[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

Tujuan peraturan ini adalah sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan atau operasi SAR Polri dalam usaha dan kegiatan mencari, menolong, dan menyelamatkan korban manusia dan harta benda akibat bencana, musibah pelayaran, penerbangan, atau musibah lainnya, sehingga dapat berjalan dengan baik, efektif, efisien, dan terkoordinasi.

Pasal 3
Prinsip-prinsip dalam peraturan ini:
a. legalitas, yaitu setiap tindakan yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. profesional, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pencarian dan pemberian pertolongan secara terencana yang didukung dengan kemampuan dan peralatan sesuai dengan peristiwa dan medan yang dihadapi;
c. akuntabel, yaitu setiap tindakan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan;
d. safety and security, yaitu tindakan yang dilaksanakan senantiasa memperhatikan dan mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan;
e. humanis, yaitu tindakan yang dilakukan senantiasa memperhatikan aspek kemanusiaan, sosial, perlindungan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan
f. keterpaduan, yaitu mengutamakan koordinasi, kebersamaan, dan sinergitas dengan segenap unsur atau komponen yang dilibatkan dalam operasi SAR.

BAB II
STANDARDISASI SAR POLRI

Pasal 4
Standardisasi SAR Polri meliputi:
a. standar personel SAR; dan
b. standar peralatan dan perlengkapan.

(1) Susunan organisasi SAR Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi:
a. Tim SAR Polri, terdiri dari 10 (sepuluh) personel atau Satuan Setingkat Regu (SRU), yang dipimpin oleh Kepala Tim SAR Polri (Katim SAR Polri);
b. Unit SAR Polri, terdiri dari 3 (tiga) tim atau Satuan Setingkat Peleton (SST), yang dipimpin oleh Kepala Unit SAR Polri (Kanit SAR Polri);
c. Sub Detasemen SAR Polri, terdiri dari 3 (tiga) unit atau yang dipimpin oleh Kepala Sub Detasemen SAR Polri (Kasubden SAR Polri);
d. Detasemen, terdiri dari sekurang-kurangnya 4 (empat) Sub Detasemen SAR Polri, yang dikepalai oleh Kepala Detasemen SAR Polri (Kaden SAR Polri); dan
e. Satuan Tugas SAR Polri, terdiri dari sekurang-kurangnya 2 (dua) Detasemen SAR Polri, yang dikepalai oleh Kepala Satuan Tugas SAR Polri ( Kasatgas SAR Polri).
(2) Setiap Tim, Unit, Subden, Detasemen dan Satuan SAR Polri terdiri dari SAR darat dan SAR air.
(3) Susunan organisasi personel SAR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

Pasal 7
Standar kemampuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, meliputi kemampuan:
a. SAR umum;
b. SAR tingkat dasar;
c. SAR tingkat lanjutan; dan
d. SAR tingkat spesialisasi.

Pasal 8
Standar kemampuan SAR umum, sekurang-kurangnya meliputi:
a. pertolongan pertama pada korban (medical first responder);
b. SAR hutan (jungle rescue);
c. penanganan kebakaran (fire rescue);
d. penanganan gedung, dataran tinggi, dan jurang (vertical rescue);
e. penanganan kecelakaan di perairan (water rescue); dan
f. penanganan kecelakaan (accident rescue).

Standar kemampuan SAR tingkat lanjutan, sekurang-kurangnya meliputi kemampuan:
a. SAR dasar;
b. manuver dengan perahu dayung maupun mesin;
c. navigasi;
d. selam dasar;
e. rapling helly;
f. jumping helly; dan
g. fast roping.

Pasal 11
Standar kemampuan SAR tingkat spesialisasi, sekurang-kurangnya meliputi kemampuan:
a. SAR lanjutan;
b. rescue diver;
c. jump master;
d. pandu udara (forward air control);
e. terjun di segala medan; dan
f. perencanaan dan pengendalian operasi.

Dalam hal standardisasi peralatan dan perlengkapan SAR Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 belum dapat menjangkau atau mengatasi peristiwa dan medan yang dihadapi, maka tim, unit, dan satuan SAR Polri dapat didukung peralatan dan perlengkapan yang dimiliki oleh Polri atau instansi di luar Polri.

BAB III
PELAKSANAAN

Bagian Kesatu
Operasi SAR Polri

Pasal 14
(1) Operasi SAR Polri meliputi:
a. kegiatan SAR yang dilakukan secara mandiri oleh satuan-satuan Polri di bawah koordinasi pejabat yang ditunjuk dalam Peraturan Kapolri ini; dan
b. kegiatan SAR yang dilakukan atas permintaan BASARNAS/Badan Penanggulangan Bencana Derah di bawah koordinasi dan pengorganisasian BASARNAS/Badan Penanggulangan Bencana Derah.
(2) Kegiatan operasi SAR Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tahap:
a. awal;
b. pelaksanaan; dan
c. akhir.

(1) Kegiatan menyadari dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, merupakan saat diketahui disadari terjadinya keadaan darurat musibah.
(2) kegiatan menyadari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. menerima laporan tentang terjadinya suatu bencana atau musibah yang membutuhkan pelaksanaan operasi SAR;
b. mencari informasi tentang peristiwa yang terjadi, meliputi:
1. jenis musibah yang terjadi;
2. posisi atau tempat kejadian;
3. waktu kejadian; dan
4. kemungkinan korban yang ditimbulkan.
c. mencari informasi tentang data-data pendukung operasi SAR, meliputi:
1. keadaan cuaca;
2. arah dan kecepatan angin;
3. jarak pandang yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya penghalang, seperti kabut, asap, dan sejenisnya;
4. kemungkinan adanya gas beracun; dan
5. tanda-tanda medan.

Pasal 17
(1) Kegiatan persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b merupakan saat dilakukan suatu tindakan sebagai tanggapan (respons) adanya musibah yang terjadi.
(2) Kegiatan persiapan yang dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. menggolongkan keadaan darurat yang terjadi;
b. menyiapkan tim, unit, atau satuan SAR Polri yang akan ditugaskan;
c. menyiagakan peralatan dan perlengkapan perorangan, tim, unit, atau satuan SAR Polri; dan
d. mencari data-data tambahan, meliputi:
1. perkembangan situasi terakhir dari musibah atau bencana yang terjadi;
2. perkembangan keadaan cuaca terakhir serta kondisi medan; dan
3. lingkungan pada lokasi musibah.

Pasal 18
(1) Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c, merupakan pembuatan rencana operasi yang efektif berupa:
a. penentuan titik duga;
b. penghitungan luas area musibah;
c. pemilihan dan penggunaan peralatan dan perlengkapan;
d. cara bertindak; dan
e. pelaksanaan koordinasi dengan pihak terkait.
(2) Kegiatan perencanaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. mengevaluasi seluruh data yang telah didapat baik data awal maupun data akhir yang berkaitan dengan musibah yang terjadi;
b. membuat rencana pencarian yang meliputi:
1. perkiraan kemungkinan posisi musibah atau MPP (The Most Probable Position);
2. luas area pencarian; dan
3. pola pencarian;
c. penentuan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan.

(1) Kegiatan akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c, dilakukan pada saat operasi SAR dinyatakan selesai.
(2) Kegiatan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. menarik personel, peralatan, dan perlengkapan dari lapangan;
b. pimpinan lapangan melakukan konsolidasi dan pemeriksaan terhadap keadaan personel, peralatan, dan perlengkapan yang telah digunakan;
c. pimpinan lapangan membuat laporan akhir tugas secara tertulis dan melaporkan kepada kesatuan sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan tugas;
d. mengadakan pemberitaan (public information) oleh SMC;
e. melakukan analisa dan evaluasi terhadap kegiatan operasi SAR yang telah dilaksanakan; dan
f. SMC mengembalikan personel, peralatan, dan perlengkapan SAR Polri kepada instansi Polri, dalam hal SAR Polri betugas secara gabungan dengan SAR lain di bawah kendali SMC.

Pasal 21
(1) Operasi SAR dilaksanakan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.
(2) Dalam hal dipandang perlu, operasi SAR dapat diperpanjang paling lama 7 (tujuh) hari.
(3) Operasi SAR yang telah dinyatakan selesai atau ditutup, dapat dibuka kembali berdasarkan informasi baru yang berindikasi ditemukannya korban, lokasi, atau atas permintaan Badan SAR Nasional.

Bagian Kedua
Wilayah Tanggungjawab SAR

(1) Tanggungjawab pembinaan potensi SAR tingkat Mabes Polri dilaksanakan oleh pimpinan satuan yang memiliki potensi SAR Korbrimob Polri, Korlantas Polri, Ditpolair, Ditpoludara, Ditsabhara, dan Ditsatwa.
(2) Tanggungjawab pembinaan SAR tingkat Polda dilaksanakan oleh pimpinan Satuan yang memilki potensi SAR Satbrimob, Satpolair, Ditsabhara, dan Ditlantas.

Bagian Ketiga
Dukungan Operasional SAR

Pasal 24
Dalam rangka mendukung kelancaran operasional SAR Polri diperlukan dukungan:
a. administrasi, berupa surat perintah tugas;
a. sarana prasarana, menggunakan sarana prasarana yang ada pada kesatuan masing-masing, atau gabungan satuan fungsi Polri, atau dari instansi pemerintah, swasta dan/atau unsur lainnya; dan
b. anggaran.

Pasal 25
Dukungan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, sebagai berikut:
a. anggaran DIPA Polri, apabila operasi dilaksanakan oleh mandiri Polri;
b. anggaran Pemda, apabila SAR Polri melaksanakan operasi gabungan dengan unsur SAR atas permintaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah; dan
c. penggunaan keuangan negara, apabila SAR Polri melaksanakan operasi gabungan atas permintaan Kepala BASARNAS.

BAB IV
KOMANDO DAN PENGENDALIAN

Pasal 26
Perintah pengerahan potensi SAR Polri dalam pelaksanaan operasi SAR atas perintah:
a. Kapolri melalui Asisten Kapolri bidang operasi (Asops Kapolri) untuk tingkat Mabes Polri; dan
b. Kapolda melalui Kepala Biro Operasi (Karoops) Polda untuk tingkat Polda.

Pasal 27
Satuan Kewilayahan penerima kekuatan potensi SAR Polri dapat menggunakan kekuatan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan musibah maupun bencana yang terjadi di wilayahnya.

Pasal 28
(1) Penentuan penempatan personel SAR Polri berdasarkan pertimbangan situasi dan kondisi musibah maupun bencana yang terjadi, atas perintah SMC setelah berkoordinasi dengan OSC yang ditugaskan oleh Polri berdasarkan surat perintah.
(2) OSC maupun pimpinan lapangan SAR Polri wajib memberikan penjelasan kepada Kepala Satuan Kewilayahan tentang prosedur maupun langkah-langkah yang akan diambil dalam operasi SAR yang akan dilaksanakan setelah menganalisa situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan.
(3) Dalam keadaan darurat atau bencana yang berskala nasional Kapolri bertindak selaku SC dan menunjuk Pejabat di bawahnya untuk bertindak sebagai SMC dalam rangka tanggap darurat terhadap musibah dan atau bencana yang terjadi, sampai dengan SMC yang ditunjuk oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) datang.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2011
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

Drs. TIMUR PRADOPO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Desember 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN


Lampiran :  1