[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

Asas dan prinsip dalam Sisopsnal Polri meliputi:
a. legalitas, yaitu setiap kebijakan dan tindakan Kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. kewajiban, yaitu petunjuk kepada kewajiban umum Kepolisian untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan menempatkan kepentingan umum sebagai dasar bertindak;
c. preventif, yaitu tolak ukur keberhasilan Kepolisian tidak hanya didasarkan pada intensitas tindakan penegakan hukum dan jumlah perkara pidana yang diselesaikan;
d. partisipasi, yaitu keikutsertaan masyarakat dalam tugas-tugas Kepolisian berkaitan dengan tangkal, cegah, penegakan hukum terbatas sesuai dengan undang-undang;
e. subsidiaritas, yaitu memberi peluang kepada Polri untuk megambil prakarsa dan tindakan pertama pelayanan masyarakat pada saat penanggung jawab teknisnya belum ada;
f. mengutamakan pencegahan, yaitu suatu sikap dan pandangan yang dilandasi pemikiran bahwa pencegahan lebih baik daripada pemberantasan/penindakan;
g. proaktif, yaitu pelaksanaan tugas operasional Polri tidak menunggu sasaran yang akan dihadapi, akan tetapi secara aktif berusaha untuk menemukan permasalahan yang akan dijadikan sasaran tugas;
h. kenyal, yaitu pelaksanaan tugas di lapangan harus luwes, mampu mengidentifikasi dan mengadaptasi setiap gejala dan masalah yang berkembang dalam masyarakat;
i.  menjunjung tinggi hak asasi manusia dan tidak diskriminatif, yaitu setiap anggota Polri wajib menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan perlakuan yang sama kepada setiap orang yang dilayani;
j.  kerahasiaan, yaitu segala sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah pimpinan harus dirahasiakan;
k. integratif, yaitu melibatkan beberapa fungsi kepolisian dan unsur-unsur di luar Polri yang dilandasi sikap saling memahami peran masing-masing;
l.  proporsional, yaitu segala upaya dan tindakan yang diambil harus seimbang dengan tugas, sasaran dan target operasi;
m. efektif dan efisien, yaitu segala upaya dan tindakan yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan keseimbangan yang wajar antara hasil yang akan dicapai dengan upaya, sarana dan anggaran yang digunakan;
n. transparansi, yaitu segala upaya dan tindakan yang dilaksanakan secara jelas dan terbuka; dan
o. akuntabilitas, yaitu segala upaya dan tindakan yang dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan.

Pasal 3
Tujuan dari peraturan ini sebagai pedoman induk bagi pelaksana fungsi Polri dalam melaksanakan setiap kegiatan operasional demi tercapainya pelaksanaan tugas.

Pasal 4
Ruang lingkup peraturan ini meliputi:
a. Sisopsnal Polri; dan
b. tataran kewenangan dan tanggung jawab.

BAB II
SISOPSNAL POLRI

Bagian Kesatu
Pokok-pokok Sisopsnal Polri

Tugas operasional Kepolisian diselenggarakan melalui:
a. kegiatan Kepolisian; dan
b. operasi Kepolisian.

Bagian Kedua
Kegiatan Kepolisian

Pasal 7
Kegiatan Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan penyelenggaraan operasional Polri sehari-hari dalam rangka menjaga dan memelihara situasi keamanan dan ketertiban masyarakat melalui kegiatan pre-emtif, preventif, dan represif.

Pasal 8
Kegiatan Kepolisian dilaksanakan oleh seluruh kesatuan Polri mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kewilayahan yang dapat didukung oleh pengemban fungsi kepolisian lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bentuk-bentuk kegiatan Kepolisian meliputi:
a. melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan;
b. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi, kesadaran dan ketaatan hukum dan peraturan perundang-undangan;
c. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
d. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalulintas di jalan;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan hukum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran Kepolisian, laboratorium forensik, dan psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas Kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia;
j.  melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas dan wewenang Kepolisian;
l.  menyelenggarakan kegiatan perpolisian masyarakat (community policing);
m. melakukan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11
(1) Sasaran kegiatan Kepolisian meliputi:
a. segala bentuk gangguan keamanan pada tahap pembiakan dini, berupa endapan permasalahan kegiatan masyarakat yang tidak ditangani secara tuntas, sehingga berkembang menjadi keadaan yang semakin memburuk menuju ambang gangguan dan akhirnya menjadi gangguan nyata;
b. segala bentuk gangguan keamanan yang belum terjadi, tetapi telah menimbulkan rasa kekhawatiran pada masyarakat, karena diperkirakan akan terjadi; dan
c. segala gangguan nyata dalam bentuk kejahatan, pelanggaran, bencana alam, dan kecelakaan.
(2) Ambang gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa perbuatan orang maupun sekelompok orang ataupun suatu keadaan yang mencakup ruang, tempat, dan waktu.

(1) Operasi Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan penyelenggaraan operasional Polri yang dilaksanakan berdasarkan penilaian situasi untuk menanggulangi gangguan nyata yang tidak efektif ditangani melalui kegiatan Kepolisian.
(2) Bentuk operasi Kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi operasi:
a. intelijen;
b. pengamanan kegiatan;
c. pemeliharaan keamanan;
d. penegakan hukum;
e. pemulihan keamanan;
f. kontinjensi; dan
g. pemeliharaan keamanan dunia.

Pasal 14
Operasi Kepolisian dilaksanakan oleh setiap kesatuan pada tingkat pusat/kewilayahan/fungsi dan/atau satuan tugas yang dibentuk dan ditunjuk untuk menyelenggarakan operasi Kepolisian serta dapat bekerja sama dengan pengemban fungsi Kepolisian lainnya dan instansi pemerintah/non pemerintah.

(1) Sasaran operasi Kepolisian adalah gangguan keamanan yang terjadi dan dirasakan tidak dapat ditanggulangi melalui kegiatan Kepolisian.
(2) Sasaran operasi Kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. permasalahan kehidupan sosial dan lingkungannya yang dapat berkembang menjadi keadaan yang semakin memburuk dan diperkirakan dapat menimbulkan terjadinya ambang gangguan dan/atau gangguan nyata;
b. kegiatan pemerintah dan masyarakat yang diperkirakan dapat berpotensi kontijensi; dan
c. kejahatan yang menunjukkan kecenderungan meningkat dan meresahkan masyarakat ataupun merugikan kepentingan Negara serta berbagai bentuk gangguan keamanan akibat kecelakaan dan bencana alam yang menimbulkan korban massal dan kerugian materiil sangat besar.

Pasal 17
Dukungan operasi Kepolisian meliputi:
a. penggunaan kekuatan dan kemampuan personel, sarana dan prasarana, materiil logistik secara khusus; dan
b. anggaran yang tersedia pada fungsi tingkat pusat maupun tingkat kewilayahan dan sumber anggaran khusus lainnya.

BAB III
TATARAN KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 18
Tataran kewenangan dan tanggung jawab pada kegiatan Kepolisian sebagai berikut:
a. Kepala Kesatuan selaku atasan dan/atau sebagai Kepala Satuan Kerja berwenang mengerahkan dan membuat keputusan sehubungan dengan penggunaan kekuatan personel yang berada dalam kendalinya maupun segenap dukungan materiil, logistik, dan anggaran sepanjang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana kerja tahunan;
b. Kepala Satuan Kerja memandang perlu mengubah sasaran, sehingga pengerahan personel dan segenap dukungannya menjadi tidak sesuai dengan yang tertera dalam rencana kerja tahunan;
c. Kepala Satuan Kerja wajib menyusun rencana revisi rencana kerja dan diajukan kepada Kapolri bagi Satuan Kerja di lingkungan Mabes Polri, dan kepada Kapolda bagi Satuan Kerja di lingkungan Mapolda, serta Satuan Kerja Kewilayahan Polwil dan Polres;
d. Kepala Satuan Kerja bertanggung jawab atas seluruh resiko dan akibat hukum yang terjadi sebagai hasil pelaksanaan Rencana Kerja Tahunan atas sasaran yang telah mendapatkan persetujuannya serta atas cara bertindak yang telah menjadi ketetapannya atau yang telah memperoleh persetujuannya secara lisan maupun tertulis;
e. pertanggungjawaban dan akibat hukum yang telah timbul sebagai akibat dilakukannya cara bertindak dan/atau atas sasaran di luar yang ditetapkan atau yang disetujui oleh Kepala Satuan Kerja merupakan tanggung jawab anggota Polri yang bersangkutan yang wajib dipertanggungjawabkan secara individual;
f. Kepala Satuan Kerja yang menerima Bawah Komando Operasi (BKO) dari satuan lain, bertanggung jawab atas seluruh resiko dan akibat hukum yang terjadi sebagai hasil pelaksanaan tugas atas sasaran yang telah mendapatkan persetujuannya atau cara bertindak yang telah ditetapkannya baik secara lisan maupun tertulis;
g. pertanggungjawaban dan akibat hukum yang telah timbul sebagai akibat dilakukannya cara bertindak anggota BKO dan/atau atas penentuan sasaran di luar yang ditetapkan atau yang disetujui oleh Kepala Satuan Kerja, merupakan tanggung jawab anggota BKO yang bersangkutan dan wajib dipertanggung jawabkan secara individual;
h. Pejabat Polri yang mengatasnamakan Kepala Satuan Kerja yang telah memperoleh persetujuannya baik secara lisan maupun tertulis menggunakan kekuatan personel yang berada dalam kendalinya maupun segenap dukungan materiil, logistik, dan anggaran, maka tanggung jawab atas seluruh resiko dan akibat hukum yang terjadi sebagai hasil pelaksanaan kegiatan tersebut adalah Kepala Satuan Kerja;
i. beban resiko dan akibat hukum yang timbul sebagai akibat pejabat Polri yang mengatasnamakan Kepala Satuan Kerja yang menggunakan segenap hubungan materiil, logistik, dan anggaran tanpa sepengetahuan atau tidak memperoleh persetujuan lisan maupun tertulis dari Kepala Satuan Kerja yang menggunakan segenap dukungan materiil, logistik, dan anggaran, merupakan tanggung jawab pejabat yang menggunakan dan individu personel yang digunakan;
j. setiap kegiatan Kepolisian didukung dengan anggaran yang sesuai dengan norma yang ada serta dipertanggungjawabkan secara tertulis.

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, maka Juklak Kapolri No. Pol.: Juklak/14/VI/1984 tanggal 15 Juni 1984 tentang Sisopsnal Polri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2009
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2009
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA