TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2004
TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANI. Umum
Sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahanharus senantiasa berdasarkan atas hukum.
Untuk mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan tatanan yang tertib antara lain di bidang pembentukanperaturan perundang-undangan. Tertib Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dirintis sejak saatperencanaan sampai dengan pengundangannya. Untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik,diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknikpenyusunan maupun pemberlakuannya.
Selama ini terdapat berbagai macam ketentuan yang berkaitan dengan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan termasuk teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan, diatur secara tumpang tindih baikperaturan yang berasal dari masa kolonial maupun yang dibuat setelah Indonesia merdeka, yaitu:
1. Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie, yang disingkat AB (Stb. 1847 : 23) yang mengatur ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang-undangan. Sepanjang mengenai Pembentukan PeraturanPerundang-undangan, ketentuan AB tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena telah diatur dalam peraturanperundang-undangan nasional.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang dari Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta.
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang PenerbitanLembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan MulaiBerlakunya Undang-Undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-Undang Federal.
4. Selain Undang-Undang tersebut, terdapat pula ketentuan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-Undangdan Peraturan Pemerintah;
b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara;
c. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia;
d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara MempersiapkanRancangan Undang-Undang;
e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan PeraturanPerundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden;
5. Di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah, berlaku peraturan tata tertib yang mengatur antara lain mengenai tata cara pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturandaerah serta pengajuan dan pembahasan Rancangan Undang-undang dan peraturan daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atau dewan perwakilan rakyat daerah. Dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 20 ayat (1) yang menentukan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang, maka berbagai Peraturan Perundang-undangan tersebut di atas sudah tidak sesuai lagi. Dengan demikian diperlukan Undang-Undang yang mengatur mengenai Pembentukan Peraturan perundang-undangan, sebagai landasan yuridis dalam membentuk PeraturanPerundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah, sekaligus mengatur secara lengkap dan terpadu baik mengenai sistem, asas, jenis dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan, persiapan, pembahasan dan pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan, maupun partisipasi masyarakat.
Undang-Undang ini pada dasarnya dimaksudkan untuk membentuk suatu ketentuan yang baku mengenai tata caraPembentukan Peraturan Perundang undangan, serta untuk memenuhi perintah Pasal 22A Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 6 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat NomorIII/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Namun Undang-Undang ini hanya mengatur tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang meliputiUndang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, danPeraturan Daerah. Sedangkan mengenai pembentukan Undang-Undang Dasar tidak diatur dalam Undang-Undangini. Hal ini karena tidak termasuk kompetensi pembentuk Undang-Undang ke bawah.
Dalam Undang-Undang ini, pada tahap perencanaan diatur mengenai Program Legislasi Nasional dan ProgramLegislasi Daerah dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan secara terencana, bertahap, terarah,dan terpadu.
Untuk menunjang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diperlukan peran tenaga perancang peraturanperundang-undangan sebagai tenaga fungsional yang berkualitas yang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah,dan merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan.
II. Pasal Demi Pasal
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan PembukaanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasardan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap Materi Muatan PeraturanPerundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pasal 3
Ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hukum dasar negaramerupakan sumber hukum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945berlaku sejak ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 4
Yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang ini hanya Undang-Undang ke bawah, mengingat Undang-Undang Dasar tidak termasuk kompetensi pembentuk Undang-Undang.
Pasal 5
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas "kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat" adalah bahwa setiap jenisPeraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas "kesesuaian antara jenis dan materi muatan" adalah bahwa dalamPembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas "dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap Pembentukan PeraturanPerundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap PeraturanPerundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undanganharus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses Pembentukan PeraturanPerundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masya-rakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "asas pengayoman" adalah bahwa setiap Materi Muatan PeraturanPerundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan PeraturanPerundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan PeraturanPerundang-undangan harus men-cerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan PeraturanPerundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap Materi Muatan PeraturanPerundang-undangan senan-tiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa Materi Muatan PeraturanPerundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus men-cerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan" adalahbahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa setiap Materi MuatanPeraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah bahwa setiapMateri Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan", antara lain:
a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asaspembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan,kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan olehMajelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Ayat (5)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "hierarki" adalah penjenjangan setiap jenis PeraturanPerundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Yang dimaksud dengan "sebagaimana mestinya" adalah materi muatan yang diatur dalam PeraturanPemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.
Pasal 11
Sesuai dengan kedudukan Presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribusi dari Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Yang dimaksud dengan "yang setingkat" dalam ketentuan ini adalah nama lain dari pemerintahan tingkat desa.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Agar dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dilaksanakan secara berencana, maka Pembentukan Peraturan Perundang-undangan perlu dilakukan berdasarkan Program Legislasi Nasional. Dalam Program Legislasi Nasional tersebut ditetapkan skala prioritas sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Untuk maksud tersebut, maka dalam Program Legislasi Nasional memuat program legislasi jangka panjang, menengah, atau tahunan. Program Legislasi Nasional hanya memuat program penyusunan Peraturan Perundang-undangan tingkat pusat. Dalam penyusunan program tersebut perluditetapkan pokok materi yang hendak diatur serta kaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Oleh karena itu, penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.
Untuk perencanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan daerah dilakukan berdasarkan Program Legislasi Daerah. Di samping mem-perhatikan hal di atas, Program Legislasi Daerah dimaksudkan untuk menjaga agar produk Peraturan Perundang-undangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "dalam keadaan tertentu" adalah kondisi yang memerlukanpengaturan yang tidak tercantum dalam Program Legislasi Nasional.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Maksud "penyebarluasan" dalam ketentuan ini adalah agar khalayak ramai mengetahui adanya rancanganundang-undang yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat guna memberikan masukan atas materi yang sedang dibahas.
Penyebarluasan dilakukan baik melalui media elektronik seperti televisi, radio, internet, maupun media cetak seperti surat kabar, majalah, dan edaran.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "persidangan yang berikut" adalah masa persidangan Dewan Perwakilan Rakyatyang hanya diantarai satu masa reses.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Sebagaimana rancangan undang-undang, rancangan peraturan daerah juga disebarluaskan, misalnya melaluiTelevisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, internet, media cetak seperti surat kabar, majalah, danedaran di daerah yang bersangkutan, sehingga khalayak ramai mengetahui adanya rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas di dewan perwakilan rakyat daerah yang bersangkutan. Dengan demikian masyarakat dapat memberikan masukan atas materi rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas tersebut.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ketentuan mengenai tingkat pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini berlaku juga terhadap pembahasan rancangan undang-undang:
a. usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat;
b. ratifikasi;
c. penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
d. penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara serta nota keuangan;
e. perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara; dan
f. perhitungan anggaran negara.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan mekanisme penarikan kembali rancangan undang-undang.
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Penyampaian rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah kepada Presiden, disertai Surat Pengantar pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Secara formil rancangan undang-undang menjadi Undang-undang setelah disahkan oleh Presiden.
Ayat (2)
Tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan denganteknis penulisan rancangan undang-undang ke lembaran resmi Presiden sampai dengan penandatanganan pengesahan Undang-Undang oleh Presiden dan penandatanganan sekaligus Pengundangan ke Lembaran Negara Republik Indonesia oleh Menteri yang tugas dan tanggung-jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
Pasal 38
Batas waktu 30 (tiga puluh) hari adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Dalam pembahasan rancangan peraturan daerah di dewan perwakilan rakyat daerah, gubernur atau bupati/walikota dapat di-wakilkan, kecuali dalam pengajuan dan pengambilan keputusan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Penyempurnaan teknik dan penulisan rancangan undang-undang yang masih mengandung kesalahan tersebutmencakup pula format rancangan undang-undang.
Pasal 45
Dengan diundangkan Peraturan Perundang-undangan dalam lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalamketentuan ini maka setiap orang dianggap telah mengetahuinya.
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Berita Daerah misalnya Peraturan Nagari, Peraturan Desa, atau Peraturan Gampong di lingkungan daerah yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 50
Berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang tidak sama dengan tanggal Pengundangan, dimungkinkanuntuk persiapan sarana dan pra-sarana serta kesiapan aparatur pelaksana Peraturan Perundang-undangan tersebut.
Pasal 51
Yang dimaksud dengan dengan "menyebarluaskan" adalah agar khalayak ramai mengetahui PeraturanPerundang-undangan tersebut dan mengerti/ memahami isi serta maksud-maksud yang terkandung di dalamnya. Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan tersebut dilakukan, missalnya, melalui media elektronik seperti Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia atau media cetak.
Pasal 52
Yang dimaksud dengan "menyebarluaskan" adalah agar khalayak ramai mengetahui Peraturan Perundang-undangan di daerah yang bersangkutan dan mengerti/memahami isi serta maksud-maksud yang terkandung di dalamnya.Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan tersebut dilakukan, misalnya, melalui media elektronik seperti Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia, stasiun daerah, atau media cetak yang terbit di daerah yang bersangkutan.
Pasal 53
Hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib Dewan PerwakilanRakyat/dewan perwakilan rakyat daerah.
Pasal 54
Ketentuan dalam Pasal ini menyangkut keputusan di bidang administrasi di berbagai lembaga yang ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan dikenal dengan keputusan yang bersifat tidak mengatur.
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas