(1) Integritas, yaitu bersikap, berperilaku dan bertindak jujur terhadap diri sendiri dan lingkungan, obyektif terhadap permasalahan, memiliki komitmen terhadap visi dan misi, konsisten dalam bersikap dan bertindak, berani dan tegas dalam mengambil keputusan dan resiko kerja, disiplin dan bertanggungjawab.
(2) Profesional, yaitu berpengetahuan luas, berketerampilan yang tinggi sehingga mampu bekerja sesuai dengan kompetensi, mandiri dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas.
(3) Inovatif, yaitu kaya akan ide baru dan selalu meningkatkan kemampuan dalam rangka melaksanakan tugas kedinasan.
(4) Transparan, yaitu setiap pelaksanaan tugas dapat terukur dan dapat dipertanggungjawabkan, serta senantiasa dievaluasi secara berkala dan terbuka untuk semua pemangku kepentingan BKPM.
(5) Produktif, yaitu mampu bekerja keras dengan orientasi hasil kerja yang sistematis, terarah dan berkualitas sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara efektif dan efisien serta dapat dipertanggungjawabkan.
(6) Religius, yaitu berkeyakinan bahwa setiap tindakan yang dilakukan berada di bawah pengawasan Tuhan Yang Maha Esa, tekun melaksanakan ajaran agama, mengawali tindakan selalu didasari dengan niat ibadah, sehingga apa yang dilakukan akan selalu lebih baik secara berkelanjutan.
(7) Kepemimpinan, yaitu berani menjadi pelopor dan penggerak perubahan dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik dan dapat dipercaya untuk mencapai kinerja yang melebihi harapan.
(1) Pegawai BKPM yang melanggar Kode Etik dikenakan sanksi.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. sanksi moral berupa permohonan maaf dan pernyataan penyesalan secara tertulis; dan/atau
b. hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 dalam hal terjadi pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pejabat yang berwenang memberikan Sanksi Moral adalah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau Pejabat yang ditunjuk.
(4) Pengenaan sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, disampaikan secara tertutup atau terbuka.
(5) Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan dengan surat keputusan oleh Pejabat yang berwenang yang memuat pelanggaran Kode Etik yang dilakukan.
(6) Penyampaian sanksi moral secara tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan oleh Pejabat yang berwenang dalam ruang tertutup yang hanya diketahui oleh Pegawai BKPM yang bersangkutan dan Pejabat lain yang terkait dengan syarat pangkat Pejabat tersebut tidak boleh lebih rendah dari Pegawai BKPM yang bersangkutan.
Penyampaian sanksi moral secara terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan oleh Pejabat yang berwenang atau Pejabat lain yang ditunjuk melalui:
a. forum pertemuan resmi PNS;
b. upacara bendera;
c. papan pengumuman;
d. media massa;
e. forum lain yang dipandang perlu untuk itu.
(7) Dalam hal sanksi moral disampaikan secara tertutup, berlaku sejak tanggal disampaikan oleh Pejabat yang berwenang kepada Pegawai BKPM yang bersangkutan.
(8) Dalam hal sanksi moral disampaikan secara terbuka melalui forum pertemuan resmi PNS, upacara bendera atau forum lain disampaikan sebanyak 1 (satu) kali dan berlaku sejak tanggal disampaikan oleh Pejabat yang berwenang kepada Pegawai BKPM yang bersangkutan.
(9) Dalam hal sanksi moral disampaikan secara terbuka melalui papan pengumuman atau media massa paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan pengenaan sanksi moral.
(10) Dalam hal Pegawai BKPM yang dikenakan sanksi moral tidak hadir tanpa alasan yang sah pada waktu penyampaian keputusan sanksi moral, maka Pegawai BKPM yang bersangkutan dianggap telah menerima keputusan sanksi moral tesebut.
(11) Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak keputusan sanksi moral disampaikan.
(12) Dalam hal Pegawai BKPM yang dikenakan sanksi moral tidak bersedia mengajukan permohonan maaf secara lisan dan/atau tertulis atau membuat pernyataan penyesalan, dapat dijatuhi hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
BAB VI
PROSEDUR PENYAMPAIAN DUGAAN PELANGGARAN KODE ETIK
Pasal 7(1) Dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik diperoleh dari:
a. pengaduan tertulis;
b. website www.bkpm.go.id; dan/atau
c. temuan dari Pegawai BKPM.
(2) Setiap orang atau pemangku kepentingan BKPM yang mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dapat menyampaikan pengaduan secara tertulis kepada atasan Pegawai yang melakukan pelanggaran dan ditembuskan kepada Bagian Kepegawaian BKPM.
(3) Penyampaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan jenis pelanggaran yang dilakukan, bukti-bukti dan identitas Pelapor.
(4) Atasan Pegawai BKPM yang menerima pengaduan dan/atau mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik wajib meneliti pengaduan tersebut dan menjaga kerahasiaan identitas Pelapor.
(5) Dalam melakukan penelitian atas pengaduan dan/atau dugaan pelanggaran Kode Etik, atasan dari Pegawai yang melakukan pelanggaran secara berjenjang wajib meneruskan kepada Pejabat Kepegawaian yang berwenang membentuk Majelis Kode Etik.
(6) Atasan Pegawai BKPM yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dianggap melakukan pelanggaran Kode Etik dan dikenakan sanksi moral.
BAB VII
PEMBENTUKAN MAJELIS KODE ETIK
Pasal 8(1) Kepala BKPM menetapkan pembentukan Majelis di tingkat BKPM untuk memeriksa para Pegawai yang memangku jabatan struktural Eselon I dan Eselon II atau yang setingkat di lingkungan BKPM.
(2) Pimpinan unit Eselon I menetapkan pembentukan Majelis untuk memeriksa para Pegawai yang memangku jabatan struktural Eselon III dan Eselon IV atau yang setingkat dan pelaksana di lingkungannya masing-masing.
(3) Pimpinan unit Eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mendelegasikan wewenangnya untuk membentuk Majelis di lingkungannya masing-masing kepada serendah-rendahnya Pejabat Eselon II.
(1) Majelis melakukan pemanggilan secara tertulis kepada Pegawai yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.
(2) Apabila Pegawai dimaksud tidak memenuhi panggilan, dilakukan pemanggilan kedua dengan jangka waktu 5 (lima) hari kerja.
(3) Dalam hal Pegawai tidak bersedia memenuhi panggilan kedua dari Majelis tanpa alasan yang sah, dianggap melanggar Kode Etik, sehingga Majelis merekomendasikan agar Pegawai yang bersangkutan dikenakan sanksi moral.
(4) Majelis mengambil keputusan setelah memeriksa dan memberi kesempatan membela diri kepada Pegawai yang diduga melanggar Kode Etik.
(5) Pemeriksaan oleh Majelis dilakukan secara tertutup.
(6) Keputusan Majelis diambil secara musyawarah mufakat.
(7) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak tercapai, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
(8) Dalam hal suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak tercapai, Ketua Majelis wajib mengambil keputusan.
(9) Keputusan Majelis untuk pelanggaran Kode Etik bersifat final.
Pasal 11(1) Majelis wajib menyampaikan keputusan Majelis kepada Pejabat yang berwenang memberikan sanksi moral dengan menggunakan formulir Laporan Hasil Pemeriksaan Majelis sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ini.
(2) Dalam hal keputusan Majelis menyangkut sanksi pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, Majelis menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Atasan langsung Pegawai untuk diteruskan secara hirarki kepada Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin guna pemeriksaan lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ini.
(3) Keputusan Majelis sudah harus disampaikan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) selambat lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal keputusan Majelis.
(4) Apabila berdasarkan pemeriksaan Majelis, Pegawai yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik terbukti tidak bersalah, Majelis menyampaikan surat pemberitahuan kepada atasan langsung Pegawai yang bersangkutan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal keputusan Majelis.
BAB IX
KEWAJIBAN PEJABAT YANG BERWENANG
MEMBERIKAN SANKSI MORAL
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Agustus 2011
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
REPUBLIK INDONESIA,
GITA IRAWAN WIRJAWAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Agustus 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR