Teks tidak dalam format asli.
Kembali



LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No.17, 2014
ADMINISTRASI. Perizinan. Syarat. Tata Cara. Produk Pornografi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5501)


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2014
TENTANG
SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUATAN, PENYEBARLUASAN,
DAN PENGGUNAAN PRODUK PORNOGRAFI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :   bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Perizinan Pembuatan, Penyebarluasan, dan Penggunaan Produk Pornografi;
Mengingat   : 1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.  Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUATAN, PENYEBARLUASAN, DAN PENGGUNAAN PRODUK PORNOGRAFI.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi:
a.  Syarat dan tata cara perizinan Pembuatan, Penyebarluasan, dan Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan Pelayanan Kesehatan; dan
b.  Syarat dan tata cara perizinan Pembuatan, Penyebarluasan, dan Penggunaan Produk Pornografi yang harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

BAB II
SYARAT PEMBUATAN, PENYEBARLUASAN, DAN PENGGUNAAN PRODUK PORNOGRAFI UNTUK TUJUAN DAN KEPENTINGAN PENDIDIKAN DAN PELAYANAN KESEHATAN
Bagian Kesatu
Pembuatan Produk Pornografi
Paragraf 1
Syarat Pembuatan Produk Pornografi
untuk Tujuan dan Kepentingan Pendidikan
Pasal 3
(1)  Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan merupakan produk yang secara eksplisit memuat pornografi yang penggunaannya dibutuhkan dalam pendidikan.
(2)  Pembuatan Produk Pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan yang tergabung dalam lembaga pendidikan.
(3)  Pembuatan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan selain oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan Izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

Pasal 4
(1)  Pembuatan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan paling sedikit harus memenuhi syarat:
a.  mencantumkan peringatan batasan dan penggunaan Produk Pornografi;
b.  sesuai dengan jenjang pendidikan;
c.  sesuai dengan bidang ilmu dan/atau profesi; dan
d.  diketahui oleh pimpinan lembaga pendidikan jika dibuat oleh orang perseorangan yang tergabung dalam lembaga pendidikan.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat Pembuatan Produk Pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

Paragraf 2
Syarat Pembuatan Produk Pornografi
untuk Tujuan dan Kepentingan Pelayanan Kesehatan
(1)  Pembuatan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan Pelayanan Kesehatan paling sedikit harus memenuhi syarat:
a.  mencantumkan peringatan batasan dan penggunaan Produk Pornografi;
b.  disesuaikan dengan kepentingan penanggulangan bahaya kesehatan masyarakat dan/atau program pemerintah; dan
c.  diketahui oleh pimpinan lembaga pelayanan kesehatan jika dibuat oleh Tenaga Kesehatan.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat Pembuatan Produk Pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Bagian Kedua
Penyebarluasan Produk Pornografi
Paragraf 1
Syarat Penyebarluasan Produk Pornografi
untuk Tujuan dan Kepentingan Pendidikan
Pasal 7
(1)  Penyebarluasan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dilakukan oleh orang perseorangan yang tergabung dalam lembaga pendidikan.
(2)  Penyebarluasan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan selain oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah mendapat Izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

Pasal 8
(1)  Penyebarluasan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan paling sedikit harus memenuhi syarat:
a.  disebarluaskan secara terbatas di lingkungan lembaga pendidikan;
b.  sesuai dengan jenjang pendidikan;
c.  sesuai dengan bidang ilmu dan/atau profesi;
d.  dilakukan di tempat atau lokasi tertentu dan/atau dapat diakses ke tempat tertentu yang terdeteksi dan dapat dipantau dengan akurat; dan
e.  diketahui oleh pimpinan lembaga pendidikan jika disebarluaskan oleh orang perseorangan yang tergabung dalam lembaga pendidikan.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat Penyebarluasan Produk Pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

Paragraf 2
Syarat Penyebarluasan Produk Pornografi
untuk Tujuan dan Kepentingan Pelayanan Kesehatan
(1)  Penyebarluasan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan Pelayanan Kesehatan paling sedikit harus memenuhi syarat:
a.  dilakukan di tempat atau lokasi tertentu dan/atau dapat diakses ke tempat tertentu yang terdeteksi dan dapat dipantau dengan akurat;
b.  untuk kepentingan penanggulangan bahaya kesehatan masyarakat dan/atau program pemerintah;
c.  untuk kepentingan kesehatan orang perseorangan, harus dilakukan oleh tenaga medis dan/atau tenaga keterapian fisik; dan
d.  diketahui oleh pimpinan lembaga pelayanan kesehatan jika disebarluaskan oleh Tenaga Kesehatan.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat Penyebarluasan Produk Pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Bagian Ketiga
Penggunaan Produk Pornografi
Paragraf 1
Syarat Penggunaan Produk Pornografi
untuk Tujuan dan Kepentingan Pendidikan
Pasal 11
(1)  Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dilakukan oleh orang perseorangan yang tergabung dalam lembaga pendidikan.
(2)  Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan selain oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah mendapat Izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

(1)  Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan Pelayanan Kesehatan dilakukan oleh Tenaga Kesehatan.
(2)  Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan Pelayanan Kesehatan selain oleh Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah mendapat Izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 14
(1)  Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan Pelayanan Kesehatan paling sedikit harus memenuhi syarat:
a.  direkomendasikan oleh lembaga pelayanan kesehatan;
b.  dilakukan di tempat atau lokasi tertentu; dan
c.  sesuai dengan kebutuhan Pelayanan Kesehatan.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat Penggunaan Produk Pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Bagian Keempat
Syarat Pembuatan, Penyebarluasan, dan/atau
Penggunaan Produk Pornografi Untuk Tujuan dan
Kepentingan Pendidikan dan
Pelayanan Kesehatan melalui Media Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Pembuatan, Penyebarluasan, dan/atau Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan Pelayanan Kesehatan melalui Media Teknologi Informasi dan Komunikasi paling sedikit harus memenuhi syarat:
a.  memiliki mekanisme verifikasi usia;
b.  memiliki fasilitas dan tata cara untuk mengamankan data/konten Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan Pelayanan Kesehatan;
c.  memiliki fasilitas untuk pengamanan akses;
d.  memiliki fasilitas yang mencatat semua akses yang dilakukan terhadap Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan Pelayanan Kesehatan;
e.  memiliki sistem pengawasan; dan
f.  memiliki mekanisme verifikasi jenjang pendidikan, jika Pembuatan, Penyebarluasan, dan/atau Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan.

Pasal 17
Dalam Pembuatan, Penyebarluasan, dan/atau Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan Pelayanan Kesehatan melalui Media Teknologi Informasi dan Komunikasi, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika berwenang:
a.  menetapkan kebijakan pemanfaatan Media Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan Pelayanan Kesehatan;
b.  memantau Pembuatan, Penyebarluasan, dan/atau Penggunaan Produk Pornografi melalui Media Teknologi Informasi dan Komunikasi;
c.  memberikan bimbingan teknis, supervisi, dan konsultasi; dan
d.  melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18
Dalam Pembuatan, Penyebarluasan, dan/atau Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan Pelayanan Kesehatan melalui Media Teknologi Informasi dan Komunikasi, Pemerintah Daerah berwenang:
a.  menetapkan perizinan bagi usaha yang menggunakan layanan akses internet di daerah;
b.  menetapkan penggunaan sistem filterasi atau cara-cara lain untuk menghambat akses terhadap Produk Pornografi sebagai syarat perizinan usaha layanan akses internet daerah; dan
c.  mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi tentang pemanfaatan Media Teknologi Informasi dan Komunikasi.

BAB III
SYARAT PEMBUATAN, PENYEBARLUASAN, DAN PENGGUNAAN
PRODUK PORNOGRAFI YANG HARUS DILAKUKAN
DI TEMPAT DAN DENGAN CARA KHUSUS
Pembuatan Produk Pornografi yang harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus, harus memperoleh Izin sesuai dengan jenis Produk Pornografi yang diproduksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 21
(1)  Penyebarluasan Produk Pornografi yang harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus paling sedikit harus memenuhi syarat:
a.  memiliki Izin dari gubernur atau bupati/walikota;
b.  dilakukan di tempat, wilayah, dan jangka waktu tertentu;
c.  penempatan Produk Pornografi dalam toko atau tempat tertentu wajib menjamin bahwa produk tersebut tidak mudah dilihat, dijangkau, dan/atau diakses oleh anak-anak;
d.  Produk Pornografi wajib dikemas dengan cara tertentu yang menjamin tidak dapat diakses, tidak dapat dijangkau, dan/atau tidak dapat dilihat oleh anak-anak;
e.  kemasan Produk Pornografi wajib dilakukan dengan cara terbungkus rapat, tidak transparan, dan dengan mencantumkan kode khusus; dan
f.  hanya dapat dijual kepada pengguna yang telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau lebih, atau telah menikah.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f diatur dengan Peraturan Gubernur atau Bupati/Walikota.

(1)  Izin Pembuatan, Penyebarluasan, dan/atau Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan Pelayanan Kesehatan diberikan oleh menteri terkait sesuai dengan kewenangannya.
(2)  Izin Pembuatan, Penyebarluasan, dan/atau Penggunaan Produk Pornografi yang harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus diberikan oleh menteri terkait, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3)  Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan berdasarkan permohonan.
(4)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.
(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan yang mencakup syarat administrasi, prosedur, dan jangka waktu pembuatan, penyebarluasan, dan/atau penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh menteri teknis terkait, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PENGAWASAN
Pasal 24
Menteri terkait, gubernur atau bupati/walikota, pimpinan lembaga pendidikan, dan pimpinan institusi kesehatan sesuai kewenangannya melakukan pengawasan Produk Pornografi.

BAB VI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 25
(1)  Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 16, Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 22 dikenai sanksi administratif.
(2)  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a.  teguran tertulis;
b.  pencabutan Izin; dan/atau
c.  penarikan serta pemusnahan Produk Pornografi.
(3)  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh pemberi izin.
(4)  Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan menteri terkait, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, lembaga pendidikan, orang perseorangan yang tergabung dalam lembaga pendidikan, Tenaga Kesehatan, institusi kesehatan, dan Setiap orang yang telah mendapatkan Izin dari menteri terkait sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini tetap dapat melakukan kegiatannya dan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan syarat dan tata cara perizinan Pembuatan, Penyebarluasan, dan Penggunaan Produk Pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan Pelayanan Kesehatan, dan di tempat dan dengan cara khusus dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 28
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

Pasal 29
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Februari 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN




ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali