(1) Kegiatan menyadari dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, merupakan saat diketahui disadari terjadinya keadaan darurat musibah.
(2) kegiatan menyadari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:a. menerima laporan tentang terjadinya suatu bencana atau musibah yang membutuhkan pelaksanaan operasi SAR;
b. mencari informasi tentang peristiwa yang terjadi, meliputi:
1. jenis musibah yang terjadi;
2. posisi atau tempat kejadian;
3. waktu kejadian; dan
4. kemungkinan korban yang ditimbulkan.
c. mencari informasi tentang data-data pendukung operasi SAR, meliputi:
1. keadaan cuaca;
2. arah dan kecepatan angin;
3. jarak pandang yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya penghalang, seperti kabut, asap, dan sejenisnya;
4. kemungkinan adanya gas beracun; dan
5. tanda-tanda medan.
(1) Kegiatan persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b merupakan saat dilakukan suatu tindakan sebagai tanggapan (respons) adanya musibah yang terjadi.
(2) Kegiatan persiapan yang dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:a. menggolongkan keadaan darurat yang terjadi;
b. menyiapkan tim, unit, atau satuan SAR Polri yang akan ditugaskan;
c. menyiagakan peralatan dan perlengkapan perorangan, tim, unit, atau satuan SAR Polri; dan
d. mencari data-data tambahan, meliputi:
1. perkembangan situasi terakhir dari musibah atau bencana yang terjadi;
2. perkembangan keadaan cuaca terakhir serta kondisi medan; dan
3. lingkungan pada lokasi musibah.
(1) Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c, merupakan pembuatan rencana operasi yang efektif berupa:
a. penentuan titik duga;
b. penghitungan luas area musibah;
c. pemilihan dan penggunaan peralatan dan perlengkapan;
d. cara bertindak; dan
e. pelaksanaan koordinasi dengan pihak terkait.
(2) Kegiatan perencanaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
(1) Kegiatan akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c, dilakukan pada saat operasi SAR dinyatakan selesai.
(2) Kegiatan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. menarik personel, peralatan, dan perlengkapan dari lapangan;
b. pimpinan lapangan melakukan konsolidasi dan pemeriksaan terhadap keadaan personel, peralatan, dan perlengkapan yang telah digunakan;
c. pimpinan lapangan membuat laporan akhir tugas secara tertulis dan melaporkan kepada kesatuan sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan tugas;
d. mengadakan pemberitaan (public information) oleh SMC;
e. melakukan analisa dan evaluasi terhadap kegiatan operasi SAR yang telah dilaksanakan; dan
f. SMC mengembalikan personel, peralatan, dan perlengkapan SAR Polri kepada instansi Polri, dalam hal SAR Polri betugas secara gabungan dengan SAR lain di bawah kendali SMC.
Pasal 21(1) Operasi SAR dilaksanakan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.
(2) Dalam hal dipandang perlu, operasi SAR dapat diperpanjang paling lama 7 (tujuh) hari.
(3) Operasi SAR yang telah dinyatakan selesai atau ditutup, dapat dibuka kembali berdasarkan informasi baru yang berindikasi ditemukannya korban, lokasi, atau atas permintaan Badan SAR Nasional.
Bagian Kedua
Wilayah Tanggungjawab SAR
(1) Tanggungjawab pembinaan potensi SAR tingkat Mabes Polri dilaksanakan oleh pimpinan satuan yang memiliki potensi SAR Korbrimob Polri, Korlantas Polri, Ditpolair, Ditpoludara, Ditsabhara, dan Ditsatwa.
(2) Tanggungjawab pembinaan SAR tingkat Polda dilaksanakan oleh pimpinan Satuan yang memilki potensi SAR Satbrimob, Satpolair, Ditsabhara, dan Ditlantas.
Bagian Ketiga
Dukungan Operasional SAR
Pasal 24Dalam rangka mendukung kelancaran operasional SAR Polri diperlukan dukungan:
a. administrasi, berupa surat perintah tugas;
a. sarana prasarana, menggunakan sarana prasarana yang ada pada kesatuan masing-masing, atau gabungan satuan fungsi Polri, atau dari instansi pemerintah, swasta dan/atau unsur lainnya; dan
b. anggaran.
Pasal 25Dukungan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, sebagai berikut:
a. anggaran DIPA Polri, apabila operasi dilaksanakan oleh mandiri Polri;
b. anggaran Pemda, apabila SAR Polri melaksanakan operasi gabungan dengan unsur SAR atas permintaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah; dan
c. penggunaan keuangan negara, apabila SAR Polri melaksanakan operasi gabungan atas permintaan Kepala BASARNAS.
BAB IV
KOMANDO DAN PENGENDALIAN
Pasal 26Perintah pengerahan potensi SAR Polri dalam pelaksanaan operasi SAR atas perintah:
a. Kapolri melalui Asisten Kapolri bidang operasi (Asops Kapolri) untuk tingkat Mabes Polri; dan
b. Kapolda melalui Kepala Biro Operasi (Karoops) Polda untuk tingkat Polda.
Pasal 27Satuan Kewilayahan penerima kekuatan potensi SAR Polri dapat menggunakan kekuatan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan musibah maupun bencana yang terjadi di wilayahnya.
Pasal 28(1) Penentuan penempatan personel SAR Polri berdasarkan pertimbangan situasi dan kondisi musibah maupun bencana yang terjadi, atas perintah SMC setelah berkoordinasi dengan OSC yang ditugaskan oleh Polri berdasarkan surat perintah.
(2) OSC maupun pimpinan lapangan SAR Polri wajib memberikan penjelasan kepada Kepala Satuan Kewilayahan tentang prosedur maupun langkah-langkah yang akan diambil dalam operasi SAR yang akan dilaksanakan setelah menganalisa situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan.
(3) Dalam keadaan darurat atau bencana yang berskala nasional Kapolri bertindak selaku SC dan menunjuk Pejabat di bawahnya untuk bertindak sebagai SMC dalam rangka tanggap darurat terhadap musibah dan atau bencana yang terjadi, sampai dengan SMC yang ditunjuk oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) datang.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2011
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
Drs. TIMUR PRADOPO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Desember 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Lampiran : 1