Teks tidak dalam format asli.
Kembali


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 3182(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 71)

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1980
TENTANG
HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF PIMPINAN DAN ANGGOTA
LEMBAGA TERTINGGI/TINGGI NEGARA SERTA BEKAS PIMPINAN
LEMBAGA TERTINGGI/TINGGI NEGARA DAN
BEKAS ANGGOTA LEMBAGA TINGGI NEGARA

UMUM

Pada dewasa ini terdapat pelbagai peraturan perundang-undangan tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi negara dan bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Ada yang diatur dengan Undang-undang dan ada pula yang diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan Dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara Dengan/Atau Antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara, maka Hak Keuangan/Administratif dari Pimpinan/Anggota Lembaga Tertinggi dan/atau Lembaga, Tinggi Negara perlu diatur dengan Undang-undang.
Dalam Undang-undang ini tidak diatur Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden serta bekas Presiden dan bekas Wakil Presiden, karena hal itu telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1978 (Lembaran Negara Tahun 1978 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3128). Untuk meningkatkan mutu dan daya-guna kerja sarana demokrasi, maka kegiatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara harus dijamin dengan Anggaran Belanja yang cukup.
Dalam menetapkan Anggaran Belanja Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dimusyawarahkan bersama antara Pemerintah dengan pejabat-pejabat yang ditunjuk oleh Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara yang bersangkutan.
Anggaran Belanja Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara ditetapkan tiap tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam usaha meningkatkan dayaguna kerja Dewan Perwakilan Rakyat, maka diberikan keluwesan dalam pengelolaan anggarannya dalam rangka peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dengan demikian Dewan Perwakilan Rakyat sebagai sarana demokrasi dapat melaksanakan fungsinya secara berdayaguna dan berhasilguna.
Mengenai Kedudukan Protokol Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara akan diatur dalam Undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang yang mengatur protokol secara menyeluruh.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Gaji pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara ditetapkan dengan memperhatikan keserasian di antara para Pejabat Negara dan berpedoman pada perbandingan sebagai berikut:
1. Ketua                         = 12
2. Wakil Ketua                   = 11
3. Ketua Muda Mahkamah Agung     = 10,5
4. Anggota                       = 10
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Tunjangan yang telah diberikan pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini tetap diberikan.
Di samping itu dapat pula diberikan tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Uang paket terdiri dari:
1. uang sidang;
2. uang angkutan setempat;
3. uang penginapan.
Ayat (3) dan (4)
Cukup jelas

Pasal 6
Kepada Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara diberikan biaya dan fasilitas perjalanan dinas tertinggi yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil. Jenis perjalanan dinas yang telah ada pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini tetap ada, di samping jenis perjalanan dinas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 7
Rumah jabatan bagi Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara beserta perlengkapannya dan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah milik Negara. Oleh sebab itu perawatan dan pemeliharaannya menjadi tanggungan Negara.
Biaya pemeliharaan rumah jabatan meliputi biaya listrik, telepon, air, gas, dan orang pekerja kebun.

Pasal 8
Yang dimaksud dengan kecelakaan karena dinas, adalah kecelakaan yang terjadi:
1. dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
2. dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kecelakaan itu disamakan dengan kecelakaan yang terjadi dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
3. karena perbuatan anasir yang tidak bertanggungjawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu.
Yang dimaksud dengan sakit karena dinas, adalah sakit yang diderita sebagai akibat langsung dari pelaksanaan tugas.

Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan jabatan Negara, ada jabatan dalam bidang legislatif, eksekutif, yudikatif, dan jabatan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2) dan (3)
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Biaya pemakaman yang ditanggung oleh Negara, adalah:
1. peti jenazah dan perlengkapannya;
2. tanah pemakaman dan biaya di tempat pemakaman;
3. angkutan jenazah dari tempat meninggal dunia ke tempat kediaman dan atau tempat pemakaman serta biaya persiapan pemakaman;
4. angkutan dan penginapan bagi isteri/suami yang sah dan anak yang sah dari almarhum/almarhumah, dengan ketentuan bahwa apabila almarhum/almarhumah tidak mempunyai isteri/suami/anak yang sah, maka yang ditanggung adalah biaya angkutan dan penginapan keluarga sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan masa jabatan, adalah masa antara tanggal satu dari bulan berikutnya seseorang dengan resmi dilantik memangku jabatannya sebagai Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara atau Anggota Lembaga Tinggi Negara dan tanggal satu bulan berikutnya ia berhenti dengan hormat, tewas, atau wafat.
Ayat (2) dan (3)
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Masa jabatan secara berturut-turut diperhitungkan sampai mencapai batas persentasi pensiun maksimum, dengan ketentuan bahwa dalarn menghitung besarnya pensiun didahulukan dasar pensiun yang tertinggi.
Pensiun yang dapat diterima secara akumulatif adalah pensiun Pegawai Negeri, pensiun Pejabat Negara Eksekutif, dan pensiun Pejabat Negara Non Eksekutif yang masing-masing dapat mencapai batas persentasi pensiun maksimum.

Pasal 17
Ayat (1).
Yang berhak mendapat pensiun janda, adalah isteri yang sah dari bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara. Dalam hal terdapat lebih dari seorang isteri yang sah, maka yang berhak mendapat pensiun adalah isteri yang pertama.
Yang dimaksud dengan isteri pertama adalah isteri yang terlama dikawininya dengan sah tanpa terputus oleh perceraian.
Ayat (2)
Apabila seorang Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara atau Anggota Lembaga Tinggi Negara meninggal dunia dalam masa jabatannya, maka untuk menetapkan pensiun janda/dudanya, dihitung dahulu besarnya pensiun yang akan diperoleh almarhum/almarhumah yang bersangkutan. Dalam hal ini tanggal meninggalnya dianggap sebagai tanggal pemberhentian yang bersangkutan.
Ayat (3)
Pemberian pensiun janda/duda yang lebih tinggi ini sudah selayaknya, mengingat Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara atau Anggota Lembaga Tinggi Negara yang bersangkutan meninggal dunia karena dinas.
Ayat (4)
Mulai bulan berikutnya sampai dengan bulan ke empat setelah Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara atau Anggota Lembaga tinggi Negara yang bersangkutan meninggal dunia, janda/dudanya menerima penghasilan penuh dari almarhum suami/almarhumah isterinya.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan anak dalam ayat ini adalah anak kandung yang sah atau anak kandung/anak yang disahkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi penerima pensiun.
Pensiun anak adalah merupakan hak dari semua anak.
Umpamanya apabila seorang bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi, Negara atau bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara mempunyai 2 (dua) orang isteri yang dikawini dengan sah dan mempunyai anak dari kedua isteri tersebut, maka anak dari masing-masing isteri itu memperoleh bagian pensiun anak yang besarya sama.
Ayat (2) sampai dengan (4)
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Rangkapan jabatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah rangkapan jabatan dalam, antar, atau di luar Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara itu.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 23
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (3).

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang berkewajiban mencabut surat keputusan.pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, adalah pejabat yang menetapkan pensiun yang bersangkutan.

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Ayat (1)
Apabila penerima pensiun yang dimaksud dalam ayat ini meninggal dunia, maka janda/duda/anaknya yang sah menerima pensiun janda/duda/anak yang berhak diterimanya dari semua jenis pensiun yang dimaksud dalam ayat ini.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 28 sampai dengan 30
Cukup jelas

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali