[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

(1) Setiap pendirian Perusahaan Industri wajib memiliki Izin Usaha Industri (IUI), kecuali bagi Industri Kecil.
(2) Industri Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki Tanda Daftar Industri (TDI), yang diberlakukan sama dengan IUI.
(3) IUI/TDI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan sepanjang jenis industri dinyatakan terbuka atau terbuka dengan persyaratan untuk penanaman modal sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal dan atau perubahannya.

Pasal 3
Pemberian IUI dilakukan melalui Persetujuan Prinsip atau Tanpa Persetujuan Prinsip.

Pasal 4
IUI Tanpa Persetujuan Prinsip diberikan kepada Perusahaan Industri yang:
a. berlokasi di Kawasan Industri/Kawasan Berikat; atau
b. jenis industrinya tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995 dan atau perubahannya.

Perusahaan Industri yang telah memiliki IUI atau TDI, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal diterbitkan IUI/TDI wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Pasal 7
Perusahaan Industri yang melakukan perluasan melebihi 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan, wajib memiliki Izin Perluasan.

Pasal 8
(1) Industri Kecil yang wajib memiliki TDI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), meliputi jenis industri yang tercantum dalam Lampiran huruf D Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 07/M-IND/PER/5/2005 dan atau perubahannya, dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp200.000.000, - (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
(2) Industri Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sebagai berikut:
a. sampai dengan Rp5.000.000, - (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memiliki TDI, kecuali perusahaan yang bersangkutan menghendaki TDI;
b. di atas Rp5.000.000, - (lima juta rupiah) sampai dengan Rp200.000.000, - (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memiliki TDI.
(3) Jenis industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di atas Rp200.000.000, - (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memiliki IUI.

(1) IUI/Izin Perluasan dan TDI diberikan untuk masing-masing jenis industri sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 5 (lima) digit sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 07/M-IND/PER/5/2005 tentang Penetapan Jenis-jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-masing Direktorat Jenderal Di Lingkungan Departemen Perindustrian dan atau perubahannya, yang mencakup semua komoditi industri di dalam lingkup jenis industri tersebut.
(2) Bagi jenis industri yang belum ditetapkan dalam Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 11
IUI, Izin Perluasan atau TDI, berlaku sebagai izin gundang/izin tempat penyimpanan bagi gundang/tempat penyimpanan yang berada dalam kompleks usaha industri yang bersangkutan, yang digunakan untuk menyimpan peralatan, perlengkapan, bahan baku, bahan penolong dan barang/bahan jadi untuk keperluan kegiatan usaha jenis industri yang bersangkutan.

(1) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 wajib memuat ketentuan mengenai kesediaan perusahaan industri untuk:
a. tidak berproduksi komersial sebelum memenuhi segala persyaratan yang berkaitan dengan pembangunan pabrik dan sarana produksi dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun terhitung mulai tanggal IUI diterbitkan; dan
c. menerima segala akibat hukum terhadap pelanggaran atas Surat Pernyataan yang telah dibuatnya.
(2) Bentuk Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Formulir Model SP-I.
(3) Pelaksanaan pengawasan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi:
a. Perusahaan Industri yang berlokasi di dalam Kawasan Industri atau Kawasan Berikat dilakukan secara bersama oleh Perusahaan/Pengelola Kawasan Industri/Kawasan Berikat dengan Dinas Kabupaten/Kota dan hasilnya dilaporkan kepada pejabat penerbit IUI dengan tembusan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pembina, Gubernur dan Bupati/Walikota yang bersangkutan;
b. Perusahaan Industri yang berlokasi di luar Kawasan Industri/Kawasan Berikat dilakukan oleh Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setempat, dan dilaporkan kepada pejabat penerbit IUI dengan tembusan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pembina, Gubernur dan Bupati/Walikota yang bersangkutan.
(4) Surat Pernyataan merupakan dokumen yang tidak terpisahkan dari IUI.

Pasal 14
Setiap Perusahaan Industri yang telah memiliki IUI dan akan melaksanakan perluasan dalam lingkup jenis industri yang tercantum dalam IUI-nya, diizinkan untuk menambah kapasitas produksi sebesar-besarnya 30% (tiga puluh persen) di atas kapasitas produksi yang diizinkan, tanpa Izin Perluasan sepanjang jenis industrinya terbuka atau terbuka dengan persyaratan bagi Penanaman Modal.

(1) Kewenangan pemberian:
a. IUI, Izin Perluasan dan TDI berada pada Bupati/Walikota setempat sesuai dengan lokasi pabrik bagi jenis industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dengan skala investasi sampai dengan Rp10.000.000.000, - (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, kecuali jenis industri yang menjadi kewenangan Menteri;
b. IUI dan Izin Perluasan berada pada:
1. Gubernur setempat bagi jenis industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dengan skala investasi di atas Rp10.000.000.000, - (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat, kecuali jenis industri yang menjadi kewenangan Menteri;
2. Gubernur setempat bagi jenis industri dengan skala investasi sampai dengan Rp10.000.000.000, - (sepuluh milyar rupiah) yang berlokasi pada lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi, kecuali jenis industri yang menjadi kewenangan Menteri;
c. IUI dan Izin Perluasan berada pada Menteri bagi jenis industri sebagai berikut:
1. industri yang mengolah dan menghasilkan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3);
2. industri minuman beralkohol;
3. industri teknologi tinggi yang strategis;
4. industri kertas berharga;
5. industri senjata dan amunisi; dan
6. industri yang lokasinya lintas provinsi.
(2) Jenis industri yang mengolah dan menghasilkan B3 dan Industri teknologi tinggi yang strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 (satu) dan 3 (tiga) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
(3) Menteri, Gubernur dan atau Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melimpahkan kewenangannya kepada Pejabat yang ditunjuk.

BAB IV
TATA CARA PEMBERIAN IUI/IZIN PERLUASAN DAN TDI

Bagian Pertama

Paragraf Kesatu
Pemberian IUI Melalui
Persetujuan Prinsip

Pasal 17
(1) Permohonan Persetujuan Prinsip diajukan dengan menggunakan Formulir Model Pm-I dan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. Copy Izin Undang-Undang Gangguan;
b. Copy Akte Pendirian Perusahaan dan atau perubahannya, khusus bagi Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas akte tersebut telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM; dan
c. Dokumen yang dipersyaratkan berdasarkan peraturan perundang-undangan bagi industri tertentu.
(2) Permohonan IUI melalui Persetujuan Prinsip dilakukan dengan menggunakan Formulir Model Pm-III.

Pasal 18
(1) Terhadap permohonan Persetujuan Prinsip yang telah lengkap dan benar, selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima, Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) sesuai dengan kewenangannya wajib mengeluarkan Persetujuan Prinsip dengan menggunakan Formulir Model Pi-I dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri dan Kepala Dinas Provinsi/Dinas Kabupaten/Kota.
(2) Terhadap permohonan Persetujuan Prinsip yang persyaratannya belum lengkap dan benar atau jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima permohonan Persetujuan Prinsip, Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) wajib mengeluarkan Surat Penolakan dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI.
(3) Persetujuan Prinsip dapat diubah berdasarkan permintaan dari perusahaan yang bersangkutan.
(4) Dalam melaksanakan Persetujuan Prinsip, Perusahaan Industri yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi mengenai kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri/Kepala Dinas Provinsi/Kepala Dinas Kabupaten/Kota sesuai dengan Persetujuan Prinsip yang bersangkutan, setiap 1 (satu) tahun sekali paling lambat pada tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan menggunakan Formulir Model Pm-II.
(5) Pemegang Persetujuan Prinsip yang tidak dapat menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksinya dalam waktu 3 (tiga) tahun dapat mengajukan permintaan perpanjangan Persetujuan Prinsip untuk 1 (satu) kali selama-selamanya 1 (satu) tahun.

(1) Permohonan IUI dilakukan dengan menggunakan Formulir Model SP-I dan Formulir Model SP-II.
(2) Permohonan Izin Perluasan dilakukan dengan menggunakan Formulir Model SP-III.

Pasal 21
(1) Permohonan IUI bagi jenis industri yang pemberian IUI-nya Tanpa Persetujuan Prinsip, dilakukan dengan membuat Surat Pernyataan sesuai Formulir Model SP-I, dan bagi perusahaan industri yang akan berlokasi di Kawasan Industri/Kawasan Berikat melampirkan Surat Keterangan dari Pengelola Kawasan Industri/Kawasan Berikat tentang rencana lokasi perusahaan.
(2) Pemohon IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengisi Daftar Isian Permintaan IUI dengan menggunakan Formulir Model SP-II yang diserahkan bersama Formulir Model SP-I kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. Copy Akte Pendirian Perusahaan dan atau perubahannya, khusus bagi Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas akte tersebut telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM;
b. Copy Izin Undang-Undang Gangguan bagi jenis industri yang tercantum pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995 yang berlokasi di luar Kawasan Industri/Kawasan Berikat;
c. Copy Izin Lokasi bagi jenis industri yang tercantum pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995 yang berlokasi di dalam Kawasan Industri/Kawasan Berikat;
d. Copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
e. Surat Keterangan dari Pengelola Kawasan Industri/Kawasan Berikat bagi yang berlokasi di Kawasan Industri/Kawasan Berikat; dan
f.  Dokumen yang dipersyaratkan berdasarkan peraturan perundang-undangan bagi industri tertentu.
(3) Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterima Formulir Model SP-I dan SP-II yang lengkap dan benar, Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) sesuai dengan kewenangannya harus mengeluarkan IUI dengan menggunakan Formulir Model SP-VI dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri dan Kepala Dinas Provinsi/Dinas Kabupaten/Kota.
(4) Perusahaan industri yang telah memiliki IUI wajib menyampaikan informasi kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi setiap tahun paling lambat pada tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan menggunakan Formulir Model Pm-II kepada pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 16 ayat (1) dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
(5) IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan batal demi hukum apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan, pemegang IUI:
a. tidak menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi;
b. belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan; dan atau
c. tidak melampirkan dokumen yang dipersyaratkan bagi industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f.
(6) Pemegang IUI yang batal demi hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan kembali permohonan IUI dengan menggunakan Formulir Model SP-I dan Daftar Isian Formulir Model SP-II.

Bagian Kedua
Pemberian Izin Perluasan

(1) Permohonan Izin Perluasan bagi Perusahaan Industri yang telah memiliki IUI melalui Persetujuan Prinsip dilakukan dengan menggunakan Formulir Model Pm-IV dan melampirkan dokumen rencana perluasan industri serta dokumen penyajian informasi tentang usaha-usaha pelestarian lingkungan yang meliputi:
a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); atau
b. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
(2) Permohonan Izin Perluasan bagi Perusahaan Industri yang telah memiliki IUI Tanpa Persetujuan Prinsip dilakukan dengan menggunakan Formulir Model SP-III dan melampirkan dokumen rencana perluasan industri.
(3) Permohonan Izin Perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) diajukan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) sesuai dengan kewenangannya.
(4) Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima Permohonan Izin Perluasan secara lengkap dan benar sesuai dengan yang dipersyaratkan, Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) harus sudah mengadakan pemeriksaan ke lokasi pabrik guna memastikan bahwa kegiatan perluasan industri telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan menggunakan Formulir Model Pi-II yang ditandatangani oleh Petugas Pemeriksa yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(6) Kepala Dinas yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak penandatanganan BAP, menyampaikan BAP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) sesuai dengan kewenangannya.
(7) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima BAP sebagaimana dimaksud ayat (6), wajib:
a. menerbitkan Izin Perluasan dengan menggunakan Formulir:
1. Model SP-VII bagi IUI Tanpa Persetujuan Prinsip; atau
2. Model Pi-IV bagi IUI Melalui Persetujuan Prinsip;
dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri dan Kepala Dinas Provinsi/Kepala Dinas Kabupaten/Kota, apabila perusahaan telah memenuhi persyaratan dan peraturan perundang-undangan; atau
b. menerbitkan Surat Penundaan penerbitan Izin Perluasan dengan memberikan kesempatan kepada perusahaan yang bersangkutan untuk melengkapi persyaratan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja, apabila perusahaan belum memenuhi persyaratan dan atau peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pemberian TDI

Pasal 24
Perusahaan Industri Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b untuk memiliki TDI tidak perlu Persetujuan Prinsip.

Pasal 25
(1) Permohonan TDI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diajukan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dengan mengisi Formulir Model Pdf. I-IK dengan melampirkan:
a. Copy Izin Undang-Undang Gangguan; dan
b. Copy Izin Lokasi.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima Permohonan TDI wajib mengeluarkan TDI dengan menggunakan Formulir Model Pdf. II-IK dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah serta Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Bagian Keempat Penolakan/Penundaan Terhadap Permintaan IUI.

Paragraf Pertama
Penolakan/Penundaan IUI Melalui
Persetujuan Prinsip

Pasal 26
(1) Pejabat penerbit IUI wajib melakukan penolakan penerbitan IUI apabila berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) atau Surat Pernyataan siap berproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6), perusahaan yang bersangkutan memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut:
a. Lokasi pabrik tidak sesuai dengan lokasi yang tercantum dalam Persetujuan Prinsip;
b. Jenis Industri tidak sesuai dengan Persetujuan Prinsip;
c. Tidak menyampaikan informasi kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) 3 kali berturut-turut;
d. Tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal; atau
f.  Tidak dilengkapi dengan dokumen penyajian informasi tentang Usaha-usaha Pelestarian Lingkungan yang meliputi:
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); atau
2. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
(2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak BAP atau Surat Pernyataan diterima dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI.

Pasal 27
(1) Terhadap Permohonan IUI yang diterima dan ternyata belum memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut:
a. isian atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) belum lengkap; atau
b. belum memenuhi kewajiban melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
Pejabat penerbit IUI selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) atau Surat Pernyataan siap berproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6), wajib mengeluarkan Surat Penundaan disertai alasan-alasan dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI.
(2) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterima Surat Penundaan.

Paragraf Kedua
Penolakan/Penundaan IUI Tanpa Persetujuan Prinsip

Pasal 28
(1) Terhadap permohonan IUI yang diterima dan ternyata jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) sesuai kewenangannya selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima permintaan IUI, wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai alasan dengan menggunakan Formulir Model SP-VIII.
(2) Terhadap permohonan IUI yang diterima dan ternyata belum melengkapi isian dan persyaratan pada Formulir Modal SP-I dan SP-II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) sesuai kewenangannya selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterima permintaan IUI, wajib mengeluarkan Surat Penundaan disertai alasannya dengan menggunakan Formulir Model SP-VIII.
(3) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima Surat Penundaan.
(4) Terhadap permohonan IUI yang tidak dapat melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) sesuai kewenangannya wajib mengeluarkan Surat Penolakan Penerbitan IUI dengan menggunakan Formulir Model SP-VIII.

Pasal 29
(1) Terhadap Surat Penolakan Penerbitan IUI yang dikeluarkan oleh Pejabat penerbit IUI di Kabupaten/Kota, Perusahaan Industri yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterima Surat Penolakan kepada Bupati/Walikota.
(2) Terhadap Surat Penolakan Penerbitan IUI yang dikeluarkan oleh Pejabat penerbit IUI di Provinsi, Perusahaan Industri yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterima Surat Penolakan kepada Gubernur.
(3) Terhadap Surat Penolakan Penerbitan IUI yang dikeluarkan oleh Pejabat penerbit IUI di Pusat, Perusahaan Industri yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya Surat Penolakan kepada Menteri.
(4) Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) wajib menerima atau menolak keberatan dimaksud secara tertulis dengan mencantumkan alasan-alasan, selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak pengajuan keberatan diterima.
(5) Putusan Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota untuk menerima atau menolak keberatan sebagaimana dimaksud ayat (4) merupakan putusan yang bersifat final.

Pasal 30
Perusahaan Industri yang permohonan IUI-nya ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dapat mengajukan kembali permohonan IUI yang baru.

Paragraf Ketiga
Penolakan/Penundaan Permintaan TDI.

Pasal 31
(1) Terhadap permohonan TDI yang diterima dan ternyata jenis industrinya berbeda dengan jenis industri dalam Formulir isian yang diajukan, Pejabat penerbit TDI, selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima permohonan TDI, wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai alasan-alasan dengan menggunakan Formulir Model SP-IX.
(2) Terhadap permohonan TDI yang diterima dan ternyata belum melengkapi isian dan persyaratan pada Formulir Model Pdf I-IK, Pejabat penerbit TDI, selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima permohonan TDI, wajib mengeluarkan Surat Penundaan disertai alasan-alasan dengan menggunakan Formulir Model SP-IX.
(3) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Perusahaan Industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi isian Formulir Model Pdf I-IK yang diajukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima Surat Penundaan.
(4) Terhadap Perusahaan Industri yang tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat penerbit TDI wajib mengeluarkan Surat Penolakan Penerbitan TDI dengan menggunakan Formulir Model SP-IX.

Pasal 32
(1) Terhadap Surat Penolakan Permintaan TDI yang dikeluarkan oleh Pejabat penerbit TDI, Perusahaan Industri yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Bupati/Walikota yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterima Surat Penolakan.
(2) Bupati/Walikota wajib menerima atau menolak keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara tertulis dengan mencantumkan alasan-alasan, selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak pengajuan keberatan diterima.
(3) Putusan Bupati/Walikota untuk menerima atau menolak keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan putusan yang bersifat final.
(4) Perusahaan industri yang permohonan TDI-nya ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat menyampaikan permohonan TDI baru.

Bagian Kelima
Pemindahan lokasi industri

Pasal 33
(1) Pemindahan lokasi industri wajib mendapat persetujuan tertulis dari Pejabat yang mengeluarkan IUI atau TDI di lokasi baru.
(2) Permohonan Persetujuan Pemindahan Lokasi diajukan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) di lokasi baru dengan menggunakan Formulir Model Pm-VII dan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. Copy IUI/TDI lama;
b. Copy Akte Pendirian Perusahaan dan Perubahannya (jika ada); dan
c. Surat Peruntukan Lokasi Baru.
(3) Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak permohonan pindah lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima dengan lengkap dan benar, Pejabat yang mengeluarkan IUI atau TDI di lokasi baru wajib mengeluarkan Persetujuan Tertulis dengan menggunakan Formulir Model Pi-X yang berlaku sebagai:
a. Persetujuan Prinsip di lokasi yang baru bagi TDI atau IUI melalui Persetujuan Prinsip;
b. Persetujuan Pindah pada lokasi baru bagi IUI Tanpa Persetujuan Prinsip;
dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri dan Kepala Dinas Provinsi/Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
(4) Proses penerbitan izin usaha sebagaimana dimaksud pada lokasi baru dilakukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a. TDI berdasarkan Pasal 24;
b. IUI melalui Persetujuan Prinsip berdasarkan Pasal 19; dan
c. IUI tanpa Persetujuan Prinsip berdasarkan Pasal 21.

Bagian Keenam
Perubahan Nama, Alamat Dan Atau
Penanggung Jawab

Pasal 34
(1) Perusahaan Industri yang telah mendapatkan IUI, Izin Perluasan atau TDI yang melakukan perubahan nama, alamat dan atau penanggung jawab perusahaan, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pejabat yang mengeluarkan IUI, Izin Perluasan atau TDI sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima penetapan perubahan.
(2) Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak pemberitahuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Pejabat pemberi izin yang bersangkutan mengeluarkan Persetujuan Perubahan dengan menggunakan Formulir Model Pi-V dan perubahan dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari IUI, Izin Perluasan atau TDI.

Bagian Ketujuh
IUI, Izin Perluasan, TDI Hilang Atau Rusak

Pasal 35
(1) Apabila IUI, Izin Perluasan atau TDI Perusahaan yang bersangkutan hilang atau rusak tidak terbaca, Perusahaan Industri yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan penggantian IUI, Izin Perluasan atau TDI kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dengan menggunakan:
a. Formulir Model Pm-III untuk pengganti IUI melalui Persetujuan Prinsip dan Formulir Model SP-II untuk pengganti IUI Tanpa Persetujuan Prinsip;
b. Formulir Model Pm-IV untuk pengganti Izin Perluasan melalui Persetujuan Prinsip dan Formulir SP-III untuk penganti Izin Perluasan Tanpa Persetujuan Prinsip; atau
c. Formulir Model Pdf.I-IK untuk pengganti TDI.
(2) Permohonan penggantian IUI, Izin Perluasan atau TDI yang telah rusak atau hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan surat asli IUI, Izin Perluasan atau TDI bagi yang rusak atau surat keterangan dari kepolisian setempat yang menerangkan bahwa IUI, Izin Perluasan atau TDI Perusahaan Industri yang bersangkutan telah hilang.
(3) Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak permohonan penggantian IUI, Izin Perluasan atau TDI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, dan telah dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) mengeluarkan IUI, Izin Perluasan atau TDI sebagai pengganti IUI, Izin Perluasan atau TDI yang hilang atau rusak dengan menggunakan:
a. Formulir Model Pi-IIIA untuk pengganti IUI melalui Persetujuan Prinsip;
b. Formulir Model SP-VIA untuk pengganti IUI Tanpa Persetujuan Prinsip;
c. Formulir Model Pi-IV untuk pengganti Izin Perluasan Melalui Persetujuan Prinsip;
d. Formulir Model SP-VII untuk pengganti Izin Perluasan Tanpa Persetujuan Prinsip;
e. Formulir Model Pdf.II-IK untuk pengganti TDI.

BAB V
PELAYANAN PENERBITAN IUI, IZIN PERLUASAN DAN TDI

Pasal 36
(1) Pemberian IUI dan Izin Perluasan yang ditandatangani oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota serta TDI yang ditandatangani oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk diselenggarakan dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dan peraturan perundang-undangan terkait.
(3) Penerbitan IUI, Izin Perluasan dan TDI dilakukan apabila telah memenuhi dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (1) atau Pasal 21 ayat (2) dan kesiapan produksi komersial yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
(4) Pemeriksaan dokumen yang dipersyaratkan dan kesiapan produksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Tim Teknis yang dibentuk dan diketuai oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

BAB VI
KEWAJIBAN PEMEGANG IUI, IZIN PERLUASAN DAN TDI

Pasal 37
(1) Perusahaan Industri yang telah memiliki IUI/Izin Perluasan wajib menyampaikan Informasi Industri secara berkala kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diterbitkan mengenai kegiatan usahanya menurut jadwal sebagai berikut:
a. 6 (enam) bulan pertama tahun yang bersangkutan selambat-lambatnya setiap tanggal 31 Juli dengan menggunakan Formulir Model Pm-V untuk Informasi Industri melalui Persetujuan Prinsip atau SP-IV untuk Informasi Industri Tanpa Persetujuan Prinsip dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Dinas Provinsi, dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
b. 1 (satu) tahun selambat-lambatnya setiap tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan menggunakan Formulir Model Pm-VI untuk Industri Melalui Persetujuan Prinsip atau SP-V untuk Industri Tanpa Persetujuan Prinsip dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Dinas Provinsi/Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
(2) Perusahaan Industri yang telah memiliki TDI wajib menyampaikan Informasi Industri kepada Bupati/Walikota setiap tahun selambat-lambatnya tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan menggunakan Formulir Model Pdf. III-IK dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
(3) Industri Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Informasi Industri.

Pasal 38
Sesuai dengan IUI/Izin Perluasan atau TDI yang dimiliki, Perusahaan Industri wajib:
a. melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya dengan melaksanakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)/Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) atau membuat Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan.
b. melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses, hasil produksi dan pengangkutannya serta keselamatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
PEMBINAAN, PELAPORAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Pembinaan

Pasal 39
(1) Menteri melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka mendukung kemampuan Pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan di bidang perindustrian.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, monitoring dan evaluasi, pendidikan dan latihan, serta kegiatan yang diarahkan guna pemberdayaan Pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan di bidang perindustrian.

Bagian Kedua
Pelaporan

Pasal 40
(1) Direktur Jenderal Pembina, Gubernur melalui Kepala Dinas Provinsi dan Bupati/Walikota melalui Kepala Dinas Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya wajib menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan industri setiap semester pada tahun yang bersangkutan kepada Menteri dengan jadwal sebagai berikut:
a. setiap tanggal 15 Juli untuk semester pertama; dan
b. setiap tanggal 15 Januari untuk semester kedua.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bahan penyusunan kebijakan peningkatan dan pengembangan serta promosi industri di dalam atau ke luar negeri.

Bagian Ketiga
Pengawasan

Pasal 41
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Perindustrian.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelaksanaan:
a. sistem pemberian IUI, Izin Perluasan dan TDI;
b. transparansi mengenai prosedur, persyaratan dan biaya;
c. penerbitan IUI, Izin Perluasan dan TDI;
d. pelaporan atas penyampaian informasi industri; dan
e. pembinaan industri.
(3) Inspektorat Jenderal dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkoordinasi dengan Badan Pengawas Daerah Propinsi dan Badan Pengawas Daerah Kabupaten/Kota.
(4) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Hasil pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan oleh Inspektur Jenderal kepada Menteri untuk digunakan sebagai bahan evaluasi atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN

Pasal 42
Dalam rangka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri serta guna menghindari persaingan usaha tidak sehat atau pemusatan kekuatan ekonomi di satu perusahaan, kelompok, atau perorangan, yang merugikan masyarakat, Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dapat menolak permintaan Persetujuan Prinsip, IUI dan Izin Perluasan berdasarkan persetujuan Menteri.

Pasal 43
Bentuk/Model formulir yang digunakan untuk pelaksanaan Peraturan Menteri ini, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 44
(1) Pelaksanaan pemberian IUI, Izin Perluasan dan TDI dapat dikenakan biaya administrasi 1 (satu) kali pada waktu penerbitan dengan besaran biaya sebagai berikut:
a. TDI yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota paling banyak Rp200.000, - (dua ratus ribu rupiah);
b. Persetujuan Prinsip tanpa biaya atau Rp0, (nol rupiah);
c. IUI yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota paling banyak Rp500.000, - (lima ratus ribu rupiah);
d. IUI yang diterbitkan oleh Menteri/Gubernur paling banyak Rp750.000, - (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah); dan
e. Izin Perluasan yang diterbitkan Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota paling banyak Rp500.000, - (lima ratus ribu rupiah).
(2) Besaran pengenaan biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menentukan besaran biaya.

Pasal 45
(1) Apabila Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) berhalangan lebih dari 5 (lima) hari kerja, Pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk 1 (satu) Pejabat setingkat lebih rendah yang bertindak untuk atas nama Pejabat yang bersangkutan menandatangani IUI, Izin Perluasan, TDI, dan Penunjukan Petugas Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dan Pasal 23 ayat (5).
(2) Pejabat setingkat lebih rendah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus Pejabat yang bertugas melaksanakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

BAB IX
PERINGATAN, PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN

Pasal 46
(1) Perusahaan Industri diberikan peringatan secara tertulis apabila memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut:
a. melakukan perluasan tanpa memiliki Izin Perluasan;
b. tidak melaksanakan pendaftaran dalam Daftar Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
c. melakukan perluasan yang hasil produksi untuk tujuan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 tetapi dipasarkan di dalam negeri;
d. melakukan kegiatan usaha industri tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam IUI atau TDI yang telah dimilikinya;
e. tidak menyampaikan Informasi Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar;
f.  melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis dari Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1);
g. terdapat laporan atau pengaduan dari Pejabat yang berwenang atau pemegang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bahwa perusahaan industri yang bersangkutan melakukan pelanggaran HKI, antara lain Hak Cipta, Paten, Merek atau Desain Industri.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g diberikan kepada Perusahaan Industri yang bersangkutan maksimal sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Formulir Model Pi-VII dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri dan Kepala Dinas Provinsi/Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

Pasal 47
(1) IUI/Izin Perluasan/TDI dibekukan, apabila Perusahaan Industri:
a. tidak melakukan perbaikan dalam kurun waktu peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2);
b. dengan sengaja atau karena kelalaiannya melanggar ketentuan Pasal 38;
c. terdapat laporan atau pengaduan dari Pejabat yang berwenang bahwa perusahaan yang bersangkutan menggunakan kayu hasil tebangan liar dan atau menggunakan bahan baku yang pengadaannya berasal dari penyelundupan dan atau hasil dari tindak pidana kejahatan; atau
d. sedang diperiksa dalam sidang Badan Peradilan karena didakwa melakukan pelanggaran HKI antara lain Hak Cipta, Paten, Merek atau Desain Industri.
(2) Pembekuan IUI/Izin Perluasan/TDI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan Formulir Model Pi-VIII dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Dinas Provinsi/Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
(3) Pembekuan IUI/Izin Perluasan/TDI sebagaimana dimaksud pada:
a. ayat (1) huruf a dan huruf b berlaku selama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterbitkan Surat Penetapan Pembekuan; atau
b. ayat (1) huruf c dan huruf d berlaku sampai dengan terdapat Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan tetap atau dihentikan penyidikan oleh Instansi Penyidik.
(4) Perusahaan Industri sebagaimana pada ayat (3) huruf b, wajib melaporkan kegiatan produksi, pengadaan kayu dan atau bahan baku industrinya setiap bulan kepada instansi penerbit IUI/Izin Perluasan/TDI dan Direktur Jenderal Pembina Industri yang bersangkutan.
(5) Terhadap perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan pengawasan oleh instansi yang berwenang sampai terdapat Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan tetap.
(6) Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku apabila perusahaan yang bersangkutan tidak terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan tetap.
(7) IUI/Izin Perluasan/TDI yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada:
a. ayat (3) huruf a dapat diberlakukan kembali apabila Perusahaan Industri yang bersangkutan telah melakukan perbaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; atau
b. ayat (3) huruf b dapat diberlakukan kembali apabila Perusahaan Industri yang bersangkutan tidak terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan tetap.

Pasal 48
(1) IUI/Izin Perluasan/TDI dicabut, dengan menggunakan Formulir Model Pi-IX, apabila:
a. IUI/Izin Perluasan/TDI dikeluarkan berdasarkan keterangan/data yang tidak benar atau dipalsukan oleh perusahaan yang bersangkutan;
b. tidak melakukan perbaikan sesuai ketentuan yang berlaku setelah melampaui masa pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf a;
c. selama 1 (satu) tahun sejak diterbitkan IUI/Izin Perluasan/TDI tidak beroperasi;
d. Perusahaan Industri yang sedang dalam proses penyidikan atau persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf c atau huruf d telah dijatuhi hukuman karena telah terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan tetap;
e. Perusahaan Industri memproduksi dan atau mengedarkan produk yang tidak memenuhi atau tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diberlakuan secara wajib; atau
f. melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang memuat sanksi pencabutan izin usaha.
(2) Pencabutan IUI/Izin Perluasan/TDI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa peringatan tertulis dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri dan Kepala Dinas Provinsi/Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

Pasal 49
Pemberian peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, dan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 terhadap IUI/Izin Perluasan/TDI yang diberikan sebelum atau setelah tanggal diberlakukan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Pejabat yang berwenang menerbitkan IUI/Izin Perluasan/TDI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau Pasal 16 ayat (3).

BAB X
SANKSI PIDANA

Pasal 50
(1) Perusahaan Industri yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 2 atau Pasal 37, dan merugikan Negara atau orang lain dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp25.000.000, - (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan IUI/Izin Perluasan/TDI-nya sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
(2) Perusahaan Industri yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan Pasal 2 atau Pasal 37 dan merugikan Negara atau orang lain dipidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp1.000.000, - (satu juta rupiah) dengan tambahan pencabutan IUI/Izin Perluasan/TDI nya sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.

Pasal 51
(1) Perusahaan industri yang melanggar ketentuan Pasal 38 huruf a sehingga mengakibatkan timbul pencermaran, dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp500.000.000, - (lima ratus juta rupiah), sesuai dengan ketentuan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan mati atau luka berat, pelaku diancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp750.000.000, - (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(3) Perusahaan industri yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan Pasal 38 huruf a sehingga mengakibatkan timbul pencemaran, dipidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp100.000.000, - (seratus juta rupiah), sesuai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
(4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000, - (seratus lima puluh juta rupiah).

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52
(1) Persetujuan Prinsip yang telah dimiliki perusahaan industri sebelum ditetapkan Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sebagai tahap untuk memiliki IUI berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(2) IUI atau Izin Perluasan yang telah dimiliki perusahaan industri sebelum ditetapkan Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan Peraturan Menteri ini, sepanjang Perusahaan Industri yang bersangkutan beroperasi sesuai dengan izin yang diberikan.
(3) Surat Tanda Pendaftaran Industri Kecil (STPIK) atau TDI yang telah dimiliki sebelum ditetapkan Peraturan Menteri ini dinyatakan berlaku berdasarkan Peraturan Menteri ini, sepanjang Perusahaan Industri yang bersangkutan beroperasi sesuai dengan izin yang diberikan.
(4) IUI bagi penanam modal asing yang telah berakhir masa berlakunya dapat diperpanjang berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 53
Permohonan Persetujuan Prinsip, IUI, Izin Perluasan atau TDI dan atau perubahannya, yang sedang dalam proses penyelesaian, wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri, wajib mendasarkan dan menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini.

Pasal 55
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan atau mengacu pada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 590/MPP/Kep/10/1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri, dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

Pasal 56
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 427/M/SK/X/77 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Usaha Di Bidang Industri Dalam Rangka Penanaman Modal Kepada Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal;
2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 590/MPP/Kep/10/1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri;
3. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 78/MPP/Kep/3/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal (PSPM) Bidang Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 263/MPP/Kep/8/2001, sepanjang ketentuan yang mengatur tentang Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri;
4. Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 882/M-IND/9/2007 tanggal 19 September 2007 kepada Gubernur dan Bupati/Walikota;
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Pasal 57
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2008
MENTERI PERINDUSTRIAN RI

FAHMI IDRIS
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

ANDI MATTALATTA