TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 1992
TENTANG
PENERBANGANUMUM
Bahwa berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa Negara Republik Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, di antara dua benua dan dua samudera, oleh karena itu mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam hubungan antar bangsa.
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah.
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan, mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara serta mempererat hubungan antar bangsa.
Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan ke luar negeri.
Di samping itu, transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.
Menyadari peranan transportasi, maka penyelenggaraan penerbangan harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan angkutan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman, dan efisien dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Penerbangan yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dengan memperhatikan sifatnya yang padat modal sehingga mampu meningkatkan pelayanan yang lebih luas baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Pengembangan penerbangan yang ditata dalam satu kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur-unsurnya yang terdiri dari prasarana dan sarana penerbangan, peraturan-peraturan, prosedur dan metoda sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh, berdayaguna, berhasilguna serta dapat diterapkan.
Mengingat penting dan strategisnya peranan penerbangan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka penerbangan dikuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
Penyelenggaraan penerbangan perlu diselenggarakan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas daya jangkau dan pelayanannya kepada masyarakat dengan memperhatikan sebesar-besar kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan, koordinasi antar wewenang pusat dan daerah serta antar instansi, sektor, dan antar unsur terkait serta pertahanan dan keamanan negara, sekaligus dalam rangka mewujudkan sistem transportasi nasional yang andal dan terpadu.
Keseluruhan hal tersebut perlu dicerminkan dalam satu Undang-undang yang utuh.
Dalam Undang-undang ini juga diatur mengenai hak, kewajiban serta tanggung jawab para penyedia jasa dan para pengguna jasa, dan tanggung jawab penyedia jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari penyelenggaraan penerbangan serta pembebanan hipotek terhadap pesawat terbang dan helikopter yang telah memperoleh tanda pendaftaran Indonesia.
Di samping itu dalam rangka pembangunan hukum nasional serta untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum, Undang-undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan, perlu diganti dengan Undang-undang ini, karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan belum tertata dalam satu kesatuan sistem yang merupakan bagian dari transportasi secara keseluruhan.
Mengingat Indonesia sebagai salah satu negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization, disingkat ICAO), maka ketentuan-ketentuan penerbangan internasional sebagaimana tercantum dalam Konvensi Chicago 1944 beserta Annexes dan dokumen-dokumen teknis operasionalnya serta konvensi-konvensi internasional terkait lainnya, merupakan ketentuan-ketentuan yang harus ditaati sesuai dengan kepentingan nasional.
Dalam Undang-undang ini diatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan yang bersifat teknis dan operasional diatur dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Tidak termasuk pengertian pesawat udara adalah alat-alat yang dapat terbang bukan oleh daya angkat dari reaksi udara, melainkan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi, misalnya roket.
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Yang dimaksud dengan lapangan terbang dalam ketentuan ini adalah kawasan di daratan atau perairan yang dipergunakan untuk lepas landas dan/atau pendaratan pesawat udara.
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup jelas
Angka 14
Cukup jelas
Angka 15
Cukup jelas
Pasal 2
Dalam ketentuan pasal ini yang dimaksud dengan:
a. asas manfaat yaitu, bahwa penerbangan harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang berkeseimbangan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara;
b. asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang penerbangan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan;
c. asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat;
d. asas keseimbangan yaitu, bahwa penerbangan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional;
e. asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan penerbangan harus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas;
f. asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda transportasi;
g. asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan penerbangan;
h. asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa penerbangan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Sebagai negara berdaulat, Republik Indonesia memiliki kedaulatan penuh dan utuh di wilayah udara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional.
Ketentuan dalam pasal ini hanya menegaskan mengenai kewenangan dan tanggung jawab negara Republik Indonesia untuk mengatur penggunaan wilayah udara yang merupakan bagian dari wilayah dirgantara Indonesia, sedangkan mengenai kedaulatan atas wilayah Republik Indonesia secara menyeluruh tetap berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia.
Pasal 5
Wilayah udara yang berupa ruang udara di atas wilayah daratan dan perairan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional sehingga harus dimanfaatkan bagi sebesar-besar kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Pasal 6
Ayat (1)
Kewenangan menetapkan kawasan udara terlarang merupakan kewenangan dari setiap negara berdaulat untuk mengatur penggunaan wilayah udaranya, dalam rangka pertahanan keamanan negara dan keselamatan penerbangan.
Kawasan udara terlarang dalam ketentuan ini mengandung dua pengertian yaitu:
a. kawasan udara terlarang yang larangannya bersifat tetap (prohibited area) karena pertimbangan pertahanan dan keamanan negara serta keselamatan penerbangan;
b. kawasan udara terlarang yang larangannya bersifat terbatas (restricted area) karena pertimbangan pertahanan dan keamanan atau keselamatan penerbangan atau kepentingan umum misalnya pembatasan ketinggian terbang, pembatasan waktu operasi, dan lain-lain.
Ayat (2)
Penegakan hukum terhadap ketentuan ini dilakukan dengan menggunakan pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pertahanan dan keamanan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Pengertian dikuasai oleh negara adalah bahwa negara mempunyai hak penguasaan atas penyelenggaraan penerbangan yang perwujudannya meliputi aspek-aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
Dalam aspek pengaturan, tercakup perumusan dan penentuan kebijaksanaan umum maupun teknis yang antara lain berupa persyaratan keselamatan dan perizinan.
Aspek pengendalian dilakukan baik di bidang pembangunan maupun operasi berupa pengarahan dan bimbingan.
Sedangkan aspek pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan penerbangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam pengertian memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, termasuk memperhatikan lingkungan hidup, tata ruang, energi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan internasional, serta pengembangan potensi yang ada dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan penerbangan nasional yang lebih luas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Yang dimaksud dengan mempunyai keandalan adalah kondisi prasarana yang siap pakai dan secara teknis laik untuk dioperasikan serta sarana yang laik udara.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tanda pendaftaran dalam ketentuan ini adalah tanda pendaftaran Indonesia atau asing.
Pengertian dioperasikan dalam ayat ini adalah dipakai untuk terbang.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Sepanjang kebutuhan angkutan udara di Indonesia belum terpenuhi, pesawat udara yang dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing, dapat didaftarkan di Indonesia apabila memenuhi ketentuan dalam ayat ini.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan lembaga tertentu antara lain lembaga sosial, keagamaan, pendidikan, dan olah raga. Sedangkan yang dimaksud dengan izin Pemerintah adalah izin untuk melakukan kegiatan tertentu di Indonesia dan izin untuk dapat menggunakan pesawat udara dalam rangka menunjang kegiatannya.
Ayat (3)
Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, dalam Peraturan Pemerintah dapat diatur mengenai bentuk-bentuk perjanjian lainnya yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mendaftarkan di Indonesia, pesawat udara milik warga negara asing atau badan hukum asing, dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan jenis-jenis pesawat terbang tertentu yang merupakan hasil pengembangan teknologi antara lain adalah pesawat terbang sangat ringan (ultra light).
Mengingat pengoperasian ultra light sangat terbatas dan terhadap ultra light tidak berlaku ketentuan Konvensi Chicago 1944, maka tidak diwajibkan untuk memiliki tanda kebangsaan.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Berdasarkan pertimbangan keamanan dan ketertiban, ketentuan dalam pasal ini diberlakukan pula terhadap jenis-jenis pesawat udara tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 12
Ayat (1)
Terhadap hipotek pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini berlaku ketentuan-ketentuan hipotek dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia.
Ketentuan dalam pasal ini tidak menutup pembebanan pesawat terbang dan helikopter dengan hak jaminan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kata digunakan dalam ketentuan ini adalah dioperasikan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 14
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencapai optimalisasi dalam pengoperasian pesawat udara, melalui pengaturan jenis dan penggunaan pesawat udara pada rute atau daerah operasi tertentu, dengan memperhatikan perkembangan industri pesawat udara dalam negeri dan perkembangan angkutan udara nasional.
Dalam Peraturan Pemerintah diatur jenis dan penggunaan pesawat udara sipil untuk angkutan udara niaga dan bukan niaga, serta jenis dan penggunaan pesawat udara negara untuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Bea dan Cukai, dan lain-lain instansi.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dalam keadaan darurat adalah suatu keadaan yang memaksa, sehingga harus dilakukan pendaratan di luar bandar udara yang telah ditetapkan, misalnya karena terjadi kerusakan mesin atau kehabisan bahan bakar atau cuaca buruk yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan apabila penerbangan tetap dilanjutkan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Kegiatan yang membahayakan tersebut antara lain terbang di luar jalur yang ditentukan, terbang tidak membawa peralatan keselamatan, terbang di atas kawasan udara terlarang, dan juga dapat membahayakan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 17
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah dilakukannya kegiatan perekaman dengan menggunakan pesawat udara yang dilengkapi dengan alat-alat perekam dalam bentuk apapun, sehingga dapat membahayakan kepentingan pertahanan dan keamanan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan personil penerbangan adalah orang yang mempunyai kecakapan tertentu yang tugasnya secara langsung mempengaruhi keselamatan penerbangan.
Ayat (2)
Berdasarkan pertimbangan keselamatan penerbangan, sertifikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini ditetapkan batas waktunya, dan untuk memperoleh perpanjangan masa berlakunya dilakukan kegiatan antara lain pengujian kecakapan dan pengujian kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Fasilitas penerbangan ialah peralatan-peralatan yang dibutuhkan langsung untuk navigasi penerbangan antara lain peralatan sistem pendaratan, sistem komunikasi, meteorologi sedangkan peralatan penunjang berupa peralatan yang tidak secara langsung mempengaruhi keamanan dan keselamatan penerbangan antara lain peralatan perbengkelan.
Pasal 21
Ayat (1)
Ketentuan ini merupakan persyaratan yang harus diperhatikan dalam rangka keselamatan penerbangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Pelayanan navigasi penerbangan (air navigation) dalam ketentuan ini antara lain terdiri dari pelayanan lalu lintas udara, meteorologi, komunikasi penerbangan, dan fasilitas bantu navigasi penerbangan.
Ayat (2)
Pendapatan yang diperoleh sebagai hasil pemberian pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan selama terbang dalam ketentuan ini adalah sejak saat semua pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang (debarkasi).
Kewenangan yang diatur dalam Undang-undang ini untuk memberi landasan hukum bagi tindakan yang diambil oleh kapten penerbang dalam rangka keamanan dan keselamatan penerbangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Penyelenggaraan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini meliputi kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian, perawatan, dan pengawasan serta pengendalian.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Fasilitas penunjang bandar udara adalah fasilitas yang diperlukan untuk memperlancar arus lalu lintas penumpang, kargo, dan pos di bandar udara, antara lain hotel, jasaboga, toko, gundang, hanggar, parkir, dan jasa perawatan pada umumnya.
Ayat (4)
Dalam Peraturan Pemerintah diatur pula ketentuan mengenai penggunaan bersama suatu bandar udara atau pangkalan udara untuk penerbangan sipil dan penerbangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (enclave sipil dan enclave militer).
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bandar udara khusus adalah bandar udara yang penggunaannya hanya untuk menunjang kegiatan tertentu dan tidak dipergunakan untuk umum.
Ayat (2)
Pengawasan dan pengendalian terhadap.bandar udara khusus tetap dilaksanakan oleh Pemerintah.
Ayat (3)
Dalam Peraturan Pemerintah diatur pula ketentuan mengenai kemungkinan penggunaan bandar udara khusus untuk umum.
Pasal 28
Pengertian berada di bandar udara dalam ketentuan ini adalah berada tanpa izin di daerah-daerah tertentu di bandar udara yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan.
Yang dimaksud dengan bangunan antara lain adalah bangunan yang secara pisik membahayakan operasi lalu lintas udara, yang dapat berupa gedung, tumpukan tanah, tumpukan bahan bangunan, atau benda-benda galian baik bersifat sementara ataupun bersifat tetap.
Ketentuan ini juga berlaku terhadap bangunan yang sebelumnya telah didirikan atau tanaman yang kemudian ternyata dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan.
Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan lain dalam ketentuan ini antara lain adalah kegiatan yang dapat mengganggu komunikasi penerbangan dan navigasi penerbangan.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Tanggung jawab terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan serta kelancaran pelayanan termasuk keamanan dan keselamatan calon penumpang dan penumpang selama berada di sisi udara dari bandar udara yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 31
Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. penyelenggara bandar udara menetapkan tarif dengan memperhatikan kelangsungan dan pengembangan usaha penyelenggara bandar udara dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
Pasal 32
Pengertian pencarian dan pertolongan (search and rescue) dalam ketentuan ini adalah pencarian terhadap pesawat udara dan manusia yang menjadi korban, sedangkan pertolongan hanya terhadap manusia.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Penelitian mengenai penyebab kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, dilakukan oleh suatu panitia yang anggotanya terdiri dari para ahli di bidang penerbangan dan bidang-bidang lain sesuai kebutuhan.
Semua keterangan atau data yang ditemukan dari kegiatan penelitian tidak dimaksudkan untuk mempertanggungjawabkan kesalahan pada pihak-pihak yang terkait, melainkan untuk mencegah jangan sampai terjadi lagi kecelakaan pesawat udara dengan penyebab yang sama.
Ayat (2)
Untuk keperluan penyelamatan para korban dan keselamatan penerbangan serta keselamatan umum yang disebabkan oleh kecelakaan dimaksud para petugas yang berwenang dapat melakukan tindakan merusak, mengubah letak pesawat udara atau mengambil bagian pesawat udara dan lain-lain sebelum dilakukan penelitian penyebab kecelakaan pesawat udara tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Kata dapat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa bukan merupakan suatu kewajiban untuk mengikutsertakan wakil pemerintah tempat pesawat udara didaftarkan dan/atau wakil perusahaan angkutan udara dan/atau wakil pabrik pesawat udara yang bersangkutan sebagai peninjau dalam penelitian.
Pengertian peninjau dalam ketentuan ini adalah pengamat (observer) dalam pelaksanaan penelitian.
Pasal 36
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan badan hukum Indonesia adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta, dan koperasi.
Ayat (2)
Kegiatan angkutan udara bukan niaga yang dilaksanakan oleh badan hukum Indonesia atau perorangan adalah yang kegiatan pokoknya bukan usaha angkutan udara dan hanya untuk mendukung kegiatan pokok tersebut, misalnya perusahaan perkebunan, perusahaan minyak, dan lain sebagainya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan secara berjadwal adalah pelayanan angkutan udara niaga dalam rute penerbangan yang dilakukan secara tetap dan teratur, sedangkan yang dimaksud dengan secara tidak berjadwal adalah pelayanan angkutan udara niaga yang tidak terikat pada rute serta jadwal penerbangan yang tetap dan teratur.
Ayat (2)
Penetapan jaringan dan rute penerbangan bertujuan di samping untuk kepentingan kelangsungan hidup perusahaan angkutan udara juga untuk menjamin tersedianya jasa angkutan udara yang diperlukan oleh pengguna jasa ke seluruh pelosok wilayah Republik Indonesia, termasuk jaringan dan rute angkutan udara perintis.
Ayat (3)
Penentuan jaringan dan rute penerbangan internasional dibicarakan dalam negosiasi perjanjian antar negara dengan memanfaatkan wilayah udara nasional bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Delegasi Indonesia dalam negosiasi terdiri dari instansi pemerintah yang terkait dan perusahaan angkutan udara yang akan melayani rute tersebut.
Pasal 38
Ayat (1)
Guna membuka isolasi dan mengembangkan semua daerah dan pulau terpencil, angkutan udara perintis diselenggarakan oleh pemerintah dengan mengikutsertakan angkutan udara niaga nasional yang dapat diberi kemudahan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Dalam penetapan struktur dan golongan tarif angkutan udara niaga domestik, Pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan penyelenggara angkutan udara niaga.
Pemerintah menetapkan tarif yang berorientasi kepada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas, termasuk tarif untuk angkutan udara perintis.
Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut penyelenggara angkutan udara niaga menetapkan tarif yang berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usaha angkutan udara niaga dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
Tarif angkutan udara niaga internasional ditetapkan berdasarkan perjanjian internasional.
Pasal 41
Ayat (1)
Ketentuan wajib angkut ini dimaksudkan agar perusahaan angkutan udara niaga tidak melakukan perbedaan perlakuan terhadap pengguna jasa angkutan, sepanjang yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan sesuai perjanjian pengangkutan yang disepakati.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Pelayanan khusus bagi penumpang yang menyandang cacat atau orang sakit dimaksudkan agar mereka juga dapat menikmati pelayanan angkutan udara dengan baik.
Yang dimaksud pelayanan khusus dalam ketentuan ini dapat berupa pembuatan jalan khusus di bandar udara dan sarana khusus untuk naik ke atau turun dari pesawat udara, atau penyediaan ruang yang disediakan khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur.
Yang dimaksud dengan cacat dalam ketentuan ini misalnya penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh, cacat kaki, tuna netra, dan sebagainya.
Tidak termasuk dalam pengertian orang sakit dalam ketentuan ini adalah orang yang menderita penyakit menular sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Tanggung jawab perusahaan angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah apabila kematian atau lukanya penumpang diakibatkan karena kecelakaan selama dalam pengangkutan udara dan terjadi di dalam pesawat udara atau kecelakaan pada saat naik ke atau turun dari pesawat udara.
Termasuk dalam pengertian lukanya penumpang adalah cacat fisik dan/atau cacat mental.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyempurnakan balas ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonnantie Staatsblad 1939 No. 100).
Besarnya ganti rugi harus selalu disesuaikan dengan perkembangan nilai mata uang.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud pihak ketiga adalah orang atau badan hukum yang tidak ada kaitannya dengan pengoperasian pesawat udara tetapi meninggal atau luka atau menderita kerugian akibat pengoperasian pesawat udara.
Ayat (2)
Penetapan batas ganti rugi harus selalu disesuaikan dengan perkembangan nilai mata uang.
Pasal 45
Dalam hal pengangkutan udara dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, maka perusahaan angkutan udara yang melakukan perjanjian angkutan dengan pengguna jasa, bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa, meskipun pelaksanaannya dilakukan oleh beberapa perusahaan angkutan udara.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pengguna jasa angkutan udara.
Pasal 46
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa dalam hal pengangkutan campuran, Undang-undang ini hanya mengatur ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut udara, apabila kegiatan angkutan tersebut dilakukan dalam satu dokumen angkutan udara, sedangkan ketentuan mengenai tanggung jawab yang menyangkut moda angkutan lainnya diatur berdasarkan ketentuan mengenai tanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud keadaan tertentu yaitu apabila Pemerintah memerlukan transportasi untuk angkutan udara, sedangkan yang tersedia hanya pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, maka Pemerintah dapat mengubah pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi pesawat udara sipil sesuai dengan persyaratan pesawat udara sipil.
Begitu juga sebaliknya apabila Pemerintah memerlukan pesawat udara untuk transportasi angkutan udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sedangkan yang tersedia hanya pesawat udara sipil maka pesawat udara sipil dapat diubah menjadi pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sesuai dengan persyaratan pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan angkutan udara sipil adalah angkutan udara niaga atau bukan niaga.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 51
Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah atau setidak-tidaknya mengurangi sejauh mungkin gangguan yang diderita oleh masyarakat yang ditimbulkan oleh kebisingan bunyi mesin pesawat udara, baik pada waktu terbang, mendarat, tinggal landas maupun pada saat menghidupkan mesinnya di bandar udara.
Pasal 52
Ayat (1)
Penyidikan pelanggaran terhadap Undang-undang Penerbangan memerlukan keahlian dalam bidang penerbangan sehingga perlu adanya petugas khusus untuk melakukan penyidikan di samping pegawai yang biasa bertugas menyidik tindak pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan merusak atau menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara, mengambil bagian pesawat udara atau barang lainnya yang tersisa akibat kecelakaan pesawat udara adalah setiap tindakan yang mengakibatkan sulitnya penelitian terhadap penyebab kecelakaan pesawat udara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 74
Huruf a
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonnantie Staatsblad 1939 No. 100) tetap berlaku.
Dalam Undang-undang ini telah dilakukan penyempurnaan terhadap Pasal 3, Pasal 30, dan Pasal 38 Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonnantie Staatsblad 1939 No. 100) yang materinya telah dituangkan di dalam Pasal 43, Pasal 45, dan Pasal 46.
Dalam rangka mengantisipasi perkembangan angkutan udara yang semakin meningkat, baik di dalam negeri maupun internasional, perlu segera diambil langkah-langkah perubahan dan penyempurnaan terhadap Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonnantie Staatsblad 1939 No. 100) dalam bentuk Undang-undang tersendiri.
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas