(1) Operasi Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan penyelenggaraan operasional Polri yang dilaksanakan berdasarkan penilaian situasi untuk menanggulangi gangguan nyata yang tidak efektif ditangani melalui kegiatan Kepolisian.
(2) Bentuk operasi Kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi operasi:
a. intelijen;
b. pengamanan kegiatan;
c. pemeliharaan keamanan;
d. penegakan hukum;
e. pemulihan keamanan;
f. kontinjensi; dan
g. pemeliharaan keamanan dunia.
(1) Sasaran operasi Kepolisian adalah gangguan keamanan yang terjadi dan dirasakan tidak dapat ditanggulangi melalui kegiatan Kepolisian.
(2) Sasaran operasi Kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. permasalahan kehidupan sosial dan lingkungannya yang dapat berkembang menjadi keadaan yang semakin memburuk dan diperkirakan dapat menimbulkan terjadinya ambang gangguan dan/atau gangguan nyata;
b. kegiatan pemerintah dan masyarakat yang diperkirakan dapat berpotensi kontijensi; dan
c. kejahatan yang menunjukkan kecenderungan meningkat dan meresahkan masyarakat ataupun merugikan kepentingan Negara serta berbagai bentuk gangguan keamanan akibat kecelakaan dan bencana alam yang menimbulkan korban massal dan kerugian materiil sangat besar.
Pasal 17Dukungan operasi Kepolisian meliputi:
a. penggunaan kekuatan dan kemampuan personel, sarana dan prasarana, materiil logistik secara khusus; dan
b. anggaran yang tersedia pada fungsi tingkat pusat maupun tingkat kewilayahan dan sumber anggaran khusus lainnya.
BAB III
TATARAN KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 18Tataran kewenangan dan tanggung jawab pada kegiatan Kepolisian sebagai berikut:
a. Kepala Kesatuan selaku atasan dan/atau sebagai Kepala Satuan Kerja berwenang mengerahkan dan membuat keputusan sehubungan dengan penggunaan kekuatan personel yang berada dalam kendalinya maupun segenap dukungan materiil, logistik, dan anggaran sepanjang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana kerja tahunan;
b. Kepala Satuan Kerja memandang perlu mengubah sasaran, sehingga pengerahan personel dan segenap dukungannya menjadi tidak sesuai dengan yang tertera dalam rencana kerja tahunan;
c. Kepala Satuan Kerja wajib menyusun rencana revisi rencana kerja dan diajukan kepada Kapolri bagi Satuan Kerja di lingkungan Mabes Polri, dan kepada Kapolda bagi Satuan Kerja di lingkungan Mapolda, serta Satuan Kerja Kewilayahan Polwil dan Polres;
d. Kepala Satuan Kerja bertanggung jawab atas seluruh resiko dan akibat hukum yang terjadi sebagai hasil pelaksanaan Rencana Kerja Tahunan atas sasaran yang telah mendapatkan persetujuannya serta atas cara bertindak yang telah menjadi ketetapannya atau yang telah memperoleh persetujuannya secara lisan maupun tertulis;
e. pertanggungjawaban dan akibat hukum yang telah timbul sebagai akibat dilakukannya cara bertindak dan/atau atas sasaran di luar yang ditetapkan atau yang disetujui oleh Kepala Satuan Kerja merupakan tanggung jawab anggota Polri yang bersangkutan yang wajib dipertanggungjawabkan secara individual;
f. Kepala Satuan Kerja yang menerima Bawah Komando Operasi (BKO) dari satuan lain, bertanggung jawab atas seluruh resiko dan akibat hukum yang terjadi sebagai hasil pelaksanaan tugas atas sasaran yang telah mendapatkan persetujuannya atau cara bertindak yang telah ditetapkannya baik secara lisan maupun tertulis;
g. pertanggungjawaban dan akibat hukum yang telah timbul sebagai akibat dilakukannya cara bertindak anggota BKO dan/atau atas penentuan sasaran di luar yang ditetapkan atau yang disetujui oleh Kepala Satuan Kerja, merupakan tanggung jawab anggota BKO yang bersangkutan dan wajib dipertanggung jawabkan secara individual;
h. Pejabat Polri yang mengatasnamakan Kepala Satuan Kerja yang telah memperoleh persetujuannya baik secara lisan maupun tertulis menggunakan kekuatan personel yang berada dalam kendalinya maupun segenap dukungan materiil, logistik, dan anggaran, maka tanggung jawab atas seluruh resiko dan akibat hukum yang terjadi sebagai hasil pelaksanaan kegiatan tersebut adalah Kepala Satuan Kerja;
i. beban resiko dan akibat hukum yang timbul sebagai akibat pejabat Polri yang mengatasnamakan Kepala Satuan Kerja yang menggunakan segenap hubungan materiil, logistik, dan anggaran tanpa sepengetahuan atau tidak memperoleh persetujuan lisan maupun tertulis dari Kepala Satuan Kerja yang menggunakan segenap dukungan materiil, logistik, dan anggaran, merupakan tanggung jawab pejabat yang menggunakan dan individu personel yang digunakan;
j. setiap kegiatan Kepolisian didukung dengan anggaran yang sesuai dengan norma yang ada serta dipertanggungjawabkan secara tertulis.
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, maka Juklak Kapolri No. Pol.: Juklak/14/VI/1984 tanggal 15 Juni 1984 tentang Sisopsnal Polri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2009
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2009
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA