Teks tidak dalam format asli.
Kembali


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No.4401POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian. Jabatan Fungsional. Pemerintah Daerah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 67)

PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2004
TENTANG
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA


I. Umum

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam usaha memperkuat prinsip di atas maka salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain yang fungsinya berkait-an dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Ketentuan badan-badan lain tersebut dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia.
Sejalan dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan beberapa undang-undang yang baru, serta berdasarkan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu dilakukan perubahan secara komprehensif dengan membentuk undang-undang yang baru.
Pembaharuan Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun, yakni yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap kejaksaan untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut diatas.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan meng-indahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegak-kan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat.
Dalam Undang-Undang ini diatur hal-hal yang disempurnakan, antara lain:
1. Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan ditegaskan kekuasaan negara tersebut di-laksanakan secara merdeka. Oleh karena itu, kejaksaan dalam melak-sanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya. Selanjutnya ditentukan Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani. Dengan demikian Jaksa Agung selaku pimpinan kejaksaan dapat sepenuhnya merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan penanganan perkara untuk keberhasilan penuntutan.
2. Untuk membentuk jaksa yang profesional harus ditempuh berbagai jenjang pendidikan dan pengalaman dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang. Sesuai dengan profesionalisme dan fungsi kejaksaan, di-tentukan bahwa jaksa merupakan jabatan fungsional. Dengan demikian, usia pensiun jaksa yang semula 58 (lima puluh delapan) tahun ditetapkan menjadi 62 (enam puluh dua) tahun.
3. Kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penegakkan hukum dengan berpegang pada peraturan perundang- undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian, Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden serta bertanggung jawab kepada Presiden.
5. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan mempunyai kewenang-an untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertim-bangan atau membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi kepentingan rakyat.

II. Pasal Demi Pasal

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "secara merdeka" dalam ketentuan ini adalah dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-kan" adalah satu landasan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya di bidang penuntutan yang bertujuan memelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan sehingga dapat menam-pilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerja kejaksaan.
Oleh karena itu kegiatan penuntutan di pengadilan oleh kejaksaan tidak akan berhenti hanya karena jaksa yang semula bertugas berhalangan. Dalam hal demikian tugas penuntutan oleh kejaksaan akan tetap berlangsung sekalipun untuk itu dilakukan oleh jaksa lainnya sebagai pengganti.

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Cukup jelas

Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah keadaan yang harus dipertimbangkan perlunya percepatan layanan hukum kepada masyarakat dalam pembentukan cabang kejaksaan, antara lain:
a. wilayah hukum kejaksaan negeri yang luas;
b. kondisi geografis dan demografis; atau
c. intensitas layanan tugas yang tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Ketentuan dalam ayat ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada jaksa yang telah diatur dalam Guidelines on the Role of Prosecutors dan International Association of Prosecutors yaitu negara akan menjamin bahwa jaksa sanggup untuk menjalankan profesi mereka tanpa intimidasi, gangguan, godaan, campur tangan yang tidak tepat atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya baik terhadap pertanggungjawaban perdata, pidana, maupun pertanggungjawaban lainnya.

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pengusaha" adalah direksi atau komisaris perusahaan, pemilik saham dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya, atau memiliki saham tetapi saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan jalannya perusahaan.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sakit jasmani atau rohani terus menerus" adalah sakit yang menyebabkan si penderita tidak mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah jaksa diberhentikan dari jabatan fungsionalnya.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "dipidana" ialah dijatuhi pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaan" adalah apabila dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari, yang bersangkutan tidak menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya tanpa suatu alasan yang sah.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan "perbuatan tercela" adalah sikap, perbuatan, dan tindakan jaksa yang bersangkutan baik pada saat bertugas maupun tidak bertugas merendahkan martabat jaksa atau kejaksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pemberhentian sementara" adalah tindakan memberhentikan sementara waktu sebagai jaksa, sampai adanya keputusan definitif dari Jaksa Agung berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau keputusan Majelis Kehormatan Jaksa atas kesalahan jaksa yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Dengan adanya surat perintah penangkapan dan penahanan oleh pihak yang berwenang maka Jaksa Agung segera menyusuli dengan surat keputusan pemberhentian sementara.
Ayat (2)
Pasal 21 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menetapkan tindak pidana tertentu yang memberi wewenang kepada penyidik, penuntut umum, atau pengadilan untuk melakukan tindakan penahanan atas pelaku tindak pidana tersebut. Dalam hal seorang jaksa dituntut di muka peng-adilan karena melakukan salah satu tindak pidana tersebut, walaupun yang bersangkutan tidak ditahan, ia dapat dikenakan tindakan pemberhentian sementara.

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Mengingat Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan maka Jaksa Agung adalah juga pimpinan dan penanggung jawab tertinggi dalam bidang penuntutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kesatuan unsur pimpinan" adalah wujud keterpaduan dan kebersamaan antara Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pejabat negara lain atau penyelenggara negara", misalnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menteri, hakim, dan pejabat lain sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan "pengusaha" adalah direksi atau komisaris perusahaan, pemilik saham dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya, atau memiliki saham tetapi saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan jalannya perusahaan.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Adanya jabatan Wakil Jaksa Agung akan sangat membantu Jaksa Agung khususnya dalam pembinaan administrasi sehari-hari dan segi-segi teknis operasional lainnya. Karena sifat tugasnya tersebut maka jabatan Wakil Jaksa Agung merupakan jabatan karier dalam lingkungan kejaksaan.
Pengusulan pencalonan oleh Jaksa Agung harus memperhatikan pembinaan karier di lingkungan kejaksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "yang dipersamakan" adalah jabatan yang setara dengan Eselon I.

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "jabatan yang dipersamakan dengan jabatan kepala kejaksaan tinggi" adalah jabatan kepala direktorat, kepala biro, atau jabatan lainnya yang setingkat.
Ayat (3)
Pada dasarnya jabatan Jaksa Agung Muda adalah jabatan karier. Ketentuan dalam ayat ini memberikan kemungkinan pengangkatan seorang Jaksa Agung Muda dari luar lingkungan kejaksaan. Sifatnya sangat selektif dan berdasarkan kebutuhan serta pejabat tersebut mempunyai keahlian tertentu yang bermanfaat bagi pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Lihat penjelasan
Pasal 12 huruf b.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tenaga ahli" adalah ahli dalam berbagai disiplin ilmu dan tidak dimaksudkan untuk memberikan "keterangan ahli" dalam suatu persidangan, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 28 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Yang dimaksud dengan "tenaga tata usaha" adalah tenaga yang tidak melaksanakan fungsi jaksa.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Dalam melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pem-beritahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.
Huruf b
Dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan ber-tindak.
Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksana-kan tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keputusan lepas bersyarat" adalah keputusan yang dikeluarkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemasyarakatan.
Huruf d
Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pem-berantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Huruf e
Untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) tidak dilakukan terhadap tersangka;
2) hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan Negara;
3) harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan 138 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana;
4) prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Tugas dan wewenang kejaksaan dalam ayat ini bersifat preventif dan/atau edukatif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan "turut menyelenggarakan" adalah mencakup kegiatan-kegiatan bersifat membantu, turut serta, dan bekerja sama.
Dalam turut menyelenggarakan tersebut, kejaksaan senantiasa memperhatikan koordinasi dengan instansi terkait.

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Adalah menjadi kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan, kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu.
Hubungan kerja sama ini dilakukan melalui koordinasi horizontal dan vertikal secara berkala dan berkesinambungan dengan tetap menghormati fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing. Kerja sama antara kejaksaan dengan instansi penegak hukum lainnya dimaksudkan untuk memperlancar upaya penegakan hukum sesuai dengan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan, serta bebas, jujur, dan tidak memihak dalam penyelesaian perkara.

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "kepentingan umum" adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
Mengesampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.
Huruf d
Pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini adalah sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Pasal 36
Ayat (1)
Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat ini, tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung.
Diperlukannya izin dalam ketentuan ini oleh karena status tersangka atau terdakwa yang sedang dikenakan tindakan hukum, misalnya berupa penahanan, kewajiban lapor, dan/atau pencegahan dan penangkalan.
Yang dimaksud dengan "tersangka atau terdakwa" adalah tersangka atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab kejaksaan.
Yang dimaksud dengan "dalam keadaan tertentu", adalah apabila fasilitas pengobatan atau menjalani perawatan di dalam negeri tidak ada.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Selain rekomendasi dari dokter untuk berobat ke luar negeri, juga disyaratkan adanya jaminan tersangka atau terdakwa atau keluarganya berupa uang sejumlah kerugian negara yang diduga dilakukan oleh tersangka atau terdakwa.
Apabila tersangka atau terdakwa tidak kembali tanpa alasan yang sah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, uang jaminan tersebut menjadi milik negara. Pelaksanaannya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Laporan pertanggungjawaban yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan melalui rapat kerja.

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Yang dimaksud dengan "menangani perkara pidana" dalam ketentuan ini adalah seluruh proses yang menjadi kewenangan kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Pasal 40
Cukup jelas

Pasal 41
Cukup jelas

Pasal 42
Cukup jelas

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali