a. meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu;
b. meningkatkan kerjasama dan alih teknologi;c. meningkatkan kemampuan Usaha Kecil dan Menengah di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;
d. memberikan insentif kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup; dan
e. mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual.
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
(2) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
(3) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
(4) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil.
(5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
(1) Untuk meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pemerintah dan Pemerintah Daerah:
a. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank;
b. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit;dan
c. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.
(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha;
b. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman;dan
c. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial usaha.
Bagian Kedua
Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Menengah
Pasal 24Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Usaha Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan dengan:
a. memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya; dan
b. mengembangkan lembaga penjamin kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor.
BAB VIII
KEMITRAAN
Pasal 25(1) Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.
(2) Kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.
(3) Menteri dan Menteri Teknis mengatur pemberian insentif kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
Pasal 26Kemitraan dilaksanakan dengan pola:
a. inti-plasma;
b. subkontrak;
c. waralaba;
d. perdagangan umum;
e. distribusi dan keagenan; dan
f. bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourcing).
Pasal 27Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang menjadi plasmanya dalam:
a. penyediaan dan penyiapan lahan;
b. penyediaan sarana produksi;
c. pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha;
d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
e. pembiayaan;
f. pemasaran;
g. penjaminan;
h. pemberian informasi; dan
i. pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha.
Pasal 28Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak sebagaimana dimaksud Pasal 26 huruf b, untuk memproduksi barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan berupa:
a. kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya;
b. kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;
c. bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;
d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
e. pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak; dan
f. upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.
Pasal 29(1) Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, memberikan kesempatan dan mendahulukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang memiliki kemampuan.
(2) Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba.
(3) Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.
Pasal 30(1) Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan secara terbuka.
(2) Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Mikro sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan.
(3) Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak.
Pasal 31Dalam pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e, Usaha Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.
Pasal 32Dalam hal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyelenggarakan usaha dengan modal patungan dengan pihak asing, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 33Pelaksanaan kemitraan usaha yang berhasil, antara Usaha Besar dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat ditindaklanjuti dengan kesempatan pemilikan saham Usaha Besar oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pasal 34(1) Perjanjian kemitraan dituangkan dalam perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur kegiatan usaha, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pengembangan, jangka waktu, dan penyelesaian perselisihan.
(2) Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta tidak menciptakan ketergantungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap Usaha Besar.
(4) Untuk memantau pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Menteri dapat membentuk lembaga koordinasi kemitraan usaha nasional dan daerah.
Pasal 35(1) Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
(2) Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.
Pasal 36(1) Dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia.
(2) Pelaksanaan kemitraan diawasi secara tertib dan teratur oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk mengawasi persaingan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 37Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PEMBERDAYAAN
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
Pasal 38(1) Menteri melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
(2) Koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara nasional dan daerah yang meliputi: penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, termasuk penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA
Bagian Kesatu
Sanksi Administratif
Pasal 39(1) Usaha Besar yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.
(2) Usaha Menengah yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Ketentuan Pidana
Pasal 40Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah yang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 12 (dua belas) bulan atau 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 42Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3611) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 43Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Usaha Kecil dan Menengah dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 44Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah asas yang melandasi upaya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas demokrasi ekonomi" adalah pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diselenggarakan sebagai kesatuan dari pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah asas yang mendorong peran seluruh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Dunia Usaha secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas efisiensi berkeadilan" adalah asas yang mendasari pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangungan melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas berwawasan lingkungan" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan dengan tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan, dan kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan kemajuan" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas kesatuan ekonomi nasional" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kekayaan bersih" adalah hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "hasil penjualan tahunan" adalah hasil penjualan bersih (netto) yang berasal dari penjualan barang dan jasa usahanya dalam satu tahun buku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "memberikan keringanan tarif prasarana tertentu" adalah pembedaan perlakuan tarif berdasarkan ketetapan Pemerintah dan Pemerintah Daerah baik yang secara langsung maupun tidak langsung dengan memberikan keringanan.
Pasal 10
Huruf a
Yang dimaksud dengan "bank data dan jaringan informasi bisnis" adalah berbagai pusat data bisnis dan sistem informasi bisnis yang dimiliki pemerintah atau swasta.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 11
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e.
Posisi tawar dalam ketentuan ini dimaksudkan agar dalam melakukan kerjasama usaha dengan pihak lain mempunyai posisi yang sepadan dan saling menguntungkan.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Penguasaan pasar dan pemusatan usaha harus dicegah agar tidak merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan", adalah memberikan kemudahan persyaratan dan tata cara perizinan serta informasi yang seluas-luasnya.
Yang dimaksud dengan "sistem pelayanan terpadu satu pintu" adalah proses pengelolaan perizinan usaha yang dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen, dilakukan dalam satu tempat berdasarkan prinsip pelayanan sebagai berikut:
a. kesederhanaan dalam proses;
b. kejelasan dalam pelayanan;
c. kepastian waktu penyelesaian;
d. kepastian biaya;
e. keamanan tempat pelayanan;
f. tanggung jawab petugas pelayanan;
g. kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan;
h. kemudahan akses pelayanan; dan
i. kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan pelayanan.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan "memprioritaskan" adalah untuk memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Yang dimaksud dengan "inkubator" adalah lembaga yang menyediakan layanan penumbuhan wirausaha baru dan perkuatan akses sumber daya kemajuan usaha kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai mitra usahanya. Inkubator yang dikembangkan meliputi: inkubator teknologi, bisnis, dan inkubator lainnya sesuai dengan potensi dan sumber daya ekonomi lokal.
Yang dimaksud dengan "lembaga layanan pengembangan usaha (bussines development services-providers)" adalah lembaga yang memberikan jasa konsultasi dan pendampingan untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Yang dimaksud dengan "konsultan keuangan mitra bank" adalah konsultan pada lembaga pengembangan usaha yang tugasnya melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari lembaga keuangan selain bank.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Ketentuan ini dimaksudkan agar terdapat konsistensi dalam menjaga kualitas produk.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "kemampuan rancang bangun" adalah kemampuan untuk mendesain suatu kegiatan usaha.
Yang dimaksud dengan "kemampuan perekayasaan" (engineering) adalah kemampuan untuk mengubah suatu proses, atau cara pembuatan suatu produk dan/atau jasa.
Pasal 18
Huruf a
Penelitian dan pengkajian pemasaran yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah meliputi kegiatan pemetaan potensi dan kekuatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang ditujukan untuk menetapkan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah guna pengembangan usaha serta perluasan dan pembukaan usaha baru.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembiayaan untuk Usaha Mikro berdasarkan Undang-Undang ini dapat dikembangkan lembaga keuangan untuk Usaha Mikro sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Yang dimaksud dengan "kesempatan kepemilikan saham" adalah bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mendapat prioritas dalam kepemilikan saham Usaha Besar yang terbuka (go public).
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas