[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Peraturan Menteri ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk kepada tiap Satker Kemhan dan TNI dalam melaksanakan penatausahaan PNBP atas pengelolaan BMN dan pengaturan penyetoran ke Kas Negara dengan tujuan agar tercapai keseragaman dalam pelaksanaan penatausahaan PNBP, dalam hal:
a.  menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai PNBP;
b.  mengamankan transaksi PNBP melalui pencatatan, pemrosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten; dan
c.  mendukung penyelenggaraan SAP yang menghasilkan informasi PNBP sebagai dasar pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.

Bagian Ketiga
Prinsip Dasar
Pasal 3
(1)  Setiap Satker Kemhan dan TNI wajib melaksanakan penatausahaan PNBP yang menjadi tanggungjawabnya.
(2)  Pelaksanaan PNBP dilaksanakan secara efektif, efesien, transparan dan bertanggung jawab.
(3)  Hasil pengelolaan BMN antara Satker dan pihak lain, wajib disetor ke rekening Kas Negara atas dasar persetujuan Pengelola Barang.
(4) Penatausahaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan agar setiap PNBP yang diterima dapat diselesaikan seluruhnya secara tepat waktu dalam tahun program kegiatan.
(5)  Pelaksanaan pelaporan dilaksanakan melalui kegiatan rekonsiliasi.

BAB II
PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Unit Penatausahaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pasal 4
(1) Dalam rangka melaksanakan penatausahaan PNBP, Satker dapat menyelenggarakan kegiatan dalam bentuk Unit Penatausahaan PNBP yang dilaksanakan secara fungsional oleh pejabat yang membidangi pengelolaan BMN.
(2) Unit Penatausahaan PNBP sebagaimana pada ayat (1) paling rendah diselenggarakan oleh pejabat yang mendapat pelimpahan wewenang dari Pengguna Barang.
(3)  Pejabat yang mendapat pelimpahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat menyusun Unit Penatausahaan PNBP yang meliputi Unit Operasional dan Unit Administrasi.
(4)  Kegiatan Unit Operasional dalam Unit Penatausahaan PNBP meliputi:
a.  membuat surat penagihan kepada pihak Wajib Bayar;
b.  menyelenggarakan pengawasan terhadap jalannya pembayaran penagihan oleh pihak Wajib Bayar;
c.  membuat surat peringatan terhadap pihak Wajib Bayar yang lalai;
d.  dalam pelaksanaan tugasnya berkoordinasi dengan Unit Administrasi; dan
e.  membantu pihak Wajib Bayar dalam rangka menyetor ke rekening Kas Negara.
(5)  Kegiatan Unit Administrasi dalam Unit Penatausahaan PNBP meliputi:
a.  menerima dokumen/surat penagihan;
b.  membuat SKTL terhadap yang telah dilunasi oleh pihak Wajib Bayar;
c.  melakukan pencatatan PNBP kedalam kartu PNBP sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
d.  membuat daftar rekapitulasi PNBP atas pengelolaan BMN;
e.  membuat penyisihan PNBP yang tidak tertagih oleh pihak Wajib Bayar;
f.   melakukan pengarsipan dokumen; dan
g.  membuat dan mengirimkan laporan PNBP.

Bagian Kedua
Penyetoran Hasil Pemanfaatan Barang Milik Negara
Dalam hal pembayaran besaran pemanfaatan BMN berupa Kerjasama Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna atas konstribusi tetap, pembagian keuntungan, atau kontribusi tahunan pada tahun berikutnya wajib dilakukan sesuai dengan perjanjian/kontrak sampai berakhirnya masa perjanjian.

Bagian Ketiga
Penyetoran Terhadap Pemindahtanganan Barang Milik Negara
Paragraf 1
Penyetoran Kekurangbayaran atas Pelaksanaan
Tukar-Menukar Barang Milik Negara
Pasal 7
(1)  Dalam hal terjadi nilai aset yang dipertukarkan lebih besar daripada nilai aset yang akan diterima sesuai persetujuan yang diterbitkan oleh Pengelola Barang, pihak mitra wajib menyetor selisih nilai ke rekening Kas Negara.
(2)  Penyetoran ke rekening Kas Negara berdasarkan Kode Akun Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Paragraf 2
Penyetoran Terhadap Penjualan Barang Milik Negara
Pasal 8
(1) BMN yang akan dijual merupakan BMN yang tidak difungsikan dalam menunjang tugas dan fungsi Kemhan dan TNI tetapi memiliki nilai ekonomis.
(2) Penjualan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas dasar persetujuan Pengelola Barang dan keputusan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
(3)  Pelaksanaan penjualan BMN dilaksanakan melalui mekanisme lelang sesuai peraturan Lelang Negara.
(4) Pihak pembeli yang memenangkan hasil lelang menyetor melalui rekening bendahara penerima KPKNL yang selanjutnya disetor ke rekening Kas Negara melalui Kode Akun Penerimaan Satker Kemhan dan TNI.
(5) Unit penatausahaan PNBP wajib melaksanakan koordinasi dengan KPKNL guna memastikan penerimaan PNBP dan menatausahakan ke dalam laporan PNBP Satker.

Bagian Keempat
Kode Akun Penerimaan
Pembayaran ke Kas Negara melalui formulir Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran I nomor 2 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB III
SURAT PENAGIHAN
Bagian Kesatu
Surat Penagihan Pertama
Pasal 11
(1)  SPn Pertama wajib diterbitkan atas pelaksanaan pemanfaatan BMN.
(2)  Timbulnya penagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila:
a.  penyetoran penerimaan PNBP yang periode penagihannya per tahun; dan
b. pihak Wajib Bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum melunasi penyetoran PNBP yang menjadi tanggungjawabnya.
(3) Penerbitan SPn Pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan dokumen-dokumen sebagai berikut:
a.  surat persetujuan dari Pengelola Barang atas pemanfaatan BMN;
b.  surat keputusan pelaksanaan dari Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang;
c.  kontrak atau perjanjian kerjasama dengan pihak lain atas pengelolaan BMN; dan
d.  dokumen lain yang dapat mengakibatkan timbulnya PNBP.
(4)  SPn Pertama dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan:
a.  lembar pertama untuk pihak Wajib Bayar;
b.  lembar kedua untuk unit administrasi; dan
c.  lembar ketiga untuk per tinggal.
(5)  SPn diterbitkan 1 (satu) bulan sebelum jatuh tempo pembayaran kepada pihak Wajib Bayar.
(6)  SPn Pertama diterbitkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kedua
Surat Penagihan Kedua
(1) Dalam hal sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran setelah diberikan SPn Kedua, pihak Wajib Bayar belum menyelesaikan kewajibannya, diterbitkan SPn Ketiga sebagai surat penagihan terakhir.
(2)  Prosedur penerbitan SPn Ketiga, sebagai berikut:
a.  paling lambat 1 (satu) hari kerja, petugas pada Unit Administrasi memberitahukan kepada petugas pada Unit Operasional apabila terdapat kewajiban penyetoran penerimaan PNBP yang sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum diselesaikan; dan
b. setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, petugas pada Unit Operasional membuat SPn Ketiga untuk disampaikan kepada pihak Wajib Bayar.
(3)  Masa kedaluarsa SPn Ketiga yaitu 1 (satu) bulan sejak diterbitkan dan disampaikan kepada pihak Wajib Bayar.
(4)  Tembusan SPn Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada bagian Inspektorat dan Hukum.
(5) SPn Ketiga diterbitkan sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran I nomor 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IV
KETENTUAN ADMINISTRASI DALAM PENYETORAN KE KAS NEGARA
Bagian Kesatu
Mekanisme Penyetoran
Pasal 14
(1)  Penyetoran ke Kas Negara oleh pihak Wajib Bayar dapat secara langsung melalui Bank yang ditunjuk atau melalui bantuan Unit Operasional dalam Unit Penatausahaan PNBP.
(2)  Setelah penyetoran ke rekening Kas Negara sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) Satker menerbitkan SKTL.
(3)  SKTL sebagai bentuk ketaatan dalam melaksanakan kewajiban dibuat rangkap 2 (dua) dengan peruntukan:
a.  lembar pertama disampaikan kepada yang bersangkutan; dan
b.  lembar kedua sebagai pertinggal.
(4) SKTL diterbitkan sebagaimana tercantum pada Lampiran I nomor 6 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kedua
Kesalahan Administrasi Dalam Pembayaran
(1)  Dalam hal obyek PNBP terkena dampak force majeur, Wajib Bayar dibebaskan dari kewajiban pembayaran PNBP.
(2)  Dalam hal tertentu, Wajib Bayar dapat melanjutkan kerjasama pengelolaan BMN.

Bagian Keempat
Wajib Bayar yang Memiliki Itikad Baik
Pasal 17
(1)  Dalam hal Wajib Bayar tidak dapat sanggup membayar PNBP, tetapi memiliki itikad baik diatur sebagai berikut:
a. pihak Wajib Bayar mengajukan permohonan mengangsur dan/atau menunda pembayaran PNBP yang terutang secara tertulis kepada Kasatker paling lambat 20 (dua puluh hari) sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran PNBP yang terutang;
b.  Kasatker membentuk tim guna mempelajari sebab-sebab atas kondisi tersebut dan pihak Wajib Bayar wajib melengkapi dokumen sekurang-kurangnya laporan auditor independen yang berlisensi pemerintah atas laporan keuangan bila terjadi kondisi perusahaan yang kurang mendukung;
c.  Kasatker menyampaikan permohonan tersebut beserta rekomendasi tertulis kepada KPKNL atau KPPN paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan tersebut diterima secara lengkap dengan tembusan Pengguna Barang dan Kepala Unit Organisasi;
d. hasil rekomendasi dari Pejabat KPKNL atau KPPN, Kasatker paling lambat 7 (tujuh) hari memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pihak Wajib Bayar dengan tembusan Pengguna Barang dan Kepala Unit Organisasi; dan
e. dalam hal Pengelola Barang menolak permohonan pihak Wajib Bayar, maka UO Kemhan dan TNI dapat memutuskan perjanjian dengan pihak mitra sesuai ketentuan yang ada di dalam perjanjian, dan selanjutnya melaporkan secara berjenjang kepada Pengguna Barang.

Bagian Kelima
Wajib Bayar yang Tidak Memiliki Itikad Baik
Pasal 18
(1)  Dalam hal Wajib Bayar tidak membayar setelah ditetapkan SPn Ketiga, Kasatker membentuk tim.
(2)  Tim sebagaimana yang dimaksud ayat (1) terdiri atas unsur keuangan, pengamanan, hukum, dan logistik.
(3)  Tim bertugas untuk melaksanakan investigasi atas keterlambatan pembayaran PNBP.
(4)  Langkah-langkah tugas tim sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a.  mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan tagihan PNBP bersangkutan; dan
b.  mengambil langkah-langkah preventif dalam pertanggungjawaban pelaporan PNBP Satker.
(5)  Tim sebagaimana dimaksud ayat (1) setelah melaksanakan tugas melaporkan kepada Kasatker secara berjenjang.

BAB V
BADAN PELAKSANA
(1) Setiap Kasatker Kemhan dan TNI yang mempunyai fungsi penatausahaan PNBP wajib menyusun rencana dan laporan realisasi PNBP.
(2) Penyusunan dan pelaporan PNBP dilaksanakan secara berjenjang beserta arsip data komputer (ADK) setiap semester kepada Kabaranahan Kemhan.
(3)  Rencana dan laporan realisasi PNBP oleh Kebaranahan Kemhan dilaporkan kepada Menteri pada setiap semester.
(4)  Penyusunan dan pelaporan disusun sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II nomor 1 dan nomor 2 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kedua
Jadwal Pelaporan
Pasal 21
(1)  Pelaporan dan rekonsiliasi PNBP dibagi 2 (dua) tahap yaitu:
a.  internal; dan
b.  eksternal.
(2) Pelaporan dan rekonsiliasi PNBP secara internal sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a. dilaksanakan dalam rangka pencocokan dan penelitian PNBP yang dilaksanakan oleh Unit Penatausahaan PNBP dengan Pekas/Pejabat di bidang Keuangan dan pihak Wajib Bayar.
(3) Pelaporan dan rekonsiliasi PNBP secara eksternal sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b. dilaksanakan dalam rangka pencocokan dan penelitian PNBP yang dilaksanakan oleh Unit Penatausahaan PNBP dengan KPPN dan KPKNL

(1) Pelaksanaan rekonsiliasi eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dilaksanakan pada setiap semester yaitu minggu kedua bulan Juli pada tahun berjalan dan minggu kedua bulan Januari tahun berikutnya.
(2)  Biaya pelaksanaan rekonsiliasi eksternal dapat diajukan melalui usulan penggunaan anggaran PNBP.
(3) Jadwal pelaporan rekonsiliasi eksternal dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB VII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 24
(1)  Menteri selaku Pengguna Barang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemutakhiran dan rekonsiliasi data PNBP di lingkungan Kemhan dan TNI yang didelegasikan kepada Dirjen Kuathan Kemhan.
(2)  Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.  kepatuhan pelaksanaan;
b.  ketepatan waktu;
c.  kelengkapan dan kebenaran data; dan
d.  tindak lanjut atas penyelesaian temuan permasalahan dalam rekonsiliasi.
(3) Pengawasan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dirjen Kuathan Kemhan dapat melaksanakan pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan PNBP atas pengelolaan BMN.
(4)  Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melibatkan Aparat Pengawas Fungsional.

Bagian Kedua
Pengendalian
Pasal 25
(1) Menteri selaku Pengguna Barang melakukan pengendalian atas seluruh kegiatan pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang didelegasikan kepada Dirjen Kuathan Kemhan.
(2) Dalam rangka pengendalian, Dirjen Kuathan Kemhan dapat menerapkan sistem informasi pelaksanaan PNBP atas pengelolaan BMN dan memantau secara berkala baik manual maupun elektronis atas laporan PNBP yang diterima pada Satker Kemhan dan TNI.
(3)  Bentuk pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
a. menerbitkan surat peringatan kepada Kuasa Pengguna Barang atas ketidakpatuhan melaksanakan pemutakhiran dan rekonsiliasi data PNBP sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b.  menunda penyelesaian atas usulan pemanfaatan atau penghapusan BMN yang diajukan dari Kuasa Pengguna Barang; ataupun
c.  menyampaikan kepada pihak Pengelola Barang untuk menunda proses administrasi kegiatan pengelolaan BMN.
(4)  Penerbitan surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilaksanakan 5 (lima) hari kerja setelah batas akhir pelaksanaan pemutakhiran dan rekonsiliasi PNBP, dengan mempertimbangkan tingkat resiko pelaksanaan pada masing-masing unit organisasi dan wilayah kerja.
(5)  Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan b dilaksanakan 7 (tujuh) hari kerja setelah diterbitkan surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dengan mempertimbangkan tingkat resiko pengelolaan BMN.

BAB VIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 26
(1) Dalam hal pembayaran PNBP melampaui jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan, pihak Wajib Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari bagian yang terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(2)  Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(3)  Pembayaran denda dilakukan melalui penyetoran ke rekening Kas Negara.

Pasal 27
(1) Dalam hal terjadi kekurangan pembayaran PNBP, pihak Wajib Bayar wajib segera melunasi kekurangan pembayaran tersebut.
(2) Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran kekurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak Wajib Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kekurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(3)  Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Pasal 28
Perhitungan dan mekanisme pembayaran denda diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
(1)  Susunan organisasi Unit Operasional dan Unit Administrasi dalam Unit Penatausahaan PNBP di lingkungan UO. TNI diatur dengan Peraturan Panglima TNI.
(2)  Susunan organisasi Unit Operasional dan Unit Administrasi dalam Unit Penatausahaan PNBP di lingkungan UO. Angkatan diatur oleh Kas Angkatan.

Pasal 30
Peraturan Menteri Pertahanan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang yang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Januari 2014
MENTERI PERTAHANAN
REPUBLIK INDONESIA,

PURNOMO YUSGIANTORO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Februari 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN