c. mengenang detik-detik Proklamasi diiringi dengan tembakan meriam, sirine, bedug, lonceng gereja dan lain-lain selama satu menit;
d. pembacaan Teks Proklamasi; dan(1) Tata pakaian upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi disesuaikan menurut jenis acara.
(2) Dalam Acara Kenegaraan digunakan pakaian sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, atau pakaian nasional yang berlaku sesuai dengan jabatannya atau kedudukannya dalam masyarakat.
(3) Dalam Acara Resmi dapat digunakan pakaian sipil harian atau seragam resmi lain yang telah ditentukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, pakaian nasional, pakaian sipil harian, atau seragam resmi diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 24(1) Untuk melaksanakan upacara bendera dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, diperlukan kelengkapan dan perlengkapan.
(2) Kelengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain, meliputi:
a. inspektur upacara;
b. komandan upacara;
c. perwira upacara;
d. peserta upacara;
e. pembawa naskah;
f. pembaca naskah; dan
g. pembawa acara.
(3) Perlengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain, meliputi:
a. bendera;
b. tiang bendera dengan tali;
c. mimbar upacara;
d. naskah Proklamasi;
e. naskah Pancasila;
f. naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
g. teks doa.
Pasal 25Dalam hal terjadi situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan terlaksananya tata upacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, tata upacara dilaksanakan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tersebut.
Bagian Kedua
Upacara bukan Upacara Bendera
Pasal 26Upacara bukan upacara bendera dapat dilaksanakan untuk Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.
Pasal 27Tata Upacara bukan upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi meliputi tata urutan upacara dan tata pakaian upacara.
Pasal 28Tata urutan acara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, antara lain, meliputi:
a. menyanyikan dan/atau mendengarkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya;
b. pembukaan;
c. acara pokok; dan
d. penutup.
Pasal 29(1) Tata pakaian upacara bukan upacara bendera dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi disesuaikan menurut jenis acara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata pakaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 30Bendera negara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi upacara bukan upacara bendera dipasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah kanan mimbar.
BAB VI
TATA PENGHORMATAN
Pasal 31(1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat penghormatan.
(2) Penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penghormatan dengan bendera negara;
b. penghormatan dengan lagu kebangsaan; dan/atau
c. bentuk penghormatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Tata penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
TAMU NEGARA, TAMU PEMERINTAH, DAN/ATAU TAMU LEMBAGA NEGARA LAINNYA
Pasal 32Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga negara lain yang berkunjung ke Negara Indonesia mendapat pengaturan keprotokolan sebagai penghormatan kepada negaranya sesuai dengan asas timbal balik, norma-norma, dan/atau kebiasaan dalam tata pergaulan internasional.
Pasal 33(1) Tamu Negara terdiri atas presiden, raja, kaisar, ratu, yang dipertuan agung, paus, gubernur jenderal, wakil presiden, perdana menteri, kanselir, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(2) Tamu pemerintah dan/atau tamu lembaga negara lainnya dapat terdiri atas pejabat tinggi lembaga negara asing lain, mantan kepala negara/pemerintahan atau wakilnya, wakil perdana menteri, menteri atau setingkat menteri, kepala perwakilan negara asing, utusan khusus dan tokoh masyarakat asing/internasional tertentu lain yang akan diatur dengan peraturan pemerintah.
(3) Kunjungan Tamu Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. kunjungan kenegaraan;
b. kunjungan resmi;
c. kunjungan kerja; atau
d. kunjungan pribadi.
Pasal 34Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan keprotokolan terhadap Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga negara lain diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 35Penyelenggaraan keprotokolan di daerah khusus atau daerah istimewa dilaksanakan dengan menghormati kekhususan atau keistimewaan daerah tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 36Pendanaan keprotokolan dalam Acara Kenegaraan dan Acara Resmi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3363) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 38Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1987 Tentang Protokol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3363) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 39Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 Nopember 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Nopember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR