(1) Pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5), dapat dilakukan melalui Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan, dalam hal:
(2) Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha, permohonan diajukan langsung oleh pihak yang dipotong atau dipungut.
(1) Permohonan untuk memperoleh pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan atas suatu bukti pembayaran, bukti pemotongan/ pemungutan pajak, faktur pajak atau dokumen lain yang dipersamakan dengan faktur pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(4) Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
(1) Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, permohonan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau ke Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan berdomisili dalam hal orang pribadi atau badan tersebut tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2) Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), permohonan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut terdaftar.
(3) Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh bukan Pengusaha Kena Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), permohonan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang dipungut terdaftar.
(4) Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak atau bukan Pengusaha Kena Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), permohonan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang dipungut terdaftar.
(5) Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan.
(1) Penyampaian permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dilakukan:
a. secara langsung dengan bukti penerimaan surat;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(2) Bukti penerimaan surat atau bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti penerimaan surat permohonan.
BAB IV
PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN
Pasal 11(1) Direktur Jenderal Pajak melakukan Verifikasi terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2) Dalam hal untuk melakukan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan tambahan dokumen pendukung lainnya yang terkait dengan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen tersebut kepada Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(3) Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
a. pajak yang seharusnya tidak terutang telah dibayar atau disetor ke kas negara; dan
b. pajak yang seharusnya tidak terutang telah dibayar atau disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dikreditkan dalam SPT.
(4) Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pembayaran pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
a. pajak yang seharusnya tidak terutang telah dibayar atau disetor ke kas negara;
b. dalam hal pajak yang telah dibayar atau disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a terkait dengan PPh Pasal 22 impor, pajak tersebut tidak dikreditkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
c. dalam hal pajak yang telah dibayar atau disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a terkait dengan PPN impor, pajak tersebut tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN, tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan, atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan; dan
d. dalam hal pajak yang telah dibayar atau disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a terkait dengan PPnBM impor, pajak tersebut tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan.
(5) Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
a. pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara;
b. dalam hal pajak yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a terkait dengan pemotongan atau pemungutan yang bersifat tidak final, Pajak Penghasilan tersebut tidak dikreditkan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut;
c. pajak yang dipotong atau dipungut telah dilaporkan oleh pemotong atau pemungut dalam SPT Masa Wajib Pajak pemotong atau pemungut; dan
d. pajak yang dipotong atau dipungut tidak diajukan keberatan oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf e Undang-Undang KUP.
(6) Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
a. pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara;
b. pajak yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN, tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan, atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan;
c. pajak yang dipungut telah dilaporkan oleh pemungut dalam SPT Masa PPN Wajib Pajak pemungut; dan
d. pajak yang dipungut tidak diajukan keberatan oleh Wajib Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf e Undang-Undang KUP.
(7) Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
a. pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara;
b. pajak yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dibiayakan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang dipungut atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan;
c. pajak yang dipungut telah dilaporkan oleh pemungut dalam SPT Masa PPN Wajib Pajak pemungut; dan
d. pajak yang dipungut tidak diajukan keberatan oleh Wajib Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf e Undang-Undang KUP.
(8) Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pemotongan atau pemungutan pajak terhadap WPLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
a. pajak yang seharusnya tidak terutang yang telah dibayar atau disetor ke kas negara; dan
b. pajak yang seharusnya tidak terutang telah dibayar atau disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilaporkan dalam SPT Masa Wajib Pajak pemotong atau pemungut.
(9) Dalam hal berdasarkan laporan hasil Verifikasi terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
(10) Dalam hal berdasarkan laporan hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan secara tertulis kepada pemohon.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 14Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
lamp