[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

Kerja sama diselenggarakan dengan tujuan untuk kelancaran pelaksanaan tugas kepolisian secara fungsional, baik di bidang operasional maupun pembinaan.

Pasal 3
(1) Kerja sama di dalam negeri didasarkan atas prinsip-prinsip:
a. mengutamakan kepentingan nasional;
b. keseimbangan;
c. saling menghormati;
d. saling membantu;
e. persamaan kedudukan;
f. saling menguntungkan;
g. mengutamakan kepentingan umum;
h. memperhatikan hierarki;
i. partisipasi;
j. subsidiaritas;
k. sendi-sendi hubungan fungsional;
l.  itikad baik; dan
m. netralitas.
(2) Kerja sama dengan luar negeri, selain memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga memperhatikan:
a. hukum nasional masing-masing negara; dan
b. hukum dan kebiasaan internasional.

BAB II
TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA

Pasal 4
(1) Kerja sama dengan pihak-pihak di dalam negeri dilaksanakan dengan lembaran negara, lembaga pemerintah dan lembaganon pemerintah/swadaya masyarakat.
(2) Kerja sama dengan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi lembaga baik di tingkat pusat maupun daerah.

Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dilaksanakan antara lain dalam bidang:
a. tugas operasional;
b. kerja sama teknik;
c. pendidikan; dan
d. pelatihan.

Pasal 7
(1) Pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dibuat dalam bentuk tertulis yang menimbulkan hak dan kewajiban.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dituangkan dalam kerja sama induk dan/atau kerja sama teknis.

Pasal 8
(1) Kerja sama induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dibuat oleh Kapolri dan pimpinan pihak terkait.
(2) Kerja sama yang bersifat teknis atas suatu kerja sama induk dapat dibuat oleh unit-unit/satuan organisasi di lingkungan Polri dan pimpinan unit kerja pihak terkait.
(3) Kerja sama induk dan kerja sama teknis mulai berlaku dan mengikat setelah disepakati dan ditandatangani oleh para pihak.

Tata cara pembuatan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11
(1) Kerja sama induk dalam dan luar negeri ditandatangani oleh Kapolri dan pimpinan pihak terkait.
(2) Kerja sama teknis dalam dan luar negeri ditandatangani oleh kepala satuan organisasi di lingkungan Polri dan pimpinan unit pihak terkait.
(3) Penandatanganan kerja sama dengan pihak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan setelah mendapatkan Surat Kuasa (full power) dari Menteri Luar Negeri atas nama Pemerintah Republik Indonesia.

BAB III
PERWIRA PENGHUBUNG

Setiap perselisihan yang timbul dari kerja sama, diselesaikan dengan cara-cara damai atau sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian kerja sama.

BAB V
PERUBAHAN KERJA SAMA

Pasal 14
(1) Perubahan atas ketentuan suatu kerja sama berdasarkan kesepakatan antara para pihak dalam kerja sama tersebut.
(2) Perubahan kerja sama mengikat para pihak melalui tata cara sebagaimana ditetapkan dalam kerja sama tersebut.

BAB VI
PENGAKHIRAN KERJA SAMA

Kerja sama yang berakhir sebelum waktunya berdasarkan kesepakatan para pihak, tidak mempengaruhi penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian kerja sama dan belum dilaksanakan secara penuh pada saat berakhirnya kerja sama tersebut.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 17
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, kerja sama yang sedang berjalan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya waktu kerja sama.

Pasal 18
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, pembuatan atau pengesahan kerja sama yang masih dalam proses, diselesaikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di
pada tanggal 21 Oktober 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di
pada tanggal 21 Oktober 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 4910(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 158)


Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kepentingan nasional" ialah mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "saling menghormati" ialah suatu sikap dalam hubungan fungsional yang mencerminkan pemahaman dan penghargaan akan kedudukan, tugas dan fungsi dan peran masing-masing tanpa mencampuri urusan internal masing-masing pihak.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "saling membantu" ialah segala bentuk usaha, kegiatan dan tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang saling berhubungan dan kerja sama secara timbal balik dalam rangka kelancaran pelaksanaan suatu tugas kepolisian.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "persamaan kedudukan" ialah posisi yang sama antara satu pihak dengan pihak lainnya dengan tidak membedakan status hukum.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "saling menguntungkan" ialah adanya manfaat yang dirasakan dan diperoleh masing-masing pihak dalam perjanjian kerja sama.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "mengutamakan kepentingan umum" ialah mendahulukan kepentingan orang banyak atau masyarakat.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "memperhatikan hierarki" ialah dengan memperhatikan tingkat kewenangan berdasarkan pangkat, jabatan dan susunan organisasi di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara berjenjang.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "partisipasi" ialah suatu prinsip keikutsertaan secara sadar dan sukarela yang diwujudkan dalam bentuk usaha, kegiatan dan tindakan nyata dari badan, lembaga, instansi dan masyarakat dalam rangka membantu memperlancar pelaksanaan fungsi kepolisian.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "subsidiaritas" ialah suatu prinsip pemberian dukungan dengan cara pengambilan tindakan kepolisian secara langsung oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bersifat sementara, selama belum ditangani oleh instansi yang bersangkutan.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Yang dimaksud dengan "itikad baik" ialah suatu sikap yang timbul dari niat atau kehendak yang baik dari seseorang dalam melakukan perjanjian.
Huruf m
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pembuatan kerja sama" adalah Kapolri atau Pihak Lain dapat memprakarsai dan menawarkan rencana Kerja sama kepada Pihak Lain atau kepada Kapolri mengenai obyek tertentu. Apabila prakarsa atau tawaran tersebut dapat disepakati rencana kerja sama kepolisian dapat ditingkatkan dengan menyiapkan dan membicarakan naskah kerja sama dimaksud.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "penandatanganan" dalam pembuatan kerja sama Induk adalah tanda tangan yang dibubuhkan di dalam naskah kerja sama sebagai tanda kesepakatan delegasi yang menghadiri pembicaraan naskah Kerja sama dimaksud. Untuk berlakunya mengikat secara hukum masih diperlukan proses pengesahan.
Namun demikian, proses pengesahan tidak diperlukan jika Kerja sama tersebut merupakan pelaksanaan dari kerja sama Induknya, dan berlaku sejak penandatanganan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "pengesahan" adalah tanda pengikatan diri Kapolri dan Pihak Lain atas kerja sama yang dibuatnya.
Huruf d
Pertukaran dokumen kerja sama diperlukan agar kedua pihak memiliki bukti autentik bahwa para pihak atas kerja sama yang dilakukan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penempatan Perwira Polri pada lembaga terkait di luar negeri, misalnya:
a. perwakilan Republik Indonesia tertentu di luar negeri;
b. NCB-Interpol negara anggota ICPO Interpol; dan
c. lembaga organisasi internasional.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Yang dimaksud dengan "terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional" adalah hal-hal yang merugikan kepentingan nasional yang timbul pada saat hubungan dan kerja sama sedang dilaksanakan.

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas