b. pemberian FPD kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas oleh Bank Indonesia yang pembiayaannya dari Pemerintah;
c. pemberian bantuan likuiditas kepada LKBB yang mengalami kesulitan likuiditas oleh Pemerintah; dan
d. penambahan modal berupa penyertaan modal sementara kepada bank/LKBB yang mengalami masalah solvabilitas yang pelaksanaannya dilakukan oleh LPS/Pemerintah.
(2) Pendanaan untuk pelaksanaan penanganan Krisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d menjadi beban Pemerintah.
(1) Pemberian FPD kepada bank Berdampak Sistemik dalam kondisi Krisis dituangkan dalam perjanjian antara bank dan Bank Indonesia yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah, yang dilengkapi dengan:
(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah pemberian FPD.
(3) Pengikatan aset bank yang menjadi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Bank Indonesia setelah dokumen agunan lengkap.
Apabila bank tidak dapat melunasi FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dalam jangka waktu yang ditetapkan KSSK, Bank Indonesia menyatakan bank dimaksud sebagai Bank Gagal dan meminta KSSK untuk memutuskan kebijakan penanganan Bank Gagal dimaksud.
Pasal 24(1) Dalam hal menurut penilaian KSSK kondisi Krisis dapat membahayakan perekonomian nasional, apabila diperlukan, KSSK berdasarkan rekomendasi Gubernur Bank Indonesia mengusulkan kepada Presiden membentuk badan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A Undang-Undang tentang Perbankan.
(2) Pelaksanaan penambahan modal berupa penyertaan modal sementara kepada bank/LKBB yang mengalami masalah solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d dapat dilakukan oleh badan khusus berdasarkan penunjukan KSSK.
Pasal 25LPS dan/atau badan khusus untuk dan atas nama Pemerintah menjual saham dari penyertaan modal sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan KSSK.
BAB VI
INSENTIF DAN FASILITAS
UNTUK PENANGANAN SEKTOR PRIVAT
Pasal 26Pemerintah dan Bank Indonesia dapat memberikan insentif dan/atau fasilitas dalam rangka mempercepat penyelesaian masalah likuiditas dan/atau solvabilitas bank/LKBB yang Berdampak Sistemik yang dilakukan oleh sektor privat yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
SUMBER PENDANAAN
Pasal 27(1) Sumber pendanaan Pemerintah untuk pencegahan dan penanganan Krisis berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui penerbitan SBN atau tunai.
(2) Menteri Keuangan menetapkan ketentuan dan persyaratan penerbitan SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil rapat antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia dengan mempertimbangkan sustainabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, tingkat kesehatan neraca Bank Indonesia, dan efektivitas kebijakan moneter.
(3) Pemerintah dapat melakukan penerbitan SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi pagu yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang bersangkutan yang selanjutnya diusulkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan dan/atau disampaikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
(4) Penerbitan SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan tujuan penerbitan SBN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Surat Utang Negara dan tujuan penerbitan surat berharga syariah negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara.
(5) Bank Indonesia dapat membeli SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di pasar primer dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis.
(6) Penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pencegahan dan penanganan Krisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
(7) Menteri Keuangan melaporkan penerbitan SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 30 hari kalender sejak penerbitan SBN.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28Dalam rangka pengadaan barang dan jasa, pengerahan sumber daya manusia, serta pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang pada saat pencegahan dan penanganan Krisis, Departemen Keuangan serta lembaga yang ditunjuk dan/atau badan khusus yang dibentuk menetapkan ketentuan dan tata cara tersendiri.
Pasal 29Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan/atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai atau terkait dengan FPD dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
Pasal 31Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Jaring Pengaman Sistem Keuangan secara umum ditujukan untuk menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan melalui pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan dan sistem pembayaran, penyediaan fasilitas lender of last resort, program penjaminan simpanan, serta pencegahan dan penanganan Krisis.
Namun demikian, mengingat pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan dan sistem pembayaran, penyediaan fasilitas lender of last resort, serta program penjaminan simpanan telah diatur dalam Undang-Undang tersendiri maka Undang-Undang ini hanya mengatur masalah pencegahan dan penanganan Krisis.
Pasal 3
Pencegahan dan penanganan Krisis meliputi penanganan kesulitan likuiditas dan masalah solvabilitas bank dan LKBB yang Berdampak Sistemik.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Keanggotaan Menteri Keuangan dalam KSSK adalah dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai otoritas fiskal dan menjaga stabilitas ekonomi. Sedangkan keanggotaan Gubernur Bank Indonesia dalam KSSK adalah dalam rangka menjalankan fungsinya menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Yang dimaksud dengan langkah-langkah dalam rangka pencegahan krisis antara lain melonggarkan peraturan sistem keuangan seperti penurunan giro wajib minimum dan ketentuan pelaksanaan buyback oleh perusahaan go public.
Yang dimaksud dengan langkah-langkah dalam rangka penanganan krisis antara lain melakukan komunikasi mengenai langkah yang telah dan akan diambil oleh Pemerintah dan Bank Indonesia, koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memulihkan kepercayaan masyarakat, dan perumusan regulasi yang diperlukan untuk penanganan Krisis.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam keputusan KSSK diatur juga mengenai keanggotaan sekretariat yang berasal dari Departemen Keuangan, Bank Indonesia, LPS, dan kalangan profesional sesuai kebutuhan.
Pasal 9
Laporan oleh KSSK antara lain meliputi kondisi stabilitas sistem keuangan dan tindakan yang dilakukan dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis.
Pasal 10
Ayat (1)
Rapat KSSK diselenggarakan secara rutin untuk melakukan pembahasan perkembangan kondisi stabilitas sistem keuangan. Dalam kondisi tertentu, rapat dapat diselenggarakan sewaktu-waktu atas permintaan dari Menteri Keuangan atau Gubernur Bank Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Dalam rapat KSSK untuk memutuskan kondisi bank Berdampak Sistemik atau tidak Berdampak Sistemik, Bank Indonesia menyampaikan informasi mengenai permasalahan likuiditas bank dan tindakan yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan kesulitan likuiditas tersebut oleh bank sebagaimana diminta oleh Bank Indonesia sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang tentang Perbankan dan Undang-Undang tentang Perbankan Syariah.
Ayat (2)
Pagu FPD tidak harus didasarkan pada nilai taksasi agunan yang diajukan oleh bank, mengingat FPD diberikan untuk mengatasi dampak sistemik sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai normal lending. Suku bunga FPD ditetapkan sebesar BI Rate ditambah dengan margin tertentu yang ditetapkan oleh KSSK.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 12
Huruf a
Pengambilalihan hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dimaksudkan untuk mengambil alih kepemilikan bank namun hanya untuk RUPS penggantian direksi dan komisaris saja.
Huruf b
Bank Indonesia dapat menunjuk pihak lain seperti profesional yang memiliki kompetensi pengelolaan bank penerima FPD dimaksud.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Perjanjian pemberian FPD adalah perjanjian utang piutang antara bank dengan Bank Indonesia yang mengatur syarat dan ketentuan pemberian dan pelunasan FPD.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Nilai jaminan Pemerintah terhadap FPD yang diberikan oleh Bank Indonesia sebesar adalah pokok dan bunga FPD.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyampaian rencana kerja dapat dilakukan setelah pemberian FPD agar penanganan masalah bank segera teratasi.
Ayat (3)
Pengikatan agunan dapat dilakukan terhadap sebagian aset yang sudah lengkap dokumennya tanpa harus menunggu kelengkapan dokumen seluruh agunan.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Yang dimaksud dengan penyelesaian oleh sektor privat (private sector solution) adalah penanganan penyelesaian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait atau tidak terkait dengan usaha kegiatan bank/LKBB dimaksud termasuk antara lain badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta.
Insentif yang dimaksud pada ayat ini antara lain insentif fiskal dan fasilitas relaksasi peraturan perundangan.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pembelian SBN di pasar primer oleh Bank Indonesia adalah ditujukan untuk membiayai kebijakan pencegahan dan penanganan Krisis melalui:
a. Pemberian FPD;
b. Pemberian pinjaman Pemerintah kepada LPS; dan/atau
c. Pemberian pinjaman atau penyertaan modal sementara Pemerintah kepada LKBB.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas