Menimbang: a. bahwa dalam rangka menjamin konsistensi proses pembuatan obat ikan agar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan khasiat obat ikan, perlu mengatur cara pembuatan obat ikan yang baik;
b. bahwa untuk itu perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Cara Pembuatan Obat Ikan yang Baik;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
2. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125);
3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 126);
4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 41/P Tahun 2014;
5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.04/MEN/2012 tentang Obat Ikan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 139), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14/PERMEN-KP/2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 893);
6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG BAIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. Persyaratan; dan
b. Sertifikasi.
BAB II
PERSYARATAN
Pasal 3Setiap produsen obat ikan yang melakukan penyediaan obat ikan melalui pembuatan di dalam negeri wajib menerapkan persyaratan CPOIB.
Pasal 4(1) Persyaratan CPOIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:
a. manajemen mutu;
b. personalia;
c. bangunan dan fasilitas;
d. peralatan;
e. sanitasi dan higiene;
f. produksi;
g. pengawasan mutu;
h. inspeksi diri (audit internal) dan audit mutu;
i. penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian;
j. dokumentasi; dan
k. kualifikasi dan validasi.
(2) Manajemen mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. jaminan mutu; dan
b. pengkajian ulang mutu produk.
(3) Personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. personil inti; dan
b. personil yang kegiatannya berpengaruh pada mutu produk.
(4) Bangunan dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. area penimbangan;
b. area produksi;
c. area penyimpanan;
d. area pengawasan mutu; dan
e. area pendukung.
(5) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. desain dan konstruksi peralatan;
b. pemasangan dan penempatan; dan
c. perawatan.
(6) Sanitasi dan higiene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. higiene perorangan;
b. sanitasi bangunan dan fasilitas;
c. higiene dan sanitasi peralatan; dan
d. validasi prosedur sanitasi dan higiene.
(7) Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas:
a. bahan awal;
b. validasi proses;
c. pencegahan pencemaran silang;
d. sistem penomoran batch/lot;
e. penimbangan dan penyerahan;
f. pengembalian;
g. pengolahan;
h. bahan dan produk kering;
i. pencampuran dan granulasi;
j. pencetak tablet;
k. cairan (non steril);
l. bahan pengemas;
m. kegiatan pengemasan;
n. pra-kodifikasi bahan pengemas;
o. kesiapan jalur;
p. proses pengemasan;
q. penyelesaian kegiatan pengemasan;
r. pengawasan selama proses;
s. bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan;
t. karantina dan penyerahan produk jadi;
u. catatan pengendalian pengiriman obat ikan;
v. penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan (bulk) dan produk jadi; dan
w. pengiriman dan pengangkutan.
(8) Pengawasan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilaksanakan mengikuti ketentuan cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik (Good Laboratories Practices), yang terdiri atas:
a. bangunan dan fasilitas;
b. personil;
c. peralatan;
d. pereaksi dan media kultur;
e. baku pembanding/standar baku;
f. spesifikasi dan prosedur pengujian;
g. catatan analisis;
h. penanganan pengambilan sampel;
i. penanganan bahan awal;
j. pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan (bulk), dan produk jadi;
k. penanganan bahan pengemas;
l. pemantauan lingkungan;
m. pengawasan selama proses;
n. pengujian ulang bahan yang diluluskan;
o. penanganan pengolahan ulang;
p. evaluasi pengawasan mutu terhadap prosedur produksi; dan
q. pengujian stabilitas.
(9) Inspeksi diri (audit internal) dan audit mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri atas:
a. inspeksi diri (audit internal), yang meliputi:
1) aspek inspeksi diri;
2) tim inspeksi diri;
3) cakupan dan frekuensi inspeksi;
4) laporan dan tindak lanjut; dan
5) audit dan persetujuan pemasok.
b. audit mutu.
(10) Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i terdiri atas:
a. keluhan;
b. penarikan kembali produk; dan
c. produk kembalian.
(11) Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j terdiri dari:
a. dokumentasi manajemen mutu;
b. dokumentasi personalia;
c. dokumentasi bangunan dan fasilitas;
d. dokumentasi peralatan;
e. dokumentasi sanitasi dan higiene;
f. dokumentasi produksi;
g. dokumentasi pengawasan mutu;
h. dokumentasi inspeksi diri (audit internal) dan audit mutu;
i. dokumentasi penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian; dan
j. dokumentasi kualifikasi dan validasi.
(12) Kualifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k terdiri atas:
a. perencanaan validasi;
b. kualifikasi;
c. validasi prospektif;
d. validasi konkuren;
e. validasi retrospektif;
f. validasi pembersihan;
g. pengendalian perubahan;
h. validasi ulang;
i. validasi metode analisis; dan
j. jenis metode analisis yang divalidasi.
(13) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan CPOIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III
SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Umum
Sertifikasi CPOIB dilakukan terhadap setiap jenis dan bentuk sediaan obat ikan.
Pasal 7Setiap Sertifikat CPOIB dapat memuat lebih dari 1 (satu) jenis dan bentuk sediaan obat ikan yang disertifikasi.
Bagian Kedua
Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat CPOIB
Pasal 8(1) Setiap produsen obat ikan untuk memiliki Sertifikat CPOIB harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, disertai dengan persyaratan:
a. fotokopi Surat Izin Penyediaan Obat Ikan;
b. gambar tata letak (layout) ruangan;
c. formulir data persyaratan CPOIB; dan
d. surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan:
1) memiliki tenaga profesional yaitu:
a) dokter hewan atau apoteker sebagai penanggungjawab teknis obat ikan, untuk sediaan farmasetik, premiks, biologik dan/atau obat alami;
b) dokter hewan, ahli kesehatan ikan, atau apoteker sebagai penanggungjawab teknis obat ikan, untuk sediaan probiotik; dan
2) kebenaran data dan informasi yang disampaikan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memuat lebih dari 1 (satu) jenis dan bentuk sediaan obat ikan yang akan disertifikasi.
(3) Formulir data persyaratan CPOIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(1) Setiap produsen obat ikan yang telah memiliki Sertifikat CPOIB wajib:
a. menjaga konsistensi penerapan persyaratan CPOIB; dan
b. melaporkan kepada Direktur Jenderal, jika terdapat perubahan nama penanggung jawab teknis obat ikan.
(2) Setiap produsen obat ikan yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b dikenakan sanksi administratif.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan Sertifikat CPOIB; dan
c. pencabutan Sertifikat CPOIB.
(4) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut, masing-masing dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kalender.
(5) Pembekuan Sertifikat CPOIB sebagimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender, apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga produsen obat ikan tidak melaksanakan kewajibannya.
(6) Pencabutan Sertifikat CPOIB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diberikan apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) produsen obat ikan tidak melaksanakan kewajibannya.
Pasal 11(1) Direktur Jenderal melakukan monitoring terhadap konsistensi penerapan persyaratan CPOIB.
(2) Ketentuan mengenai monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
BAB IV
PERUBAHAN, PERPANJANGAN, DAN PENGGANTIAN
SERTIFIKAT CPOIB
Bagian Kesatu
Perubahan
(1) Setiap produsen obat ikan untuk melakukan perubahan Sertifikat CPOIB harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal disertai alasan perubahan, dengan melampirkan:
a. fotokopi Sertifikat CPOIB yang akan dilakukan perubahan;
b. bukti peralihan kepemilikan, untuk perubahan nama pemilik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a;
c. fotokopi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, untuk perubahan nama penanggung jawab perusahaan dan/atau tempat kedudukan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dan huruf c; dan
d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk, untuk perubahan alamat pemilik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap persyaratan, yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan.
(3) Direktur Jenderal menerbitkan Sertifikat CPOIB Perubahan atau penolakan penerbitan Sertifikat CPOIB Perubahan disertai dengan alasan penolakan, paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
(4) Sertifikat CPOIB Perubahan mulai berlaku sejak diterbitkan sampai dengan berakhirnya masa berlaku Sertifikat CPOIB yang diubah.
(5) Sertifikat CPOIB Perubahan diberikan apabila Sertifikat CPOIB lama yang telah dilakukan perubahan dikembalikan kepada Direktur Jenderal.
Bagian Kedua
Perpanjangan
Pasal 14(1) Perpanjangan Sertifikat CPOIB dapat diajukan 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat CPOIB berakhir.
(2) Setiap produsen obat ikan untuk melakukan perpanjangan Sertifikat CPOIB harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal disertai dengan:
a. fotokopi Sertifikat CPOIB;
b. formulir data persyaratan CPOIB, dalam hal terdapat perubahan; dan
c. surat pernyataan kebenaran data dan informasi yang disampaikan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penerbitan Sertifikat CPOIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 berlaku secara mutatis mutandis terhadap tata cara penerbitan Sertifikat CPOIB perpanjangan.
Bagian Ketiga
Penggantian
Produsen obat ikan dapat bekerja sama dalam melakukan penyediaan obat ikan dengan produsen obat ikan lain yang memiliki pabrik bersertifikat CPOIB dengan ketentuan:
a. jenis dan bentuk sediaan obat ikan yang akan diproduksi sama;
b. memiliki izin penyediaan obat ikan; dan
c. produksi dilakukan di pabrik yang sudah memiliki sertifikat CPOIB.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 17Sertifikat Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik yang dimiliki oleh produsen obat ikan dinyatakan tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Juni 2014
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
SHARIF C. SUTARDJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN