[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

(1) Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar pelaksanaan tindakan karantina oleh Petugas Karantina Tumbuhan terhadap pemasukan media pembawa ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan bagi perorangan atau badan hukum dalam memasukan media pembawa ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Tujuan pengaturan ini untuk mencegah masuknya OPTK dan/atau OPTP serta untuk memberikan kepastian pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Pasal 3
Ruang lingkup pengaturan meliputi:
1. Persyaratan karantina tumbuhan;
2. Tindakan karantina terhadap media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia;
3. Tindakan karantina terhadap media pembawa yang dimasukkan kembali ke dalam wilayah negara Republik Indonesia;
4. Notifikasi ketidaksesuaian (Notification of Non Compliance);
5. Pengakuan dan ekivalensi; dan
6. Pungutan jasa tindakan karantina.

BAB II
PERSYARATAN KARANTINA TUMBUHAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4
(1) Setiap media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, wajib:
a. dilengkapi sertifikat kesehatan tumbuhan dari negara asal dan/atau negara transit bagi tumbuhan dan bagian-bagiannya, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain;
b. melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; dan
c. dilaporkan dan diserahkan kepada Petugas Karantina Tumbuhan di tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina.
(2) Penggunaan sertifikat kesehatan tumbuhan dari negara asal dan/atau negara transit sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dengan model elektronik berlaku, apabila:
a. cara penerbitan dan keamanannya telah disetujui oleh Badan Karantina Pertanian;
b. keterangan yang tercantum di dalam sertifikat kesehatan tumbuhan sesuai dengan model yang ditetapkan oleh International Plant Protection Convention (IPPC);
c. syarat-syarat penerbitan sesuai dengan ketentuan IPPC; dan
d. identitas instansi yang menerbitkan jelas dan mudah dapat dikenali.
(3) Ketentuan keabsahan sertifikat kesehatan tumbuhan dari negara asal dan/atau negara transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, serta pelaporan dan penyerahan media pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seperti tercantum pada Lampiran I sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
(4) Perubahan Lampiran I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian atas nama Menteri Pertanian.

Setiap media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, selain wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dapat dikenakan kewajiban tambahan.

Pasal 7
(1) Kewajiban tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dikenakan apabila dalam suatu keadaan yang ditetapkan berdasarkan hasil AROPT dinilai memiliki potensi yang dapat mengakibatkan terjadinya penyebaran organisme pengganggu tumbuhan.
(2) Kewajiban tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. persyaratan teknis; dan/atau
b. persyaratan kelengkapan dokumen.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan teknis dan/atau persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

Pasal 8
(1) AROPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terhadap pemasukan media pembawa dilakukan oleh Petugas Karantina Tumbuhan dan hasilnya disahkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian berdasarkan rekomendasi Tim AROPT.
(2) Tim AROPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.
(3) Tatacara pelaksanaan AROPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti tercantum pada Lampiran III sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
(4) Perubahan Lampiran III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian atas nama Menteri Pertanian.

BAB III
TINDAKAN KARANTINA TERHADAP MEDIA PEMBAWA YANG DIMASUKKAN
KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bagian Kesatu
Tempat Dilakukan Tindakan Karantina

(1) Tindakan karantina di negara asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dapat dilakukan terhadap media pembawa yang tidak dilarang pemasukannya, dan berdasarkan hasil AROPT:
a. media pembawa bukan merupakan media pembawa yang terkena tindakan pengasingan dan pengamatan; dan
b. dinilai lebih efektif dan efisien dari pada dilakukan di tempat pemasukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Tindakan karantina di negara asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengganti tindakan karantina yang dilaksanakan di tempat pemasukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Tindakan karantina di negara asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disepakati oleh NPPO negara pengirim dan negara penerima, importir, eksportir, dan produsen media pembawa.
(4) Tindakan karantina di negara asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk setiap satu kali pemasukan media pembawa.
(5) Ketentuan tindakan karantina di negara asal seperti tercantum pada Lampiran IV sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
(6) Perubahan Lampiran IV sebagaimana dimaksud pada ayat (5) lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian atas nama Menteri Pertanian.

Pasal 11
Tindakan karantina di wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, dapat dilakukan:
a. di tempat pemasukan; dan/atau
b. di luar tempat pemasukan.

(1) Tindakan karantina di luar tempat pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, dapat dilakukan di dalam instalasi karantina atau di tempat lain di luar instalasi karantina.
(2) Pelaksanaan tindakan karantina di luar tempat pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan tersendiri.

Bagian Kedua
Tindakan Karantina

Pasal 14
Berdasarkan laporan pemasukan media pembawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina Pertanian menugaskan secara tertulis kepada Petugas Karantina Tumbuhan untuk melakukan tindakan karantina.

Paragraf 1
Pemeriksaan

Apabila dari hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) media pembawa masih berada di atas alat angkut, ternyata:
a. bukan media pembawa, tidak dilakukan tindakan karantina;
b. merupakan media pembawa yang pemasukannya dikenakan tindakan pengasingan dan pengamatan, dilakukan tindakan pengasingan dan pengamatan;
c. tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, dilakukan tindakan penolakan;
d. merupakan jenis-jenis media pembawa yang dilarang pemasukannya, dilakukan tindakan penolakan;
e. dokumen persyaratan tidak lengkap, dilakukan tindakan penahanan;
f. dokumen persyaratan tidak sah dan/atau tidak benar, dilakukan tindakan penolakan; atau
g. dokumen persyaratan lengkap, sah, dan benar, dilakukan tindakan pemeriksaan kesehatan.

Pasal 17
Tindakan pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf g dilakukan di atas alat angkut, apabila:
a. media pembawa berasal dari negara atau transit di negara yang tertular wabah;
b. alat angkut media pembawa berasal dari negara atau transit di negara yang tertular wabah;
c. media pembawa berasal dari negara atau transit di negara yang mempunyai risiko tinggi; atau
d. berdasarkan pertimbangan Petugas Karantina Tumbuhan, pemeriksaan media pembawa perlu dilakukan di atas alat angkut.

Pasal 18
Apabila dari hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) media pembawa sudah diturunkan dari alat angkut, ternyata:
a. bukan media pembawa, tidak dilakukan tindakan karantina;
b. merupakan media pembawa yang pemasukannya dikenakan tindakan pengasingan dan pengamatan, dilakukan tindakan pengasingan dan pengamatan;
c. merupakan jenis-jenis media pembawa yang dilarang pemasukannya, dilakukan tindakan pemusnahan;
d. tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, dilakukan tindakan penolakan;
e. dokumen persyaratan tidak lengkap, dilakukan tindakan penahanan;
f. dokumen persyaratan tidak sah dan/atau tidak benar, dilakukan tindakan penolakan; atau
g. dokumen persyaratan lengkap, sah, dan benar, dilakukan tindakan pemeriksaan kesehatan.

(1) Apabila setelah dilakukan tindakan pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 huruf g, ternyata:
a. media pembawa tidak bebas dari OPTK Golongan I, busuk atau rusak, dilakukan tindakan pemusnahan;
b. media pembawa tidak bebas dari OPTK Golongan II, dilakukan tindakan perlakuan;
c. bebas dari OPTK atau setelah dilakukan tindakan perlakuan dapat dibebaskan dari OPTK Golongan II, dilakukan tindakan pembebasan.
(2) Terhadap media pembawa yang busuk atau rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan:
a. tindakan pemusnahan seluruhnya, apabila disebabkan oleh OPTK;
b. tindakan pemusnahan pada bagian yang busuk atau rusak, apabila tidak disebabkan oleh OPTK.

Paragraf 2
Penahanan

Pasal 21
(1) Tindakan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e dan Pasal 18 huruf e dilakukan untuk mengamankan media pembawa dengan cara penyegelan dan menempatkan di bawah penguasaan dan pengawasan Petugas Karantina Tumbuhan.
(2) Media pembawa yang dikenakan tindakan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada pemilik atau kuasanya diberikan waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja untuk memenuhi kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan.
(3) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan belum atau tidak dapat dipenuhi dilakukan tindakan penolakan.

Paragraf 3
Pengamatan dan Pengasingan

Apabila setelah dilakukan tindakan pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, ternyata:
a. media pembawa tidak bebas dari OPTK Golongan I, busuk atau rusak, dilakukan tindakan pemusnahan;
b. media pembawa tidak bebas dari OPTK Golongan II, dilakukan tindakan perlakuan; atau
c. bebas dari OPTK atau setelah dilakukan tindakan perlakuan dapat dibebaskan dari OPTK Golongan II, dilakukan tindakan pembebasan.

Paragraf 4
Perlakuan

Pasal 24
(1) Tindakan perlakuan dilakukan dengan cara fisik dan/atau kimiawi.
(2) Tindakan perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
a. untuk membebaskan media pembawa dari OPTK golongan II; atau
b. dipersyaratkan sebagai kewajiban tambahan.
(3) Tindakan perlakuan sebagai kewajiban tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan di negara asal, di atas alat angkut selama perjalanan, di negara transit, dan/atau setelah tiba di wilayah negara Republik Indonesia.

Pasal 25
Apabila setelah dilakukan tindakan perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, ternyata:
a. tidak dapat dibebaskan dari OPTK Golongan II dan media pembawa masih berada di atas alat angkut dilakukan tindakan penolakan;
b. tidak dapat dibebaskan dari OPTK Golongan II dan media pembawa telah diturunkan dari alat angkut dilakukan tindakan pemusnahan; atau
c. dapat dibebaskan dari OPTK golongan II dilakukan tindakan pembebasan.

Pasal 26
Ketentuan mengenai standar tindakan perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

Paragraf 5
Penolakan

Pasal 27
(1) Tindakan penolakan terhadap media pembawa yang:
a. berada di atas alat angkut, dilakukan dengan melarang mamasukan media pembawa ke dalam wilayan negara Republik Indonesia;
b. telah diturunkan dari alat angkut, dilakukan dengan mengeluarkan media pembawa dari wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Pelaksanaan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Berita Acara Penolakan.
(3) Fasilitas yang diperlukan dalam pelaksanaan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab pemilik atau kuasanya.
(4) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja pemilik atau kuasanya setelah menerima surat penolakan tidak segera mengeluarkan media pembawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia dilakukan tindakan pemusnahan.

Paragraf 6
Pemusnahan

Pasal 28
(1) Tindakan pemusnahan terhadap media pembawa dapat dilakukan dengan cara membakar, memanaskan, mengubur, menghancurkan dan/atau cara lain sehingga media pembawa tidak dimungkinkan menjadi sumber penyebaran OPTK.
(2) Pelaksanaan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Berita Acara Pemusnahan.
(3) Fasilitas yang diperlukan dalam pelaksanaan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab pemilik atau kuasanya.
(4) Ketentuan mengenai pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

Paragraf 7
Pembebasan

Pasal 29
(1) Tindakan pembebasan dilakukan dengan melepaskan dan/atau membolehkan media pembawa masuk ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap media pembawa yang bebas dan/atau dapat dibebaskan dari OPTK Kategori A1, OPTK Kategori A2 dan/atau OPTP.
(3) Media pembawa yang telah dilakukan tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilalulintas bebaskan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(4) Pelaksanaan tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan diterbitkan Sertifikat Pelepasan.

BAB IV
TINDAKAN KARANTINA TERHADAP MEDIA PEMBAWA YANG DIMASUKKAN KEMBALI
KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal 30
(1) Pemasukan kembali media pembawa yang dikeluarkan dari dalam wilayah negara Republik Indonesia dapat terjadi, karena:
a. ditolak pemasukannya oleh negara tujuan; atau
b. dikembalikan dari negara tujuan.
(2) Media pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain yang digunakan untuk keperluan pameran, perlombaan dan/atau penelitian.

Pasal 31
(1) Pemasukan kembali media pembawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a, apabila:
a. disertai Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari Negara Indonesia pada waktu pengeluaran diberlakukan sebagai persyaratan karantina tumbuhan, dilakukan tindakan karantina selain tindakan penahanan dan penolakan,
b. tidak disertai Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari Negara Indonesia dan negara tujuan mempersyaratkan, dilakukan tindakan pemusnahan;
c. tidak disertai Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari Negara Indonesia dan negara tujuan tidak mempersyaratkan, dilakukan tindakan karantina selain tindakan penahanan dan penolakan.
(2) Pemasukan kembali media pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disertai dengan surat keterangan penolakan dari NPPO atau pihak lain di negara tujuan yang disertai alasan penolakan.
(3) Apabila pemasukan kembali media pembawa tidak disertai dengan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan tindakan penolakan.

Pasal 32
Pemasukan kembali media pembawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b apabila:
a. disertai dengan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari Indonesia, dilakukan tindakan karantina dan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan yang menyertai media pembawa pada waktu pengeluaran dapat diberlakukan sebagai persyaratan karantina tumbuhan; atau
b. tidak disertai dengan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari Indonesia, dilakukan tindakan pemusnahan.

BAB V
PENGAKUAN, EKIVALENSI DAN NOTIFIKASI KETIDAKSESUAIAN

Pasal 33
(1) Dalam pelaksanaan tindakan karantina terhadap pemasukan media pembawa ke dalam wilayah Republik Negara Indonesia dapat dilakukan melalui Perjanjian Saling Mengakui (Mutual Recognition Agreement) dan Ekivalensi dengan negara asal.
(2) Syarat dan tatacara pelaksanaan Perjanjian Saling Mengakui dan Ekivalensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

Pasal 34
(1) Notifikasi ketidak sesuaian diterbitkan oleh UPT Karantina Pertanian apabila pemasukan media pembawa dari luar negeri:
a. tidaksesuai dengan peraturan perundang-undangan Karantina Tumbuhan; dan/atau
b. media pembawa dikenakan tindakan perlakuan, penolakan dan/atau pemusnahan.
(2) Notifikasi ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada NPPO di negara asal media pembawa.

BAB VI
PUNGUTAN JASA TINDAKAN KARANTINA

Pasal 35
(1) Pemilik media pembawa atau kuasanya wajib membayar pungutan jasa tindakan karantina.
(2) Pungutan jasa tindakan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus disetor ke kas negara.
(3) Besarnya pungutan jasa tindakan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36
Tindakan karantina terhadap pemasukan media pembawa yang sedang berlangsung sebelum ditetapkan Peraturan ini, diselesaikan dengan mengikuti ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/HK.310/1/90 tentang Syarat-Syarat dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Tanaman dan Bibit Tanaman ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/HK.310/1/90 tentang Syarat-Syarat dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Tanaman dan Bibit Tanaman ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 38
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Pertanian ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Februari 2009
MENTERI PERTANIAN,

ANTON APRIYANTONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Maret 2009
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA