[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BABI
KETENTUAN UMUM

Peraturan Kapolri ini bertujuan sebagai:
a. pedoman dalam rangka pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum;
b. pedoman dalam rangka pemberian standar pelayanan, pengamanan kegiatan dan penanganan perkara dalam penyampaian pendapat di muka umum, agar proses kemerdekaan penyampaian pendapat dapat berjalan dengan baik dan tertib.

Pasal 3
Asas-asas di dalam pelaksanaan Peraturan Kapolri ini meliputi asas:
a. legalitas: kegiatan/penindakan senantiasa mendasari peraturan perundang-undangan;
b. perlindungan HAM: kegiatan/penindakan memperhatikan dan menghargai hak-hak dasar manusia (tidak sewenang-wenang);
c. kemanfaatan: kegiatan/penindakan yang dilakukan memang benar-benar bermanfaat untuk menghindari timbulnya kerugian atau bahaya yang lebih besar yang mungkin dapat terjadi, apabila tidak dilakukan tindakan;
d. kepastian hukum: kegiatan/penindakan dilakukan untuk menjamin tegaknya hukum dan keadilan;
e. keadilan: kegiatan/penindakan dilakukan secara objektif, tidak membedabedakan dan tidak memihak kepentingan salah satu pihak;
f. kepentingan umum: kegiatan/penindakan wajib mendahulukan kepentingan umum;
g. efisiensi dan efektivitas: kegiatan/penindakan memperhatikan penggunaan biaya yang minimal, namun tepat guna dan tepat sasaran;
h. keterpaduan: kegiatan/penindakan dilakukan melalui kerja sama, koordinasi dan sinergi antara unsur-unsur yang dilibatkan dalam setiap kegiatan;
i. akuntabilitas: kegiatan/penindakan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan terukur dengan jelas;
j. transparansi: kegiatan/penindakan dilakukan dengan memperhatikan asas keterbukaan dan bersifat informatif bagi pihak yang berkepentingan;
k. proporsionalitas: kegiatan/penindakan sesuai dengan porsinya (tidak terlalu lemah tetapi tidak berlebihan) dengan memperhatikan keseimbangan antara bobot ancaman dengan cara penindakan;
l. keseimbangan: kegiatan/penindakan diterapkan dengan memperhatikan keseimbangan antara penerapan perlindungan terhadap hak dan pelaksanaan kewajiban warga negara maupun petugas;
m. asas musyawarah dan mufakat: kegiatan/penindakan dilaksanakan dengan memperhatikan kesepakatan antara pihak-pihak yang terkait.

Pasal 4
Ruang lingkup Peraturan Kapolri ini meliputi:
a. bentuk dan ketentuan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum;
b. hak, kewajiban dan larangan;
c. prosedur pemberitahuan dan pelayanan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum;
d. pengamanan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum; dan
e. penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.

BABII
KEGIATAN PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

Bagian Kesatu
Bentuk Kegiatan

(1) Dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban umum, setiap penyelenggara kegiatan penyampaian pendapat di muka umum, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Pejabat Kepolisian setempat, sebelum kegiatan dilakukan.
(2) Penyampaian pendapat di muka umum hanya dapat dilaksanakan, pada waktu-waktu sebagai berikut:
a. di tempat terbuka antara pukul 06.00 s.d. pukul 18.00, waktu setempat;
b. di tempat tertutup antara pukul 06.00 s.d. pukul 22.00 waktu setempat.

Pasal 7
Penyelenggaraan penyampaian pendapat di muka umum, diwajibkan untuk:
a. memberitahukan secara tertulis kepada pejabat kepolisian di mana kegiatan tersebut dilaksanakan;
b. dilakukan dengan mempertimbangkan hak asasi manusia orang lain;
c. mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
d. tidak melanggar norma agama, adat, kesopanan, dan kesusilaan;
e. memperhatikan ketertiban dan kepentingan umum.

Bagian Ketiga
Hak, Kewajiban dan Larangan

Paragraf 1
Hak dan Kewajiban Peserta

Pasal 8
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk:
a. berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan (Pasal 28 UUD RI Tahun 1945);
b. berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat (3) UUD RI Tahun 1945);
c. mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum (Pasal 5 UU No. 9 Tahun 1998);
d. mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa (Pasal 23 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999);
e. mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada Pemerintah yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun tulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 44 UU No. 39 Tahun 1999);
f. mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan secara bertanggung jawab.

Penyampaian pendapat di muka umum dilarang dilakukan di:
a. tempat ibadah, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat;
b. objek-objek vital nasional dalam radius kurang dari 500 meter dari pagar luar;
c. instalasi militer dalam radius kurang dari 150 meter dari pagar luar;
d. di lingkungan istana kepresidenan (Presiden dan Wakil Presiden) dalam radius kurang dari 100 meter dari pagar luar;
e. melalui rute jalan yang melintasi wilayah Istana Kepresidenan dan tempat-tempat ibadah pada saat ibadah sedang berlangsung.

Pasal 11
Penyampaian pendapat di muka umum dilarang dilakukan pada waktu:
a. hari besar nasional, yaitu Tahun Baru, Hari Raya Nyepi, Hari Wafat Isa Almasih, Isra’ Mi’raj, Kenaikan Isa Almasih, Hari Raya Waisak, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, Hari Maulid Nabi, 1 Muharam, Hari Natal, 17 Agustus;
b. hari besar lainnya yang ditentukan oleh Pemerintah;
c. di luar batas waktu yang ditentukan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. melindungi hak asasi manusia;
b. menghargai asas legalitas;
c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
d. menyelenggarakan pengamanan.

Pasal 14
(1) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertugas untuk:
a. memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum;
b. menjamin kebebasan penyampaian pendapat dari intervensi pihak lain;
c. menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.
(1) Terhadap kegiatan penyampaian pendapat di muka umum, yang dilakukan dengan cara sesuai dengan ketentuan hukum, Polri berkewajiban:
a. menerima pemberitahuan tentang penyelenggaraan penyampaian pendapat di muka umum dan membuat STTP;
b. melakukan koordinasi dengan penyelenggara kegiatan dan unsur-unsur terkait dalam rangka pengawasan dari berbagai kegiatan;
c. melakukan pengamanan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar dan tertib;
d. melakukan pengamanan di lingkungan agar tidak terjadi intervensi dari pihak lain.
(2) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan dengan cara melanggar hukum dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. upaya persuasif, agar kegiatan dilaksanakan dengan tertib dan sesuai aturan hukum;
b. pemberian peringatan oleh aparat terhadap peserta yang melanggar hukum;
c. pemberian peringatan kepada penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana, dapat dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok;
d. penghentian kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang melanggar hukum;
e. pembubaran massa;
f. penangkapan pelaku pelanggar hukum dan penahanan, bila diperlukan;
g. penggeledahan dan penyitaan barang bukti;
h. tindakan kepolisian lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterapkan atas perintah penanggung jawab tugas pengamanan di lapangan dengan memperhatikan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Bagian Keempat
Prosedur Pemberitahuan dan Pelayanan Kegiatan

Paragraf 1
Prosedur Pemberitahuan Kegiatan

(1) Setelah menerima surat pemberitahuan, Polri berkewajiban:
a. meneliti kebenaran dan kelengkapan surat pemberitahuan di samping substansi sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 15 ayat (5), juga mencakup identitas penanggung jawab dan dilengkapi dengan fotokopi KTP/SIM;
b. segera memberikan STTP dengan tembusan kepada satuan kepolisian yang terkait, instansi yang terkait, pemilik/lokasi tempat objek/sasaran penyampaian pendapat di muka umum;
c. berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum untuk perencanaan pengamanan, pemberian arahan/petunjuk kepada pelaksana demi kelancaran dan ketertiban penyampaian pendapat;
d. dalam hal terdapat pemberitahuan rencana kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang bersamaan tempat, rute dan/atau waktu yang diperkirakan akan menimbulkan kerawanan Kamtibmas, maka pejabat kepolisian tetap mengeluarkan STTP dengan pencantuman catatan tentang saran untuk tidak dilaksanakan kegiatan dimaksud atau mengalihkan tempat, rute dan/atau waktu dengan mendasari asas musyawarah;
e. berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat di muka umum;
f.  mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
(2) Dalam hal terjadi perubahan rencana kegiatan mengenai tempat, waktu dan rute, maka peserta wajib memberitahukan kepada aparat yang bersangkutan paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam, sebelum pelaksanaan guna penyesuaian rencana pengamanan.

Bagian Kelima
Pengamanan Kegiatan

Pasal 17
(1) Dalam rangka memberikan perlindungan keamanan terhadap penyelenggaraan penyampaian pendapat di muka umum, Polri berkewajiban:
a. melakukan survei lokasi kegiatan;
b. menyiapkan perencanaan kegiatan pengamanan meliputi personel, peralatan dan metode/pola operasi;
c. melakukan koordinasi dengan lingkungan sekitar dan penanggung jawab kegiatan;
d. memberikan arahan kepada penyelenggara agar menyiapkan pengamanan di lingkungannya;
e. memberikan fasilitas pengamanan berupa peralatan ataupun pengaturan demi kelancaran kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.
(2) Dalam rangka menjamin kebebasan penyampaian pendapat dari intervensi pihak lain, Polri berkewajiban:
a. mencegah terjadinya gangguan terhadap pelaksanaan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum oleh pihak lain;
b. mencegah terjadinya bentrokan massa;
c. mencegah pihak lain melakukan kegiatan yang mengganggu pelaksanaan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.
(3) Dalam rangka menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum, Polri berkewajiban:
a. melakukan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli;
b. mencegah peserta melakukan tindakan yang melanggar hukum;
c. melakukan penindakan terhadap kejadian yang mengganggu kamtibmas secara proporsional;
d. melakukan koordinasi dengan unsur-unsur aparat lainnya dalam rangka menjamin keamanan dan ketertiban umum;
e. melakukan tindakan lain demi tertibnya kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.

Pasal 18
Dalam rangka mencegah dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya peningkatan eskalasi situasi dalam kegiatan penyampaian pendapat di muka umum, Polri berkewajiban melakukan kegiatan:
a. pengamanan tertutup oleh unsur intelijen dalam rangka mendeteksi kemungkinan timbulnya gangguan dan mendokumentasi jalannya kegiatan unjuk rasa;
b. pengaturan, penjagaan, pengawalan dan pengamanan oleh satuan Samapta dan lalu lintas bersama-sama dengan panitia penyelenggara;
c. penyiapan unsur-unsur pendukung teknis pengamanan antara lain negosiator, public address;
d. penyiapan unsur dukungan taktis pengamanan dari satuan fungsi terkait, seperti Humas Polri, Brimob Polri, dan Poludara Polri.

Bagian Keenam
Penanganan Perkara Pelanggaran

Paragraf 1
Jenis Pelanggaran

(1) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang melanggar ketentuan perundang-undangan, wajib dilakukan tindakan oleh aparat kepolisian dengan menerapkan tindakan yang profesional, proporsional dan mempertimbangkan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Dalam hal penindakan hukum tidak dapat dilakukan seketika, dengan pertimbangan kemungkinan akan terjadi kerusuhan yang lebih luas, atau dapat memicu kebrutalan massa, maka tindakan penegakan hukum tetap dilaksanakan setelah situasi memungkinkan.

Paragraf 3
Tahap Penindakan

Pasal 21
(1) Penindakan terhadap pelanggaran penyampaian pendapat di muka umum dilakukan secara dini dengan menerapkan urutan tindakan dari metode yang paling lunak sampai yang paling tegas disesuaikan dengan perkembangan situasi dan memperhatikan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang tidak sesuai dengan pemberitahuan dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. memberi peringatan kepada penyelenggara untuk mematuhi sesuai STTP yang dikeluarkan;
b. menghentikan pelaku yang melakukan tindakan menyimpang;
c. menghentikan kegiatan seluruhnya;
d. membubarkan massa;
e. melakukan tindakan rehabilitasi dan konsolidasi situasi;
(3) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang mengganggu lalu lintas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. memberi peringatan kepada pelanggar lalu lintas (pengemudi dan/atau penumpang) dan menghentikan kendaran yang melanggar;
b. pelanggaran lalu lintas yang serius dapat dilakukan penindakan pelanggaran tilang seketika, dan apabila tidak memungkinkan dapat dilakukan di kemudian hari (misalnya dicatat identitas kendaraan dan keesokan harinya dilakukan penindakan);
c. terhadap pelaku penyampaian pendapat di muka umum yang duduk-duduk, tidur-tiduran memblokir jalan dengan badan ataupun barang lainnya, dan sebagainya dilakukan peringatan untuk membuka jalur lalu lintas dan apabila tidak mematuhi dapat dilakukan upaya pemindahan dengan cara yang persuasif dan edukatif, dan bila masih tidak menaati dapat dilakukan pemindahan paksa dengan cara yang manusiawi.
(4) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang mengganggu ketertiban umum dilakukan penindakan secara persuasif untuk menghentikan kegiatan dan apabila gagal dilanjutkan dengan upaya paksa secara proporsional untuk menghentikan gangguan ketertiban yang terjadi.
(5) Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang anarkis dilakukan penindakan sebagai berikut:
a. menghentikan tindakan anarkis melalui himbauan, persuasif dan edukatif;
b. menerapkan upaya paksa sebagai jalan terakhir setelah upaya persuasif gagal dilakukan;
c. menerapkan penindakan hukum secara profesional, proporsional dan nesesitas yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi;
d. dalam hal penindakan hukum tidak dapat dilakukan seketika, maka dilakukan upaya mengumpulkan bukti-bukti dan kegiatan dalam rangka mendukung upaya penindakan di kemudian hari (misalnya melakukan pencatatan identitas sasaran, pemotretan, merekam kegiatan);
e. melakukan tindakan rehabilitasi dan konsolidasi situasi.

(1) Dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum harus selalu diperhatikan tindakan petugas yang dapat membedakan antara pelaku yang anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak terlibat pelanggaran hukum;
a. terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum;
b. terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional;
c. terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud.
(2) Pelaku pelanggaran yang telah tertangkap harus diperlakukan secara manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebaginya).
(3) Upaya penangkapan pelaku pelanggaran dapat dilakukan seketika pada saat peristiwa terjadi, namun bila tidak memungkinkan dengan pertimbangan akan menimbulkan dampak yang lebih luas, maka penangkapan dapat dilakukan di kemudian hari.
(4) Proses penanganan terhadap pelaku pelanggaran selanjutnya dilaksanakan sesuai prosedur dalam KUHAP dan memperhatikan HAM.

Pasal 24
Dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif misalnya:
a. tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul;
b. ke luar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan;
c. tidak patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya;
d. tindakan aparat yang melampaui kewenangannya;
e. tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM;
f.  melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan;

Paragraf 5
Standar Penanganan Barang Bukti

Pasal 25
Standar penanganan barang bukti sebagai berikut:
a. terhadap semua barang bukti yang terkait dengan pelanggaran hukum ringan ataupun tindakan anarkis/pidana harus dilakukan penyitaan;
b. terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dalam penyampaian pendapat di muka umum misalnya: kendaraan, dokumen, dan peralatan lainnya dilakukan penyitaan seketika atau di kemudian hari sesuai dengan situasi dan kondisi;
c. barang-barang bukti yang terkait dengan pelanggaran ketertiban umum antara lain sound system, alat-alat pemukul, alat peraga, dilakukan penyitaan seketika atau di kemudian hari sesuai dengan situasi dan kondisi;
d. barang-barang bukti yang terkait dengan tindakan anarkis dilakukan penyitaan seketika atau di kemudian hari sesuai dengan situasi dan kondisi;
e. prosedur penyitaan barang bukti memperhatikan prosedur dalam KUHAP.

Bagian Ketujuh
Penyelesaian Perkara

Pasal 26
(1) Penyidikan perkara penyampaian pendapat di muka umum dapat dilakukan dengan prosedur:
a. penindakan Tilang;
b. tindak pidana ringan;
c. penyidikan perkara cepat;
d. penyidikan perkara biasa.
(2) Prosedur penyidikan perkara biasa dilakukan dengan mempedomani KUHAP dan ketentuan pelaksanaannya.

Pasal 27
Penyidikan perkara penyampaian pendapat di muka umum wajib mendapatkan prioritas untuk percepatan penanganan dan penyelesaian pemberkasannya dengan cara sebagai berikut:
a. koordinasi dengan jaksa penuntut umum harus sudah dimulai sejak dari awal penyidikan;
b. berkas perkara sederhana diupayakan dalam waktu maksimal 14 (empat belas) hari sudah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU);
c. dalam hal JPU menilai bahwa Berkas Perkara masih kurang lengkap, maka penyidik bersama-sama dengan JPU melengkapi kekurangan sesuai arahan JPU sampai berkas dinyatakan lengkap;
d. diupayakan dalam waktu maksimal 1 (satu) bulan berkas sudah dapat dilimpahkan ke pengadilan.

BAB III
PEMBINAAN HUBUNGAN DENGAN MASYARAKAT

Pasal 28
(1) Dalam rangka menjamin pelaksanaan kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, di samping melalui pendekatan preventif dan represif, melainkan juga melalui upaya pre-emptif yaitu melalui pembinaan hubungan yang harmonis antara petugas dengan masyarakat.
(2) Untuk menciptakan hubungan yang harmonis, dilakukan upaya dan kegiatan sebagai berikut:
a. sosialisasi ketentuan penyelenggaraan kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum di kalangan masyarakat agar dapat memahami dan menaati aturan yang berlaku;
b. pemahaman kepada segenap petugas mengenai prosedur pelaksanaan tugas pelayanan, pengamanan, penanganan perkara kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, sehingga pelaksanaan tugas di lapangan dapat dilaksanakan secara profesional dan proporsional;
c. setiap pimpinan kewilayahan wajib melakukan penggalangan dan menjalin hubungan baik dengan segenap potensi masyarakat terutama kelompok masyarakat yang aktif melakukan penyampaian pendapat di muka umum;
d. setiap pimpinan kewilayahan wajib melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan potensi masyarakat lainnya dalam rangka mewujudkan daya tangkal terhadap timbulnya tindakan anarkis;
e. setiap pimpinan kepolisian wajib memfasilitasi atau menjadi mediator antara pihak yang menyampaikan pendapat di muka umum dan pihak yang menjadi sasaran penyampaian pendapat di muka umum;
f.  perlu upaya penggalangan kepada instansi atau pejabat yang sering menjadi sasaran penyampaian pendapat di muka umum untuk bersifat terbuka/transparan dalam rangka menampung inspirasi aktivis pengunjuk rasa sehingga tindakan anarkis dapat diminimalisasi.

BAB IV
PEMBINAAN KEMAMPUAN APARAT

Pasal 29
Dalam rangka meningkatkan kemampuan Polri dalam melaksanakan tugas pelayanan, pengamanan, penanganan perkara kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, perlu dilakukan upaya pembinaan kemampuan yang berlanjut melalui prioritas sebagai berikut:
a. pelatihan rutin pengendalian emosional petugas agar mempunyai ketangguhan mental dalam menghadapi tekanan fisik ataupun psikis khususnya dalam menghadapi massa yang memancing anarkis;
b. pelatihan unit pengendalian massa secara berlanjut;
c. peningkatan kelengkapan pengendalian massa dan inovasi peralatan-peralatan untuk mendukung kelancaran tugas pelayanan, pengamanan, penanganan perkara kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, yang memenuhi standar HAM;
d. peningkatan kemampuan deteksi dini intelijen melalui peningkatan profesionalitas dan kemampuan intelijen;
e. peningkatan kemampuan penyidik dalam penyelesaian perkara yang terkait dengan penyampaian pendapat di muka umum, sehingga mampu memenuhi target;
f.  peningkatan koordinasi unsur Criminal Justice Sistem (CJS) guna menunjang kelancaran penyelesaian pemberkasan dan pelimpahan ke pengadilan.

BAB V
ADMINISTRASI

Pasal 30
Dalam rangka penerimaan pemberitahuan dan penerbitan STTP kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, disiapkan administrasi sebagai berikut:
a. formulir tanda terima berkas pemberitahuan;
b. buku agenda surat pemberitahuan;
c. buku agenda STTP;
d. buku ekspedisi STTP; dan
e. formulir STTP dan lampirannya.

Pasal 31
Biaya administrasi, operasional dan logistik yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum dibebankan pada anggaran dinas.

Pasal 32
Pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum dilaporkan secara berjenjang kepada kesatuan atas.

Pasal 33
Kesatuan Polri yang mengeluarkan STTP melakukan pendokumentasian meliputi:
a. identitas pimpinan, pengurus, dan tokoh suatu organisasi/kelompok;
b. akte pendirian, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), bila ada;
c. kegiatan dan aspirasi politik suatu organisasi/kelompok/perorangan.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34
Pada saat peraturan ini mulai berlaku, semua peraturan mengenai Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini.

Pasal 35
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 November 2008
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Drs. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 November 2008
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA