[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

(1) Pengaturan mengenai penggunaan bahan kimia dan larangan penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia dilakukan dengan memperhatikan prinsip keselamatan, keamanan, pemanfaatan, dan keseimbangan.
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia.

Pasal 3
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia dan penggunaan senjata kimia di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia.

BAB II
PENGGOLONGAN DAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA

Bagian Kesatu
Penggolongan Bahan Kimia

Pasal 4
Bahan kimia terdiri atas:
a. bahan kimia daftar; dan
b. bahan kimia organik diskret nondaftar.

(1) Bahan kimia organik diskret nondaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dapat diidentifikasi dari nama kimia, rumus bangun, atau sistem penomoran khusus (chemical abstract services number), yang terdiri atas:
a. senyawa yang mengandung unsur karbon, kecuali dalam bentuk oksida, sulfida, dan logam karbonat; dan
b. senyawa sebagaimana dimaksud pada huruf a. yang mengandung unsur fosfor, sulfur, atau fluor.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perincian bahan kimia organik diskret nondaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Penggunaan Bahan Kimia

Pasal 7
(1) Setiap orang yang memproduksi, memiliki, menyimpan, mentransfer, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1 atau Bahan Kimia Daftar 2 dan/atau Bahan Kimia Daftar 3 wajib memiliki izin.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khususnya dengan Bahan Kimia Daftar 2 dan/atau Bahan Kimia Daftar 3, dilakukan hanya untuk kepentingan:
a. industri, pertanian, penelitian, medis, farmasi, atau tujuan damai lainnya;
b. perlindungan, yaitu untuk tujuan yang berkaitan langsung dengan perlindungan menghadapi bahan kimia beracun atau menghadapi senjata kimia;
c. pertahanan yang tidak berkaitan dengan penggunaan senjata kimia dan tidak bergantung pada penggunaan bahan kimia beracun yang digunakan sebagai metode perang; atau
d. penegakan hukum, termasuk di dalamnya untuk mengatasi kerusuhan di dalam negeri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
(1) Setiap orang yang mentransfer Bahan Kimia Daftar 3 kepada negara bukan pihak, wajib mendapatkan sertifikat pengguna akhir terlebih dahulu yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah negara bukan pihak.
(2) Sertifikat pengguna akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:
a. produk yang mengandung kurang dari 30% (tiga puluh persen) Bahan Kimia Daftar 3; dan
b. produk yang diidentifikasi sebagai barang konsumen yang dikemas untuk penjualan eceran yang digunakan untuk keperluan pribadi atau yang dikemas untuk keperluan perseorangan.
(3) Sertifikat pengguna akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
a. pernyataan bahwa Bahan Kimia Daftar 3 hanya akan digunakan untuk tujuan yang tidak dilarang;
b. pernyataan bahwa Bahan Kimia Daftar 3 tidak akan ditransfer kembali kepada pihak lain;
c. jenis dan jumlah Bahan Kimia Daftar 3 yang diterima oleh pengguna terakhir;
d. penggunaan akhir Bahan Kimia Daftar 3 yang akan ditransfer; dan
e. nama dan alamat lengkap pengguna akhir Bahan Kimia Daftar 3.
(4) Dalam hal importir dari negara bukan pihak dan bukan pengguna akhir, importir yang bersangkutan wajib mencantumkan nama dan alamat lengkap pengguna akhir Bahan Kimia Daftar 3 yang dimaksud.

(1) Dalam hal pelaku kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) berbentuk korporasi, laporan yang disampaikan wajib ditandatangani oleh pengurus korporasi yang bersangkutan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
Dalam hal bagian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 yang menurut sifat isinya terbatas, wajib dilindungi dan dijaga kerahasiaannya.

BAB III
LARANGAN

(1) Setiap orang dilarang mentransfer Bahan Kimia Daftar 2 atau produk yang mengandung Bahan Kimia Daftar 2 dari dan/atau ke negara bukan pihak.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. produk yang mengandung paling banyak 1% (satu persen) Bahan Kimia Daftar 2A;
b. produk yang mengandung paling banyak 10% (sepuluh persen) Bahan Kimia Daftar 2B; atau
c. produk yang diidentifikasi sebagai barang konsumsi untuk keperluan sehari-hari.

Pasal 14
Setiap orang dilarang:
a. mengembangkan, memproduksi, memperoleh, dan/atau menyimpan senjata kimia;
b. mentransfer, baik langsung maupun tidak langsung, senjata kimia kepada siapa pun;
c. menggunakan senjata kimia;
d. melibatkan diri pada persiapan militer untuk menggunakan senjata kimia; atau
e. melibatkan diri, membantu dan/atau membujuk orang lain dengan cara apa pun dalam kegiatan yang dilarang Undang-Undang ini.

(1) Untuk mewakili negara Republik Indonesia sebagai salah satu negara pihak dalam memenuhi hak dan kewajiban berdasarkan Undang-Undang ini, dibentuk Otoritas Nasional.
(2) Otoritas Nasional bertugas sebagai koordinator dan penghubung pemerintah Indonesia dengan organisasi internasional dan/atau negara pihak.
(3) Otoritas Nasional berwenang menetapkan kebijakan nasional untuk melaksanakan Undang-Undang ini.

Pasal 17
(1) Otoritas Nasional diketuai oleh Menteri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
(2) Keanggotaan Otoritas Nasional terdiri atas perwakilan instansi pemerintah terkait.
(3) Susunan keanggotaan Otoritas Nasional ditetapkan melalui Keputusan Presiden.
(4) Untuk mendukung pelaksanaan operasional Otoritas Nasional, dibentuk Sekretariat Otoritas Nasional.
(5) Sekretariat Otoritas Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 18
Biaya pelaksanaan tugas Otoritas Nasional dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(1) Pemerintah Indonesia dapat mengadakan kerja sama dengan negara pihak dan organisasi internasional dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Koordinasi dalam penyelenggaraan kerja sama internasional dilakukan oleh Otoritas Nasional.

Pasal 21
(1) Pemerintah Indonesia menjamin kelancaran pelaksanaan tugas Tim Inspeksi Internasional dalam melakukan verifikasi.
(2) Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Inspeksi Internasional wajib didampingi oleh Tim Inspeksi Nasional yang ditunjuk oleh Otoritas Nasional.

BAB V
KETENTUAN PIDANA

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 24
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 25
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 26
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 27
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 28
Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27.

Pasal 29
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.
(3) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).

Pasal 30
Selain dapat dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. perampasan bahan, alat, dan barang yang digunakan atau yang diperoleh dari tindak pidana;
b. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun; dan/atau
c. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang mengatur bahan kimia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 4834(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 49)


Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan:
"prinsip keselamatan dan keamanan" adalah untuk memberikan jaminan atas keselamatan dan keamanan kepada masyarakat, bangsa, dan negara dalam penggunaan, pemakaian, pemanfaatan, dan transportasi bahan kimia yang berpotensi untuk senjata kimia.
"prinsip pemanfaatan" adalah pemberian nilai tambah dalam rangka pemenuhan kehidupan dan penghidupan manusia dan lingkungannya.
"prinsip keseimbangan" adalah untuk memberikan keseimbangan manfaat antarpelaku usaha/masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan "bahan kimia daftar" adalah bahan kimia beracun dan prekursornya yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 1, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 1A dan 1B; Bahan Kimia Daftar 2, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 2A dan 2B; Bahan Kimia Daftar 3, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 3A dan 3B.
Huruf b
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "chemical abstract services number" adalah sistem penomoran khusus yang diberikan terhadap setiap bahan kimia dan berlaku secara internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 7
Ayat (1)
Bahan Kimia Daftar 1 pada dasarnya dilarang, tetapi dapat diadakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian, medis, dan/atau farmasi dengan izin Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "batasan jumlah" adalah jumlah minimum yang harus dideklarasikan sebagaimana tercantum dalam Konvensi Senjata Kimia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "saksitoksin" adalah zat beracun yang terdapat pada kerang spesies tertentu. Racun itu menyerang sistem saraf pusat karena membendung saraf otot.

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
huruf a
Yang dimaksud dengan "produk yang mengandung maksimal 1% (satu persen) Bahan Kimia Daftar 2A" adalah menunjukkan produk berkonsentrasi rendah sehingga tidak dapat dimurnikan lagi untuk diproses ke tingkat berbahaya.
huruf b
Yang dimaksud dengan "produk yang mengandung maksimal 10% (sepuluh persen) Bahan Kimia Daftar 2B" adalah menunjukkan produk berkonsentrasi rendah sehingga tidak dapat dimurnikan lagi untuk diproses ke tingkat berbahaya.
huruf c
Yang dimaksud dengan "barang konsumsi" adalah produk akhir yang tidak dapat lagi digunakan menjadi bahan baku.

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Otoritas Nasional merupakan bagian yang menyatu dengan kementerian yang mengurusi bidang perindustrian dan mempunyai fungsi koordinasi dengan instansi pemerintah terkait.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Yang dimaksud dengan "sumber lain" adalah bantuan teknis berupa penguatan kapasitas laboratorium, pelatihan personal, dan bentuk penguatan kapasitas lainnya.

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas

File dalam format PDF: [bt] [pjl]