(1) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang melanggar ketentuan perundang-undangan, wajib dilakukan tindakan oleh aparat kepolisian dengan menerapkan tindakan yang profesional, proporsional dan mempertimbangkan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Dalam hal penindakan hukum tidak dapat dilakukan seketika, dengan pertimbangan kemungkinan akan terjadi kerusuhan yang lebih luas, atau dapat memicu kebrutalan massa, maka tindakan penegakan hukum tetap dilaksanakan setelah situasi memungkinkan.
(1) Penindakan terhadap pelanggaran penyampaian pendapat di muka umum dilakukan secara dini dengan menerapkan urutan tindakan dari metode yang paling lunak sampai yang paling tegas disesuaikan dengan perkembangan situasi dan memperhatikan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang tidak sesuai dengan pemberitahuan dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
(3) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang mengganggu lalu lintas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
(4) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang mengganggu ketertiban umum dilakukan penindakan secara persuasif untuk menghentikan kegiatan dan apabila gagal dilanjutkan dengan upaya paksa secara proporsional untuk menghentikan gangguan ketertiban yang terjadi.
(5) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang anarkis dilakukan penindakan sebagai berikut:
(1) Dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum harus selalu diperhatikan tindakan petugas yang dapat membedakan antara pelaku yang anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak terlibat pelanggaran hukum;
a. terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum;
b. terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional;
c. terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud.
(2) Pelaku pelanggaran yang telah tertangkap harus diperlakukan secara manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebaginya).
(3) Upaya penangkapan pelaku pelanggaran dapat dilakukan seketika pada saat peristiwa terjadi, namun bila tidak memungkinkan dengan pertimbangan akan menimbulkan dampak yang lebih luas, maka penangkapan dapat dilakukan di kemudian hari.
(4) Proses penanganan terhadap pelaku pelanggaran selanjutnya dilaksanakan sesuai prosedur dalam KUHAP dan memperhatikan HAM.
Pasal 24Dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif misalnya:
a. tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul;
b. ke luar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan;
c. tidak patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya;
d. tindakan aparat yang melampaui kewenangannya;
e. tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM;
f. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan;
Paragraf 5
Standar Penanganan Barang Bukti
Pasal 25Standar penanganan barang bukti sebagai berikut:
a. terhadap semua barang bukti yang terkait dengan pelanggaran hukum ringan ataupun tindakan anarkis/pidana harus dilakukan penyitaan;
b. terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dalam penyampaian pendapat di muka umum misalnya: kendaraan, dokumen, dan peralatan lainnya dilakukan penyitaan seketika atau di kemudian hari sesuai dengan situasi dan kondisi;
c. barang-barang bukti yang terkait dengan pelanggaran ketertiban umum antara lain sound system, alat-alat pemukul, alat peraga, dilakukan penyitaan seketika atau di kemudian hari sesuai dengan situasi dan kondisi;
d. barang-barang bukti yang terkait dengan tindakan anarkis dilakukan penyitaan seketika atau di kemudian hari sesuai dengan situasi dan kondisi;
e. prosedur penyitaan barang bukti memperhatikan prosedur dalam KUHAP.
Bagian Ketujuh
Penyelesaian Perkara
Pasal 26(1) Penyidikan perkara penyampaian pendapat di muka umum dapat dilakukan dengan prosedur:
a. penindakan Tilang;
b. tindak pidana ringan;
c. penyidikan perkara cepat;
d. penyidikan perkara biasa.
(2) Prosedur penyidikan perkara biasa dilakukan dengan mempedomani KUHAP dan ketentuan pelaksanaannya.
Pasal 27Penyidikan perkara penyampaian pendapat di muka umum wajib mendapatkan prioritas untuk percepatan penanganan dan penyelesaian pemberkasannya dengan cara sebagai berikut:
a. koordinasi dengan jaksa penuntut umum harus sudah dimulai sejak dari awal penyidikan;
b. berkas perkara sederhana diupayakan dalam waktu maksimal 14 (empat belas) hari sudah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU);
c. dalam hal JPU menilai bahwa Berkas Perkara masih kurang lengkap, maka penyidik bersama-sama dengan JPU melengkapi kekurangan sesuai arahan JPU sampai berkas dinyatakan lengkap;
d. diupayakan dalam waktu maksimal 1 (satu) bulan berkas sudah dapat dilimpahkan ke pengadilan.
BAB III
PEMBINAAN HUBUNGAN DENGAN MASYARAKAT
Pasal 28(1) Dalam rangka menjamin pelaksanaan kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, di samping melalui pendekatan preventif dan represif, melainkan juga melalui upaya pre-emptif yaitu melalui pembinaan hubungan yang harmonis antara petugas dengan masyarakat.
(2) Untuk menciptakan hubungan yang harmonis, dilakukan upaya dan kegiatan sebagai berikut:
a. sosialisasi ketentuan penyelenggaraan kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum di kalangan masyarakat agar dapat memahami dan menaati aturan yang berlaku;
b. pemahaman kepada segenap petugas mengenai prosedur pelaksanaan tugas pelayanan, pengamanan, penanganan perkara kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, sehingga pelaksanaan tugas di lapangan dapat dilaksanakan secara profesional dan proporsional;
c. setiap pimpinan kewilayahan wajib melakukan penggalangan dan menjalin hubungan baik dengan segenap potensi masyarakat terutama kelompok masyarakat yang aktif melakukan penyampaian pendapat di muka umum;
d. setiap pimpinan kewilayahan wajib melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan potensi masyarakat lainnya dalam rangka mewujudkan daya tangkal terhadap timbulnya tindakan anarkis;
e. setiap pimpinan kepolisian wajib memfasilitasi atau menjadi mediator antara pihak yang menyampaikan pendapat di muka umum dan pihak yang menjadi sasaran penyampaian pendapat di muka umum;
f. perlu upaya penggalangan kepada instansi atau pejabat yang sering menjadi sasaran penyampaian pendapat di muka umum untuk bersifat terbuka/transparan dalam rangka menampung inspirasi aktivis pengunjuk rasa sehingga tindakan anarkis dapat diminimalisasi.
BAB IV
PEMBINAAN KEMAMPUAN APARAT
Pasal 29Dalam rangka meningkatkan kemampuan Polri dalam melaksanakan tugas pelayanan, pengamanan, penanganan perkara kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, perlu dilakukan upaya pembinaan kemampuan yang berlanjut melalui prioritas sebagai berikut:
a. pelatihan rutin pengendalian emosional petugas agar mempunyai ketangguhan mental dalam menghadapi tekanan fisik ataupun psikis khususnya dalam menghadapi massa yang memancing anarkis;
b. pelatihan unit pengendalian massa secara berlanjut;
c. peningkatan kelengkapan pengendalian massa dan inovasi peralatan-peralatan untuk mendukung kelancaran tugas pelayanan, pengamanan, penanganan perkara kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, yang memenuhi standar HAM;
d. peningkatan kemampuan deteksi dini intelijen melalui peningkatan profesionalitas dan kemampuan intelijen;
e. peningkatan kemampuan penyidik dalam penyelesaian perkara yang terkait dengan penyampaian pendapat di muka umum, sehingga mampu memenuhi target;
f. peningkatan koordinasi unsur Criminal Justice Sistem (CJS) guna menunjang kelancaran penyelesaian pemberkasan dan pelimpahan ke pengadilan.
BAB V
ADMINISTRASI
Pasal 30Dalam rangka penerimaan pemberitahuan dan penerbitan STTP kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, disiapkan administrasi sebagai berikut:
a. formulir tanda terima berkas pemberitahuan;
b. buku agenda surat pemberitahuan;
c. buku agenda STTP;
d. buku ekspedisi STTP; dan
e. formulir STTP dan lampirannya.
Pasal 31Biaya administrasi, operasional dan logistik yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum dibebankan pada anggaran dinas.
Pasal 32Pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum dilaporkan secara berjenjang kepada kesatuan atas.
Pasal 33Kesatuan Polri yang mengeluarkan STTP melakukan pendokumentasian meliputi:
a. identitas pimpinan, pengurus, dan tokoh suatu organisasi/kelompok;
b. akte pendirian, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), bila ada;
c. kegiatan dan aspirasi politik suatu organisasi/kelompok/perorangan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34Pada saat peraturan ini mulai berlaku, semua peraturan mengenai Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini.
Pasal 35Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 November 2008
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Drs. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 November 2008
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA