[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pejabat Pemberi Izin pemanfaatan hutan, yaitu:
1. Menteri untuk:
a. IUPK pada kawasan hutan lintas provinsi;
b. IUPK pada areal IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam yang belum mencapai keseimbangan ekosistem;
c. IUPJL pada kawasan hutan lintas provinsi;
d. IUPJL pada areal IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam yang belum mencapai keseimbangan ekosistem;
e. IUPHHK dalam hutan alam;
f. IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam;
g. IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman;
h. IUPHHK pada HTHR dalam hutan tanaman;
i. IUPHHBK pada areal hutan alam lintas provinsi;
j. IPHHK pada areal hutan lintas provinsi;
k. IUPHHK dalam hutan desa;
l. IUPHHK dalam hutan kemasyarakatan.
2. Gubernur untuk:
a. IUPK pada kawasan hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya;
b. IUPJL pada kawasan hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya;
c. IUPHHK pada HTHR dalam hutan tanaman;
d. IUPHHBK pada areal hutan alam lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya;
e. IPHHK pada areal hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya;
f. IPHHBK pada areal dalam hutan alam atau hutan tanaman lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya;
g. IUPHHK dalam hutan desa, dalam hal mendapat pelimpahan dari Menteri;
h. IUPHHK dalam hutan kemasyarakatan, dalam hal mendapat pelimpahan dari Menteri.
3. Bupati atau Walikota untuk:
a. IUPK pada kawasan hutan yang ada dalam wilayah kewenangannya;
b. IUPJL pada kawasan hutan yang ada dalam wilayah kewenangannya;
c. IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman;
d. IUPHHK pada HTHR dalam hutan tanaman;
e. IUPHHBK pada areal hutan alam yang berada dalam wilayah kewenangannya;
f. IPHHK pada areal hutan yang ada dalam wilayah kewenangannya;
g. IPHHBK pada areal dalam hutan alam atau hutan tanaman yang ada dalam wilayah kewenangannya.

Bagian Kedua
Jenis-Jenis Sanksi Administratif

Pasal 3
Jenis-jenis sanksi administratif bagi pemegang izin pemanfaatan hutan, berupa:
a. penghentian sementara pelayanan administrasi;
b. penghentian sementara kegiatan di lapangan;
c. denda administratif;
d. pengurangan jatah produksi; atau
e. pencabutan izin.

Bagian Ketiga
Penghentian Sementara Pelayanan Administrasi

Paragraf 1
Sanksi Penghentian sementara pelayanan administrasi dan Jenis Pelanggarannya

Pasal 4
Sanksi penghentian sementara pelayanan administrasi dikenakan kepada:
1. Pemegang IUPHHK dalam hutan alam apabila:
a. tidak melaksanakan penataan batas areal kerja paling lambat 1 (satu) tahun sejak diberikan IUPHHK dalam hutan alam;
b. tidak melaksanakan perlindungan hutan di areal kerjanya;
c. tidak menatausahakan keuangan kegiatan usahanya sesuai standard akuntansi kehutanan yang berlaku bagi pemegang izin usaha pemanfaatan hutan;
d. tidak melaksanakan sistem silvikultur sesuai kondisi setempat;
e. tidak menyediakan dan memasok bahan baku kayu kepada industri primer hasil hutan;
f. tidak menyampaikan laporan kinerja secara priodik kepada Menteri.
2. Pemegang IUPHHK Restorasi Ekosistem dalam hutan alam apabila tidak menyampaikan laporan kinerja secara priodik kepada Menteri.
3. Pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman apabila:
a. tidak melaksanakan penataan batas areal kerja paling lambat 1 (satu) tahun sejak diberikan IUPHHK dalam hutan tanaman;
b. tidak melaksanakan sistem silvikultur sesuai lokasi dan jenis tanaman yang dikembangankan;
c. tidak menyediakan dan memasok bahan baku kayu kepada industri primer hasil hutan;
d. menyediakan areal sesuai dengan rencana dalam RKT sebagai ruang tanaman kehidupan bagi areal kemitraan dengan masyarakat setempat;
e. tidak menyampaikan laporan kinerja secara priodik kepada Menteri.
4. Pemegang IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman apabila:
a. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja sesuai jangka waktu berlakunya izin berdasarkan rencana pengelolaan hutan yang disusun oleh KPH;
b. tidak melaksanakan perlindungan hutan di areal kerjanya;
c. tidak menyusun rencana kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (RKUPHHK) jangka panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1 (satu) tahun setelah izin diberikan untuk diajukan kepada Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk guna mendapatkan persetujuan.
5. Pemegang IPHHK apabila tidak melakukan perlindungan hutan dari gangguan yang berakibat rusaknya hutan di sekitar pemukimannya.

Paragraf 2
Tata cara Pengenaan Sanksi Penghentian Sementara Pelayanan Administrasi
Kepada Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan Yang Diberikan oleh Menteri

(1) Apabila setelah melewati jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) pemegang izin tidak memenuhi kewajibannya, Kepala Dinas Provinsi menerbitkan Surat Peringatan Pertama kepada pemegang izin.
(2) Apabila dalam waktu 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya Surat Peringatan Pertama pemegang izin tidak memberi tanggapan atau memberikan tanggapan tetapi materi tidak dapat diterima, Kepala Dinas Provinsi menerbitkan Surat Peringatan Kedua.
(3) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Surat Peringatan Kedua pemegang izin tidak memberi tanggapan atau memberikan tanggapan tetapi materi tidak dapat diterima, Kepala Dinas Provinsi menerbitkan Surat Peringatan Ketiga.
(4) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) diberikan oleh Kepala Dinas Provinsi, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Gubernur, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai.
(5) Dalam hal materi tanggapan dari masing tingkatan peringatan dapat diterima, maka Surat Peringatan dinyatakan gugur, dan tidak bisa dilanjutkan ke peringatan selanjutnya.
(6) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Surat Peringatan Ketiga pemegang izin tidak memberi tanggapan atau memberikan tanggapan tetapi materi tidak dapat diterima, Kepala Dinas Provinsi mengusulkan pencabutan izin kepada Menteri dilengkapi dengan surat peringatan Pertama sampai dengan Ketiga, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Gubernur, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai.

Pasal 7
(1) Terhadap usulan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (6), Direktur Jenderal melaksanakan pemeriksaan terhadap perusahaan yang bersangkutan dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
(2) Direktur Jenderal mengusulkan pencabutan izin kepada Menteri dengan dilengkapi BAP hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Atas dasar usulan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri menerbitkan Keputusan Pencabutan Izin dengan tembusan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai, dan Pemegang izin yang bersangkutan.

Paragraf 3
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Penghentian Sementara Pelayanan Administrasi
Kepada Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan Yang Diberikan Oleh Gubernur

Pasal 8
(1) Staf struktural Dinas provinsi melaksanakan evaluasi laporan pemegang izin atau hasil pembinaan pemegang izin.
(2) Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, staf struktural Dinas Provinsi membuat Berita Acara Hasil Evaluasi dan disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi.
(3) Atas dasar Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur menerbitkan Keputusan tentang sanksi Administrasi Penghentian Sementara Pelayanan Administrasi yang pelaksanaannya diterbitkan oleh Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur dan salinannya disampaikan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai, dan Pemegang Izin yang bersangkutan.
(4) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan tanpa diberi peringatan terlebih dahulu dan berlaku dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak penerbitan Keputusan pengenaan sanksi.
(5) Jika dalam kurun waktu 6 (enam) bulan pemegang izin telah memenuhi kewajibannya yang dilaporkan kepada Kepala Dinas Provinsi, maka keputusan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) batal demi hukum.

(1) Balai melaksanakan evaluasi laporan pemegang izin dan dibuatkan Berita Acara Hasil Evaluasi.
(2) Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Balai menyampaikan Berita Acara Hasil Evaluasi kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
(3) Atas dasar Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati menerbitkan Keputusan tentang sanksi Administrasi Penghentian Sementara Pelayanan Administrasi yang pelaksanaannya diterbitkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Kota dan salinannya disampaikan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai, dan Pemegang Izin yang bersangkutan.
(4) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan tanpa diberi peringatan terlebih dahulu dan berlaku dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak penerbitan Keputusan pengenaan sanksi.
(5) Jika dalam kurun 6 (enam) bulan pemegang izin telah memenuhi kewajibannya yang dilaporkan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota, maka keputusan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) batal demi hukum.

Pasal 11
(1) Apabila setelah melewati jangka 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) pemegang izin tidak memenuhi kewajibannya, Kepala Dinas Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Peringatan Pertama kepada pemegang izin.
(2) Apabila dalam waktu 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya Surat Peringatan Pertama pemegang izin tidak memberi tanggapan atau memberikan tanggapan tetapi materi tidak dapat diterima, Kepala Dinas Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Peringatan Kedua.
(3) Apabila dalam waktu 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya Surat Peringatan Kedua pemegang izin tidak memberi tanggapan atau memberikan tanggapan tetapi materi tidak dapat diterima, Kepala Dinas Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Peringatan Ketiga.
(4) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) diberikan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota, dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Kepala Balai.
(5) Dalam hal materi tanggapan dari masing tingkatan peringatan dapat diterima, maka Surat Peringatan dinyatakan gugur, dan tidak bisa dilanjutkan ke peringatan selanjutnya.
(6) Apabila dalam waktu 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya Surat Peringatan Ketiga pemegang izin tidak memberi tanggapan atau memberikan tanggapan tetapi materi tidak dapat diterima, Kepala Dinas Kabupaten/Kota mengusulkan pencabutan izin kepada Bupati/Walikota dilengkapi dengan surat peringatan Pertama sampai dengan Ketiga, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Balai.
(7) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) Bupati/Walikota menerbitkan keputusan pencabutan izin dengan salinan disampaikan kepada Menteri, Direktur Jenderal, Gubernur, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai.

Bagian Keempat
Sanksi Penghentian Sementara Kegiatan Di Lapangan

Paragraf 1
Sanksi Penghentian Sementara Kegiatan Di Lapangan dan Jenis Pelanggarannya

Tata cara pengenaan sanksi administrasi penghentian sementara di lapangan kepada pemegang izin yang diterbitkan oleh:
a. Menteri mengikuti ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (6), ayat (7), ayat (8) dan ayat (9), Pasal 6, dan Pasal 7;
b. Gubernur mengikuti ketentuan dalam Pasal 8 dan Pasal 9;
c. Bupati/Walikota mengikuti ketentuan dalam pasal 10 dan pasal 11.

Bagian Kelima
Sanksi Denda Administratif

Paragraf 1
Sanksi Denda Administratif dan Jenis Pelanggarannya

Pasal 14
(1) Sanksi denda administratif sebesar 10 (sepuluh) kali PSDH dikenakan kepada Pemegang IUPHHK dalam hutan alam, apabila:
a. tidak melakukan penatausahaan hasil hutan;
b. tidak melakukan pengukuran atau pengujian hasil hutan;
c. menebang kayu yang melebihi toleransi target sebesar 5% (lima perseratus) dari total target volume yang ditentukan dalam RKT;
d. menebang kayu yang melebihi toleransi target sebesar 5% (lima perseratus) dari volume per kelompok jenis kayu yang ditetapkan dalam RKT.
(2) Sanksi denda administratif sebesar 15 (lima belas) kali PSDH dikenakan kepada Pemegang IUPHHK dalam hutan alam, apabila:
a. menebang kayu yang dilindungi;
b. menebang kayu sebelum RKT disahkan;
c. menebang kayu untuk pembuatan koridor sebelum izin atau tidak sesuai dengan izin pembuatan koridor;
d. menebang kayu di bawah batas diameter yang diizinkan;
e. menebang kayu di luar blok tebangan yang diizinkan;
f. menebang kayu untuk pembuatan jalan bagi lintasan angkutan kayu di luar blok RKT, kecuali dengan izin dari pejabat yang berwenang.
(3) Sanksi denda adminstratif sebesar 10 (sepuluh) kali PSDH dikenkan kepada Pemegang IUPHHK Restorasi Ekosistem dalam hutan alam, apabila:
a. tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan kayu pada kegiatan pemanenan; atau
b. tidak melakukan pengukuran atau pengujian hasil hutan pada masa kegiatan pemanenan.
(4) Sanksi denda adminstratif sebesar 15 (lima belas) kali PSDH dikenakan kepada Pemegang IUPHHK Restorasi Ekosistem dalam hutan alam, apabila menebang kayu yang dilindungi.
(5) Sanksi denda adminstratif sebesar 10 (sepuluh) kali PSDH dikenakan kepada Pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dikenakan, apabila:
a. tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan; atau
b. tidak melakukan pengukuran atau pengujian hasil hutan.
(6) Sanksi denda adminstratif sebesar 15 (lima belas) kali PSDH dikenakan kepada Pemegang IUPHHK pada HTI dan HTR dalam hutan tanaman dikenakan, apabila menebang kayu untuk pembuatan koridor sebelum ada izin atau tidak sesuai dengan izin pembuatan koridor.
(7) Sanksi denda adminstratif sebesar 10 (sepuluh) kali PSDH dikenakan kepada Pemegang IUPHHBK dikenakan, apabila:
a. tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan bukan kayu; atau
b. tidak melakukan pengujian hasil hutan bukan kayu.
(8) Sanksi denda adminstratif sebesar 5 (lima) kali PSDH dikenakan kepada Pemegang IPHHK terhadap hasil hutan yang tidak dilakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan.
(9) Sanksi denda adminstratif sebesar 10 (sepuluh) kali PSDH dikenakan kepada Pemegang IPHHK atau IPHHBK terhadap kelebihan hasil hutan, apabila:
a. menebang kayu yang dilindungi; atau
b. memungut hasil hutan yang melebihi 5% (lima perseratus) dari target volume per kelompok jenis hasil hutan yang tertera dalam izin.
(10) Sanksi denda adminstratif sebanyak 10 (sepuluh) kali PSDH dikenakan kepada Pemegang IPHHBK terhadap kelebihan hasil hutan, jika memungut hasil hutan yang melebihi 5% (lima perseratus) dari target volume per kelompok jenis hasil hutan yang tertera dalam izin.

Paragraf 2
Tata Cara Pengenaan Sanksi Denda Administratif
Kepada pemegang izin yang diterbitkan oleh Menteri dan Gubernur

(1) Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang izin selain pemegang IUPHHK dalam hutan alam, IUPHHK dalam hutan tanaman, dan IUPHHK Restorasi Ekosistim dalam hutan alam pada hutan produksi, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota, dan Balai untuk melaksanakan pemeriksaan atas laporan yang jelas identitasnya dengan bukti-bukti yang cukup mengenai dan hasilnya dituangkan dalam BAP.
(2) Dalam hal ditemukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menerbitkan Keputusan tentang sanksi denda yang pelaksanaannya diterbitkan oleh Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur dan salinannya disampaikan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai, dan Pemegang Izin yang bersangkutan.

Paragraf 3
Tata Cara Pengenaan Sanksi Denda administratif
Kepada pemegang izin yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota

Pasal 17
(1) Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota membentuk Tim untuk melaksanakan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 3.
(2) Dalam hal ditemukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kabupaten/Kota menerbitkan Keputusan tentang sanksi denda yang salinannya disampaikan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Balai, dan Pemegang Izin yang bersangkutan.

Pasal 18
(1) Penghitungan sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17 hanya terhadap volume hasil hutan hasil pelanggaran sesuai Berita Acara Pemeriksaan pelanggaran yang dibuat oleh Tim.
(2) Penghitungan sanksi denda administratif terhadap pelanggaran tidak menatausahakan hasil hutan dan tidak melakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan, didasarkan pada hasil hutan yang tidak dilakukan penatausahaan atau pengukuran/pengujian.

(1) Sanksi adminstratif berupa pengurangan jatah produksi dikenakan kepada:
1. Pemegang IUPHHK dalam hutan alam apabila:
a. tidak melakukan kerja sama dengan koperasi masyarakat setempat, paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterimanya izin; atau
b. tidak mengajukan RKT paling lambat 2 (dua) bulan sebelum RKT berjalan.
2. Pemegang IUPHHK Restorasi Ekosistem dalam hutan alam yang telah tercapai keseimbangan ekosistemnya apabila tidak menyusun RKTUPHHK berdasarkan RKUPHHK.
3. Pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman apabila:
a. tidak melakukan kerja sama dengan koperasi masyarakat setempat, paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterimanya izin; atau
b. tidak mengajukan RKT paling lambat (2) bulan sebelum RKT berjalan.
4. Pemegang IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman apabila tidak menyusun RKT diajukan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum RKT tahun berjalan.
5. Pemegang IUPHHBK apabila:
a. tidak melakukan kerja sama dengan koperasi masyarakat setempat, paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterimanya izin;
b. tidak menyusun RKT berdasarkan RKUPHHK untuk disahkan oleh Kepala KPH atau pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur atau Bupati/walikota;
c. tidak mengajukan RKT paling lambat 2 (dua) bulan sebelum RKT berjalan.
6. Pemegang IUPJL apabila tidak melakukan kerja sama dengan koperasi masyarakat setempat, paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterimanya izin.
(2) Koperasi masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diutamakan pada koperasi masyarakat yang berada di dalam areal/di pinggir areal pemegang izin.
(3) Dalam hal di dalam/di pinggir areal pemegang izin terdapat koperasi, dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak diterimanya izin belum melakukan kerjasama dikenakan sanksi pengurangan jatah produksi sebesar 2% (dua persen) dan sebesar-besarnya 5% (lima persen) untuk tahun ke lima dan seterusnya.

Paragraf 2
Tata Cara Pengenaan Sanksi Pengenaan Sanksi Pengurangan Jatah Produksi

Pasal 21
(1) Dinas Provinsi bersama Balai melaksanakan evaluasi terhadap kewajiban pemegang izin untuk melaksanakan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dan kewajiban pengajuan RKT.
(2) Dalam hal di dalam areal/di pinggir areal pemegang izin tidak ada koperasi, tidak dikenakan sanksi pengurangan jatah produksi.

Dalam hal pemegang izin melakukan pelanggaran tidak bekerjasama dengan Koperasi dan keterlambatan penyerahan usulan RKT atau keterlambatan pemenuhan persyaratan secara bersamaan, maka sanksi yang dikenakan adalah pengurangan jatah produksi yang terbesar.

Pasal 24
(1) Tata cara pengenaan sanksi pengurangan jatah produksi untuk izin yang diterbitkan oleh Menteri atau Gubernur:
a. Dinas Provinsi bersama Balai melaksanakan evaluasi terhadap kewajiban pemegang izin untuk melaksanakan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dan pengajuan RKT.
b. Dalam hal pemegang izin tidak memenuhi kewajiban bekerja sama dengan Koperasi, dan terlambat mengajukan URKT tahun berjalan, Gubernur menerbitkan Keputusan tentang sanksi denda yang pelaksanaannya diterbitkan oleh Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur dan salinannya disampaikan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai, dan Pemegang Izin yang bersangkutan.
(2) Tata cara pengenaan sanksi pengurangan jatah produksi untuk izin yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota:
a. Dinas Kabupaten/Kota melaksanakan evaluasi terhadap kewajiban pemegang izin untuk melaksanakan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dan pengajuan RKT.
b. Dalam hal pemegang izin tidak memenuhi kewajiban bekerja sama dengan Koperasi, dan terlambat mengajukan URKT tahun berjalan, Bupati/Walikota menerbitkan Keputusan tentang sanksi denda yang pelaksanaannya diterbitkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota dan salinannya disampaikan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai, dan Pemegang Izin yang bersangkutan.

Bagian Ketujuh
Sanksi Pencabutan Izin

Paragraf 1
Sanksi Pencabutan Izin dan Jenis Pelanggarannya

Pasal 25
Sanksi adminstratif berupa pencabutan izin dikenakan kepada:
1. Pemegang IUPK atau IUPJL apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja sesuai jangka waktu berlakunya izin berdasarkan rencana pengelolaan hutan yang disusun oleh KPH;
c. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 6 (enam) bulan sejak izin diberikan;
d. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
e. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak beroperasi selama 1 (satu) tahun;
g. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; atau
h. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
2. Pemegang IUPHHK dalam hutan alam apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
c. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan;
d. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
e. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak menyusun dan mengajukan RKUPHHK jangka panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1 (satu) tahun setelah izin diberikan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan;
g. meninggalkan areal kerja;
h. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; atau
i. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
3. Pemegang IUPHHK Restorasi Ekosistem dalam hutan alam dikenakan sanksi adminstratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
c. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan;
d. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan e. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak menyusun dan menyelesaikan RKUPHHK sesuai jangka waktu berlakunya izin paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan;
g. tidak menyusun dan menyelesaikan rencana kerja usaha pemanfaatan hutan yang diberikan untuk seluruh areal kerja sesuai jangka waktu berlakunya izin dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan, untuk diajukan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk guna mendapat persetujuan;
h. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; atau
i. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
4. Pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
c. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan;
d. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
e. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tdak melaksanakan sistem silvikultur sesuai dengan kondisi setempat;
g. tidak menyusun dan menyelesaikan RKUPHHK jangka panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan, untuk selanjutnya diajukan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk guna mendapatkan persetujuan;
h. tidak melakukan penanaman pada areal HTI dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sesuai dengan rencana penanaman dalam RKT sejak RKT disahkan;
i. meninggalkan areal kerja;
j. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
k. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
5. Pemegang IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak izin diberikan c. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. meninggalkan areal kerja;
e. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; atau
f. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
6. Pemegang IUPHHK pada HTHR dalam hutan tanaman dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
b. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 6 (enam) bulan sejak izin diberikan; atau
c. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Pemegang IPHHK atau IPHHBK dalam hutan alam atau hutan tanaman dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
c. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 (satu) bulan sejak izin diberikan;
d. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. melakukan pemungutan hasil hutan tidak sesuai dengan izin yang diberikan; atau
f. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
8. Pemegang IUPHHBK dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. tidak menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja;
b. tidak membayar iuran dan atau dana pemanfaatan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
c. tidak menyusun dan mengajukan RKUPHHBK jangka panjang untuk seluruh areal kerja paling lambat 1 (satu) tahun setelah izin diberikan kepada Gubernur atau Bupati/walikota sesuai dengan wilayah kewenangannya guna mendapat persetujuan.
9. Pemegang IUPHHK dalam hutan kemasyarakatan pada hutan konservasi kecuali cagar alam atau zona inti taman nasional atau hutan lindung atau hutan produksi dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan atau mengagunkan atau mengubah status dan fungsi hutan areal kerjanya;
b. menggunakan kawasan hutan yang ditetapkan untuk hutan kemasyarakatan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan tidak dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari; atau
c. tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan.
10. Pemegang hak pengelolaan hutan desa dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan atau mengagunkan hak pengelolaan hutan desa atau mengubah status dan fungsi kawasan hutan areal hutan yang menjadi haknya;
b. menggunakan kawasan hutan yang ditetapkan untuk hutan kemasyarakatan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan tidak dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari; atau
c. tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan.
11. Pemegang IUPHHK dalam hutan kemasyarakatan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin apabila:
a. memindahtangankan atau mengagunkan atau mengubah status dan fungsi hutan areal kerjanya;
b. menggunakan kawasan hutan yang ditetapkan untuk hutan kemasyarakatan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan tidak dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari; atau
c. tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan.

Paragraf 2
Tata Cara Pengenaan Sanksi Pencabutan Izin Bagi Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan
Yang Diterbitkan Oleh Menteri

Pasal 26
(1) Direktur Jenderal mengusulkan pencabutan izin kepada Menteri tanpa diberi peringatan terlebih dahulu terhadap pelanggaran:
a. memindahtangankan izin;
b. menjaminkan/mengagunkan areal izin pemanfaatan hutan kepada pihak lain;
c. dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999; atau
d. dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri.
(2) Berdasarkan usulan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud ayat (1), Menteri menerbitkan Keputusan tentang pencabutan izin.

Pasal 27
(1) Direktur Jenderal mengusulkan pencabutan izin kepada Menteri setelah melalui peringatan 3 (tiga) kali terhadap pelanggaran:
a. tidak menyusun rencana kerja usaha 10 (sepuluh) tahunan;
b. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
c. tidak membayar iuran atau dana sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(3) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemegang izin dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(4) Apabila pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan sehingga tanggapan tidak dapat diterima, maka diterbitkan peringatan berikutnya sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan selang waktu 30 hari kerja untuk setiap peringatan.

Pasal 28
(1) Dalam hal pemegang izin melakukan pelanggaran:
a. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 tahun untuk pemegang izin UPHHK-Hutan Alam, UPHHK Restorasi ekosistem pada hutan alam, UPHHK-Hutan Tanaman; atau
b. Meninggalkan areal kerja.
(2) Direktur Jenderal dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan dapat membentuk Tim yang anggotanya dapat terdiri dari Direktorat lingkup Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota dan Balai.
(3) Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan peringatan I secara tertulis.
(4) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemegang izin dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) kerja dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(5) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan II.
(6) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan III.
(7) Dalam hal materi tanggapan dapat diterima, maka Surat Peringatan tertulis batal demi hukum.
(8) Dalam pemegang izin telah mendapat peringan I, II, dan III, Direktur Jenderal mengusulkan pencabutan izin kepada Menteri, dengan dilengkapi konsep keputusan pencabutan izin.
(9) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Menteri menerbitkan Keputusan pencabutan izin.

Paragraf 3
Tata Cara Pengenaan Sanksi Bagi Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan
Yang Diterbitkan Oleh Gubernur

Pasal 29
(1) Kepala Dinas Provinsi mengusulkan pencabutan izin kepada Gubernur terhadap pelanggaran, yaitu:
a. memindahtangankan izin;
b. menjaminkan/mengagunkan areal izin pemanfaatan hutan kepada pihak lain;
c. dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999; atau
d. dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri.
(2) Berdasarkan usulan Kepala Dinas Provinsi sebagaimana dimaksud ayat (1), Gubernur menerbitkan Keputusan tentang pencabutan izin.

Pasal 30
(1) Kepala Dinas mengusulkan pencabutan izin kepada Gubernur setelah melalui peringatan 3 (tiga) kali terhadap pelanggaran, yaitu:
a. tidak menyusun rencana kerja usaha jangka panjang;
b. tidak mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
c. tidak membayar iuran atau dana sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur.
(3) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemegang izin dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(4) Apabila pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan berikutnya sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan selang waktu 30 hari kerja untuk setiap peringatan.
(5) Dalam hal materi tanggapan dapat diterima, maka Surat Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), batal demi hukum.
(6) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, Kepala Dinas Provinsi mengusulkan pencabutan izin kepada Gubernur, dengan dilengkapi konsep keputusan pencabutan beserta Surat Peringatan I, II, dan III.
(7) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Gubernur menerbitkan Keputusan pencabutan izin.

Pasal 31
(1) Pengenaan sanksi dikenakan setelah pemegang izin mendapat peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan selang jangka waktu masing-masing peringatan 30 (tiga puluh) hari kerja, kecuali pengenaan sanksi apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; dan/atau
c. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemberi izin.
(3) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemegang izin dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(4) Apabila pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan berikutnya.
(5) Apabila setelah diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut sebagaimana ayat (1), dan pemegang izin tidak melaksanakan kewajibannya sesuai substansi peringatan, pejabat pemberi izin menetapkan Keputusan Pencabutan Izin.

Pasal 32
(1) Kepala Dinas Provinsi mengusulkan pencabutan izin kepada Gubernur setelah melalui pemeriksaan lapangan dan membuat Berita Acara Pemeriksaan terhadap pelanggaran, yaitu:
a. tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan untuk paling lambat 1 tahun untuk pemegang izin;
b. Meninggalkan areal kerja.
(2) Kepala Dinas Provinsi dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan dapat membentuk Tim yang anggotanya dapat terdiri dari Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota dan Balai.
(3) Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur menerbitkan peringatan tertulis.
(4) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemegang izin dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(5) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan berikutnya sebanyak 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan selang waktu 30 hari kerja untuk setiap peringatan.
(6) Dalam hal materi tanggapan dapat diterima, maka Surat Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), batal demi hukum.
(7) Dalam hal pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, Kepala Dinas Provinsi mengusulkan pencabutan izin kepada Gubernur, dengan dilengkapi konsep keputusan pencabutan beserta Surat Peringatan I, II, dan III.
(8) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Gubernur menerbitkan Keputusan pencabutan izin.

Paragraf 4
Tata Cara Pengenaan Sanksi Bagi Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan
Yang Diterbitkan Oleh Bupati

Pasal 33
(1) Pengenaan sanksi didasarkan atas laporan tertulis Kepala Dinas Kabupaten/Kota kepada pejabat pemberi izin mengenai adanya dugaan pelanggaran yang diancam sanksi pencabutan izin.
(2) Berdasarkan laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberi izin membentuk Tim untuk melakukan pemeriksaan dan penelitian, yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Lapangan.
(3) Pemeriksaan dan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilakukan atas pelanggaran:
a. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; dan/atau
b. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
(4) BAP Lapangan sebagaimana dimaksud ayat (2) dijadikan dasar penerbitan Surat Peringatan.

Pasal 34
(1) Pengenaan sanksi dikenakan setelah pemegang izin mendapat peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan selang jangka waktu masing-masing peringatan 30 (tiga puluh) hari kerja, kecuali pengenaan sanksi apabila:
a. memindahtangankan izin sebelum mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin;
b. dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; dan/atau
c. dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemberi izin.
(3) Atas peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemegang izin dapat memberi tanggapan dengan alasan-alasan sesuai materi peringatan sebelum berakhirnya jangka waktu peringatan.
(4) Apabila pemegang izin tidak memberi tanggapan dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, atau memberi tanggapan dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan materi peringatan, maka diterbitkan peringatan berikutnya.
(5) Apabila setelah diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut sebagaimana ayat (1), dan pemegang izin tidak melaksanakan kewajibannya sesuai substansi peringatan, pejabat pemberi izin menetapkan Keputusan Pencabutan Izin.

Pasal 35
(1) Pengenaan sanksi pencabutan izin karena dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan karena dinyatakan pailit oleh pengadilan, dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrach van gewijsde).
(2) Selama proses hukum sedang berlangsung, kepada pemegang izin tetap diberikan pelayanan.

BAB III
PEMBUATAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP)

Pasal 36
(1) Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dibuat dengan memuat:
a. judul;
b. hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukannya pemeriksaan;
c. dasar pelaksanaan pemeriksaan (Surat Perintah Tugas dari Pejabat yang berwenang);
d. nama dan jabatan anggota Tim Pemeriksa;
e. nama dan jabatan dari pihak pemegang izin yang mendampingi pemeriksaan;
f. hasil pemeriksaan mencantumkan di antaranya:
1) obyek pemeriksaan (yang menerangkan obyek pemeriksaan misalnya; jumlah batang, jenis, volume dan tanda-tanda legalitas kayu yang diperiksa);
2) lokasi pemeriksaan (menerangkan nama dan letak lokasi pemeriksaan);
3) waktu pemeriksaan (menerangkan hari dan tanggal sejak dimulai sampai berakhirnya pemeriksaan);
4) cara pemeriksaan (misalnya menerangkan cara pengukuran luas areal, penentuan batas areal, pengukuran kayu, dll);
5) jenis perbuatan (misalnya melakukan penebangan di luar blok RKT, menebang jenis pohon inti, menebang pohon induk dll).
g. kalimat penutup;
h. tanda tangan Tim pemeriksa dan tanda tangan dari pihak yang diperiksa/yang mendampingi pemeriksaan.
(2) BAP wajib berisikan hal-hal yang pasti dan tidak menerangkan sesuatu dugaan yang sifatnya masih perkiraan atau taksiran; misalnya kira-kira, mungkin, kurang lebih.
(3) Sebelum dituangkan ke dalam BAP, terhadap hasil hutan kayu atau bukan kayu hasil dari hasil pelanggaran wajib dilakukan pengukuran/pengujian batang per batang atau potong per potong untuk setiap jenis hasil hutan.
(4) Apabila BAP menerangkan perbuatan pelanggaran terjadi di luar areal yang diizinkan, BAP harus dilampiri dengan peta lokasi terjadinya perbuatan/pelanggaran, di mana lampiran BAP merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Pasal 37
(1) Sebelum BAP ditandatangani, BAP tersebut dibacakan kepada pihak pemegang izin yang mendampingi pemeriksaan untuk diketahui isinya.
(2) Apabila pihak yang diperiksa menolak untuk menandatangai Berita Acara Pemeriksaan, maka dibuat Berita Acara Penutup dengan mencantumkan alasan-alasan penolakan.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
a. Proses pengenaan sanksi administratif yang sedang di proses berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6887/Kpts-II/2002 jis. Nomor 10031/Kpts-II/2002 dan Nomor 59/Kpts-II/2003 tetap diproses sesuai ketentuan tersebut.
b. Permohonan banding yang diajukan berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6887/Kpts-II/2002 jis. Nomor 10031/Kpts-II/2002 dan Nomor 59/Kpts-II/2003 ditolak.

BAB V
KETENTUAN LAIN

Pasal 39
Dalam hal di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua dan Papua Barat berlaku Peraturan daerah khusus sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, maka Peraturan ini tetap berlaku dan merupakan pedoman tata cara pengenaan sanksi kepada pemegang izin pemanfaatan.

BAB VI
P E N U T U P

Pasal 40
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan 6887/Kpts-II/2002 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Atas Pelanggaran IUPHHK, IPHH, dan IUIPHH dan perubahan-perubahannya sepanjang menyangkut sanksi terhadap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 41
Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Kehutanan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di: J A K A R T A
Pada tanggal:24 Juni 2008
MENTERI KEHUTANAN

H. M.S. KABAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Juni 2008
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA