(1) Kawasan perdesaan dapat direncanakan untuk menjadi Kawasan Perkotaan Baru.
(2) Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru diprioritaskan untuk:
a. menyediakan ruang permukiman;
b. menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan, dan jasa;
c. menyediakan ruang bagi pelayanan jasa pemerintahan; dan/atau
d. menyediakan ruang bagi pembangunan pusat kegiatan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten.
Pasal 24Kawasan perdesaan yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) paling sedikit memenuhi kriteria:
a. sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten;
b. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten;
c. memiliki daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk pengembangan fungsi perkotaan;
d. bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis maupun yang direncanakan beririgasi teknis; dan
e. bukan merupakan kawasan lindung.
Pasal 25(1) Usulan Lokasi rencana Kawasan Perkotaan Baru dapat diajukan oleh pihak swasta dan/atau unsur pemerintah daerah.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada bupati.
(3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:
a. hasil studi kelayakan;
b. rencana induk pembangunan perkotaan baru; dan
c. rencana pembebasan lahan.
(4) Bupati melakukan kajian terhadap pengajuan usul lokasi rencana Kawasan Perkotaan Baru berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
(5) Penetapan lokasi Kawasan Perkotaan Baru harus mendapat persetujuan gubernur.
Bagian Kedua
Badan Pengelola
Pasal 26(1) Dalam hal pembangunan Kawasan Perkotaan Baru dilaksanakan sendiri oleh pemerintah daerah, pemerintah daerah dapat membentuk Badan Pengelola yang mempunyai tugas meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.
(2) Pembentukan Badan Pengelola ditetapkan dengan peraturan bupati.
(3) Peraturan bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat susunan, kedudukan, rincian tugas, tata kerja, dan pendanaan Badan Pengelola.
Pasal 27(1) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dibentuk untuk jangka waktu sampai dengan selesainya pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.
(2) Setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru menyerahkan hak pengelolaan beserta aset kepada bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pengelola diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pendanaan
Pasal 28Sumber pendanaan Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru dapat berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi/kabupaten;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan/atau
c. sumber pendanaan lainnya yang sah.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 29Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan Kawasan Perkotaan, pemerintah daerah mengikutsertakan Masyarakat sebagai upaya pemberdayaan Masyarakat.
Pasal 30Pemerintah provinsi dan kabupaten melakukan identifikasi untuk menetapkan Kawasan Perkotaan di wilayahnya selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 April 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 April 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud "peraturan daerah kabupaten" adalah peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Persetujuan gubernur yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah persetujuan dari gubernur pada provinsi masing-masing yang berbatasan.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pemerintah provinsi melakukan koordinasi di bidang integrasi perencanaan dan pengendalian pembangunan.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Pendayagunaan sumber daya badan usaha swasta dan Masyarakat dilaksanakan melalui pembentukan badan usaha di wilayahnya.
Penggalian dan pendayagunaan sumber daya badan usaha swasta dilakukan dalam rangka pengembangan Kawasan Perkotaan tanpa menggunakan sumber-sumber dana dari Pemerintah atau pemerintah daerah. Kegiatan ini tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pegawai negeri sipil yang dimaksud dalam ketentuan ini tidak termasuk pejabat fungsional antara lain peneliti, guru, dosen, widyaiswara, dan perencana.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Sumber pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dibatasi untuk belanja kebutuhan operasional kantor lembaga seperti gaji, alat tulis kantor, rapat, dan perjalanan dinas guna mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi. Sumber pendanaan lainnya yang sah diperoleh dari badan usaha swasta dan Masyarakat.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "peremajaan" adalah penataan kembali area terbangun bagian Kawasan Perkotaan yang mengalami degradasi kualitas lingkungan, degradasi fungsi kawasan, dan/atau penyesuaian bagian Kawasan Perkotaan terhadap rencana pembangunan Kawasan Perkotaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Pengendalian dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin agar rencana pembangunan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "daya dukung lingkungan" adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "aset" adalah tanah dan bangunan untuk prasarana dan sarana lingkungan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang sesuai dengan rencana tapak (site plan).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas