tentang keadaan, potensi dan data lain dalam blok dan petak.
Huruf d
Pembagian hutan produksi ke dalam blok-blok dengan memperhatikan potensi dan kondisi hutan dalam rangka pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam.
Pembagian kawasan ke dalam blok-blok dan pembagian blok ke dalam petak-petak sesuai dengan potensi dan kondisi hutan.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan pembangunan prasarana pengelolaan hutan dan bukan merupakan kegiatan pembalakan, tetapi merupakan kegiatan untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pengelolaan hutan, misalnya untuk jalan pemeriksaan atau patroli.
Huruf g
Registrasi merupakan kegiatan pencatatan hasil kompartemenisasi, perisalahan dan pembukaan wilayah hutan.
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kriteria pengelolaan hutan secara lestari mencakup aspek ekonomi, sosial dan ekologi antara lain meliputi:
a. kawasan hutan yang mantap;
b. produksi yang berkelanjutan;
c. manfaat sosial bagi masyarakat di sekitar hutan; dan
d. lingkungan yang mendukung sistem penyangga kehidupan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Pemanfaatan hutan pada hutan konservasi meliputi:
a. pemanfaatan hutan pada kawasan suaka alam;
b. pemanfaatan hutan pada kawasan pelestarian alam; dan
c. taman buru.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan di bidang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan perburuan satwa buru.
Pasal 18
Ayat (1)
Pemanfaatan hutan pada hutan lindung dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat di sekitar hutan sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan fungsi hutan lindung sebagai amanah untuk mewujudkan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Di dalam satu keputusan pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dapat meliputi kegiatan budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur dan perlebahan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Untuk usaha budidaya penangkaran satwa liar di dalam hutan lindung dapat dibangun sarana dan prasarana dalam bentuk kandang atau membangun semi alami sarana dan prasarana.
Satwa liar untuk usaha budidaya penangkaran diperoleh dari alam sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (7)
Usaha budidaya sarang burung walet dilakukan secara alamiah antara lain di dalam goa tanpa membangun sarana dan prasarana.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Usaha wisata alam adalah usaha memanfaatkan potensi kenyamanan dan keindahan bentang alam. Dalam usaha wisata alam dapat dibangun sarana dan prasarana yang bersifat semi permanen.
Huruf b
Dalam penyelenggaraan usaha olahraga tantangan, pemegang ijin dapat menggunakan sarana dan prasarana alami dan dilarang membangun sarana dan prasarana.
Usaha olah raga tantangan pada hutan lindung antara lain meliputi usaha olah raga sepeda gunung, arung jeram, panjat tebing, mendaki gunung.
Huruf c
Usaha pemanfaatan air dilakukan atas sumber air yang ke luar secara alami. Untuk menunjang usaha pemanfaatan air hanya dapat dibangun sarana penyaluran air berupa jaringan pipa. Sedangkan untuk sarana pengolahan air dibangun di luar hutan lindung.
Usaha pemanfaatan air tidak termasuk pemanfaatan air untuk keperluan non komersial dan atau kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitar hutan.
Huruf d.
Usaha perdagangan karbon adalah usaha penyediaan jasa penyerapan dan atau penyimpanan karbon oleh hutan, termasuk menjaga, memelihara dan merehabilitasi ekosistem hutan.
Usaha perdagangan karbon dapat dilakukan di semua fungsi hutan pada hutan negara dan atau hutan hak.
Usaha perdagangan karbon dapat dilakukan antara Pemerintah dengan industri pengemisi karbon, baik berupa investasi dalam proyek-proyek peningkatan kapasitas penyerapan dan atau penyimpanan karbon, pencegahan emisi karbon dari hutan maupun kompensasi atas hilangnya manfaat lain berkenaan dengan penyediaan jasa dimaksud.
Huruf e
Usaha penyelamatan hutan dan lingkungan adalah usaha dalam bentuk rehabilitasi dan atau penyelamatan kawasan dan lahan.
Usaha penyelamatan hutan dan lingkungan merupakan usaha bukan komersial atau kompensasi untuk menyelamatkan atau memperbaiki lingkungan.
Pasal 21
Ayat (1)
Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung hanya boleh dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan untuk memenuhi kehidupan ekonomi sehari-hari.
Ayat (2)
Perburuan satwa liar dalam hutan lindung pada dasarnya adalah usaha untuk melakukan perburuan atas potensi satwa liar yang tidak dilindungi.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat di sekitar hutan, dapat melakukan perburuan secara tradisional dengan menggunakan peralatan tradisional.
Ayat (3)
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Termasuk yang tidak dapat diberikan izin dalam areal yang telah dibebani izin pemanfaatan hutan adalah izin pemungutan hasil hutan yang diberikan dengan batasan volume.
Misalnya pada sebagian kawasan hutan lindung yang mempunyai keindahan dan atau keunikan bentang alam untuk dikembangkan wisata alam dan diberikan izin usaha jasa lingkungan, tidak dapat diberikan izin lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Jumlah tertentu adalah untuk setiap jenis hasil hutan bukan kayu seperti madu, rotan, dan lain-lain.
Lokasi tidak tumpang tindih dengan izin usaha pemanfaatan kawasan dan atau pemanfaatan jasa lingkungan usaha wisata alam.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Untuk menjaga kelestarian hasil hutan, di dalam memungut hasil hutan bukan kayu, tidak boleh melebihi potensi pertumbuhan yang tersedia di alam.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Usaha pemanfaatan kawasan pada hutan produksi berupa budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya tanaman pangan, budidaya jamur, dan budidaya lebah dapat diberikan dalam satu izin.
Ayat (3)
Kegiatan pengolahan dan pemasaran dilakukan di luar hutan produksi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Untuk usaha budidaya atau penangkaran satwa dalam hutan produksi dapat dibangun sarana dan prasarana dalam bentuk pagar dan base camp.
Satwa liar untuk usaha budidaya atau penangkaran dapat diperoleh dari alam sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Usaha wisata alam meliputi usaha untuk memanfaatkan potensi keindahan bentang alam dan lingkungan.
Usaha wisata alam di dalam hutan produksi boleh membangun sarana dan prasarana wisata alam.
Huruf b
Usaha olah raga tantangan pada hutan lindung antara lain meliputi usaha olah raga sepeda gunung, arung jeram, panjat tebing, mendaki gunung, dan lintas alam.
Dalam penyelenggaraan usaha olah raga tantangan dapat dibangun sarana dan prasarananya.
Huruf c
Usaha pemanfaatan air dilakukan terhadap air yang ke luar dari atau melewati hutan secara alami dan dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana penampungan dan penyaluran air.
Usaha pemanfaatan air tidak termasuk pemanfaatan air untuk kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitar hutan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Usaha penyelamatan hutan dan lingkungan adalah usaha dalam bentuk rehabilitasi dan atau penyelamatan kawasan dan lahan.
Usaha penyelamatan hutan dan lingkungan merupakan usaha bukan komersial atau kompensasi untuk menyelamatkan atau memperbaiki lingkungan.
Pasal 28
Huruf a
Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan alam, sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam pada dasarnya hanya diberikan untuk penebangan kayu dan atau bukan kayu dengan cara tebang pilih atas dasar kelestarian hutan, dengan kewajiban untuk mengadakan permudaan secara alami atau buatan dan pemeliharaan hutan.
Huruf b
Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman, sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman pada dasarnya pada saat pemanenan hasil dapat dilakukan dengan cara tebang habis dengan penanaman kembali atau sama dengan pengertian tebang habis dengan permudaan buatan.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Tanaman bukan kayu berupa sagu, bambu, rotan dan lain-lain.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Tanaman campuran adalah tanaman campuran jenis komoditas tanaman hutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 31
Instansi terkait yang dimaksud antara lain instansi yang bertanggung jawab di bidang energi dan sumber daya mineral.
Pasal 32
Ayat (1)
Jumlah volume yang diberikan dalam pemungutan hasil hutan kayu disesuaikan dengan kebutuhan untuk rumah atau fasilitas umum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dipindah tangankan hanya terbatas pada jual beli.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Jangka waktu disesuaikan dengan rencana jenis tanaman pokok.
Ayat (6)
Huruf a
Jumlah tersebut tidak termasuk yang berasal dari limbah penebangan dan dari pohon tumbang karena alam.
Huruf b
Jumlah dan berat masing-masing jenis disesuaikan dengan potensi hasil hutan bukan kayu.
Pasal 36
Ayat (1)
Perorangan yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan atau izin pemungutan adalah perorangan yang berada di dalam atau di sekitar hutan.
Koperasi yang dimaksud adalah koperasi masyarakat setempat yang bergerak di bidang usaha kehutanan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Izin pemanfaatan jasa lingkungan dalam bentuk rehabilitasi dan penyelamatan kawasan dan lahan atau memperbaiki lingkungan dapat diberikan kepada investor atau pemodal asing yang berbentuk perseroan terbatas yang berbadan hukum Indonesia.
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman dapat diberikan kepada investor atau pemodal asing yang berbentuk perseroan terbatas yang berbadan hukum Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Menteri secara bertahap dan selektif dapat melimpahkan kewenangan pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman kepada daerah, tergantung kepada kesiapan daerah yang bersangkutan baik dari segi kelembagaan, visi, atau misi.
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Kegiatan secara nyata yang dimaksud adalah berupa memasukkan peralatan mekanis minimal 50% dari unit peralatan yang ditentukan ke dalam areal kerja serta membangun sarana dan prasarana, untuk pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Perlindungan hutan meliputi, antara lain:
1) pencegahan adanya penebangan pohon tanpa ijin;
2) pencegahan atau pemadaman kebakaran hutan;
3) penyediaan sarana dan prasarana pengamanan hutan;
4) pencegahan perburuan satwa liar dan atau satwa yang dilindungi;
5) pencegahan penggarapan dan atau penggunaan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;
6) pencegahan perambahan kawasan hutan; dan atau
7) pencegahan terhadap gangguan hama dan penyakit.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Tenaga profesional bidang kehutanan yang dimaksud adalah Sarjana Kehutanan dan tenaga teknis menengah yang meliputi lulusan Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA), Diploma Kehutanan serta tenaga-tenaga hasil pendidikan dan latihan kehutanan antara lain penguji kayu (grader), penjelajah (cruiser), pengukur (scaler).
Sedangkan tenaga lain yang dimaksud adalah tenaga ahli di bidang lingkungan, sosial, ekonomi dan hukum.
Huruf h
PSDH dibayar sebelum hasil hutan tersebut diangkut atau diolah atau dipergunakan.
Ayat (2)
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan dibayar lunas sebelum izin diterbitkan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau teknik bercocok tanam yang dimulai dari pemilihan benih atau bibit, persemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan.
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Kerjasama usaha pada segmen kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan, dalam bentuk kegiatan antara lain, dalam bentuk kegiatan penataan batas areal kerja, batas blok dan batas petak kerja, kegiatan pembukaan wilayah hutan, penebangan atau pemanenan hasil hutan, penyiapan lahan, perapihan, inventarisasi potensi hasil hutan, pengadaan benih dan bibit, penanaman dan pengayaan, pembebasan, pengangkutan, pengolahan hasil hutan, pemasaran hasil hutan dan kegiatan pendukung lainnya.
Ayat (8)
Yang dimaksud 50% (lima puluh perseratus) dari luas tanaman yang wajib ditanam selama 5 (lima) tahun adalah:
50% X 5 tahun X luas areal Daur (Th).
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan dibebani alas titel/hak atas tanah dapat berupa sertifikat seperti hak milik, hak guna usaha, hak pakai.
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Sebelum dilakukan pencabutan izin terlebih dahulu dilaksanakan pemeriksaan lapangan.
Huruf c
Pernyataan tertulis dilengkapi dengan alasan-alasan yang cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Apabila pada waktu izin berakhir atau dicabut pemegang izin belum melunasi kewajiban finansial, dan kewajiban lainnya, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat melakukan upaya paksa antara lain dengan penyitaan barang-barang bergerak milik pemegang izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Barang bergerak tetap menjadi milik pemegang izin.
Ayat (6)
Pihak ketiga yang dimaksud antara lain kreditor, mitra usaha.
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Masyarakat setempat adalah masyarakat yang berada di dalam dan atau di sekitar hutan yang merupakan kesatuan komunitas sosial yang didasarkan pada persamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal, serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan.
Memberdayakan masyarakat setempat adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian dalam memanfaatkan hutan.
Untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat yang dimaksud dapat dilaksanakan melalui hutan kemasyarakatan.
Ayat (2)
Fasilitasi oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangannya antara lain melalui pengakuan status legalitas, penguatan kelembagaan, bimbingan produksi, bimbingan teknologi, pendidikan dan latihan, akses terhadap pasar, serta pemberian hak dalam pemanfaatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Industri primer hasil hutan adalah industri hulu hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Pengertian dari penggunaan bahan baku secara efisien adalah penggunaan bahan baku untuk meminimalkan limbah dan menghasilkan produk bernilai tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri primer hasil hutan harus diperhatikan kemampuan daya dukung hutan secara lestari.
Ayat (4)
Dalam hal tertentu untuk meningkatkan daya saing, bahan baku industri primer dapat berasal dari impor.
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Industri penggergajian kayu dengan kapasitas produksi sampai dengan 2000 (dua ribu) meter kubik pertahun hanya diperuntukan bagi pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Pasokan bahan baku kayu dapat berasal dari:
a. hutan alam yang dikelola secara lestari;
b. hutan tanaman;
c. hutan hak;
d. kayu hasil perkebunan; dan atau
e. sumber lain yang sah, misal impor.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pertimbangan teknis dari Menteri, diberikan dalam rangka penyediaan bahan baku yang berkelanjutan.
Pertimbangan dari Gubernur diberikan dalam rangkaian sinkronisasi pembangunan dan pengembangan wilayah.
Pasal 65
Kepastian usaha yang dimaksud adalah kepastian kegiatan usaha, kepastian waktu usaha dan kepastian jaminan hukum berusaha.
Pasal 66
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang diwajibkan menyusun dan menyampaikan RPBBI adalah industri yang mengolah langsung hasil hutan kayu dan bukan kayu. RPBBI merupakan sistim pengendalian pasokan bahan baku.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan alas titel/hak atas tanah adalah tanda bukti hak atas tanah antara lain berupa sertifikat (Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai).
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengembangan kelembagaan dilaksanakan melalui kegiatan pendampingan, pelayanan dan dukungan dalam bentuk bantuan teknis, pelatihan, serta bantuan biaya.
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Pembangunan yang mempunyai tujuan strategis adalah kegiatan penggunaan kawasan hutan yang mempunyai pengaruh besar bagi kemajuan perekonomian nasional, kesejahteraan umum baik bagi kehidupan generasi sekarang maupun kehidupan generasi yang akan datang dan atau dalam rangka mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf b
Kepentingan umum terbatas adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat yang pelaksanaan pembangunannya dilakukan dan dimiliki oleh instansi pemerintah atau kelompok masyarakat serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Kegiatan pertambangan meliputi kegiatan pertambangan umum, minyak dan gas dan panas bumi.
Huruf d
Kegiatan ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan (pembangkitan dan penyaluran) dan pemanfaatan tenaga listrik. Instalasi teknologi energi terbarukan meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) serta pemanfaatan panas bumi.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 73
Ayat (1)
Kegiatan penatausahaan hasil hutan meliputi kegiatan penatausahaan perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, penandaan, pengukuran dan pengujian, pengangkutan/peredaran dan penimbunan, pengolahan, dan pelaporan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat (1)
Pengertian hasil hutan yang berasal dari hutan hak meliputi kayu-kayu yang berasal dari tanah yang dibebani hak atas tanah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kepala Desa atau pejabat yang setara wajib memberikan surat keterangan asal usul tersebut.
Pasal 75
Ayat (1)
Pengertian dari "dilengkapi bersama-sama" adalah bahwa pada setiap pengangkutan, penguasaan atau pemilikan hasil hutan, harus disertai dan dilengkapi secara fisik dengan surat-surat yang sah pada waktu dan tempat yang sama, sebagai bukti dan tidak boleh disusulkan (pada waktu dan tempat yang sama) secara fisik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul termasuk kayu dan bukan kayu yang berasal dari kebun, pekarangan, tegalan dan lain-lain.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 76
Pelarangan ekspor dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi tekanan terhadap hutan.
Pasal 77
Ayat (1)
Pemasaran hasil hutan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan masyarakat dalam rangka pengelolaan hutan lestari.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hasil hutan tidak sah dapat berstatus temuan, sitaan atau rampasan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 79
Ayat (1)
Kebijakan adalah pengaturan atau penetapan pedoman dalam kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan.
Ayat (2)
Pengertian dari pihak ketiga adalah BUMN, BUMD, BUMS, perorangan, koperasi.
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Keberhasilan pengelolaan hutan lestari dicerminkan dengan kinerja pengelolaan hutan yang diukur dengan kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari yang dibuktikan dengan sertifikat pengelolaan hutan lestari oleh lembaga penilai independen yang diakreditasi oleh Menteri.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Teguran merupakan langkah awal sebagai dasar koreksi atau pengenaan sanksi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pembatalan izin pemanfaatan hutan dilakukan apabila pemberian perizinannya tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Ayat (1)
Pengenaan sanksi didasarkan pada bobot pelanggarannya. Pelanggaran yang termasuk kategori berat dikenakan sanksi pencabutan, kategori sedang dikenakan sanksi pengurangan areal kerja, kategori ringan dikenakan sanksi administratif berupa denda, sedangkan kategori lebih ringan dikenakan sanksi penghentian kegiatan dan atau penghentian pelayanan administrasi.
Untuk mewujudkan azas-azas umum pemerintahan yang baik (AUPB) khususnya untuk pelanggaran kategori berat dengan sanksi pencabutan, atau kategori sedang dengan sanksi pengurangan areal, yang sebelumnya kepada pemegang izin wajib diberikan peringatan 3 (tiga) kali berturut-turut.
Pemenuhan atas pengenaan sanksi tidak meniadakan kewajiban pemegang izin untuk membayar kewajiban pungutan di bidang kehutanan sesuai ketentuan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Peralatan kerja yang dipergunakan harus tidak menimbulkan dampak kerusakan dan kelestarian hutan.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Huruf a
Pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan atau izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan tidak dikenakan sanksi administrasi berupa pengurangan areal kerja maksimal 20% (dua puluh per seratus) sepanjang pemegang izin dapat membuktikan bahwa penyebab tidak terpenuhinya kewajiban karena akibat keadaan force majeure.
Termasuk dalam pengertian force majeure adalah gempa bumi, banjir dan atau kebakaran.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Kriteria dari meninggalkan areal kerja atau pekerjaan sebelum izin berakhir adalah:
1. tidak tersedianya alat-alat atau peralatan untuk melaksanakan kegiatannya;
2. tersedianya alat-alat atau peralatan tetapi tidak berfungsi lagi;
3. tenaga kerja tetap tidak berada lagi di areal kerjanya; atau
4. tidak ada kegiatan dalam rangka melaksanakan izin usaha yang diperoleh.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Laporan Mutasi Hasil Hutan Olahan (LMHHO) adalah laporan yang memuat produksi, persediaan, pemasaran dalam dan luar negeri serta penggunaan hasil hutan olahan untuk kepentingan sendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 97
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Kerusakan terhadap lingkungan hidup yang melampaui batas baku mutu lingkungan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas