(1) Setiap Pemeriksa diangkat dalam peran pemeriksa sesuai dengan formasi peran pemeriksa yang telah ditetapkan.
(2) Pengangkatan dalam peran pemeriksa untuk pertama kali harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. telah lulus dalam pendidikan dan pelatihan JFP; dan
b. telah lulus ujian sertifikasi peran pemeriksa yang dibuktikan dengan STSP.
d. memperoleh rekomendasi tertulis dari pejabat struktural setingkat Eselon II pada unit kerja yang bersangkutan.
(1) Dalam hal seorang Pemeriksa telah memenuhi syarat untuk diangkat dalam peran tertentu atau memperoleh kenaikan peran namun formasi peran tidak tersedia, maka Pemeriksa tersebut dimasukkan dalam daftar urutan peran pemeriksa.
(2) Daftar urutan peran pemeriksa untuk setiap jenjang peran ditetapkan setiap tahun.
Pasal 24Pemeriksa dapat diturunkan perannya apabila:
(1) memperoleh penilaian kinerja "kurang" dalam 2 (dua) tahun berturut-turut;
(2) terjadi perubahan kelembagaan yang menyebabkan berkurangnya formasi peran; atau
(3) dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah jika perannya tidak sesuai dengan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3).
Pasal 25(1) Bagi Pemeriksa yang memperoleh pengangkatan kembali dalam JFP dapat memperoleh peran pemeriksa sesuai dengan peran terakhir yang pernah dimiliki sepanjang STSP masih berlaku.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai STSP diatur dalam Keputusan Sekretaris Jenderal BPK.
Pasal 26Pengangkatan dan perubahan peran pemeriksa dalam JFP ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal BPK.
Bagian Ketiga
Penugasan Peran Pemeriksa dalam Pelaksanaan Pemeriksaan
Pasal 27(1) Setiap Pemeriksa ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan peran pemeriksa yang dimilikinya.
(2) Pemeriksa yang memiliki peran sebagai Pengendali Mutu ditugaskan sebagai wakil penanggung jawab atau penanggung jawab dalam pelaksanaan pemeriksaan.
(3) Pemeriksa yang memiliki peran sebagai Pengendali Teknis ditugaskan sebagai pengendali teknis dalam pelaksanaan pemeriksaan.
(4) Pemeriksa yang memiliki peran sebagai Ketua Tim Yunior atau Ketua Tim Senior ditugaskan sebagai ketua sub tim atau ketua tim dalam pelaksanaan pemeriksaan.
(5) Pemeriksa yang memiliki peran sebagai Anggota Tim Yunior atau Anggota Tim Senior ditugaskan sebagai anggota tim dalam pelaksanaan pemeriksaan.
(6) Apabila pada suatu satuan kerja tidak terdapat Pemeriksa yang sesuai dengan jenjang jabatannya untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pemeriksa lain yang berada 1 (satu) tingkat di atas atau 1 (satu) tingkat di bawah jenjang jabatannya dapat melakukan kegiatan tersebut berdasarkan penugasan secara tertulis dari pimpinan satuan kerja yang bersangkutan.
(7) Dalam memberikan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), pimpinan satuan kerja yang bersangkutan harus memperhatikan peran dan kompetensi Pemeriksa.
BAB VIII
PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT
Bagian Kesatu
Unsur Kegiatan yang Dinilai
Pasal 28(1) Unsur kegiatan yang dinilai dalam memberikan angka kredit meliputi:
a. unsur utama; dan
b. unsur penunjang.
(2) Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam unsur utama meliputi kegiatan di bidang:
a. Pendidikan, yang meliputi:
1. pendidikan sekolah dan memperoleh gelar/ijazah;
2. pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang pemeriksaan serta memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat; dan
3. pendidikan dan Pelatihan Prajabatan.
b. Pemeriksaan, yang meliputi:
1. Penyusunan Rencana Kerja Pemeriksaan (RKP);
2. Perencanaan Pemeriksaan;
3. Pelaksanaan Pemeriksaan;
4. Pelaporan Hasil Pemeriksaan;
5. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan;
6. Evaluasi Pemeriksaan; dan
7. Pemantauan Kerugian Negara/Daerah.
c. Pengembangan profesi pemeriksaan, yang meliputi:
1. pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pemeriksaan;
2. penerjemahan/penyaduran buku dan bahan-bahan lainnya di bidang pemeriksaan;
3. bimbingan bagi Pemeriksa di bawah jenjang jabatannya/tutorial profesi;
4. kegiatan pengembangan kompetensi di bidang pemeriksaan; dan
5. partisipasi dalam pengembangan pedoman, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis pemeriksaan.
(3) Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam unsur penunjang merupakan kegiatan lain yang dapat menunjang pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, yang meliputi:
a. perolehan gelar kesarjanaan lainnya;
b. perolehan penghargaan/tanda jasa;
c. kepanitiaan pengembangan pemeriksaan dan/atau kelembagaan;
d. keanggotaan dalam tim penilai JFP;
e. pengajar/instruktur/narasumber dan penyusunan modul pendidikan dan pelatihan;
f. keanggotaan dalam organisasi profesi;
g. peran serta dalam seminar/lokakarya di bidang pemeriksaan;
h. penyusunan/pemutakhiran dan reviu Database Entitas Pemeriksaan (DEP);
i. penelaahan hasil pengaduan masyarakat;
j. pendamping konsultan dan/atau pimpinan, pejabat BPK terkait dengan pengembangan pemeriksaan dan/atau kelembagaan;
k. penyiapan bahan dan/atau pemberian keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah atau berkaitan dengan hasil pemeriksaan BPK; dan
l. pembuatan laporan berkala.
Pasal 29(1) Setiap Pemeriksa dapat memperoleh kenaikan jabatan/pangkat setelah memenuhi persyaratan jumlah angka kredit tertentu.
(2) Komposisi jumlah angka kredit yang harus dipenuhi untuk kenaikan jabatan/pangkat adalah sebagai berikut:
a. paling rendah 80% (delapan puluh persen) angka kredit berasal dari unsur utama; dan
b. paling tinggi 20% (dua puluh persen) angka kredit berasal dari unsur penunjang.
(3) Jumlah angka kredit yang berasal dari unsur utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a di atas harus memenuhi persyaratan komposisi:
a. paling tinggi 30% (tiga puluh persen) angka kredit berasal dari unsur pendidikan dan pelatihan;
b. paling rendah 50% (lima puluh persen) angka kredit berasal dari unsur pemeriksaan; dan
c. paling tinggi 20% (dua puluh persen) angka kredit berasal dari unsur pengembangan profesi.
Pasal 30(1) Pemeriksa yang telah memiliki angka kredit melebihi angka kredit yang telah ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, dapat memperhitungkan kelebihan angka kredit tersebut untuk kenaikan pangkat berikutnya.
(2) Pemeriksa yang pada tahun pertama telah memenuhi atau melebihi angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat dalam masa pangkat yang didudukinya, pada tahun kedua diwajibkan mengumpulkan paling rendah 20% (dua puluh persen) angka kredit dari jumlah angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi yang berasal dari kegiatan pemeriksaan.
Pasal 31Pemeriksa yang akan naik jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi diwajibkan mengumpulkan angka kredit dari unsur pengembangan profesi sebagai berikut:
a. Pemeriksa Pertama paling rendah 3 (tiga) angka kredit;
b. Pemeriksa Muda paling rendah 6 (enam) angka kredit;
c. Pemeriksa Madya paling rendah 12 (dua belas) angka kredit; dan
d. Pemeriksa Utama paling rendah 25 (dua puluh lima) angka kredit.
Bagian Kedua
Penilaian dan Penetapan Angka Kredit
Pasal 32(1) Untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit, setiap Pemeriksa diwajibkan mencatat, menginventarisasi seluruh kegiatan yang dilakukan, dan menyusun laporan angka kredit.
(2) Laporan angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Daftar Usulan Penilaian Angka Kredit (DUPAK).
(3) Setiap Pemeriksa mengusulkan secara hierarki DUPAK setiap semester.
(4) Penilaian dan penetapan angka kredit pemeriksa dilakukan paling kurang 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun, yaitu 3 (tiga) bulan sebelum periode kenaikan pangkat PNS.
Pasal 33(1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, adalah:
a. Sekretaris Jenderal BPK bagi Pemeriksa Madya dan Pemeriksa Utama;
b. Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) bagi Pemeriksa Pertama dan Pemeriksa Muda di lingkungan Kantor Pusat BPK; dan
c. Kepala Perwakilan BPK bagi Pemeriksa Pertama dan Pemeriksa Muda di lingkungan Kantor Perwakilan BPK.
(2) Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh:
a. Tim Penilai Pemeriksa, bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b yang selanjutnya disebut Tim Penilai Pusat; dan
b. Tim Penilai Pemeriksa, bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang selanjutnya disebut Tim Penilai Perwakilan.
Pasal 34(1) Tim Penilai Pemeriksa terdiri dari unsur teknis yang membidangi pemeriksaan, unsur kepegawaian, dan Pejabat Fungsional Pemeriksa.
(2) Susunan keanggotaan Tim Penilai Pemeriksa sebagai berikut:
a. seorang Ketua merangkap anggota;
b. seorang Wakil Ketua merangkap anggota;
c. seorang Sekretaris merangkap anggota dari unsur kepegawaian; dan
d. paling kurang 4 (empat) orang sebagai anggota.
(3) Anggota Tim Penilai Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling kurang 2 (dua) orang dari Pejabat Fungsional Pemeriksa.
(4) Syarat untuk menjadi Anggota Tim Penilai Pemeriksa, adalah:
a. menduduki jabatan/pangkat sama atau lebih tinggi dari jabatan/pangkat Pemeriksa yang dinilai;
b. memiliki keahlian serta mampu untuk menilai prestasi kerja Pemeriksa;
c. dapat aktif melakukan penilaian;
d. tidak pernah terkena hukuman disiplin;
e. memiliki penilaian kinerja baik dalam 3 (tiga) tahun terakhir; dan
f. memiliki masa kerja lebih dari 5 (lima) tahun.
Pasal 35(1) Apabila Tim Penilai Perwakilan belum dapat dibentuk karena belum memenuhi syarat keanggotaan Tim Penilai Pemeriksa yang ditentukan, penilaian angka kredit Pemeriksa dapat dimintakan kepada Tim Penilai Pusat.
(2) Pembentukan dan susunan Anggota Tim Penilai Pemeriksa ditetapkan oleh:
a. Sekretaris Jenderal BPK untuk Tim Penilai Pusat; atau
b. Kepala Perwakilan untuk Tim Penilai Perwakilan.
Pasal 36(1) Masa jabatan Anggota Tim Penilai Pemeriksa adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa jabatan berikutnya.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi Anggota Tim Penilai Pemeriksa dalam 2 (dua) masa jabatan berturut-turut, dapat diangkat kembali setelah melampaui masa tenggang waktu 1 (satu) masa jabatan.
(3) Dalam hal terdapat Anggota Tim Penilai Pemeriksa yang ikut dinilai, maka Ketua Tim Penilai dapat mengangkat Anggota Tim Penilai pengganti.
Pasal 37Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Tim Penilai Pemeriksa dan tata cara penilaian angka kredit pemeriksa diatur dengan Keputusan Sekretaris Jenderal BPK.
Pasal 38Usul penetapan angka kredit pemeriksa diajukan oleh:
a. Pejabat Struktural setingkat Eselon I kepada Sekretaris Jenderal BPK, bagi Pemeriksa Madya pangkat Pembina golongan ruang IV/a sampai dengan Pemeriksa Utama pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e di lingkungan Kantor Pusat BPK pada satuan kerja Eselon I tersebut.
b. Pejabat Struktural setingkat Eselon I kepada Sekretaris Jenderal BPK berdasarkan pengajuan dari Kepala Perwakilan BPK, bagi Pemeriksa Madya pangkat Pembina golongan ruang IV/a sampai dengan Pemeriksa Utama pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e di lingkungan Kantor Perwakilan BPK pada satuan kerja Eselon I tersebut.
c. Pejabat Struktural setingkat Eselon III kepada Kepala Biro SDM, bagi Pemeriksa Pertama pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Pemeriksa Muda pangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d di lingkungan Kantor Pusat BPK pada satuan kerja Eselon III tersebut.
d. Pejabat Struktural setingkat Eselon III kepada Kepala Perwakilan BPK, bagi Pemeriksa Pertama pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Pemeriksa Muda pangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d di lingkungan Kantor Perwakilan BPK pada satuan kerja Eselon III tersebut.
Pasal 39(1) Angka kredit yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang digunakan untuk mempertimbangkan kenaikan jabatan/pangkat Pemeriksa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Keputusan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit tidak dapat diajukan keberatan oleh Pemeriksa yang bersangkutan.
BAB IX
TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PEMERIKSA
Pasal 40(1) Pegawai Negeri Sipil yang menduduki JFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat diberikan tunjangan JFP.
(2) Besarnya tunjangan JFP ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 41(1) Di samping tunjangan JFP, kepada Pemeriksa dapat diberikan tunjangan kinerja yang besarnya diperhitungkan berdasarkan kinerja masing-masing Pemeriksa terhadap tunjangan kegiatan Pemeriksa yang diperolehnya.
(2) Pemberian tunjangan kinerja dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku di lingkungan BPK.
BAB X
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 42Pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang pemeriksaan terdiri dari:
a. pendidikan dan pelatihan JFP;
b. pendidikan dan pelatihan di bidang pemeriksaan; dan
c. pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi peran pemeriksa.
Pasal 43(1) Pendidikan dan pelatihan JFP merupakan pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi ataupun meningkatkan kompetensi dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan bagi pegawai BPK yang akan menduduki JFP.
(2) Pendidikan dan pelatihan JFP wajib diikuti oleh calon Pemeriksa sebagai syarat pengangkatan pertama kali dalam JFP.
Pasal 44(1) Pendidikan dan pelatihan di bidang pemeriksaan merupakan pendidikan dan pelatihan yang memberikan keahlian dan atau penguasaan teknis di bidang pemeriksaan yang dapat mendukung pelaksanaan tugas Pemeriksa.
(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti oleh Pemeriksa untuk meningkatkan kompetensi teknis di bidang pemeriksaan.
Pasal 45Pendidikan dan pelatihan peran pemeriksa terdiri dari:
a. pendidikan dan pelatihan peran Anggota Tim Yunior;
b. pendidikan dan pelatihan peran Anggota Tim Senior;
c. pendidikan dan pelatihan peran Ketua Tim Yunior;
d. pendidikan dan pelatihan peran Ketua Tim Senior;
e. pendidikan dan pelatihan peran Pengendali Teknis; dan
f. pendidikan dan pelatihan peran Pengendali Mutu.
Pasal 46Pegawai dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan peran pemeriksa setelah memenuhi syarat:
a. memperoleh rekomendasi dari atasan langsung; dan
b. memiliki peran setingkat lebih rendah dari diklat peran yang akan diikuti, kecuali diklat peran yang terendah.
Pasal 47(1) Pegawai yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan peran pemeriksa dapat mengikuti ujian sertifikasi peran pemeriksa.
(2) Pegawai yang dinyatakan lulus dalam ujian sertifikasi peran pemeriksa akan memperoleh STSP yang dikeluarkan oleh Biro SDM BPK.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan dan pelatihan serta ujian sertifikasi peran pemeriksa diatur dengan Keputusan Sekretaris Jenderal BPK.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48(1) Dengan berlakunya Peraturan ini, para PNS di lingkungan BPK yang telah diangkat dalam peran auditor sebelum berlakunya Peraturan ini, tetap memiliki peran tersebut hingga ditetapkannya Keputusan Sekretaris Jenderal BPK sesuai dengan Peraturan ini.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan selambat-lambatnya tanggal 1 Maret 2011.
Pasal 49(1) Bagi Auditor yang sedang mengajukan penetapan angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.
(2) Bagi Auditor yang pada saat Peraturan ini ditetapkan sedang menjalani pembebasan sementara dapat diangkat dalam JFP dengan angka kredit terakhir yang dimiliki dan dapat ditambah dengan perolehan angka kredit selama melaksanakan tugas yang berkaitan dengan JFP.
Pasal 50(1) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat ditetapkan Peraturan ini telah dan masih melaksanakan tugas sebagai pejabat struktural Eselon IV di bidang tugas pemeriksaan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dapat disesuaikan/diinpassing dalam JFP dengan ketentuan:
a. berijazah paling rendah Sarjana Stata Satu (S1)/Diploma IV;
b. pangkat paling rendah Penata Muda Tk. I, golongan ruang III/b; dan
c. setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan dalam DP3 paling rendah bernilai rata-rata baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
(2) Angka kredit kumulatif untuk penyesuaian/inpassing dalam JFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 51(1) Dengan berlakunya Peraturan ini, jenjang Jabatan Fungsional Auditor sebelum berlakunya Peraturan ini disesuaikan dengan jenjang JFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Peraturan ini, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jabatan Fungsional Auditor Pelaksana, Auditor Pelaksana Lanjutan, dan Auditor Ahli Pertama menjadi Pemeriksa Pertama;
b. Jabatan Fungsional Auditor Penyelia dan Auditor Ahli Muda menjadi Pemeriksa Muda;
c. Jabatan Fungsional Auditor Ahli Madya menjadi Pemeriksa Madya; dan
d. Jabatan Fungsional Auditor Ahli Utama menjadi Pemeriksa Utama.
(2) Angka kredit yang dimiliki oleh Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar angka kredit yang telah diperolehnya.
(3) Pangkat dan golongan ruang Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan pangkat dan golongan ruang terakhir yang dimiliki.
(4) Penyesuaian jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal BPK.
Pasal 52(1) Pemeriksa Pertama yang penyesuaian jabatannya berasal dari Auditor Pelaksana melaksanakan kegiatan sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Pemeriksa Pertama yang penyesuaian jabatannya berasal dari Auditor Pelaksana Lanjutan melaksanakan kegiatan Pemeriksa Pertama.
(3) Pemeriksa Muda yang penyesuaian jabatannya berasal dari Auditor Penyelia melaksanakan kegiatan Pemeriksa Muda.
(4) Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila:
a. memperoleh ijazah Sarjana Strata Satu S1/ Diploma IV, disesuaikan dengan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan ini.
b. naik pangkat menjadi Penata Muda golongan ruang III/a, disesuaikan dengan jenjang jabatan/pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan ini.
Pasal 53(1) Pemeriksa Pertama dan Pemeriksa Muda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), (2), dan (3) harus memiliki ijazah Sarjana Strata Satu (S1)/Diploma IV paling lambat pada akhir tahun 2016.
(2) Apabila Pemeriksa Pertama dan Pemeriksa Muda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh ijazah Sarjana Strata Satu (S1)/Diploma IV, maka Pemeriksa yang bersangkutan diberikan angka kredit sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari angka kredit kumulatif yang telah dimiliki yang berasal dari kegiatan diklat, pemeriksaan, dan pengembangan profesi ditambah angka kredit ijazah Sarjana Strata Satu (S1)/Diploma IV dengan tidak memperhitungkan angka kredit dari unsur penunjang.
(3) Apabila sampai dengan akhir tahun 2016 Pemeriksa Pertama dan Pemeriksa Muda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memperoleh ijazah Sarjana Strata Satu (S1)/Diploma IV, maka Pemeriksa tersebut tetap menjalankan tugas pemeriksaan sesuai jenjang jabatannya dan memiliki peran paling tinggi sebagai Anggota Tim Senior.
(4) Jenjang jabatan/pangkat Pemeriksa yang belum memperoleh ijazah Sarjana Strata Satu (S1)/Diploma IV, paling tinggi jenjang jabatan Pemeriksa Muda pangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d.
Pasal 54Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit bagi Pemeriksa golongan II adalah sebagai berikut:
a. Kepala Biro SDM bagi Pemeriksa di lingkungan Kantor Pusat BPK; dan
b. Kepala Perwakilan bagi Pemeriksa di lingkungan Kantor Perwakilan BPK.
Pasal 55Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dibantu oleh Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a dan huruf b.
Pasal 56Usul penetapan angka kredit bagi Pemeriksa golongan II diajukan oleh:
a. Pejabat struktural setingkat Eselon III kepada Kepala Biro SDM di lingkungan Kantor Pusat BPK pada satuan kerja Eselon III tersebut.
b. Pejabat struktural setingkat Eselon III kepada Kepala Perwakilan BPK di lingkungan Kantor Perwakilan BPK pada satuan kerja Eselon III tersebut.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 57Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan ini diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan JFP dan Angka Kreditnya yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal BPK dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 58Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 17 Desember 2010
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
KETUA,
HADI POERNOMO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Desember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR