Teks tidak dalam format asli.
Kembali


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 4730(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 74)

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 2007
TENTANG
KESELAMATAN RADIASI PENGION
DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

I. UMUM

Pemanfaatan tenaga nuklir hendaknya dilaksanakan dengan memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup, sehingga pengaturan yang lebih jelas, efektif, dan konsisten mengenai persyaratan Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif sangat diperlukan. Pengaturan mengenai Keselamatan Radiasi Pengion sebelumnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000. Namun, dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan, standar internasional, dan meluasnya penerapan teknologi ketenaganukliran, terdapat hal-hal yang perlu diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah, antara lain meliputi penambahan paparan radiasi alam akibat penerapan teknologi, optimisasi Pemanfaatan Tenaga Nuklir di bidang medik, dan Keamanan Sumber Radioaktif.
Penyusunan Peraturan Pemerintah ini diharmonisasikan dengan Safety Series Nomor 115 Tahun 1996 tentang International Basic Safety Standards for Protection against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources yang disusun berdasarkan International Commission on Radiological Protection (ICRP) Nomor 60 Tahun 1990. Peraturan Pemerintah ini menetapkan beberapa persyaratan keselamatan yang sebelumnya tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000, yang meliputi:
a. persyaratan Proteksi Radiasi, terutama untuk penerapan optimisasi di bidang medik dengan adanya pengaturan mengenai pembatas Dosis dan Tingkat Panduan;
b. limitasi Dosis, yang mencakup penentuan daerah kerja dan implementasinya yang lebih ketat;
c. verifikasi keselamatan dan persyaratan teknik, selain persyaratan manajemen dan Proteksi Radiasi yang sebelumnya tidak diatur dengan jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000;
d. lingkup sumber yang diatur lebih luas, dari sumber yang memiliki risiko rendah seperti sumber radioaktif yang berasal dari alam, hingga risiko tinggi seperti reaktor nuklir;
e. pemantauan kesehatan pekerja yang lebih rinci, Budaya Keselamatan, dan pihak lain yang bertanggung jawab dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir; dan
f. intervensi dalam situasi kronik dan darurat. Intervensi dalam keadaan kronik meliputi Naturally Occurring Radioactive Material (NORM) dan Technologically Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material (TENORM).
Hal lain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini adalah Keamanan Sumber Radioaktif. Untuk menunjukkan komitmen dalam hal Keamanan Sumber Radioaktif, Indonesia sebagai negara anggota International Atomic Energy Agency (IAEA) telah menandatangani pernyataan kesiapan untuk menerapkan Code of Conduct on The Safety and Security of Radioactive Sources. Keamanan Sumber Radioaktif diperlukan terutama selama kegiatan impor dan ekspor, penggunaan, penyimpanan, dan pengangkutan Sumber Radioaktif. Di samping kegiatan tersebut, keamanan diperlukan untuk menangani Sumber Radioaktif yang tidak diketahui pemiliknya, mengingat Sumber Radioaktif seperti ini juga memiliki potensi yang dapat menimbulkan dampak dan bahaya Radiasi yang cukup signifikan. Penyempurnaan pengaturan yang dilakukan melalui Peraturan Pemerintah ini lebih menjamin keselamatan pekerja, anggota masyarakat, lingkungan hidup, dan Keamanan Sumber Radioaktif.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Pemegang Izin merupakan penanggung jawab utama Keselamatan Radiasi. Selain Pemegang Izin, terdapat juga pihak lain yang terkait yang dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hal Keselamatan Radiasi berdasarkan tugas dan fungsinya di fasilitas atau instalasi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pihak lain yang terkait dengan Pemanfaatan Tenaga Nuklir" adalah:
a. Petugas Proteksi Radiasi;
b. Pekerja Radiasi;
c. petugas Keamanan Sumber Radioaktif;
d. tenaga medik dan paramedik;
e. tenaga ahli;
f. pemasok; dan/atau
g. orang atau personil lain yang diberi tanggung jawab khusus oleh Pemegang Izin.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pengelola Keselamatan Radiasi yang dibentuk dan ditetapkan oleh Pemegang Izin dapat terdiri dari orang-perorang, komite, atau organisasi.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja yang mungkin terkena paparan radiasi selama melaksanakan tugas tertentu yang terkait dengan radiasi dilaksanakan berdasarkan prinsip umum pengobatan kesehatan kerja. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan sebelum pekerjaan yang menggunakan radiasi dimulai, dan pemeriksaan secara berkala selama bekerja.
a. Pemeriksaan kesehatan awal sebelum bekerja dilaksanakan untuk menilai kesehatan pekerja dan kesesuaiannya untuk melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan padanya, dan juga untuk mengidentifikasi pekerja mana yang memiliki kondisi yang mungkin memerlukan tindakan keselamatan selama bekerja.
b. Pemeriksaan kesehatan selama bekerja secara berkala dimaksudkan untuk memastikan bahwa tidak ada kondisi klinik yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja yang timbul pada saat bekerja dengan radiasi. Sifat pemeriksaan berkala ini juga didasarkan pada tipe pekerjaan yang dilaksanakan, umur dan status kesehatan, dan perilaku kesehatan pekerja. Rentang waktu pelaksanaan pemeriksaan kesehatan seperti ini umumnya sama frekuensinya dengan program pemantauan kesehatan lainnya. Selain itu, frekuensi pemeriksaan kesehatan didasarkan pada kondisi kesehatan dan tipe pekerjaan. Jika karakter pekerjaan menimbulkan potensi kerusakan kulit karena radiasi, terutama di tangan, maka daerah kulit diperiksa secara berkala.
c. Pemeriksaan kesehatan pada saat akan memutuskan hubungan kerja dimaksudkan untuk mengetahui kondisi kesehatan terakhir pekerja, yang dapat digunakan sebagai bukti yuridis atau rujukan kesehatan untuk melaksanakan pekerjaan yang terkait dengan radiasi selanjutnya.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "jenis pekerjaan yang dilakukan" adalah pekerjaan yang menggunakan sumber terbuka, yang mempunyai bahaya Radiasi interna atau zat radioaktif masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, atau luka. Selain itu terdapat jenis pekerjaan yang menggunakan sumber terbungkus yang mempunyai bahaya Radiasi eksterna atau tubuh terkena Paparan Radiasi yang berasal dari sumber yang berada di luar tubuh.
Ayat (3)
Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan jika terjadi paparan berlebih yang melampaui Nilai Batas Dosis atau pada saat terjadi kecelakaan, baik yang berasal dari Sumber Radiasi interna maupun eksterna.
Pemeriksaan kesehatan khusus antara lain meliputi pemeriksaan detil terhadap organ tertentu yang terkena paparan, abrasi kromosom, leukosit, dan trombosit.

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Dalam penyusunan Peraturan Kepala BAPETEN mengenai pemantauan kesehatan, BAPETEN berkoordinasi dengan instansi yang berwenang di bidang penelitian dan pengembangan ketenaganukliran, ketenagakerjaan, dan kesehatan.

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rekaman mutu meliputi antara lain Rekaman mengenai pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh personil di fasilitas atau instalasi, dan Rekaman hasil pengujian dan kalibrasi.
Rekaman teknis meliputi Rekaman mengenai berbagai hasil pemantauan yang dipersyaratkan dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain:
a. hasil verifikasi keselamatan;
b. pemantauan kesehatan pekerja;
c. pemantauan dosis yang diterima pekerja;
d. radioaktivitas lingkungan;
e. tingkat radiasi dan/atau kontaminasi daerah kerja; dan/atau
f. inventarisasi Sumber Radioaktif.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "segera" adalah dalam waktu 1x24 jam laporan secara lisan sudah disampaikan kepada BAPETEN melalui antara lain telepon, e-mail, kurir, atau faksimili.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "justifikasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir" adalah bahwa kegiatan tersebut memberikan manfaat yang lebih besar baik kepada individu yang terkena paparan maupun masyarakat, dibandingkan dengan bahaya radiasi yang ditimbulkannya. Dalam proses justifikasi dipertimbangkan kemungkinan dan besarnya paparan. Justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir tidak hanya mempertimbangkan aspek proteksi dan keselamatan radiasi, tetapi juga pertimbangan ekonomi, dan sosial. Pertimbangan ekonomi, dan sosial tersebut turut memberikan pengaruh besar terhadap suatu keputusan mengenai apakah suatu pemanfaatan tenaga nuklir dapat dijustifikasi.
Sebagai contoh, prinsip justifikasi diterapkan pada Paparan Medik dengan mempertimbangkan manfaat diagnostik dan terapi yang dihasilkan, dibandingkan dengan bahaya radiasi ditimbulkan. Di samping itu, manfaat dan risiko penggunaan teknik diagnostik atau terapi lain yang tersedia patut juga dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk menggunakan Paparan Medik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Contoh dari paparan yang berasal dari alam antara lain sinar kosmik, radioaktif dalam tubuh, dan radionuklida yang terkandung dalam bahan galian yang belum diolah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kondisi khusus" adalah kondisi pada saat terjadi keadaan darurat, yang menyebabkan pekerja radiasi sebagai relawan yang menangani keadaan darurat untuk tujuan tertentu dan terencana, mendapat dosis berlebih.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tingkat klierens" adalah nilai yang ditetapkan oleh BAPETEN dan dinyatakan dalam besaran konsentrasi aktivitas dan/atau aktivitas total pada atau di bawah nilai tersebut Sumber Radiasi dibebaskan dari pengawasan.
Dengan diperkenankannya pelepasan zat radioaktif langsung ke lingkungan tidak serta-merta membebaskan Pemegang Izin untuk memenuhi tanggung jawab yang diatur oleh ketentuan lain di luar ketentuan ketenaganukliran yang berkaitan dengan akibat atau dampak yang mungkin timbul dari adanya pelepasan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Ayat (1)
Ketentuan untuk melakukan kalibrasi untuk radioterapi tidak hanya diberlakukan peralatannya, tetapi juga untuk keluarannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Tingkat Panduan" (Guidance Level) adalah nilai panduan yang hendaknya dicapai melalui pelaksanaan kegiatan medik dengan metode yang teruji. Nilai panduan untuk kegiatan radiologi diagnostik dinyatakan dalam nilai dosis atau laju dosis, sedangkan untuk kegiatan kedokteran nuklir dinyatakan dalam aktivitas sumber radioaktif.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tidak sesuai dengan Tingkat Panduan" adalah paparan yang diberikan kepada pasien merupakan paparan yang lebih tinggi atau lebih rendah dari pada nilai yang ditetapkan oleh Tingkat Panduan (Guidance Level).
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Uji kesesuaian dimaksudkan untuk:
a. memastikan bahwa peralatan yang digunakan dalam prosedur radiologi diagnostik berfungsi dengan benar sehingga pasien tidak mendapat paparan yang tidak diperlukan; dan
b. menerapkan Program Jaminan Mutu untuk radiologi diagnostik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Parameter operasi dan keselamatan antara lain kilovoltase (kilovoltage), miliamper-detik (milliampere-seconds), luas lapangan paparan, dan jarak fokus ke film (focus film distance).
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 41
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Sistem pertahanan berlapis dimaksudkan untuk:
a. mencegah terjadinya keadaan abnormal;
b. mencegah agar keadaan abnormal sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak berlanjut menjadi kecelakaan dan mengembalikan sumber radioaktif ke kondisi yang aman bila keadaan abnormal masih terjadi; dan
c. memitigasi akibat kecelakaan sehingga tidak membahayakan keselamatan pekerja, masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup apabila kecelakaan masih terjadi.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Instrumen terdokumentasi dalam ayat ini meliputi antara lain petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, dan pedoman.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Identifikasi terjadinya paparan normal dan paparan potensial dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh kejadian luar terhadap sumber maupun kejadian yang melibatkan sumber dan peralatannya.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 46
Ayat (1)
Pelaksanaan "pemantauan dan pengukuran parameter keselamatan" dimaksudkan untuk memverifikasi kepatuhan terhadap dipenuhinya persyaratan keselamatan selama sumber dioperasikan.
Parameter keselamatan yang dipantau dan diukur meliputi antara lain suhu bahan bakar nuklir untuk reaktor nuklir; mA, timer, dan kV untuk pesawat sinar-X.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48
Cukup jelas

Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tindakan remedial" adalah mengembalikan pada keadaan semula sehingga konsentrasi radioaktif berada di bawah Tingkat Intervensi. Contoh tindakan remedial antara lain berupa dekontaminasi kawasan.
Ayat (2)
Tindakan protektif ditujukan terhadap pekerja dan masyarakat yang berada di sekitar fasilitas atau instalasi yang mengalami kecelakaan radiasi. Tindakan protektif ini antara lain berupa:
a. perlindungan, seperti bunker bawah tanah;
b. evakuasi; dan
c. pemberian iodin profilaksis atau zat lain yang sejenis.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 50
Ayat (1)
TENORM umumnya merupakan mineral ikutan yang berasal dari kegiatan penambangan dan industri. Pengusaha yang karena kegiatannya ini menghasilkan TENORM bukanlah Pemegang Izin pemanfaatan tenaga nuklir, sehingga untuk implementasi ketentuan ini diperlukan koordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang pertambangan dan perindustrian.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 51
Cukup jelas

Pasal 52
Cukup jelas

Pasal 53
Cukup jelas

Pasal 54
Cukup jelas

Pasal 55
Cukup jelas

Pasal 56
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tindakan mitigasi" adalah tindakan untuk membatasi dan mengurangi paparan jika terjadi peristiwa yang dapat menyebabkan atau meningkatkan paparan radiasi. Tindakan tersebut meliputi antara lain penggunaan fitur keselamatan yang teruji dan prosedur operasional untuk mengendalikan tiap rangkaian peristiwa agar berkurang dampaknya. Ketentuan mengenai mitigasi tidak terbatas hanya pada rencana untuk intervensi, akan tetapi dapat dilaksanakan pada tahap desain dan operasi untuk mengurangi dampak rangkaian kecelakaan, sehingga intervensi tidak perlu dilakukan.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Prosedur penanggulangan meliputi antara lain tindakan protektif dan remedial.
Huruf e
Program pelatihan penanggulangan keadaan darurat antara lain meliputi uji coba penanggulangan dan latihan di dalam maupun di luar kawasan yang diselenggarakan oleh Pemegang Izin secara berkala.

Pasal 57
Cukup jelas

Pasal 58
Cukup jelas

Pasal 59
Cukup jelas

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengkategorisasian sumber radioaktif didasarkan pada potensi sumber radioaktif yang dapat menimbulkan efek radiasi yang segera dapat terjadi setelah ambang dosis terlampaui (efek deterministik).
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 61
Cukup jelas

Pasal 62
Cukup jelas

Pasal 63
Cukup jelas

Pasal 64
Yang dimaksud dengan "tempat tujuan" adalah tempat fasilitas atau instalasi pengguna.
Yang dimaksud dengan "menyediakan" adalah Pemegang Izin dapat memiliki sendiri sarana tersebut ataupun menyewa.
Jika pengiriman dapat langsung dilakukan, penyimpanan sebagaimana diatur dalam Pasal ini tidak diperlukan.

Pasal 65
Yang dimaksud dengan "kawasan pabean" adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai kepabeanan yaitu kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 66
Cukup jelas

Pasal 67
Cukup jelas

Pasal 68
Cukup jelas

Pasal 69
Cukup jelas

Pasal 70
Cukup jelas

Pasal 71
Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" meliputi antara lain kehilangan, sabotase, penyerangan terhadap sumber radioaktif, dan keadaan darurat.

Pasal 72
Cukup jelas

Pasal 73
Cukup jelas

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas

Pasal 76
Cukup jelas

Pasal 77
Cukup jelas

Pasal 78
Cukup jelas

Pasal 79
Cukup jelas

Pasal 80
Cukup jelas

Pasal 81
Cukup jelas

Pasal 82
Cukup jelas

Pasal 83
Cukup jelas

Pasal 84
Cukup jelas

Pasal 85
Cukup jelas

Pasal 86
Cukup jelas

Pasal 87
Cukup jelas

Pasal 88
Cukup jelas

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali