a. merumuskan kebijaksanaan teknis bimbingan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap eselon bawahan serta petunjuk dan koordinasi kepada instansi lain dalam menyelenggarakan operasi yustisial yang menyangkut tindak pidana korupsi, subversi, dan penyelundupan;
b. merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan penyidikan, penuntutan, eksekusi perkara serta pengadministrasiannya dan statistik kriminil;
c. memersiapkan konsepsi, bahan-bahan pertimbangan, rencana, pendapat, dan saran bagi kebijaksanaan yang akan diambil oleh Jaksa Agung dalam/mengenai tugas-tugas Kejaksaan pada umumnya dan tugas-tugas operasi yustisial pada khususnya;
d. memberikan pertimbangan/saran kepada Jaksa Agung dalam segala analisa hukum dan analisa kriminalitas;
e. melaksanakan pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas pokoknya sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
(2) Direktorat di lingkungan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus dipimpin oleh Kepala Direktorat dan Sekretariat Bidang Tindak Pidana Khusus dipimpin oleh seorang Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, yang masing-masing bertanggung jawab kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus.
BAB IX
SATUAN ORGANISASI LAIN, STAF AHLI,
STAF JAKSA AGUNG, DAN SATUAN TUGAS
Pasal 24Pusat-pusat sebagai pelaksana tugas tertentu yang karena sifatnya tidak tercakup oleh satuan organisasi Kejaksaan Agung lainnya, terdiri dari:
1. Pusat Pendidikan dan Latihan;
2. Pusat Penelitian dan Pengembangan;
3. Pusat Penyuluhan Hukum;
4. Pusat Operasi Intelijen.
Pasal 25Jaksa Agung dapat dibantu oleh para Staf Ahli yang terdiri dari sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang dan salah seorang di antaranya ditunjuk sebagai Koordinator Staf Ahli.
Pasal 26(1) Untuk membantu Jaksa Agung secara langsung dalam hal yang bersifat khusus, dapat diadakan Staf Jaksa Agung.
(2) Staf Jaksa Agung bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya langsung kepada Jaksa Agung.
(3) Staf Jaksa Agung secara administratif berada dalam lingkungan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan
Pasal 27Apabila dipandang perlu Jaksa Agung dapat membentuk Satuan Tugas di pusat dan di daerah yang terdiri dari unsur-unsur POLRI, OPSTIB, LAKSUS, POM ABRI, dan instansi lain menurut kebutuhan untuk penanggulangan, pencegahan, dan pemberantasan tindak pidana khusus.
BAB X
INSTANSI VERTIKAL
Pasal 28(1) Kejaksaan Tinggi adalah instansi vertikal di wilayah yang berkedudukan di tiap-tiap ibukota Propinsi/Daerah Tingkat I dengan daerah hukum yang sama dengan wilayah administratif Propinsi/Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
(2) Kejaksaan Tinggi dipimpin oleh seorang Kepala Kejaksaan Tinggi yang bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
Pasal 29(1) Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Kejaksaan Tinggi/Jaksa Tinggi dibantu oleh seorang Jaksa Tinggi Pengganti.
(2) Jaksa Tinggi Pengganti bertanggung jawab kepada Kepala Kejaksaan Tinggi/Jaksa Tinggi.
Pasal 30(1) Kejaksaan Negeri adalah instansi vertikal di wilayah yang berkedudukan di tiap-tiap ibukota Kabupaten/Kotamadya/Daerah Tingkat II dengan daerah hukum yang sama dengan wilayah administratif Kabupaten/Kotamadya/Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
(2) Kejaksaan Negeri dipimpin oleh seorang Kepala Kejaksaan Negeri yang bertanggung jawab kepada Kepala Kejaksaan Tinggi.
(3) Apabila dipandang perlu di dalam wilayah/daerah hukum Kejaksaan Negeri dapat dibentuk cabang Kejaksaan Negeri menurut kebutuhan.
BAB XI
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 31(1) Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(2) Para Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(3) Koordinator Staf Ahli diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dalam hal kepangkatannya dapat memenuhi syarat untuk menduduki jabatan serendah-rendahnya eselon IB, dan oleh Jaksa Agung dalam hal kepangkatannya dapat menduduki jabatan di bawah eselon IB.
(4) Pimpinan satuan organisasi lainnya di lingkungan Kejaksaan diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
BAB XII
TATA CARA KERJA
Pasal 32(1) Semua unsur Kejaksaan dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan Kejaksaan sendiri maupun dalam hubungan antar departemen, lembaga pemerintah non departemen, lembaga-lembaga negara, dan instansi-instansi lainnya untuk kesatuan gerak yang sesuai dengan tugas pokoknya.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya pejabat-pejabat Kejaksaan bertanggung jawab kepada pimpinannya masing-masing sesuai dengan hubungan hirarki di lingkungan pekerjaannya.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya satuan-satuan organisasi Kejaksaan berpedoman kepada asas satu kesatuan dan tidak terpisah-pisah.
Pasal 33(1) Setiap Biro terdiri dari sebanyak-banyaknya 5 (lima) Bagian dan setiap Bagian terdiri dari sebanyak-banyaknya 4 (empat) Sub Bagian.
(2) Setiap Inspektur membawahkan sebanyak-banyaknya 5 (lima) Inspektur Pembantu dan setiap Inspektur Pembantu membawahkan Pemeriksa yang jumlahnya ditentukan menurut kebutuhan.
(3) Setiap Direktorat terdiri dari sebanyak-banyaknya 5 (lima) Sub Direktorat dan setiap Sub Direktorat terdiri dari sebanyak-banyaknya 4 (empat) Seksi.
(4) Sekretariat pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Umum, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, dan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, masing-masing terdiri dari sebanyak-banyaknya 5 (lima) Bagian dan setiap Bagian terdiri dari sebanyak-banyaknya 3 (tiga) Sub bagian.
(5) Setiap Pusat terdiri dari sebanyak-banyaknya 5 (lima) Bidang dan setiap Bidang terdiri dari sebanyak-banyaknya 4 (empat) Sub Bidang.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 34Perumusan dan perincian tugas, fungsi, dan susunan organisasi Biro, Inspektur, Direktorat, Sekretariat, Staf Ahli, Pusat, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan satuan-satuan di bawahnya ditetapkan oleh Jaksa Agung, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang penertiban dan penyempurnaan aparatur negara.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Keputusan Presiden ini akan ditetapkan oleh jaksa Agung setelah berkonsultasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang penertiban dan penyempurnaan paratur negara.
Pasal 36Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Desember 1982.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO