Teks tidak dalam format asli.
Kembali


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 3516(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 14)

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1993
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992
TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

UMUM

Perlindungan benda cagar budaya sebagai salah satu upaya bagi pelestarian warisan budaya bangsa, merupakan ikhtiar untuk memupuk kebanggaan nasional dan memperkokoh jatidiri bangsa.
Upaya pelestarian benda cagar budaya tersebut, sangat besar artinya bagi kepentingan pembinaan dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, serta pemanfaatan lainnya dalam rangka memajukan kebudayaan bangsa demi kepentingan nasional.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya telah memberikan arah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan benda cagar budaya. Selain hal di atas, di dalam beberapa pasal Undang-undang tersebut secara tegas juga telah mengamanatkan masalah-masalah yang pelaksanaan pengaturannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Beranjak dari amanat tersebut, Peraturan Pemerintah ini disusun untuk memberi penjabaran, kejelasan, dan pedoman mengenai pengaturan: penguasaan, pemilikan, pendaftaran, pengalihan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pembinaan, dan pengawasan serta hal-hal lain yang berkenaan dengan upaya pelestarian benda cagar budaya.
Meskipun beberapa ketentuan dalam Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa setiap masalah di atas perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah, namun guna pengaturan yang bersifat tuntas serta menyeluruh, maka terhadap masalah-masalah lain yang saling berkaitan perlu pula diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Untuk pengaturan perlindungan dan pelestarian benda cagar budaya, baik mengenai penguasaan, pemilikan, pendaftaran, pengalihan, penemuan, pencarian, pemeliharaan maupun pemanfaatan benda cagar budaya dalam Peraturan Pemerintah ini senantiasa tetap memperhatikan hak dan kewajiban serta kepentingan pemilik ataupun masyarakat.
Perlindungan dan pelestarian benda cagar budaya di sini, bukan hanya meliputi benda buatan manusia yang termasuk dalam pengertian dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1 huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, tetapi juga termasuk benda warisan alam yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, misalnya fosil manusia atau binatang purba, benda sisa meteor dan sebagainya.
Berkenaan dengan hal-hal di atas, selain mengatur upaya-upaya perlindungan dan pelestarian benda cagar budaya, Peraturan Pemerintah ini juga memberikan arah dalam tata cara/syarat pemilikan, penguasaan, dan upaya membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia.
Mengingat pentingnya pemanfaatan benda cagar budaya untuk kepentingan kelancaran peribadatan, maka Peraturan pemerintah ini juga mengatur pelaksanaan pemanfaatannya dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan pelestarian dan perlindungan benda cagar budaya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Wilayah hukum Negara Republik Indonesia dalam ayat ini meliputi seluruh wilayah yurisdiksi Indonesia. Penguasaan benda cagar budaya oleh negara tidak menutup kemungkinan bagi Pemerintah dalam hal ini Menteri untuk menetapkan pengaturan mengenai pencarian, pengelolaan, perizinan, dan pengawasan terhadap benda cagar budaya, benda yang diduga benda cagar budaya, ataupun benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya yang berada di wilayah zona ekonomi eksklusif yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 3
Ayat (1)
Benda cagar budaya yang harus dimiliki oleh Negara dalam ayat ini ditentukan tidak semata-mata dilihat dari wujud atau bentuk suatu bendanya, tetapi ditentukan oleh tingginya nilai budaya dan sejarah bangsa, kelangkaan dan/atau terbatasnya jumlah setiap jenisnya, dan mempunyai ciri khas yang mewakili zamannya.
Ayat (2)
Peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam ayat ini, misalnya peraturan-peraturan yang berkaitan dengan konstruksi bangunan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 4
Ayat (1)
Pemilikan benda cagar budaya dalam ayat ini merupakan suatu hak perdata yang dapat dialihkan secara waris, hibah, atau dengan cara lainnya. Meskipun pemilikan benda cagar budaya di atas merupakan suatu hak perdata, tetapi dalam pengalihan pemilikan atau penguasaan kepada orang lain harus tetap memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya.
Pemilikan benda cagar budaya oleh seseorang harus memperhatikan fungsi sosialnya, dimaksudkan agar benda cagar budaya yang dimiliki seseorang pemanfaatannya tidak hanya semata-mata untuk kepentingan pribadi tetapi juga memperhatikan kepentingan umum, misalnya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, atau kepentingan umum lainnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud benda cagar budaya tertentu di sini adalah benda cagar budaya yang tidak termasuk kriteria benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (3)
Yang dimaksud jenis benda cagar budaya adalah keanekaragaman benda cagar budaya.

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan perizinan dimaksud, misalnya izin tinggal, izin membawa benda cagar budaya ke luar wilayah hukum Republik Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pendaftaran adalah suatu usaha pencatatan benda cagar budaya baik bergerak maupun tidak bergerak beserta situsnya dalam rangka inventarisasi benda cagar budaya untuk kepentingan pelestarian, perencanaan pengelolaan perlindungan, dan pemanfaatannya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Benda cagar budaya tertentu dalam ayat ini hanya dapat dialihkan pemilikannya dan/atau penguasaannya kepada ahli waris yang sah atau dialihkan pemilikannya kepada Negara, dimaksudkan untuk menghindari pindahnya pemilikan/penguasaan benda cagar budaya tersebut kepada orang lain selain kepada ahli waris atau Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 9
Lihat penjelasan Pasal 5 ayat (2) Peraturan pemerintah ini.

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kerusakan yang mengakibatkan musnahnya benda cagar budaya dapat terjadi karena akibat bencana, baik yang ditimbulkan oleh alam maupun ulah manusia atau akibat lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
penetapan jangka waktu 6 (enam) tahun untuk dapat dihapuskan dari daftar benda cagar budaya didasarkan pada sistem pengaturan kedaluwarsa tindak kejahatan pencurian sebagimana dimaksud diatur dalam Pasal 78 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dalam jangka waktu tersebut di atas tidak tertutup kemungkinan benda cagar budaya tersebut ditemukan kembali. Apabila ditemukan kembali sesudah batas waktu tersebut benda cagar budaya harus didaftar ulang.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud aparat Pemerintah Daerah terdekat, misalnya Kepala Desa atau Lurah, Camat, atau Bupati.
Penetapan batas waktu melapor selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari, dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi pelapor, juga untuk mencegah hilang atau rusaknya benda temuan tersebut oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud pengamanan di sini adalah kegiatan menjaga dan/atau melindungi benda temuan tersebut agar tidak pindah, rusak, atau hilang dari tempat asal temuan sebelum dilakukan penelitian oleh pihak yang bertanggung jawab atas bidang penelitian benda cagar budaya.
Ayat (4)
Yang dimaksud penelitian dapat berarti penelitian penyelamatan dan/atau penelitian murni atas benda cagar budaya sesuai dengan situasi dan kondisinya.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Benda cagar budaya bergerak asal temuan dapat disimpan di museum apabila benda tersebut bukan merupakan bagian dari satu kesatuan atau kelompok benda cagar budaya. Apabila benda temuan tersebut ternyata merupakan bagian dari satu kesatuan atau kelompok benda cagar budaya, benda tersebut dikembalikan kepada kesatuan atau kelompoknya, atau untuk pengamanannya disimpan di museum.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam ayat ini, misalnya ketentuan Pasal 587 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud di darat dan di air dalam ayat ini adalah di bawah permukaan tanah dan di bawah perairan di wilayah Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kerangka acuan harus berisikan uraian antara lain mengenai tujuan, lokasi pencarian, jumlah dan jenis kemampuan tenaga, sarana, dan prasarana.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Termasuk badan hukum di sini adalah yayasan/perhimpunan/perkumpulan, dan badan lain yang sejenis.

Pasal 21
Hasil penelitian terhadap hasil pencarian benda cagar budaya dan benda berharga dapat mendatangkan kesimpulan bahwa benda tersebut adalah benda cagar budaya. Namun, seringkali pula bahwa hasil penelitian terhadap hasil pencarian benda berharga tersebut ternyata diduga sebagai benda cagar budaya, maka perlakuan perlindungannya sama sebagaimana layaknya terhadap perlindungan benda cagar budaya.

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Batas-batas situs ditetapkan berdasarkan atas batas asli bila masih ada; atau bila tidak ada lagi ditinjau dari keadaan geotopografis setempat seperti lereng, sungai, lembah, dan sebagainya, atau kelayakan pandang untuk mengapresiasi bentuk atau nilai benda cagar budaya. Batas lingkungan situs ditetapkan sesuai dengan kebutuhan pengamanan ataupun pengembangan pemanfaatan benda cagar budaya sebagai objek wisata budaya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan sistem pemintakatan (zoning) adalah penentuan wilayah mintakat situs dengan batas mintakat yang penentuannya disesuaikan dengan kebutuhan benda cagar budaya yang bersangkutan untuk tujuan perlindungan.
Sistem pemintakatan dapat terdiri dari mintakat inti atau mintakat cagar budaya, yakni lahan situs; mintakan penyangga, yakni lahan di sekitar situs yang berfungsi sebagai penyangga bagi kelestarian situs, dan mintakat pengembangan yakni lahan di sekitar mintakat penyangga atau mintakat inti yang dapat dikembangkan untuk difungsikan sebagai sarana sosial, ekonomi, dan budaya yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian benda cagar budaya dan situsnya.

Pasal 24
Ayat (1)
Penetapan situs di sini dapat dilakukan apabila dalam satu wilayah tertentu terdapat beberapa situs yang berdekatan dan saling mempunyai keterikatan keruangan, sejarah, dan arkeologi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam ayat ini, misalnya ketentuan yang mengatur masalah tata ruang, lingkungan hidup, pertambangan, industri dan sebagainya, sehingga tidak terjadi benturan dalam pengaturan benda cagar budaya dengan kepentingan lainnya dan/atau tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat di sekitarnya.

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan dengan cara perawatan sehari-hari atau pengawetan (konservasi) bila perlu untuk mencegah/menanggulangi kerusakan dan/atau pelapukan benda cagar budaya akibat pengaruh faktor alami dan dalam rangka memelihara kelestarian benda cagar budaya.
Yang dimaksud dengan faktor hayati adalah faktor lingkungan yang merupakan unsur hidup, yaitu tumbuh-tumbuhan, binatang, atau manusia; sedangkan faktor alami adalah faktor lingkungan non hayati yaitu geotopografi, iklim atau bencana alam, seperti kebakaran, tanah longsor, gempa bumi, dan lain-lain. Pencemaran melekatnya unsur asing pada benda cagar budaya tidak dikehendaki, karena dapat menimbulkan kerusakan atau pelapukan.
Ayat (2)
Prinsip pelestarian benda cagar budaya meliputi aspek keaslian bentuk, bahan, teknik pengerjaan, dan tata letak untuk mempertahankan nilai sejarah dan budayanya.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemugaran adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan keaslian bentuk benda cagar budaya dan memperkuat strukturnya bila diperlukan, yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis, historis, dan teknis dalam upaya pelestarian benda cagar budaya.
Pemugaran meliputi kegiatan restorasi, rekonstruksi, rehabilitasi, dan konsolidasi.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud untuk kepentingan sosial/budaya dapat berupa antara lain pameran, diplomasi kebudayaan, pertukaran informasi dan sebagainya.
Ayat (3)
Yang dimaksud sistem pengamanan di sini meliputi syarat pengepakan, pengangkutan, dan jaminan keselamatan benda cagar budaya.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam ayat ini, misalnya ketentuan mengenai pengiriman ekspor barang, ketentuan perpajakan, dan sebagainya.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 33
Ayat (1)
Penahanan terhadap benda cagar budaya atau yang diduga benda cagar budaya dilakukan apabila benda yang akan dipindahkan baik antar daerah maupun ke luar wilayah Republik Indonesia, dicurigai tidak memenuhi ketentuan perizinan pemindahan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan dalam keadaan darurat di sini adalah kondisi yang dapat mengancam keselamatan dan pelestarian benda cagar budaya, misalnya terjadi kebakaran, bencana alam, atau peristiwa lain yang sejenis.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kewajiban melapor tersebut dimaksudkan untuk memantau lalu lintas benda cagar budaya.
Lihat pula penjelasan Pasal 8 ayat (6) Peraturan pemerintah ini.

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Lihat penjelasan Pasal 4 ayat (1) Peraturan pemerintah ini.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksud agar masyarakat yang bersangkutan dapat melakukan kegiatan keagamaannya dengan lebih baik tanpa terganggu kelancarannya, baik dalam melakukan ibadah, maupun pemeliharaan tempat ibadah.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 38
Meskipun dilarang untuk dimanfaatkan seperti fungsi semula, tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk pemanfaatan lain sejauh tidak bertentangan dengan nilai penting yang terkandung dalam banda cagar budaya itu, misalnya untuk kepariwisataan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan.

Pasal 39
Ayat (1)
Pemanfaatan benda cagar budaya dengan cara penggandaan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini tidak mengurangi kewajiban untuk tetap tunduk kepada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undangan Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Studi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang berkaitan antara rencana kegiatan pembangunan yang benda cagar budaya dalam hal ini terutama adalah studi dampak pembangunan terhadap sosial budaya yang berkaitan dengan pelestarian benda cagar budaya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 46
Ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal ini, misalnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1989 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga, atau ketentuan-ketentuan pelaksanaan lain yang berkaitan.

Pasal 47
Cukup jelas

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali