[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

(1) Penerbitan SBSN dapat dilaksanakan:
a. secara langsung oleh Pemerintah; atau
b. melalui Perusahaan Penerbit SBSN.
(2) Dalam hal penerbitan SBSN dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan SBSN dilaksanakan oleh satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN.
(3) Dalam hal penerbitan SBSN dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan SBSN dilaksanakan oleh Perusahaan Penerbit SBSN dengan dibantu oleh satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN.
(4) Dalam melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN, satuan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berkoordinasi dengan satuan kerja atau pihak lain yang terkait.

BAB II
KETENTUAN DAN PERSYARATAN LELANG

Pasal 3
(1) Menteri dapat menunjuk Bank Indonesia sebagai Agen Lelang untuk melaksanakan Lelang.
(2) Agen Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas sebagai berikut:
a. mengumumkan rencana Lelang SBSN yang memuat paling kurang nama Peserta Lelang, waktu pelaksanaan Lelang SBSN, jumlah indikatif SBSN yang ditawarkan, jangka waktu SBSN, tanggal penerbitan, tanggal Setelmen, tanggal jatuh tempo, jenis mata uang dan waktu pengumuman hasil Lelang SBSN kepada Peserta Lelang dan/atau LPS melalui sistem Lelang SBSN;
b. melaksanakan Lelang SBSN;
c. menyampaikan data penawaran pembelian Lelang SBSN kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang; dan
d. mengumumkan hasil ketetapan Lelang SBSN kepada Peserta Lelang dan/atau LPS melalui sistem Lelang.
(3) Dalam hal Bank Indonesia bertindak sebagai Agen Lelang, ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Lelang mengikuti Peraturan Bank Indonesia.

Pasal 4
(1) Setiap Pihak dapat menyampaikan penawaran pembelian dalam Lelang SBSN.
(2) Pembelian SBSN secara Lelang di pasar perdana oleh Pihak selain Bank Indonesia dan LPS dilakukan melalui Peserta Lelang.

(1) LPS dapat membeli SBSN di pasar perdana untuk SBSN Jangka Pendek maupun SBSN Jangka Panjang.
(2) Pembelian SBSN oleh LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya untuk dan atas nama LPS sendiri.

Pasal 7
(1) Bank dan Perusahaan Efek mengajukan permohonan sebagai Peserta Lelang kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk mendapatkan persetujuan serta menyerahkan surat pernyataan kesediaan untuk mematuhi ketentuan sebagai Peserta Lelang.
(2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan surat Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri.

Pasal 8
Bank dan Perusahaan Efek yang telah menjadi Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Sistem Dealer Utama dapat mengikuti Lelang dengan mengajukan permohonan sebagai Peserta Lelang kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan melampirkan surat penunjukan sebagai Dealer Utama.

Perusahaan Efek yang akan menjadi Peserta Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki izin usaha yang masih berlaku dari otoritas di bidang pasar modal sebagai Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek;
b. memenuhi Modal Kerja Bersih Disesuaikan minimal rata-rata harian selama satu bulan terakhir sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah);
c. menjadi peserta BI-SSSS.

Pasal 11
Peserta Lelang harus menyampaikan penawaran pembelian pada setiap Lelang SBSN.

(1) Menteri menetapkan rencana Lelang SBSN dan rencana Lelang SBSN Tambahan sebelum tanggal pelaksanaan Lelang.
(2) Penetapan rencana Lelang SBSN dilakukan sebelum pelaksanaan Lelang SBSN yang paling kurang memuat jenis akad, tanggal jatuh tempo, tanggal lelang, target indikatif, metode penetapan harga SBSN, persentase alokasi bagi Penawaran Pembelian Non Kompetitif untuk SBSN yang akan ditawarkan, serta Barang Milik Negara (BMN) atau obyek pembiayaan SBSN yang akan digunakan sebagai Aset SBSN.
(3) Penetapan rencana Lelang SBSN Tambahan dilakukan pada saat penetapan hasil Lelang SBSN yang paling kurang memuat waktu pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan, jangka waktu SBSN dan Imbal Hasil sebagai dasar perhitungan harga SBSN yang ditawarkan dalam Lelang SBSN Tambahan, serta Pihak yang dapat mengikuti Lelang SBSN Tambahan.
(4) Penetapan rencana Lelang SBSN dan rencana Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri.

Pasal 14
(1) Pengumuman rencana Lelang SBSN dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang SBSN.
(2) Pengumuman rencana Lelang SBSN Tambahan dilakukan setelah penetapan Lelang SBSN.

(1) Pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilakukan dalam hal realisasi penerbitan SBSN lebih rendah dari target yang ditetapkan.
(2) Pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dilakukan dalam hal:
a. jumlah penawaran pembelian untuk suatu seri SBSN dalam Lelang SBSN memenuhi separuh atau lebih dari target indikatif penerbitan; dan
b. jumlah penawaran pembelian untuk seri SBSN sebagaimana dimaksud pada huruf a yang dapat dimenangkan dan/atau memenuhi harga acuan (owner's estimate) kurang dari separuh jumlah penawaran pembelian.
(3) Pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c, dilakukan dalam hal separuh atau lebih penawaran pembelian atas suatu seri SBSN yang akan dipersiapkan untuk menjadi seri benchmark Surat Berharga Negara tidak dapat dimenangkan dan/atau tidak memenuhi harga acuan.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Lelang SBSN

Pasal 17
Penawaran pembelian dalam Lelang SBSN dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif dan/atau Penawaran Pembelian Non Kompetitif.

Pasal 18
(1) Penetapan harga SBSN bagi pemenang Lelang SBSN dengan Penawaran Pembelian Kompetitif dapat dilakukan dengan metode Harga Beragam atau dengan metode Harga Seragam.
(2) Penetapan harga SBSN bagi pemenang Lelang SBSN dengan Penawaran Pembelian Non Kompetitif dilakukan berdasarkan Harga Rata-Rata Tertimbang hasil lelang Penawaran Pembelian Kompetitif.

(1) Menteri menetapkan hasil Lelang SBSN yang meliputi nilai nominal SBSN yang dimenangkan serta tingkat Imbalan dan/atau diskonto, termasuk jenis dan nilai Aset SBSN, pada tanggal pelaksanaan Lelang SBSN.
(2) Penetapan hasil Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa menerima seluruh atau sebagian, atau menolak seluruh penawaran pembelian Lelang SBSN yang masuk.
(3) Penetapan hasil Lelang SBSN didasarkan atas pertimbangan antara lain harga, waktu pengajuan penawaran pembelian, volume, dan pengelolaan risiko utang.
(4) Penetapan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri.

Pasal 21
Agen Lelang mengumumkan ketetapan hasil Lelang SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) kepada Peserta Lelang dan/atau LPS pada hari pelaksanaan Lelang SBSN, paling kurang meliputi nama pemenang, nilai nominal, serta tingkat Imbalan dan/atau diskonto.

Bagian Ketiga
Pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan

Dalam pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan, Agen Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) mempunyai tugas sebagai berikut:
a. mengumumkan rencana Lelang SBSN Tambahan yang ditetapkan oleh Pemerintah yang memuat paling kurang nama peserta Lelang SBSN Tambahan, waktu pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan, seri SBSN dan Imbal Hasil sebagai dasar perhitungan harga SBSN yang akan ditawarkan kepada Peserta Lelang dan/atau LPS melalui sistem Lelang;
b. menerima penawaran pembelian dari pihak sebagimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyampaikan penawaran pembelian dalam Lelang SBSN Tambahan;
c. menyampaikan data penawaran pembelian Lelang SBSN Tambahan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang; dan
d. mengumumkan hasil ketetapan Lelang SBSN Tambahan kepada pihak sebagimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyampaikan penawaran pembelian dalam Lelang SBSN Tambahan melalui sistem Lelang.

Pasal 24
(1) Penawaran pembelian dalam Lelang SBSN Tambahan dilakukan dengan Penawaran Pembelian Non Kompetitif.
(2) Harga Setelmen bagi pemenang Lelang SBSN Tambahan ditetapkan dengan metode Harga Seragam berdasarkan harga bersih yang dikonversi dari Imbal Hasil rata-rata tertimbang (weighted average yield) dari Penawaran Pembelian Kompetitif yang dimenangkan dalam Lelang SBSN.

Pasal 25
(1) Menteri dapat menerima seluruh atau sebagian penawaran pembelian yang masuk dalam Lelang SBSN Tambahan.
(2) Menteri menetapkan hasil Lelang SBSN Tambahan yang meliputi nilai nominal SBSN yang dimenangkan, nama pemenang, dan rincian hasil penjatahan, termasuk jenis dan nilai Aset SBSN, pada tanggal pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan.
(3) Penetapan hasil Lelang SBSN Tambahan didasarkan atas pertimbangan, antara lain volume penawaran pembelian, kebutuhan pembiayaan APBN, dan pengelolaan risiko utang.
(4) Penerimaan dan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri.

Pasal 26
Agen Lelang mengumumkan ketetapan hasil Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) kepada pihak sebagimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyampaikan penawaran pembelian dalam Lelang SBSN Tambahan pada hari pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan, paling kurang meliputi nama pemenang dan nilai nominal.

BAB IV
DOKUMEN PENERBITAN DAN PENJUALAN

Pasal 27
Dokumen yang diperlukan dalam penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Lelang antara lain:
a. dokumen transaksi Aset SBSN;
b. perjanjian perwaliamanatan;
c. ketentuan dan syarat (terms and conditions) SBSN; dan/atau
d. fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip syariah.

Pasal 28
(1) Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, antara lain:
a. perjanjian jual beli atau sewa menyewa BMN untuk digunakan sebagai Aset SBSN;
b. perjanjian sewa menyewa Aset SBSN;
c. perjanjian jual beli Aset SBSN, termasuk yang berupa obyek pembiayaan SBSN; dan/atau
d. perjanjian penyertaan (partnership).
(2) Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Akad SBSN yang diterbitkan.
(3) Akad SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari Akad Ijarah, Akad Istishna', Akad Musyarakah, Akad Mudarabah, atau akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah.

Pasal 29
(1) Dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Wali Amanat yang ditunjuk.
(2) Dalam hal SBSN diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN.

Pasal 30
(1) Perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b hanya diperlukan dalam hal:
a. penerbitan SBSN dilakukan secara langsung oleh Pemerintah; atau
b. penerbitan SBSN dilakukan melalui Perusahaan Penerbit SBSN, dan selanjutnya Perusahaan Penerbit SBSN menunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat.
(2) Dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah, perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Wali Amanat yang ditunjuk.
(3) Dalam hal SBSN diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN dan Perusahaan Penerbit SBSN menunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat, perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN dan pihak lain yang ditunjuk untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat.

Pasal 31
Penunjukan Wali Amanat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2), serta pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi sebagai Wali Amanat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri.

BAB V
SETELMEN

Pasal 32
(1) Setelmen SBSN Jangka Panjang dilakukan paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang (T +5).
(2) Setelmen SBSN Jangka Pendek dilakukan paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang (T +2).

Pasal 33
(1) Setelmen dalam rangka Lelang SBSN Tambahan dilakukan pada tanggal yang sama dengan pelaksanaan Setelmen Lelang SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
(2) Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Setelmen Lelang SBSN.

Pasal 34
(1) Perhitungan Harga Setelmen per unit SBSN dilakukan berdasarkan formula sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Perhitungan Harga Setelmen SBSN Jangka Pendek dengan imbalan berupa diskonto dilakukan berdasarkan formula sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 35
(1) Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari sebenarnya (actual per actual) dan dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal Setelmen sampai dengan tanggal jatuh tempo.
(2) Jumlah hari (day count) untuk perhitungan Imbalan berjalan (accrued return) menggunakan basis jumlah hari sebenarnya.

Pasal 36
Peserta Lelang bertanggung jawab terhadap Setelmen seluruh penawaran pembelian masing-masing yang dinyatakan menang pada tanggal Setelmen.

Pasal 37
(1) Peserta Lelang yang penawaran pembeliannya telah diterima oleh Pemerintah, dinyatakan batal dalam hal tidak melunasi seluruh kewajibannya sampai dengan batas akhir tanggal Setelmen atau saldo giro Rupiah Bank yang ditunjuk sebagai Bank pembayar di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen sampai dengan batas akhir tanggal Setelmen.
(2) Terhadap setiap pembatalan transaksi Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peserta Lelang dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti Lelang SBSN sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut.

Pasal 38
Ketentuan mengenai teknis pelaksanaan Setelmen SBSN mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

BAB VI
BIAYA PENERBITAN

Pasal 39
Segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan penerbitan SBSN dengan cara Lelang baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN dibebankan pada APBN.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.08/2009 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana Dalam Negeri dengan Cara Lelang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 41
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2012
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN