[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

(1) WP dapat terdiri atas WUP yang meliputi:
a. WUP radioaktif;
b. WUP mineral logam;
c. WUP batubara;
d. WUP mineral bukan logam; dan/atau
e. WUP batuan.
(2) Menteri menetapkan WUP radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan usulan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaganukliran.
(3) Menteri menetapkan WUP mineral logam dan WUP batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c setelah berkoordinasi dengan gubernur dan bupati/walikota setempat dan instansi terkait.
(4) Penetapan WUP mineral logam atau WUP batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki formasi batuan pembawa batubara dan/atau formasi batuan pembawa mineral logam, termasuk wilayah lepas pantai berdasarkan peta geologi;
b. memiliki singkapan geologi untuk mineral logam dan/atau batubara;
c. memiliki potensi sumber daya mineral logam dan/atau batubara;
d. memiliki 1 (satu) atau lebih jenis mineral logam termasuk mineral ikutannya dan/atau batubara;
e. tidak tumpang tindih dengan WPR dan/atau WPN;
f. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan secara berkelanjutan; dan
g. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
(5) Menteri menetapkan WUP mineral bukan logam dan WUP batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e setelah berkoordinasi dengan gubernur dan bupati/walikota setempat dan instansi terkait.
(6) Menteri dapat melimpahkan kewenangan penetapan WUP mineral bukan logam dan WUP batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e kepada gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk:
a. WUP mineral bukan logam dan WUP batuan yang berada pada lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan
b. WUP mineral bukan logam dan WUP batuan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
(7) Dalam hal Menteri melimpahkan kewenangan penetapan WUP mineral bukan logam dan WUP batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), gubernur menetapkan WUP setelah berkoordinasi dengan Menteri dan bupati/walikota setempat.
(8) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) untuk menyamakan persepsi terkait dengan kriteria penetapan WUP sebagai berikut:
a. memiliki singkapan geologi untuk mineral bukan logam dan/atau batuan;
b. memiliki potensi sumber daya mineral bukan logam dan/atau batuan;
c. memiliki 1 (satu) atau lebih jenis mineral bukan logam dan/atau batuan;
d. tidak tumpang tindih dengan WPR dan/atau WPN;
e. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan secara berkelanjutan; dan
f. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
(9) Koordinasi dengan instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) berkaitan dengan WUP sebagai kawasan peruntukan pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah nasional yang disusun berdasarkan 7 (tujuh) pulau atau gugusan kepulauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang.

Pasal 3
Dalam hal data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian atau ekplorasi yang dilakukan oleh:
a. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; atau
b. penugasan yang dilakukan oleh lembaga riset negara atau lembaga riset daerah,
ditemukan potensi sumber daya dan cadangan mineral atau batubara yang diminati oleh pasar pada WP di luar WUP yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (5), dan ayat (7), maka Menteri dapat menetapkan sebagai WUP baru.

Pasal 4
(1) Dalam 1 (satu) WUP mineral logam atau WUP batubara dapat ditetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUP.
(2) WIUP mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan 1 (satu) komoditas tambang mineral logam utama termasuk mineral ikutannya.
(3) Mineral ikutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan komoditas tambang mineral logam lainnya yang berasosiasi dengan mineral logam utama.

(1) Menteri dalam menetapkan WUP mineral radioaktif, WUP mineral logam dan WUP batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dapat tumpang tindih dengan WUP mineral bukan logam atau WUP batuan.
(2) Dalam hal Menteri menetapkan WUP mineral radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) tumpang tindih dengan pemegang WIUP mineral logam, WIUP mineral bukan logam, WIUP batuan dan/atau WIUP batubara maka instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaganukliran harus melakukan koordinasi dengan pemegang WIUP mineral logam, WIUP mineral bukan logam, WIUP batuan dan/atau WIUP batubara.
(3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rangka untuk membuat perjanjian kerjasama pengusahaan WIUP yang tumpang tindih, dengan prinsip saling menguntungkan.
(4) Instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaganukliran mengajukan penugasan kepada Menteri dalam rangka penetapan WIUP mineral radioaktif disertai dengan perjanjian kerja sama pengusahaan WIUP yang tumpang tindih sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 7
Dalam hal WUP mineral bukan logam atau WUP batuan tumpang tindih dengan WUP mineral logam atau WUP batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 maka dalam WUP mineral bukan logam atau WUP batuan tidak berlaku ketentuan untuk mendapatkan hak prioritas atau hak keutamaan untuk mengusahakan mineral logam dan batubara dalam WIUP mineral bukan logam atau WIUP batuan.

Pasal 8
(1) Dalam hal pada bagian penetapan WP terdapat wilayah yang belum prospek untuk dikembangkan guna ditetapkan sebagai WUP mineral logam atau WUP batubara, maka Menteri dapat menetapkan wilayah tersebut menjadi WUP mineral bukan logam atau WUP batuan.
(2) Dalam hal pada lokasi WUP mineral bukan logam atau WUP batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan golongan komoditas tambang mineral logam atau batubara yang prospek untuk dikembangkan, maka Menteri dapat menetapkan WUP mineral logam atau WUP batubara setelah berkoordinasi dengan gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Dalam hal pada lokasi WIUP mineral bukan logam atau WIUP batuan pada WUP mineral bukan logam atau WUP batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditemukan golongan komoditas tambang mineral logam atau batubara yang prospek untuk dikembangkan, maka tidak berlaku ketentuan untuk mendapatkan hak prioritas atau hak keutamaan untuk mengusahakan mineral logam atau batubara dengan cara permohonan wilayah.

Bagian Kedua
Penyiapan WIUP Mineral Logam dan WIUP Batubara

(1) Gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat mengajukan permohonan usulan penetapan WUP mineral logam atau WUP batubara yang tumpang tindih dengan WUP mineral bukan logam atau WUP batuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) kepada Menteri berdasarkan usulan dari badan usaha, koperasi, dan perseorangan sebagai pemegang WIUP mineral bukan logam atau WIUP batuan.
(2) Dalam hal pemegang WIUP mineral bukan logam atau WIUP batuan berminat untuk mengusahakan mineral logam atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka harus mengajukan sebagai peserta lelang WIUP mineral logam atau WIUP batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11
(1) Penyiapan WIUP mineral logam atau WIUP batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a dan huruf b disusun berdasarkan data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian pertambangan dan/atau eksplorasi yang dilakukan oleh:
a. Menteri;
b. gubernur;
c. bupati/walikota; dan/atau
d. lembaga riset negara dan lembaga riset daerah melalui penugasan penyelidikan dan penelitian pertambangan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyiapan WIUP mineral logam atau WIUP batubara dari WIUP yang dikembalikan atau WIUP yang berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c sampai dengan huruf f disusun berdasarkan data dan informasi hasil eksplorasi, studi kelayakan, dan/atau penambangan yang dilakukan oleh:
a. pemegang IUP;
b. kontraktor KK; dan/atau
c. kontraktor PKP2B.
(3) Data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian pertambangan dan/atau eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan data dan informasi hasil eksplorasi, studi kelayakan, dan/atau penambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta usulan dari gubernur atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disampaikan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan Geologi dan Kepala Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral berikut ringkasan hasil data geosain dan peta.

(1) Berdasarkan hasil evaluasi teknis dan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Direktur Jenderal menyusun usulan rencana penetapan WIUP yang memuat:
a. lokasi;
b. luas dan batas WIUP dengan menggunakan georeferensi WUP;
c. kualitas data WIUP;
d. harga kompensasi data informasi WIUP atau total biaya pengganti investasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. penggunaan lahan.
(2) Luas dan batas WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
(3) Daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berdasarkan kajian lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(4) Usulan rencana penetapan WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal dengan instansi terkait, gubernur, dan bupati/walikota setempat berkaitan dengan rencana penetapan batas, koordinat, dan luas WIUP tertentu yang dianggap potensial mengandung mineral logam dan/atau batubara dalam WIUP.

Pasal 14
Direktur Jenderal berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) mengusulkan kepada Menteri mengenai penetapan WIUP dengan dilampiri:
a. koordinat WIUP yang disusun sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini; dan
b. peta WIUP yang digambarkan dalam bentuk format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.

BAB III
SISTEM INFORMASI WILAYAH PERTAMBANGAN

(1) Sistem koordinat pemetaan WIUP menggunakan Datum Geodesi Nasional yang mempunyai parameter sama dengan parameter Ellipsoid World Geodetic System.
(2) WUP, WPR, WPN, atau WIUP digambarkan dalam peta situasi dengan skala plano kertas ukuran A3 dan dalam bentuk poligon tertutup dibatasi oleh garis-garis yang sejajar dengan garis lintang dan garis bujur dengan kelipatan minimal sepersepuluh detik (0,1") serta menggunakan sistem koordinat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Peta WUP, WPR, WPN, atau WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mencantumkan, antara lain:
a. batas, koordinat, dan luas;
b. kodefikasi WUP, WPR, WPN, atau WIUP;
c. batas administratif;
d. status penggunaan lahan;
e. keterangan peta, antara lain skala garis, sumber peta, dan lokasi peta; dan
f. pengesahan peta WUP, WPR, WPN, atau WIUP.
(4) Pengesahan peta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(5) Kodefikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disusun sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini.

BAB IV
PENETAPAN WIUP

Pasal 17
(1) Menteri menetapkan WIUP mineral logam dan WIUP batubara untuk ditawarkan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan berdasarkan usulan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(2) Menteri dapat menolak penetapan WIUP mineral logam atau WIUP batubara yang diusulkan oleh gubernur atau bupati/ walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berdasarkan evaluasi teknis dan ekonomi yang dilakukan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 18
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menerbitkan peta WIUP mineral bukan logam atau WIUP batuan berdasarkan permohonan badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum menerbitkan peta WIUP mineral bukan logam atau WIUP batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib berkoordinasi dengan Menteri apabila:
a. tumpang tindih dengan WIUP mineral logam dan/atau WIUP batubara yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk dilelang;
b. tumpang tindih dengan WIUP mineral logam dan/atau WIUP batubara yang telah diberikan kepada pemegang IUP mineral logam atau batubara;
c. berada dalam WUP mineral bukan logam atau WUP batuan yang tumpang tindih dengan WUP mineral radioaktif, WUP mineral logam, dan/atau WUP batubara.

(1) Pemegang WIUP mineral logam pertama memperoleh keutamaan dalam mendapatkan WIUP untuk golongan komoditas tambang mineral logam lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) tanpa lelang dan harus membentuk badan usaha baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Untuk mendapatkan WIUP untuk golongan komoditas tambang yang berbeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) diberikan kepada pemegang WIUP pertama tanpa lelang dan harus membentuk badan usaha baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk mendapatkan WIUP mineral logam atau WIUP batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) pemegang WIUP pertama harus mengajukan sebagai peserta lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam atau WIUP batuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) badan usaha, koperasi, dan perseorangan wajib mengajukan permohonan wilayah kepada Menteri, gubernur atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1603 K/40/MEM/2003 tanggal 24 Desember 2003 tentang Pedoman Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tanggal 18 Oktober 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Dalam Rangka Penanaman Modal Asing, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 22
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Agustus 2011
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DARWIN ZAHEDY SALEH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Agustus 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

Lampiran :  1  2  3