Teks tidak dalam format asli.
Kembali


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 3414(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 38)

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 1990
TENTANG
PENDIDIKAN TINGGI

UMUM

Perguruan tinggi diharapkan menjadi pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan tinggi serta pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian sebagai suatu masyarakat ilmiah yang penuh cita-cita luhur, masyarakat berpendidikan yang gemar belajar dan mengabdi kepada masyarakat serta melaksanakan penelitian yang menghasilkan manfaat yang meningkatkan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ketentuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
Berkenaan dengan hal-hal itu, Peraturan Pemerintah ini dibuat untuk mengatur:
1. syarat-syarat dan tata cara pendirian;
2. struktur perguruan tinggi;
3. penyelenggaraan pendidikan tinggi yang terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional;
4. bentuk-bentuk satuan pendidikan tinggi yang terdiri atas universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, dan akademi;
5. jenis gelar dan sebutan, syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya;
6. syarat-syarat dan tata cara pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor;
7. kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, otonomi keilmuan dan otonomi pengelolaan perguruan tinggi;
8. hak dan kewajiban mahasiswa;
9. pembiayaan;
10. pengawasan dan akreditasi; dan
11. kerjasama antar perguruan tinggi.
Sebagai satu sistem tersendiri, meskipun merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang cakupannya jauh lebih luas, pendidikan tinggi di Indonesia harus merupakan sistem yang dengan mudah dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara yang senantiasa mengalami perkembangan, terlebih lagi sebagai perwujudan pembangunan nasional.
Sistem pendidikan tinggi juga diharapkan merupakan suatu sistem yang memudahkan seseorang menuntut pendidikan tinggi sesuai dengan bakat, minat dan tujuannya, meskipun dengan tetap mempertahankan persyaratan-persyaratan program studi yang bersangkutan.
Peraturan Pemerintah yang mengatur pendidikan tinggi ini dimaksudkan untuk menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1959 tentang Peraturan Ujian Negara Untuk Memperoleh Gelar Universitas Bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1770), Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1965 tentang Ancaman Pidana Terhadap Beberapa Tindak Pidana Termaksud Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomer 2741), Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 1965 tentang Pendirian Perguruan Tinggi Swasta, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1980 tentang Pokok-pokok Organisasi Universitas/Institut Negeri (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3157), Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1980 tentang Pedoman Pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 69), Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1981 tentang Penataan Fakultas Pada Universitas/Institut Negeri (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3202), dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1988 tentang Pokok-pokok Organisasi Sekolah Tinggi dan Akademi (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3371).
Oleh sebab itu pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan tersebut dinyatakan tidak berlaku.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 3
Ayat (1)
Pendidikan di sini adalah kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Penelitian adalah kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori, konsep, metodelogi, model atau informasi baru yang memperkaya ilmu pengetahuan teknologi dan/atau kesenian.
Pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat.
Tidak semua satuan pendidikan tinggi menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Universitas, institut dan sekolah tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik memang diharapkan menyelenggarakan kegiatan penelitian.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan sifat pengetahuan dan tujuan pendidikan tinggi yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Program Diploma terdiri atas Program Diploma I, Program Diploma II, Program Diploma III, dan Program Diploma IV. Program Spesialis terdiri atas Program Spesialis I dan Program Spesialis II.
Ayat (4)
Pendidikan dengan cara tatap muka merupakan pendidikan yang dilaksanakan dengan mengutamakan komunikasi langsung antara dosen dan mahasiswa, termasuk penggunaan berbagai jenis metoda belajar-mengajar.
Pendidikan jarak jauh merupakan pendidikan yang dilaksanakan dengan mengutamakan penggunaan berbagai sarana komunikasi dalam penyampaian bahan pengajaran termasuk penggunaan berbagai jenis metoda belajar-mengajar.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan sejumlah bidang pengetahuan khusus adalah program-program studi yang dalam pelaksanaan tidak harus terkait satu dengan lainnya, sehingga dengan demikian, pada satu politeknik, misalnya, dimungkinkan penyelenggaraan program studi dalam ilmu teknik dan tata niaga, dua program yang berbeda sama sekali. Pengetahuan khusus merupakan sebagian dari suatu cabang ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari secara khusus namun sebagai satu keseluruhan. Kemampuan penguasaan ilmu dan keterampilan dalam bidang khusus ini secara nyata diperlukan di masyarakat. Contoh adalah pengerjaan logam sebagai bidang pengetahuan khusus dari ilmu teknik mesin.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Program pendidikan yang diselenggarakan pada institut terkait atau sangat dekat berhubungan dengan program-program pendidikan yang lain. Oleh sebab itu, program-program yang diselenggarakan merupakan satu kelompok atau adalah sejenis.
Ayat (6)
Program-program studi yang diselenggarakan pada universitas dapat berupa berbagai cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian yang dalam penyelenggaraannya belum tentu terkait satu dengan yang lain atau erat berhubungan satu dengan yang lain.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Sistem kredit semester adalah suatu sistem penyelenggaraan pendidikan di mana beban studi mahasiswa, beban kerja tenaga pengajar dan beban penyelenggaraan program lembaga pendidikan dinyatakan dalam satuan kredit semester. Banyaknya satuan kredit semester yang diberikan untuk mata kuliah, atau kegiatan proses belajar- mengajar lainnya, adalah besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha menyelesaikan kegiatan akademik yang bersangkutan. Kegiatan akademik meliputi tugas-tugas yang dinyatakan dalam program perkuliahan, seminar, praktikum, kerja lapangan, penulisan skripsi, tesis dan sebagainya. Dalam satu kegiatan akademik diperhitungkan tidak hanya kegiatan tatap muka yang terjadwal tetapi juga kegiatan yang direncanakan (terstruktur) dan yang dilakukan secara mandiri. Sistem kredit semester diterapkan agar memungkinkan perguruan tinggi melaksanakan penyajian program studi yang beraneka ragam dan luwes, serta agar dapat memberi kesempatan yang lebih luas kepada mahasiswa untuk memilih dan melaksanakan program studi, sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dipunyai.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kuliah adalah proses belajar-mengajar yang dapat meliputi komunikasi langsung atau tidak langsung, praktikum, penyelenggaraan percobaan (eksperimen), dan pemberian tugas akademik lain.
Ayat (2)
Seminar merupakan pertemuan ilmiah yang dengan sistematis mempelajari suatu topik khusus di bawah pimpinan seorang yang ahli dan berwenang dalam bidang tersebut. Simposium merupakan pertemuan terbuka dengan beberapa pembicara yang menyampaikan ceramah pendek mengenai aspek yang berbeda tetapi saling berkaitan tentang suatu masalah. Diskusi panel merupakan forum pertukaran pikiran yang dilakukan oleh sekelompok orang di hadapan sekelompok hadirin mengenai suatu masalah tertentu yang telah dipersiapkan sebelumnya. Lokakarya merupakan pertemuan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta dengan menggunakan berbagai jenis metoda pertemuan ilmiah.

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Perguruan tinggi dapat mengembangkan kurikulum dengan berpedoman pada kurikulum yang berlaku secara nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Bilamana belum ada kurikulum yang berlaku secara nasional untuk program studi tertentu, perguruan tinggi yang hendak menyelenggarakan dapat mengusulkan rancangan kurikulum untuk program studi tersebut kepada Departemen untuk memperoleh pengesahan.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Selain memperhatikan hasil ujian, penilaian keberhasilan belajar mahasiswa dapat juga didasarkan atas penilaian pelaksanaan tugas seperti keikutsertaan dalam seminar, penulisan makalah, praktikum, pembuatan laporan, pembuatan rancangan atau tugas lain serta hasil pengamatan oleh dosen, Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Ayat ini tidak berlaku untuk program sarjana yang tidak mensyaratkan skripsi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Dalam pengertian ilmu pengetahuan, tercakup pula ilmu pengetahuan tentang kesenian dan dalam pengertian teknologi mencakup pula teknologi yang diterapkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Kebebasan mimbar akademik dilaksanakan dalam pertemuan ilmiah dalam bentuk seminar, ceramah, simposium, diskusi panel, dan ujian dalam rangka pelaksanaan pendidikan akademik dan/atau profesional. Kebebasan mimbar akademik dapat dilaksanakan di luar perguruan tinggi sepanjang tempat tersebut dapat dianggap bagian sementara dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)
Gelar Doktor Kehormatan atau yang disebut dalam bahasa asingnya Doctor Honoris Causa dapat diberikan kepada seseorang baik Warga Negara Indonesia ataupun Warga Negara Asing yang berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan dan kemanusiaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Dalam upaya membantu memecahkan permasalahan perguruan tinggi, Dewan Penyantun diharapkan berperan aktif baik sendiri maupun dengan menggerakkan atau mengerahkan sumber daya masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Perguruan tinggi dapat mengangkat Pembantu Rektor, Pembantu Ketua dan Pembantu Direktur lebih dari yang ditetapkan dalam ayat ini, sepanjang pembiayaannya tidak dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Kebijaksanaan penilaian prestasi akademik dan kecakapan serta kepribadian anggota sivitas academika mencakup pula kriteria akademik untuk menetapkan kelulusan dari suatu program studi dan pemutusan studi.
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Dalam hal tidak ada kesepakatan dalam rapat senat perguruan tinggi, Rektor menyampaikan permasalahan yang bersangkutan kepada Menteri untuk memperoleh keputusan.
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan satuan pendidikan yang membawahinya adalah untuk:
a) universitas/institut adalah Fakultas b) Sekolah tinggi/Politeknik/Akademi adalah lembaga pendidikan itu sendiri.
Ayat (4)
Pengelolaan laboratorium/studio dapat menjadi tanggung jawab jurusan, fakultas, atau perguruan tinggi.

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Kesejahteraan mahasiswa yang dimaksud pada ayat ini antara lain meliputi: asrama, koperasi mahasiswa, kredit mahasiswa pada Bank, pelayanan kesehatan, pelayanan minat dan bakat mahasiswa dalam bidang kesenian dan olah raga.

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 53
Ayat (1)
Persyaratan fakultas yang dapat menyelenggarakan program Spesialis adalah:
1. memiliki dosen yang berpendidikan sekurang-kurangnya program Spesialis;
2. memiliki fasilitas belajar yang memadai.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Organisasi biro pada universitas/institut yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan universitas/institut yang bersangkutan.

Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 58
Organisasi sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan sekolah tinggi yang bersangkutan.

Pasal 59
Cukup jelas

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 66
Cukup jelas

Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 68
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 71
Organisasi politeknik yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat disesuaikan berdasarkan keperluan dan kemampuan politeknik yang bersangkutan.

Pasal 72
Cukup jelas

Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Seorang dosen yang memangku jabatan guru besar yang diminta mengajar politeknik juga menjadi anggota senat politeknik tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 79
Cukup jelas

Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 84
Organisasi akademi yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat disesuaikan berdasarkan keperluan dan kemampuan akademi yang bersangkutan.

Pasal 85
Cukup jelas

Pasal 86
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 88
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 92
Cukup jelas

Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 94
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 95
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 96
Cukup jelas

Pasal 97
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 98
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pemerintah dapat memberi bantuan kepada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dalam bentuk dosen tetap yang dipekerjakan pada perguruan tinggi yang bersangkutan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Dosen tamu dapat berasal dari dalam negeri atau dari luar negeri.

Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengangkatan pada jabatan akademik diatur dengan sistem kredit yang dikumpulkan atas kegiatan yang telah dilakukan oleh dosen dalam menjalankan tugasnya.
Besarnya angka kredit yang diberikan atas suatu jenis kegiatan serta jumlah minimal angka kredit bagi suatu jabatan akademik ditentukan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan tata cara penilaian angka kredit jabatan akademik dosen.

Pasal 100
Cukup jelas

Pasal 101
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Departemen lain atau Lembaga Pemerintah lain mengusulkan pengangkatan guru besar melalui Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang bersangkutan kepada Menteri.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 102
Cukup jelas

Pasal 103
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 104
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 105
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 107
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Selain Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi, organisasi kemahasiswaan juga diadakan di tingkat fakultas yang disebut Senat Mahasiswa Fakultas disingkat SMF dan di tingkat jurusan yang disebut Himpunan Mahasiswa Jurusan disingkat HMJ.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 109
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 110
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemerintah yang dimaksud dalam ayat ini adalah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Ayat (3)
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Kontrak kerja yang dimaksud meliputi kegiatan penelitian, konsultasi, pelatihan, dan lain-lain kegiatan yang berhubungan dengan peran dan fungsi perguruan tinggi.
Angka 4
Yang dimaksud dengan produk adalah barang dan/atau jasa sebagai hasil kegiatan yang berhubungan dengan peran dan fungsi perguruan tinggi.
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan tidak mencari keuntungan adalah usaha yang semata-mata diselenggarakan untuk kelancaran pelaksanaan dan pengembangan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan peran dan fungsi perguruan tinggi.

Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 113
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 114
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 115
Ayat (1)
Penambahan unsur pelaksana akademik fakultas dilakukan oleh Menteri, jurusan dan program studi oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 116
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 117
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2.) Cukup jelas

Pasal 118
Cukup jelas

Pasal 119
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 121
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Langkah pembinaan terhadap perguruan tinggi dapat berbentuk a. peningkatan bantuan penyediaan sumber daya;
b. pengurangan atau penghentian bantuan penyediaan sumber daya bagi program-program tertentu;
c. penghentian pelaksanaan program-program tertentu;
d. penangguhan untuk sementara otonomi pengelolaan perguruan tinggi yang bersangkutan;
e. langkah pembinaan lainnya yang dipandang perlu.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 122
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 123
Cukup jelas

Pasal 124
Cukup jelas

Pasal 125
Cukup jelas

Pasal 126
Cukup jelas

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali