[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

Kawasan Perkotaan dapat berbentuk:
a. kota sebagai daerah otonom;
b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;
c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan.

Pasal 3
(1) Pembentukan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Pembentukan Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diatur dengan peraturan daerah kabupaten.
(3) Pembentukan Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c diatur dengan peraturan daerah kabupaten masing-masing.

Pasal 4
(1) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah kabupaten yang berbatasan langsung dalam satu provinsi ditetapkan berdasarkan:
a. kesepakatan bersama antarpemerintahan daerah kabupaten;
b. persetujuan gubernur; dan
c. persetujuan Menteri.
(2) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah kabupaten yang berbatasan langsung antarprovinsi ditetapkan berdasarkan:
a. kesepakatan bersama antarpemerintahan daerah kabupaten;
b. persetujuan gubernur; dan
c. persetujuan Menteri.

Batas, luas, dan fungsi Kawasan ditentukan berdasarkan:
a. rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten;
b. rencana tata ruang wilayah kabupaten;
c. hasil kajian kebutuhan ruang bagi pengembangan kegiatan dan pelayanan perkotaan; dan
d. batas Kawasan yang menggunakan batas desa atau sebutan lain.

BAB III
PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 7
(1) Kawasan Perkotaan yang merupakan daerah otonom dikelola oleh pemerintah kota.
(2) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian daerah kabupaten dikelola oleh pemerintah kabupaten atau Lembaga Pengelola yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada pemerintah kabupaten.
(3) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dikelola bersama oleh pemerintah kabupaten terkait dan dikoordinasikan oleh pemerintah provinsi.

Bagian Kedua
Lembaga Pengelola

Pasal 8
(1) Lembaga Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dibentuk dengan peraturan daerah.
(2) Lembaga Pengelola mempunyai tugas mengelola Kawasan Perkotaan dan mengoptimalkan peran serta Masyarakat serta badan usaha swasta.
(3) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Lembaga Pengelola mempunyai fungsi:
a. penggalian dan pendayagunaan sumber daya badan usaha swasta dan Masyarakat;
b. penjaringan aspirasi Masyarakat dan badan usaha swasta Kawasan Perkotaan;
c. pengembangan informasi Kawasan Perkotaan;
d. pemberian pertimbangan kepada bupati dalam kebijakan operasional, implementasi kebijakan, dan pemberdayaan Masyarakat; dan
e. perumusan dan pemberian rekomendasi terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan, serta isu-isu strategis Kawasan Perkotaan.

(1) Lembaga Pengelola dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh sekretariat Lembaga Pengelola yang dibentuk oleh bupati.
(2) Sekretariat Lembaga Pengelola mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan administrasi kesekretariatan Lembaga Pengelola; dan
b. penyelenggaraan administrasi keuangan Lembaga Pengelola.
(3) Sekretariat Lembaga Pengelola dipimpin oleh sekretaris Lembaga Pengelola.
(4) Sekretaris Lembaga Pengelola secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan Lembaga Pengelola dan secara administratif bertanggung jawab kepada sekretaris daerah melalui asisten yang membidangi ekonomi dan pembangunan.
(5) Struktur organisasi dan eselonering sekretariat Lembaga Pengelola ditetapkan Menteri dengan persetujuan menteri yang membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara.

Pasal 11
Pendanaan Lembaga Pengelola bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber pendanaan lainnya yang sah.

Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian tugas, tata kerja, dan hak keuangan Lembaga Pengelola diatur dengan peraturan bupati.

Bagian Ketiga
Pengelolaan Bersama

Pasal 14
(1) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait.
(2) Penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan umum yang merupakan urusan kewenangan daerah.
(3) Pemilihan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu yang dikelola bersama oleh daerah terkait harus mempertimbangkan efektivitas, efisiensi, sinergitas, dan saling menguntungkan.
(4) Bentuk kelembagaan, susunan, kedudukan, dan tugas pokok pengelolaan bersama berpedoman pada peraturan perundangan-undangan.

Bagian Keempat
Perencanaan Pembangunan Kawasan Perkotaan

Substansi rencana pembangunan Kawasan Perkotaan tertuang dalam dokumen:
a. rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten/kota;
b. rencana tata ruang Kawasan Perkotaan;
c. rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota; dan
d. rencana kerja pembangunan daerah kabupaten/kota.

Pasal 17
(1) Lingkup perencanaan Kawasan Perkotaan memuat pengembangan, peremajaan, pembangunan, reklamasi pantai atau rawa, dan/atau perubahan fungsi lahan.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima
Pelaksanaan Pembangunan Kawasan Perkotaan

Pasal 18
Pembangunan Kawasan Perkotaan dilaksanakan sesuai urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota di Kawasan Perkotaan.

Bagian Keenam
Pengendalian Pembangunan Kawasan Perkotaan

Pengendalian terhadap rencana pembangunan dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan evaluasi dokumen rencana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21
Pengendalian terhadap pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan melalui kegiatan perizinan, pengawasan, dan/atau penertiban.

(1) Kawasan perdesaan dapat direncanakan untuk menjadi Kawasan Perkotaan Baru.
(2) Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru diprioritaskan untuk:
a. menyediakan ruang permukiman;
b. menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan, dan jasa;
c. menyediakan ruang bagi pelayanan jasa pemerintahan; dan/atau
d. menyediakan ruang bagi pembangunan pusat kegiatan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten.

Pasal 24
Kawasan perdesaan yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) paling sedikit memenuhi kriteria:
a. sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten;
b. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten;
c. memiliki daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk pengembangan fungsi perkotaan;
d. bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis maupun yang direncanakan beririgasi teknis; dan
e. bukan merupakan kawasan lindung.

Pasal 25
(1) Usulan Lokasi rencana Kawasan Perkotaan Baru dapat diajukan oleh pihak swasta dan/atau unsur pemerintah daerah.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada bupati.
(3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:
a. hasil studi kelayakan;
b. rencana induk pembangunan perkotaan baru; dan
c. rencana pembebasan lahan.
(4) Bupati melakukan kajian terhadap pengajuan usul lokasi rencana Kawasan Perkotaan Baru berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
(5) Penetapan lokasi Kawasan Perkotaan Baru harus mendapat persetujuan gubernur.

Bagian Kedua
Badan Pengelola

Pasal 26
(1) Dalam hal pembangunan Kawasan Perkotaan Baru dilaksanakan sendiri oleh pemerintah daerah, pemerintah daerah dapat membentuk Badan Pengelola yang mempunyai tugas meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.
(2) Pembentukan Badan Pengelola ditetapkan dengan peraturan bupati.
(3) Peraturan bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat susunan, kedudukan, rincian tugas, tata kerja, dan pendanaan Badan Pengelola.

Pasal 27
(1) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dibentuk untuk jangka waktu sampai dengan selesainya pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.
(2) Setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru menyerahkan hak pengelolaan beserta aset kepada bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pengelola diatur dengan peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Pendanaan

Pasal 28
Sumber pendanaan Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru dapat berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi/kabupaten;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan/atau
c. sumber pendanaan lainnya yang sah.

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 29
Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan Kawasan Perkotaan, pemerintah daerah mengikutsertakan Masyarakat sebagai upaya pemberdayaan Masyarakat.

Pasal 30
Pemerintah provinsi dan kabupaten melakukan identifikasi untuk menetapkan Kawasan Perkotaan di wilayahnya selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 April 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 April 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 5004(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 68)


Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud "peraturan daerah kabupaten" adalah peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Persetujuan gubernur yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah persetujuan dari gubernur pada provinsi masing-masing yang berbatasan.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pemerintah provinsi melakukan koordinasi di bidang integrasi perencanaan dan pengendalian pembangunan.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Pendayagunaan sumber daya badan usaha swasta dan Masyarakat dilaksanakan melalui pembentukan badan usaha di wilayahnya.
Penggalian dan pendayagunaan sumber daya badan usaha swasta dilakukan dalam rangka pengembangan Kawasan Perkotaan tanpa menggunakan sumber-sumber dana dari Pemerintah atau pemerintah daerah. Kegiatan ini tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas.

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pegawai negeri sipil yang dimaksud dalam ketentuan ini tidak termasuk pejabat fungsional antara lain peneliti, guru, dosen, widyaiswara, dan perencana.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Sumber pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dibatasi untuk belanja kebutuhan operasional kantor lembaga seperti gaji, alat tulis kantor, rapat, dan perjalanan dinas guna mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi. Sumber pendanaan lainnya yang sah diperoleh dari badan usaha swasta dan Masyarakat.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "peremajaan" adalah penataan kembali area terbangun bagian Kawasan Perkotaan yang mengalami degradasi kualitas lingkungan, degradasi fungsi kawasan, dan/atau penyesuaian bagian Kawasan Perkotaan terhadap rencana pembangunan Kawasan Perkotaan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Pengendalian dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin agar rencana pembangunan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "daya dukung lingkungan" adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "aset" adalah tanah dan bangunan untuk prasarana dan sarana lingkungan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang sesuai dengan rencana tapak (site plan).
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas