d. akuntabilitas publik.
Bagian Kedua
Otonomi Perguruan Tinggi
Otonomi pengelolaan pada PTN meliputi:
a. bidang akademik:
1. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan pendidikan terdiri atas:
a) persyaratan akademik mahasiswa yang akan diterima;
b) kurikulum Program Studi;
c) proses Pembelajaran;
d) penilaian hasil belajar;
e) persyaratan kelulusan; dan
f) wisuda;
2. penetapan norma, kebijakan operasional, serta pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; dan
b. bidang nonakademik:
1. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan organisasi terdiri atas:
a) rencana strategis dan rencana kerja tahunan; dan
b) sistem penjaminan mutu internal;
2. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan keuangan terdiri atas:
a) membuat perjanjian dengan pihak ketiga dalam lingkup Tridharma Perguruan Tinggi; dan
b) sistem pencatatan dan pelaporan keuangan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan kemahasiswaan terdiri atas:
a) kegiatan kemahasiswaan intrakurikuler dan ekstrakurikuler;
b) organisasi kemahasiswaan; dan
c) pembinaan bakat dan minat mahasiswa;
4. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan ketenagaan terdiri atas:
a) penugasan dan pembinaan sumber daya manusia; dan
b) penyusunan target kerja dan jenjang karir sumber daya manusia; dan
5. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan pemanfaatan sarana dan prasarana terdiri atas:
a) penggunaan sarana dan prasarana;
b) pemeliharaan sarana dan prasarana; dan
c) pemanfaatan sarana dan prasarana;
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 24(1) Kekayaan awal PTN Badan Hukum berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah.
(2) Nilai kekayaan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(3) Penatausahaan pemisahan kekayaan negara untuk ditempatkan menjadi kekayaan awal PTN Badan Hukum diselenggarakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(4) Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dalam neraca PTN Badan Hukum dengan pengungkapan yang memadai dalam catatan atas laporan keuangan.
Pasal 25Otonomi pengelolaan pada PTN Badan Hukum meliputi:
a. bidang akademik:
1. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan pendidikan terdiri atas:
a) persyaratan akademik mahasiswa yang akan diterima;
b) pembukaan, perubahan, dan penutupan Program Studi;
c) kurikulum Program Studi;
d) proses Pembelajaran;
e) penilaian hasil belajar;
f) persyaratan kelulusan; dan
g) wisuda;
2. penetapan norma, kebijakan operasional, serta pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
b. bidang nonakademik:
1. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan organisasi terdiri atas:
a) rencana strategis dan operasional;
b) struktur organisasi dan tata kerja;
c) sistem pengendalian dan pengawasan internal; dan
d) sistem penjaminan mutu internal;
2. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan keuangan terdiri atas:
a) perencanaan dan pengelolaan anggaran jangka pendek dan jangka panjang;
b) tarif setiap jenis layanan pendidikan;
c) penerimaan, pembelanjaan, dan pengelolaan uang;
d) melakukan investasi jangka pendek dan jangka panjang;
e) membuat perjanjian dengan pihak ketiga dalam lingkup Tridharma Perguruan Tinggi;
f) memiliki utang dan piutang jangka pendek dan jangka panjang; dan
g) sistem pencatatan dan pelaporan keuangan;
3. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan kemahasiswaan terdiri atas:
a) kegiatan kemahasiswaan intrakurikuler dan ekstrakurikuler;
b) organisasi kemahasiswaan; dan
c) pembinaan bakat dan minat mahasiswa;
4. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan ketenagaan terdiri atas:
a) persyaratan dan prosedur penerimaan sumber daya manusia;
b) penugasan, pembinaan, dan pengembangan sumber daya manusia;
c) penyusunan target kerja dan jenjang karir sumber daya manusia; dan
d) pemberhentian sumber daya manusia; dan
5. penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan sarana dan prasarana terdiri atas:
a) pemilikan sarana dan prasarana;
b) penggunaan sarana dan prasarana;
c) pemanfaatan sarana dan prasarana; dan
d) pemeliharaan sarana dan prasarana.
Pasal 26Otonomi pengelolaan pada PTS diatur oleh Badan Penyelenggara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pola Pengelolaan Perguruan Tinggi
Pasal 27(1) Pola pengelolaan PTN:
a. PTN dengan pola pengelolaan keuangan negara pada umumnya;
b. PTN dengan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum; atau
c. PTN sebagai badan hukum.
(2) Penetapan dan perubahan pola pengelolaan PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan evaluasi kinerja oleh Menteri terhadap PTN.
(3) Penetapan PTN dengan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum dilakukan dengan penetapan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan atas usul Menteri.
(4) Penetapan PTN Badan Hukum dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Evaluasi kinerja terhadap PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh tim independen yang dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada Menteri.
(6) Ketentuan mengenai kriteria dan prosedur evaluasi kinerja terhadap PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.
(7) Pola pengelolaan PTS ditetapkan oleh Badan Penyelenggara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Tata Kelola Perguruan Tinggi
Pasal 28Organisasi PTN dan PTS paling sedikit terdiri atas unsur:
a. penyusun kebijakan;
b. pelaksana akademik;
c. pengawas dan penjaminan mutu;
d. penunjang akademik atau sumber belajar; dan
e. pelaksana administrasi atau tata usaha.
Pasal 29(1) Organisasi PTN paling sedikit terdiri atas:
a. senat Universitas/Institut/Sekolah Tinggi/ Politeknik/Akademi/Akademi Komunitas sebagai unsur penyusun kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, yang menjalankan fungsi penetapan dan pertimbangan pelaksanaan kebijakan akademik;
b. Pemimpin Perguruan Tinggi sebagai unsur pelaksana akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, yang menjalankan fungsi penetapan kebijakan nonakademik dan Pengelolaan Perguruan Tinggi untuk dan atas nama Menteri;
c. satuan pengawas internal yang dibentuk oleh Pemimpin Perguruan Tinggi sebagai unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c, yang menjalankan fungsi pengawasan nonakademik untuk dan atas nama Pemimpin Perguruan Tinggi; dan
d. dewan penyantun atau nama lain yang menjalankan fungsi pertimbangan nonakademik dan fungsi lain yang ditetapkan dalam Statuta.
(2) Pemimpin Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(3) Unsur pengawas dan penjaminan mutu, unsur penunjang akademik atau sumber belajar, dan unsur pelaksana administrasi atau tata usaha, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c, huruf d, dan huruf e di dalam organisasi PTN, serta unsur lain yang menjalankan fungsi komplementer ditetapkan dalam Peraturan Menteri tentang Statuta masing-masing PTN.
(4) Senat Universitas/Institut/Sekolah Tinggi/ Politeknik/Akademi/Akademi Komunitas memiliki anggota wakil dari dosen yang mewakili bidang ilmu dan teknologi atau kelompok bidang ilmu dan teknologi yang dikembangkan di Perguruan Tinggi yang bersangkutan.
(5) Pemimpin Perguruan Tinggi dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang:
a. wakil pemimpin bidang akademik; dan
b. wakil pemimpin bidang nonakademik.
(6) Wakil pemimpin dan pimpinan unit organisasi di bawah Pemimpin Perguruan Tinggi diangkat dan diberhentikan oleh Pemimpin Perguruan Tinggi.
(7) Satuan pengawas internal paling sedikit memiliki anggota yang menguasai:
a. pencatatan dan pelaporan keuangan;
b. tata kelola Perguruan Tinggi;
c. peraturan perundang-undangan di bidang Pendidikan Tinggi; dan
d. pengelolaan barang milik negara.
(8) Dewan penyantun paling sedikit memiliki anggota yang memiliki:
a. komitmen untuk memajukan Perguruan Tinggi; dan
b. pengalaman mengelola Perguruan Tinggi.
(9) Organisasi PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) menjalankan fungsi masing-masing dengan saling menilik dan mengimbangi satu terhadap yang lain (checks and balances principle).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) diatur dalam Peraturan Menteri tentang Statuta masing-masing PTN.
Pasal 30(1) Organisasi PTN Badan Hukum paling sedikit terdiri atas:
a. majelis wali amanat sebagai unsur penyusun kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a yang menjalankan fungsi penetapan, pertimbangan pelaksanaan kebijakan umum, dan pengawasan nonakademik;
b. Pemimpin Perguruan Tinggi sebagai unsur pelaksana akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, yang menjalankan fungsi Pengelolaan Perguruan Tinggi dan bertanggung jawab kepada majelis wali amanat; dan
c. senat akademik yang menjalankan fungsi penetapan kebijakan, pemberian pertimbangan, dan pengawasan di bidang akademik.
(2) Majelis wali amanat membentuk komite audit atau nama lain sebagai unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c, untuk menjalankan fungsi pengawasan nonakademik.
(3) Majelis wali amanat dapat memiliki anggota yang berasal dari:
a. unsur Pemerintah;
b. unsur dosen;
c. unsur masyarakat; dan
d. unsur lain.
(4) Senat akademik memiliki anggota wakil dari dosen yang mewakili bidang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi atau kelompok bidang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi yang dikembangkan di Perguruan Tinggi yang bersangkutan.
(5) Pemimpin Perguruan Tinggi yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang:
a. wakil pemimpin bidang akademik; dan
b. wakil pemimpin bidang nonakademik.
(6) Unsur pengawas dan penjaminan mutu, unsur penunjang akademik atau sumber belajar, dan unsur pelaksana administrasi atau tata usaha, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c, huruf d, dan huruf e di dalam organisasi PTN Badan Hukum, serta organ lain yang menjalankan fungsi komplementer ditetapkan dalam Statuta masing-masing PTN Badan Hukum.
(7) Komite audit paling sedikit memiliki anggota yang menguasai:
a. pencatatan dan pelaporan keuangan;
b. tata kelola Perguruan Tinggi;
c. peraturan perundang-undangan di bidang Pendidikan Tinggi; dan
d. pengelolaan barang milik negara.
(8) Organ PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7), menjalankan fungsi masing-masing dengan saling menilik serta mengimbangi satu terhadap yang lain (checks and balances principle).
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kelola PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Statuta masing-masing PTN Badan Hukum.
Pasal 31(1) Organisasi PTS ditetapkan oleh Badan Penyelenggara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai organisasi dan tata kelola PTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Statuta masing-masing PTS yang ditetapkan dengan peraturan Badan Penyelenggara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32(1) Statuta Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (10) dan Pasal 30 ayat (9) paling sedikit memuat:
a. ketentuan umum;
b. identitas;
c. penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi;
d. sistem pengelolaan;
e. sistem penjaminan mutu internal;
f. bentuk dan tata cara penetapan peraturan;
g. pendanaan dan kekayaan;
h. ketentuan peralihan; dan
i. ketentuan penutup.
(2) Substansi dan tata urut substansi Statuta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan Perguruan Tinggi.
(3) Pedoman dan tata cara penyusunan Statuta PTN dan PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri, kecuali bagi PTN Badan Hukum yang telah ditetapkan dalam undang-undang.
Bagian Kelima
Akuntabilitas Publik Perguruan Tinggi
Pasal 33(1) Akuntabilitas publik Perguruan Tinggi diwujudkan melalui pemenuhan atas:
a. kewajiban untuk menjalankan visi dan misi Pendidikan Tinggi nasional sesuai izin Perguruan Tinggi dan izin Program Studi yang ditetapkan oleh Menteri;
b. target kinerja yang ditetapkan oleh:
1. Menteri bagi PTN;
2. majelis wali amanat bagi PTN Badan Hukum; atau
3. Badan Penyelenggara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PTS; dan
c. Standar Nasional Pendidikan Tinggi melalui penerapan sistem penjaminan mutu Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri, majelis wali amanat, atau Badan Penyelenggara sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam bentuk laporan tahunan.
(3) Ringkasan laporan tahunan Perguruan Tinggi wajib diumumkan setiap tahun kepada masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai akuntabilitas publik Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Statuta masing-masing.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. semua peraturan pemerintah dan peraturan perundang-undangan di bawahnya, tentang tata kelola Perguruan Tinggi yang sudah diterbitkan yang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sampai penetapan Statuta berdasarkan Peraturan Pemerintah ini; dan
b. semua peraturan pelaksanaan dari peraturan pemerintah yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi yang telah ada tetap berlaku, dan wajib disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Pasal 35Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157) sepanjang mengatur mengenai Pendidikan Tinggi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 36Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Pasal 37Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Februari 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN