TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1992
TENTANG
SISTEM BUDIDAYA TANAMANUMUM
Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam hayati, air, iklim, dan kondisi tanah yang memberikan sumber kehidupan kepada bangsa, terutama di bidang pertanian dan sekaligus merupakan salah satu modal dasar bagi pembangunan nasional yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien, dan tangguh, serta bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak, dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor, mendukung pembangunan daerah, dan mengintensifkan kegiatan transmigrasi. Arah pembangunan pertanian sedemikian ini akan memperkokoh landasan bidang ekonomi dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.
Sistem budidaya tanaman sebagai bagian dari pertanian pada hakekatnya adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui kegiatan manusia yang dengan modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik. Oleh karena itu sistem budidaya tanaman akan dikembangkan dengan berasaskan manfaat, lestari, dan berkelanjutan.
Pengembangan budidaya tanaman diarahkan secara bijaksana, dengan memperhatikan kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta menggunakan teknologi tepat dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil tanaman, guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, industri dalam negeri, dan memperbesar ekspor.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas Pemerintah menyusun rencana pengembangan budidaya tanaman yang disesuaikan dengan tahapan rencana pembangunan nasional, menetapkan wilayah pengembangan budidaya tanaman, mengatur produksi budidaya tanaman tertentu berdasarkan kepentingan nasional, dan menciptakan kondisi yang menunjang peranserta masyarakat, dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat.
Dengan semakin ketatnya persaingan dalam era globalisasi, maka pengembangan budidaya tanaman harus diarahkan pula pada upaya memanfaatkan keunggulan komparatif produk tanaman yang dimiliki dengan penerapan prinsip keterpaduan kegiatan budidaya tanaman dengan industri pengolahan, industri manufaktur, dan pemasarannya. Dengan arah tersebut, maka nilai tambah produksi pertanian akan dinikmati pula oleh petani sebagai produsen.
Dalam kondisi perkembangan yang demikian, posisi petani dalam keseluruhan sistem budidaya tanaman menjadi sangat sentral dan strategis. Posisi sentral dan strategis dimaksud hanya dapat bermanfaat apabila Pemerintah senantiasa berupaya untuk melaksanakan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan kualitas sumberdaya manusia terutama masyarakat petani.
Pengembangan budidaya tanaman hanya dapat dicapai secara optimal apabila di dalam pelaksanaannya digunakan teknologi tepat yakni yang sesuai dengan daya dukung sumberdaya alam Indonesia yang beriklim tropis. Oleh karena itu upaya untuk menemukan dan menciptakan teknologi budidaya tanaman secara tepat melalui penelitian (research and development) perlu digalakkan. Dalam rangka memberikan pelayanan kepada petani, Pemerintah melakukan penelitian serta membina dan mendorong masyarakat terutama dunia usaha untuk ikut berperanserta dalam penelitian dan pengembangan budidaya tanaman, baik yang bersifat rekayasa teknologi, rekayasa sosial ekonomi, maupun rekayasa sosial budaya.
Teknologi tepat yang telah ditemukan perlu disebarluaskan kepada masyarakat, khususnya para petani, agar mereka dapat memanfaatkannya. Penyebarluasan tersebut dilakukan baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah seperti penyuluhan, pelatihan, dan lain-lain.
Dalam hubungan ini Pemerintah menyelenggarakan pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah yang dalam pelaksanaannya mengikutsertakan masyarakat.
Pengikutsertaan peran masyarakat tidak saja diperlukan dalam penyebarluasan teknologi tepat, tetapi juga dalam pemberian pelayanan informasi yang menjadi kewajiban Pemerintah, meliputi antara lain informasi pasar, profil komoditas, penanaman modal, promosi komoditas, serta prakiraan cuaca dan iklim yang mendukung pengembangan budidaya tanaman.
Lahan bagi budidaya tanaman merupakan salah satu faktor produksi utama. Dilain pihak tersedianya lahan sebagai petanaman untuk budidaya tanaman semakin terbatas, baik karena tekanan yang ditimbulkan oleh bertambahnya jumlah penduduk maupun meningkatnya kebutuhan penggunaan lahan oleh sektor lain. Oleh karena itu penggunaan lahan untuk keperluan budidaya tanaman harus dilakukan secara efektif dan efisien serta dengan memperhatikan terpeliharanya kemampuan sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan.
Masalah yang timbul adalah terjadinya perubahan peruntukan atau konversi lahan budidaya tanaman menjadi lahan untuk keperluan bukan budidaya tanaman. Masalah tersebut dapat mengancam lahan budidaya tanaman terutama untuk penghasil pangan yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ambang batas tingkat produksi secara nasional. Oleh karena itu maka apabila terjadi perubahan tata ruang yang mengakibatkan perubahan lahan budidaya tanaman guna keperluan lain di luar budidaya tanaman, perlu secara arif dan cermat mempertimbangkan ketersediaan lahan usaha budidaya tanaman.
Benih tanaman, sebagai sarana produksi utama dalam budidaya tanaman perlu dijaga mutunya, sehingga mampu menghasilkan produksi dan mutu hasil sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu perlu diselenggarakan kegiatan pengumpulan plasma nutfah dan pemuliaan tanaman maupun kegiatan lain yang berkaitan dengan upaya untuk menemukan jenis baru serta varietas unggul. Untuk mendorong terlaksananya hal tersebut maka kepada para penemunya dapat diberikan penghargaan oleh Pemerintah serta pemberian hak untuk memberi nama pada temuannya. Penghargaan tersebut dapat pula diberikan kepada para pemilik tanaman yang tanamannya memiliki keunggulan tertentu. Apabila di dalam negeri belum terdapat varietas unggul tertentu, maka Pemerintah untuk sementara dapat mengintroduksi varietas unggul tersebut dari luar negeri. Untuk menjamin bahwa varietas baru hasil pemuliaan tanaman maupun introduksi dari luar negeri benar-benar unggul, maka sebelum diedarkan perlu diadakan pengujian untuk kemudian apabila hasilnya memenuhi persyaratan yang ditentukan, Pemerintah melepas varietas tersebut untuk dapat diedarkan.
Suatu varietas yang telah dilepas, benihnya dinyatakan sebagai benih bina, dalam pengertian produksi dan peredarannya perlu diatur dan diawasi. Mekanisme pengawasan dan pembinaan yang efektif untuk dapat menjamin benih bermutu, adalah melalui sertifikasi benih. Sertifikasi benih ini dapat dilakukan oleh Pemerintah maupun swasta. Benih yang lulus sertifikasi merupakan benih yang telah dijamin mutunya baik mutu genetis, fisiologis, maupun fisik dan dapat diedarkan. Untuk menjamin bahwa benih yang diedarkan benar-benar bermutu dan dalam rangka mempermudah pengawasan mutu benih, maka benih yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib diberi label. Hasil pemuliaan sebelum dilepas oleh Pemerintah dilarang untuk dikembangkan dan/atau diedarkan.
Sarana produksi budidaya tanaman yang lain seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin budidaya tanaman perlu terjamin efektivitasnya dan aman dalam penggunaannya baik terhadap manusia maupun lingkungan hidup. Khusus bagi pestisida, karena merupakan bahan berbahaya dan beracun, jika telah dinyatakan dilarang atau telah rusak atau tidak memenuhi standar mutu atau tidak terdaftar harus dimusnahkan.
Perlindungan tanaman merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk melindungi tanaman dari serangan organisme pengganggu tumbuhan. Kegiatan tersebut meliputi pencegahan masuknya, pengendalian dan eradikasi organisme pengganggu tumbuhan.
Pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah. Dalam hal terjadi eksplosi serangan organisme pengganggu tumbuhan, Pemerintah bertanggung jawab untuk menanggulanginya bersama masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut kesemuanya bertujuan untuk mengamankan tanaman dari serangan organisme pengganggu tumbuhan yang tujuan akhirnya menyelamatkan produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu masyarakat diharapkan berperanserta untuk melaporkan terjadinya serangan organisme pengganggu tumbuhan pada tanaman di wilayahnya, terutama yang sifatnya eksplosi dan sekaligus berusaha untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan tersebut. Mengingat bahwa dalam hal-hal tertentu kegiatan perlindungan tanaman menggunakan pestisida maka harus memperhatikan keselamatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup.
Usaha budidaya tanaman memerlukan lahan yang sesuai untuk budidaya tanaman yang bersangkutan. Di samping itu, pengembangan usaha budidaya tanaman harus disesuaikan dengan sasaran produksi nasional dan/atau permintaan pasar, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Usaha budidaya tanaman berskala besar memerlukan lahan yang luas dan produksinya akan sangat berpengaruh terhadap produksi budidaya tanaman secara nasional.
Oleh karena itu untuk mempermudah pengawasan dan pengendalian pelaksanaan usaha budidaya tanaman berskala besar, mekanisme yang paling baik adalah melalui perizinan. Perizinan yang diberikan harus melalui pertimbangan yang cermat terhadap berbagai aspek seperti aspek ekonomi, sosial budaya, sumberdaya alam, lingkungan hidup, dan kepentingan strategis lainnya.
Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani serta memperluas pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja, Pemerintah mengambil langkah-langkah yang mendorong tumbuhnya kerjasama yang saling menguntungkan antara usaha berskala kecil dengan yang berskala besar. Dengan demikian, akan terbuka peluang bagi masyarakat petani dan usaha berskala kecil untuk turut serta dalam pemilikan dan pengelolaan usaha budidaya tanaman berskala besar.
Penanganan panen dan pascapanen sebagai salah satu tahapan kegiatan dalam budidaya tanaman yang meliputi kegiatan pemungutan hasil, pembersihan, pengupasan, sortasi, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, standardisasi mutu, dan transportasi hasil produksi perlu diatur sedemikian rupa, sehingga dapat lebih meningkatkan mutu, menekan tingkat kehilangan, memperpanjang daya simpan, meningkatkan dayaguna, dan meningkatkan nilai tambah hasil budidaya tanaman.
Dengan materi seperti yang dikemukakan di atas disusunlah Undang-undang ini dengan tujuan untuk memberikan landasan hukum bagi sistem budidaya tanaman.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Yang dimaksud sumberdaya alam nabati meliputi semua jenis tumbuhan termasuk bagiannya baik yang tumbuh di darat maupun di air, yang telah maupun belum dibudidayakan, terdiri dari tanaman semusim seperti padi, tebu, tembakau, kapas, gadung, jamur, kentang, dan sebagainya serta tanaman tahunan seperti kelapa, karet, mangga, jati, pinus, sagu, enau, dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan barang termasuk barang yang tidak berwujud (jasa).
Angka 2
Kultivar adalah sekelompok tumbuhan yang apabila dibudidayakan untuk memperoleh keturunan akan tetap menurunkan ciri-ciri khas tumbuhan induknya seperti bentuk, rasa buah, warna, dan ciri khas lainnya.
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Pasal 2
Asas manfaat, lestari, dan berkelanjutan berarti penyelenggaraan budidaya tanaman harus memberikan manfaat bagi kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup sehingga sistem budidaya tanaman dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dan dinamis.
Pasal 3
Huruf a
Dalam pengertian pangan termasuk bahan makanan ternak dan ikan, sedangkan dalam pengertian kesehatan termasuk gizi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 4
Proses kegiatan produksi meliputi semua kegiatan mulai dari penyiapan lahan dan media tumbuh tanaman, pembenihan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan tanaman, dan panen.
Pascapanen adalah tahapan kegiatan yang dimulai sesudah panen sampai dengan hasilnya siap dipasarkan.
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Terhadap wilayah yang lahannya mempunyai potensi untuk pengembangan budidaya tanaman di seluruh Indonesia diadakan penelitian dari berbagai aspek seperti klasifikasi dan kemampuan tanah, iklim/cuaca, vegetasi, dan sebagainya.
Data ditiap wilayah sebagaimana dimaksud di atas diolah sedemikian rupa, dan jika perlu dilakukan berbagai percobaan ilmiah, sehingga dapat diketahui tanaman yang cocok untuk dikembangkan di wilayah yang bersangkutan. Atas dasar hal-hal tersebut dapat diketahui potensi wilayah budidaya tanaman di seluruh Indonesia yang selanjutnya dengan memperhatikan aspek sosial ekonomi, sosial budaya, prasarana, dan aspek lain dapat ditetapkan wilayah pengembangan budidaya tanaman.
Huruf c
Budidaya tanaman tertentu adalah budidaya tanaman yang mempunyai nilai strategis misalnya padi, tebu, dan sebagainya.
Pengaturan produksi dimulai dari perencanaan dan pengendalian tingkat produksi yang disesuaikan dengan kepentingan nasional.
Huruf d
Dalam pengembangan budidaya tanaman, Pemerintah perlu memberikan peluang dan kemudahan tertentu yang dapat mendorong masyarakat untuk berperanserta dalam pengembangan budidaya tanaman.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Petani adalah orang, baik yang mempunyai maupun tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya mengusahakan lahan dan/atau media tumbuh tanaman untuk budidaya tanaman.
Ayat (2)
Pada prinsipnya petani bebas menentukan pilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan. Namun demikian kebebasan tersebut diikuti dengan kewajiban berperanserta untuk mendukung pelaksanaan program Pemerintah dalam pengembangan budidaya tanaman di wilayahnya.
Ayat (3)
Jaminan penghasilan tertentu merupakan imbalan penghasilan yang diberikan oleh karena tidak dicapainya tingkat penghasilan minimum tertentu yang seharusnya diperoleh.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan luasan tertentu adalah luasan lahan yang dalam pembukaan dan pengolahan untuk budidaya tanaman harus memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan media tumbuh tanaman adalah petanaman selain lahan misalnya air, agar-agar, merang, tanah dalam pot dan lain-lain.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Benih bermutu mempunyai pengertian bahwa benih tersebut varietasnya benar dan murni, mempunyai mutu genetis; mutu fisiologis, dan mutu fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Varietas unggul adalah varietas yang memiliki keunggulan produksi dan mutu hasil, tanggap terhadap pemupukan, toleran terhadap hama penyakit utama, umur genjah, tahan terhadap kerebahan, dan tahan terhadap pengaruh buruk (cekaman) lingkungan.
Pasal 9
Ayat (1)
Pemuliaan tanaman dilakukan dengan cara persilangan antara 2 atau lebih tetua, teknik mutasi sifat genetis varietas, rekayasa genetika, seleksi, atau cara lain sesuai perkembangan teknologi. Tetua adalah organisme yang sebagian sifatnya diturunkan untuk menyusun sifat varietas baru yang lebih baik dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
Teknik mutasi sifat genetis varietas adalah cara untuk mengadakan perubahan sifat genetis suatu varietas dengan perlakuan tertentu, misalnya dengan radiasi, zat mutagen.
Rekayasa genetik adalah pemindahan bahan genetik dari sel suatu jenis ke jenis lain yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dan dapat menampilkan sifat yang dibawanya di dalam sel penerima.
Seleksi adalah kegiatan pemilihan dari suatu populasi jenis tanaman untuk mendapatkan varietas unggul.
Seleksi dimulai dari tahapan eksplorasi yang merupakan suatu kegiatan pencarian dan pendataan dari populasi suatu jenis tanaman lokal atau asli untuk mendapatkan varietas unggul lokal dan/atau sebagai bahan baku persilangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Plasma nutfah mempunyai peran sangat mendasar dan merupakan kekayaan yang terpendam dan tidak ternilai harganya, sehingga menjadi kewajiban Pemerintah bersama masyarakat untuk melestarikan dan memanfaatkannya.
Dalam rangka pemuliaan tanaman dapat dilakukan tukar menukar plasma nutfah dengan luar negeri, dengan tidak mengurangi kepentingan nasional.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Introduksi benih dari luar negeri dapat berupa benih dari berbagai kelas yang dilakukan apabila benih atau materi induk belum pernah ada di Indonesia.
Yang dimaksud dengan materi induk adalah tanaman dan/atau bagiannya yang digunakan sebagai bahan pemuliaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dilepas oleh Pemerintah adalah pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan menjadi varietas unggul dan dapat disebarluaskan setelah memenuhi persyaratan yaitu silsilah, metoda pemuliaan, hasil uji adaptasi, rancangan dan analisa percobaan, diskripsi, serta ketersediaan benih dari varietas yang bersangkutan pada saat dilepas.
Ayat (2)
Hasil pemuliaan yang belum diajukan untuk dilepas dan/atau sudah diajukan tetapi ditolak untuk dilepas dilarang untuk diedarkan karena masih dianggap mempunyai kelemahan dan tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Benih bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas, yang produksi dan peredarannya diawasi.
Ayat (2)
Sertifikasi merupakan kegiatan untuk mempertahankan mutu benih dan kemurniaan varietas, yang dilaksanakan dengan:
a. pemeriksaan terhadap:
1. kebenaran benih sumber atau pohon induk;
2. petanaman dan pertanaman;
3. isolasi tanaman agar tidak terjadi persilangan liar;
4. alat panen dan pengolahan benih;
5. tercampurnya benih;
b. pengujian laboratorium untuk menguji mutu benih yang meliputi mutu genetis, fisiologis, dan fisik;
c. pengawasan pemasangan label.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan label adalah keterangan tertulis yang diberikan pada benih atau benih yang sudah dikemas yang akan diedarkan dan memuat antara lain tempat asal benih, jenis dan varietas tanaman, kelas benih, data hasil uji laboratorium, serta akhir masa edar benih.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Yang dimaksud dengan pengadaan meliputi produksi dalam negeri maupun pemasukan dari luar negeri.
Pasal 16
Benih tanaman tertentu adalah benih tanaman yang secara potensial dapat membahayakan dan menimbulkan kerugian, misalnya dapat merupakan sumber dan/atau menjadi sasaran terjadinya eksplosi organisme pengganggu tumbuhan, atau membahayakan kesehatan manusia.
Pasal 17
Ayat (1)
Dalam pengertian tumbuhan termasuk plasma nutfah.
Ayat (2)
Benih atau tumbuhan dianggap telah dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia apabila telah dimuat dalam alat angkut untuk dibawa ke suatu tempat di luar wilayah negara Republik Indonesia. Di samping itu juga termasuk benih yang telah diangkut dari suatu tempat ke tempat lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, tetapi tidak sampai pada tempat tujuannya, dan tidak dapat dibuktikan oleh pengirim yang bersangkutan bahwa benih tersebut telah sampai di tempat lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia atau telah hilang dalam perjalanan ke tempat tujuannya.
Benih atau tumbuhan dianggap telah dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia apabila telah dibawa ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dan diturunkan dari alat angkut.
Ayat (3)
Pemasukan benih dari luar negeri, dalam hal di dalam negeri telah terdapat benih bina yang sama, standar mutunya mengikuti standar mutu benih bina yang ada.
Apabila di dalam negeri belum terdapat benih bina yang sama, standar mutunya ditetapkan tersendiri oleh Pemerintah. Benih dari luar negeri apabila akan diedarkan harus diberi label seperti halnya benih bina.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Sistem pengendalian hama terpadu adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam sistem ini penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir.
Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan bersifat dinamis.
Ayat (2)
Pada dasarnya perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat. Dalam hal-hal tertentu pelaksanaan perlindungan tanaman dilakukan oleh masyarakat bersama Pemerintah, misalnya dalam menangani daerah sumber serangan dan organisme pengganggu tumbuhan yang bersifat eksplosi.
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Dalam pengertian sumberdaya alam termasuk satwa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Selain pemilik atau orang yang menguasai tanaman, setiap orang yang mengetahui adanya serangan organisme penggangu tumbuhan terutama yang bersifat eksplosi diharapkan melaporkannya kepada pejabat yang berwenang.
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang antara lain Penyuluh Pertanian, Pengamat Hama Penyakit Tanaman, Mantri Tani, dan Kepala Desa.
Ayat (2)
Eksplosi adalah serangan organisme penggangu tumbuhan yang sifatnya mendadak, populasinya berkembang sangat cepat, dan menyebar luas dengan cepat.
Pasal 25
Ayat (1)
Selain tanaman, benda lain yang dapat dieradikasikan adalah benda yang dapat menjadi media pembawa atau sumber penyebaran organisme penggangu tumbuhan misalnya sisa tanaman, limbah panen dan pascapanen, gundang, dan sebagainya.
Ayat (2)
Organisme pengganggu tumbuhan dianggap sangat berbahaya dan mengancam keselamatan tanaman secara meluas apabila:
a. organisme pengganggu tumbuhan tersebut belum pernah diketemukan di wilayah yang bersangkutan;
b. organisme pengganggu tumbuhan tersebut telah atau pernah ada di wilayah yang bersangkutan; dan
c. terhadap organisme pengganggu tumbuhan tersebut tidak atau belum ada teknologi pengendalian yang efektif.
Pasal 26
Ayat (1)
Bentuk kompensasi yang diberikan dapat berupa uang, penggantian sarana produksi dan/atau diberi kemudahan untuk melakukan usaha lain. Kesemuanya itu dengan mepertimbangkan situasi dan kondisi pada saat dilakukan eradikasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemotongan, pengupasan, penusukan, penorehan, dan pemetikan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan petani kecil berlahan sempit adalah petani yang mengusahakan budidaya tanaman dan penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Ayat (3)
Pengaturan mengenai panen budidaya tanaman tertentu berupa kebijaksanaan Pemerintah yang membatasi luasan yang boleh dipanen, saat pemanenan, cara memanen, dan sebagainya.
Budidaya tanaman tertentu adalah jenis budidaya tanaman yang ditetapkan Pemerintah berdasarkan pertimbangan sosial ekonomi, perjanjian internasional, dan hal-hal strategis lainnya.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Dalam upaya merumuskan suatu standar unit pengolahan, alat transportasi, dan unit penyimpanan hasil budidaya tanaman, Pemerintah dapat mengumpulkan semua pihak yang berkepentingan terhadap standar tersebut.
Pihak-pihak yang dapat dipertimbangkan ikut serta dalam rapat konsensus standar adalah wakil-wakil dari instansi Pemerintah, Dewan Standardisasi Indonesia, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, produsen, pemakai atau konsumen, tenaga peneliti, perguruan tinggi, dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Dalam upaya menetapkan harga dasar hasil budidaya tanaman tertentu, Pemerintah perlu mempertimbangkan pendapat masyarakat produsen melalui studi atau survei, tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat konsumen.
Penetapan harga dasar akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kepentingan produsen dan konsumen hasil budidaya tanaman yang bersangkutan serta memperhatikan perjanjian internasional.
Hasil budidaya tanaman tertentu adalah hasil budidaya tanaman yang menyangkut kepentingan masyarakat luas baik produsen maupun konsumen, misalnya padi, gula, dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Pengertian pupuk menurut ketentuan ini tidak termasuk pupuk organik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Dalam pengertian pestisida termasuk bahan aktif. Zat pengatur atau perangsang tumbuh, dengan dosis tertentu dapat berfungsi sebagai pestisida.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Yang dimaksud dengan mengawasi pengadaan, peredaran serta penggunaan pestisida, adalah Pemerintah melakukan pembinaan dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengadaan, peredaran, serta penggunaan pestisida untuk mencegah pengaruh samping yang tidak diinginkan dan memberikan manfaat secara maksimal. Kegiatan pengawasan meliputi pemeriksaan jenis, mutu, jumlah, wadah, pembungkus, label, residu, keselamatan kerja, dokumen publikasi, alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan pengadaan, peredaran, dan penggunaan pestisida.
Pengertian peredaran adalah impor, ekspor, jual beli di dalam negeri, serta penyimpanan dan pengangkutan pestisida.
Pasal 40
Larangan dan pembatasan peredaran dan/atau penggunaan pestisida tertentu terutama didasarkan pada pertimbangan keamanan bagi manusia dan lingkungan hidup, serta pengaruhnya yang menimbulkan kekebalan organisme pengganggu tumbuhan sasaran (resistensi) dan/atau meledaknya turunan berikutnya dari organisme pengganggu tumbuhan sasaran (resurgensi).
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Dalam pengertian alat dan mesin pertanian termasuk di dalamnya rumah kaca, gundang, bengkel dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Yang dimaksud dengan keperluan lain yaitu penggunaan lahan yang semula untuk budidaya tanaman menjadi non budidaya tanaman sehingga tidak sesuai dengan tata ruang yang ada.
Pasal 46
Ayat (1)
Penetapan luas maksimum mengacu pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, serta Pasal 47 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 48, dan Pasal 49 Undang-undang ini.
Yang dimaksud dengan unit usaha budidaya tanaman dalam hal ini adalah satu satuan luasan lahan yang secara ekonomis diperlukan bagi suatu jenis tanaman tertentu.
Ayat (2)
Persetujuan perubahan jenis tanaman pada unit usaha budidaya tanaman yang dimaksud dalam ayat ini, tidak berlaku bagi petani kecil berlahan sempit.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Dalam pengertian usaha budidaya tanaman termasuk usaha di bidang perbenihan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Perusahaan swasta adalah perseroan terbatas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Penentuan skala tertentu didasarkan antara lain atas luasan lahan, manajemen, jenis maupun jumlah tanaman, jumlah investasi, tingkat teknologi, dan lain-lain yang digunakan dalam budidaya tanaman.
Berdasarkan pendekatan tersebut Pemerintah menetapkan skala usaha bagi usaha di bidang budidaya tanaman yang wajib memiliki izin.
Ayat (2)
Kepentingan strategis lainnya adalah pertahanan keamanan, kependudukan, ketenagakerjaan, dan lain-lain.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 49
Yang dimaksud dengan usaha lemah adalah usaha di bidang budidaya tanaman baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum yang ditinjau dari segi permodalan, manajemen, dan teknologi masih lemah.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 53
Yang dimaksud dengan organisasi profesi terkait adalah semua bentuk perhimpunan profesional, keilmuan, pengusahaan, atau perdagangan di bidang budidaya tanaman.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pelayanan informasi yang mendukung pengembangan budidaya tanaman meliputi antara lain informasi pasar, profil komoditas, penanaman modal, promosi komoditas, dan meteorologi dalam bentuk prakiraan cuaca dan iklim.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas