(2) Koperasi masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diutamakan pada koperasi masyarakat yang berada di dalam areal/di pinggir areal pemegang izin.
(3) Dalam hal di dalam/di pinggir areal pemegang izin terdapat koperasi, dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak diterimanya izin belum melakukan kerjasama dikenakan sanksi pengurangan jatah produksi sebesar 2% (dua persen) dan sebesar-besarnya 5% (lima persen) untuk tahun ke lima dan seterusnya.
(1) Dinas Provinsi bersama Balai melaksanakan evaluasi terhadap kewajiban pemegang izin untuk melaksanakan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dan kewajiban pengajuan RKT.
(2) Dalam hal di dalam areal/di pinggir areal pemegang izin tidak ada koperasi, tidak dikenakan sanksi pengurangan jatah produksi.
Dalam hal pemegang izin melakukan pelanggaran tidak bekerjasama dengan Koperasi dan keterlambatan penyerahan usulan RKT atau keterlambatan pemenuhan persyaratan secara bersamaan, maka sanksi yang dikenakan adalah pengurangan jatah produksi yang terbesar.
Pasal 24(1) Tata cara pengenaan sanksi pengurangan jatah produksi untuk izin yang diterbitkan oleh Menteri atau Gubernur:
a. Dinas Provinsi bersama Balai melaksanakan evaluasi terhadap kewajiban pemegang izin untuk melaksanakan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dan pengajuan RKT.
b. Dalam hal pemegang izin tidak memenuhi kewajiban bekerja sama dengan Koperasi, dan terlambat mengajukan URKT tahun berjalan, Gubernur menerbitkan Keputusan tentang sanksi denda yang pelaksanaannya diterbitkan oleh Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur dan salinannya disampaikan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai, dan Pemegang Izin yang bersangkutan.
(2) Tata cara pengenaan sanksi pengurangan jatah produksi untuk izin yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota:
a. Dinas Kabupaten/Kota melaksanakan evaluasi terhadap kewajiban pemegang izin untuk melaksanakan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dan pengajuan RKT.
b. Dalam hal pemegang izin tidak memenuhi kewajiban bekerja sama dengan Koperasi, dan terlambat mengajukan URKT tahun berjalan, Bupati/Walikota menerbitkan Keputusan tentang sanksi denda yang pelaksanaannya diterbitkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota dan salinannya disampaikan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai, dan Pemegang Izin yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
Sanksi Pencabutan Izin
Paragraf 1
Sanksi Pencabutan Izin dan Jenis Pelanggarannya
Pasal 25Sanksi adminstratif berupa pencabutan izin dikenakan kepada:
1. Pemegang IUPK atau IUPJL apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja sesuai jangka waktu berlakunya izin berdasarkan rencana pengelolaan hutan yang disusun oleh KPH;
c. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 6 (enam) bulan sejak izin diberikan;
d. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
e. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak beroperasi selama 1 (satu) tahun;
g. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; atau
h. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
2. Pemegang IUPHHK dalam hutan alam apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
c. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan;
d. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
e. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak menyusun dan mengajukan RKUPHHK jangka panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1 (satu) tahun setelah izin diberikan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan;
g. meninggalkan areal kerja;
h. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; atau
i. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
3. Pemegang IUPHHK Restorasi Ekosistem dalam hutan alam dikenakan sanksi adminstratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
c. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan;
d. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan e. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak menyusun dan menyelesaikan RKUPHHK sesuai jangka waktu berlakunya izin paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan;
g. tidak menyusun dan menyelesaikan rencana kerja usaha pemanfaatan hutan yang diberikan untuk seluruh areal kerja sesuai jangka waktu berlakunya izin dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan, untuk diajukan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk guna mendapat persetujuan;
h. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; atau
i. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
4. Pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
c. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan;
d. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
e. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tdak melaksanakan sistem silvikultur sesuai dengan kondisi setempat;
g. tidak menyusun dan menyelesaikan RKUPHHK jangka panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan, untuk selanjutnya diajukan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk guna mendapatkan persetujuan;
h. tidak melakukan penanaman pada areal HTI dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sesuai dengan rencana penanaman dalam RKT sejak RKT disahkan;
i. meninggalkan areal kerja;
j. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
k. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
5. Pemegang IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan c. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. meninggalkan areal kerja;
e. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; atau
f. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
6. Pemegang IUPHHK pada HTHR dalam hutan tanaman dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
b. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 6 (enam) bulan sejak izin diberikan; atau
c. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Pemegang IPHHK atau IPHHBK dalam hutan alam atau hutan tanaman dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
c. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 (satu) bulan sejak izin diberikan;
d. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. melakukan pemungutan hasil hutan tidak sesuai dengan izin yang diberikan; atau
f. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
8. Pemegang IUPHHBK dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
b. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
c. tidak menyusun dan mengajukan RKUPHHBK jangka panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1 (satu) tahun setelah izin diberikan kepada Gubernur atau Bupati/walikota sesuai dengan wilayah kewenangannya guna mendapat persetujuan.
9. Pemegang IUPHHK dalam hutan kemasyarakatan pada hutan konservasi kecuali cagar alam atau zona inti taman nasional atau hutan lindung atau hutan produksi dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan atau mengagunkan atau mengubah status dan fungsi hutan areal kerjanya;
b. menggunakan kawasan hutan yang ditetapkan untuk hutan kemasyarakatan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan tidak dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari; atau
c. tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan.
10. Pemegang hak pengelolaan hutan desa dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan atau mengagunkan hak pengelolaan hutan desa atau mengubah status dan fungsi kawasan hutan areal hutan yang menjadi haknya;
b. menggunakan kawasan hutan yang ditetapkan untuk hutan kemasyarakatan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan tidak dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari; atau
c. tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan.
11. Pemegang IUPHHK dalam hutan kemasyarakatan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan atau mengagunkan atau mengubah status dan fungsi hutan areal kerjanya;
b. menggunakan kawasan hutan yang ditetapkan untuk hutan kemasyarakatan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan tidak dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari; atau
c. tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan.
Paragraf 2
Tata Cara Pengenaan Sanksi Pencabutan Izin Bagi Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan
Yang Diterbitkan Oleh Menteri
Pasal 26(1) Direktur Jenderal mengusulkan pencabutan izin kepada Menteri tanpa diberi peringatan terlebih dahulu terhadap pelanggaran:
a. memindahtangankan izin;
b. menjaminkan/mengagunkan areal izin pemanfaatan hutan kepada pihak lain;
c. dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999; atau
d. dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri.
(2) Berdasarkan usulan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud ayat (1), Menteri menerbitkan Keputusan tentang pencabutan izin.
Pasal 27(1) Direktur Jenderal mengusulkan pencabutan izin kepada Menteri setelah melalui peringatan 3 (tiga) kali terhadap pelanggaran:
a. tidak menyusun rencana kerja usaha 10 (sepuluh) tahunan;
b. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
c. tidak membayar iuran atau dana sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(3) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemegang izin dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(4) Apabila pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan sehingga tanggapan tidak dapat diterima, maka diterbitkan peringatan berikutnya sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan selang waktu 30 hari kerja untuk setiap peringatan.
Pasal 28(1) Dalam hal pemegang izin melakukan pelanggaran:
a. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 tahun untuk pemegang izin UPHHK-Hutan Alam, UPHHK Restorasi ekosistem pada hutan alam, UPHHK-Hutan Tanaman; atau
b. Meninggalkan areal kerja.
(2) Direktur Jenderal dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan dapat membentuk Tim yang anggotanya dapat terdiri dari Direktorat lingkup Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota dan Balai.
(3) Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan peringatan I secara tertulis.
(4) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemegang izin dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) kerja dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(5) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan II.
(6) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan III.
(7) Dalam hal materi tanggapan dapat diterima, maka Surat Peringatan tertulis batal demi hukum.
(8) Dalam pemegang izin telah mendapat peringan I, II, dan III, Direktur Jenderal mengusulkan pencabutan izin kepada Menteri, dengan dilengkapi konsep keputusan pencabutan izin.
(9) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Menteri menerbitkan Keputusan pencabutan izin.
Paragraf 3
Tata Cara Pengenaan Sanksi Bagi Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan
Yang Diterbitkan Oleh Gubernur
Pasal 29(1) Kepala Dinas Provinsi mengusulkan pencabutan izin kepada Gubernur terhadap pelanggaran, yaitu:
a. memindahtangankan izin;
b. menjaminkan/mengagunkan areal izin pemanfaatan hutan kepada pihak lain;
c. dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999; atau
d. dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri.
(2) Berdasarkan usulan Kepala Dinas Provinsi sebagaimana dimaksud ayat (1), Gubernur menerbitkan Keputusan tentang pencabutan izin.
Pasal 30(1) Kepala Dinas mengusulkan pencabutan izin kepada Gubernur setelah melalui peringatan 3 (tiga) kali terhadap pelanggaran, yaitu:
a. tidak menyusun rencana kerja usaha jangka panjang;
b. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
c. tidak membayar iuran atau dana sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur.
(3) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemegang izin dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(4) Apabila pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan berikutnya sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan selang waktu 30 hari kerja untuk setiap peringatan.
(5) Dalam hal materi tanggapan dapat diterima, maka Surat Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), batal demi hukum.
(6) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, Kepala Dinas Provinsi mengusulkan pencabutan izin kepada Gubernur, dengan dilengkapi konsep keputusan pencabutan beserta Surat Peringatan I, II, dan III.
(7) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Gubernur menerbitkan Keputusan pencabutan izin.
Pasal 31(1) Pengenaan sanksi dikenakan setelah pemegang izin mendapat peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan selang jangka waktu masing-masing peringatan 30 (tiga puluh) hari kerja, kecuali pengenaan sanksi apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; dan/atau
c. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemberi izin.
(3) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemegang izin dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(4) Apabila pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan berikutnya.
(5) Apabila setelah diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut sebagaimana ayat (1), dan pemegang izin tidak melaksanakan kewajibannya sesuai substansi peringatan, pejabat pemberi izin menetapkan Keputusan Pencabutan Izin.
Pasal 32(1) Kepala Dinas Provinsi mengusulkan pencabutan izin kepada Gubernur setelah melalui pemeriksaan lapangan dan membuat Berita Acara Pemeriksaan terhadap pelanggaran, yaitu:
a. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 tahun untuk pemegang izin;
b. Meninggalkan areal kerja.
(2) Kepala Dinas Provinsi dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan dapat membentuk Tim yang anggotanya dapat terdiri dari Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota dan Balai.
(3) Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur menerbitkan peringatan tertulis.
(4) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemegang izin dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(5) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan berikutnya sebanyak 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan selang waktu 30 hari kerja untuk setiap peringatan.
(6) Dalam hal materi tanggapan dapat diterima, maka Surat Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), batal demi hukum.
(7) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, Kepala Dinas Provinsi mengusulkan pencabutan izin kepada Gubernur, dengan dilengkapi konsep keputusan pencabutan beserta Surat Peringatan I, II, dan III.
(8) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Gubernur menerbitkan Keputusan pencabutan izin.
Paragraf 4
Tata Cara Pengenaan Sanksi Bagi Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan
Yang Diterbitkan Oleh Bupati
Pasal 33(1) Pengenaan sanksi didasarkan atas laporan tertulis Kepala Dinas Kabupaten/Kota kepada pejabat pemberi izin mengenai adanya dugaan pelanggaran yang diancam sanksi pencabutan izin.
(2) Berdasarkan laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberi izin membentuk Tim untuk melakukan pemeriksaan dan penelitian, yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Lapangan.
(3) Pemeriksaan dan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilakukan atas pelanggaran:
a. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; dan/atau
b. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
(4) BAP Lapangan sebagaimana dimaksud ayat (2) dijadikan dasar penerbitan Surat Peringatan.
Pasal 34(1) Pengenaan sanksi dikenakan setelah pemegang izin mendapat peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan selang jangka waktu masing-masing peringatan 30 (tiga puluh) hari kerja, kecuali pengenaan sanksi apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; dan/atau
c. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemberi izin.
(3) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemegang izin dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(4) Apabila pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan berikutnya.
(5) Apabila setelah diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut sebagaimana ayat (1), dan pemegang izin tidak melaksanakan kewajibannya sesuai substansi peringatan, pejabat pemberi izin menetapkan Keputusan Pencabutan Izin.
Pasal 35(1) Pengenaan sanksi pencabutan izin karena dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan karena dinyatakan pailit oleh pengadilan, dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrach van gewijsde).
(2) Selama proses hukum sedang berlangsung, kepada pemegang izin tetap diberikan pelayanan.
BAB III
PEMBUATAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP)
Pasal 36(1) Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dibuat dengan memuat:
a. judul;
b. hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukannya pemeriksaan;
c. dasar pelaksanaan pemeriksaan (Surat Perintah Tugas dari Pejabat yang berwenang);
d. nama dan jabatan anggota Tim Pemeriksa;
e. nama dan jabatan dari pihak pemegang izin yang mendampingi pemeriksaan;
f. hasil pemeriksaan mencantumkan di antaranya:
1) obyek pemeriksaan (yang menerangkan obyek pemeriksaan misalnya; jumlah batang, jenis, volume dan tanda-tanda legalitas kayu yang diperiksa);
2) lokasi pemeriksaan (menerangkan nama dan letak lokasi pemeriksaan);
3) waktu pemeriksaan (menerangkan hari dan tanggal sejak dimulai sampai berakhirnya pemeriksaan);
4) cara pemeriksaan (misalnya menerangkan cara pengukuran luas areal, penentuan batas areal, pengukuran kayu, dll);
5) jenis perbuatan (misalnya melakukan penebangan di luar blok RKT, menebang jenis pohon inti, menebang pohon induk dll).
g. kalimat penutup;
h. tanda tangan Tim pemeriksa dan tanda tangan dari pihak yang diperiksa/yang mendampingi pemeriksaan.
(2) BAP wajib berisikan hal-hal yang pasti dan tidak menerangkan sesuatu dugaan yang sifatnya masih perkiraan atau taksiran; misalnya kira-kira, mungkin, kurang lebih.
(3) Sebelum dituangkan ke dalam BAP, terhadap hasil hutan kayu atau bukan kayu hasil dari hasil pelanggaran wajib dilakukan pengukuran/pengujian batang per batang atau potong per potong untuk setiap jenis hasil hutan.
(4) Apabila BAP menerangkan perbuatan pelanggaran terjadi di luar areal yang diizinkan, BAP harus dilampiri dengan peta lokasi terjadinya perbuatan/pelanggaran, di mana lampiran BAP merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Pasal 37(1) Sebelum BAP ditandatangani, BAP tersebut dibacakan kepada pihak pemegang izin yang mendampingi pemeriksaan untuk diketahui isinya.
(2) Apabila pihak yang diperiksa menolak untuk menandatangai Berita Acara Pemeriksaan, maka dibuat Berita Acara Penutup dengan mencantumkan alasan-alasan penolakan.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
a. Proses pengenaan sanksi administratif yang sedang di proses berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6887/Kpts-II/2002 jis. Nomor 10031/Kpts-II/2002 dan Nomor 59/Kpts-II/2003 tetap diproses sesuai ketentuan tersebut.
b. Permohonan banding yang diajukan berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6887/Kpts-II/2002 jis. Nomor 10031/Kpts-II/2002 dan Nomor 59/Kpts-II/2003 ditolak.
BAB V
KETENTUAN LAIN
Pasal 39Dalam hal di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua dan Papua Barat berlaku Peraturan daerah khusus sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, maka Peraturan ini tetap berlaku dan merupakan pedoman tata cara pengenaan sanksi kepada pemegang izin pemanfaatan.
BAB VI
P E N U T U P
Pasal 40Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan 6887/Kpts-II/2002 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Atas Pelanggaran IUPHHK, IPHH, dan IUIPHH dan perubahan-perubahannya sepanjang menyangkut sanksi terhadap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 41Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Kehutanan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di: J A K A R T A
Pada tanggal:24 Juni 2008
MENTERI KEHUTANAN
H. M.S. KABAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Juni 2008
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA