[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai tata cara penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan/atau pejabat lain di lingkungan Kementerian.

Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 3
Tata cara penyelesaian kerugian negara ditetapkan dengan tujuan untuk:
a.   penegakan dan kepastian hukum dalam penyelesaian pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kementerian;
b.   penjagaan atas hak dan aset negara di lingkungan Kementerian;
c.   optimalisasi pemulihan pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kementerian; dan
d.   peningkatan disiplin dan tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kementerian.

BAB II
TAHAPAN PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA
Pasal 4
(1)  Setiap kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan/atau pejabat lain di lingkungan Kementerian wajib diselesaikan dengan penggantian kerugian negara.
(2)  Penggantian kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan penyelesaian kerugian negara.
(3)  Tahapan penyelesaian kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a.   pengungkapan informasi awal kerugian negara;
b.   pembuktian kerugian negara;
c.   rekomendasi pengenaan pembebanan ganti kerugian negara;
d.   penyelesaian TGR;
e.   penagihan dan penyetoran; dan
f.    penatausahaan dan akuntansi.
(4)  Pelaksanaan penggantian kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh TPKN-KKP yang dibentuk oleh Menteri.

BAB III
TPKN-KKP
Bagian Kesatu
Pembentukan TPKN-KKP
(1)  TPKN-KKP beranggotakan paling sedikit 5 (lima) orang anggota dan paling banyak 15 (lima belas) orang anggota dengan jumlah anggota ganjil.
(2)  Keanggotaan TPKN-KKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.  Menteri sebagai pengarah;
b.  Sekretaris Jenderal sebagai ketua merangkap anggota;
c.  Inspektur Jenderal sebagai wakil ketua merangkap anggota;
d.  Kepala Biro Keuangan sebagai sekretaris merangkap anggota;
e.  pejabat lain yang berasal dari unit kerja bidang pengawasan, keuangan, kepegawaian, hukum, umum dan bidang lain yang terkait sebagai anggota.
(3)  Masa kerja TPKN-KKP selama 1 (satu) tahun sesuai tahun anggaran berjalan dan ditinjau kembali setiap tahun.

Pasal 7
Dalam melaksanakan tugasnya TPKN-KKP dibantu oleh Sekretariat yang ditetapkan oleh Ketua TPKN-KKP.

Pasal 8
(1)  Satuan kerja dapat membentuk TPKN Ad Hoc yang bertugas membantu TPKN-KKP menyelesaikan kerugian negara yang terjadi di unit kerjanya dengan persetujuan pejabat eselon I pada unit kerja yang bersangkutan.
(2)  Kepala Satuan Kerja wajib memberitahukan pembentukan TPKN Ad Hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada TPKN KKP melalui pejabat eselon I pada unit kerja yang bersangkutan.
(3)  Masa kerja TPKN Ad Hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 30 (tiga puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari TPKN KKP dan pejabat eselon I pada unit kerja yang bersangkutan.

Bagian Ketiga
Pengambilan Keputusan
(1)  Setiap indikasi adanya kerugian negara yang terjadi di lingkungan Kementerian harus ditindaklanjuti melalui penyelesaian kerugian negara.
(2)  Inspektur Jenderal wajib menghimpun pengungkapan informasi awal adanya indikasi kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam suatu catatan secara berkesinambungan.
(3)  Penghimpunan pengungkapan informasi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima:
a.   laporan hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan;
b.   laporan hasil pengawasan dari Inspektorat Jenderal;
c.   laporan hasil pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah lainnya;
d.   laporan hasil pengawasan atas tindak lanjut pemberitahuan atasan langsung bendahara, kepala kantor/satuan kerja,  atau masyarakat mengenai indikasi adanya kerugian negara; dan
e.   laporan perhitungan ex officio yang dibuat oleh pejabat yang ditunjuk oleh kepala kantor/satuan kerja.

Pasal 11
Kepala satuan kerja wajib menghimpun pengungkapan informasi awal tentang indikasi kerugian negara di unit kerja yang bersangkutan ke dalam catatan kronologis mengenai indikasi kerugian negara yang berasal dari:
a.   kekurangan uang yang ada dalam pengelolaannya;
b.   kehilangan barang milik negara yang ada dalam penguasaannya; dan
c.   kerusakan dan/atau tidak dapat berfungsinya barang milik negara sebelum berakhir masa ekonomisnya.

Bagian Kedua
Pengklasifikasian Menurut Pihak Yang Bertanggung Jawab
(1)  Inspektur Jenderal wajib menyampaikan laporan bulanan hasil penghimpunan informasi awal dan pengklasifikasian pihak yang bertanggung jawab terhadap indikasi kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 12 kepada Menteri melalui TPKN-KKP.
(2)  Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama tanggal 5 setelah bulan pelaporan bulan berjalan.

Pasal 14
Kepala Satuan Kerja wajib menyampaikan laporan informasi awal indikasi kerugian negara hasil pengungkapan informasi awal indikasi kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 kepada TPKN KKP melalui pejabat eselon I pada unit kerja yang bersangkutan.

BAB V
PEMBUKTIAN KERUGIAN NEGARA
Verifikasi, klarifikasi, dan pengumpulan bukti tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan untuk memperoleh kepastian mengenai:
a.  ada atau tidaknya suatu perbuatan melanggar hukum atau melalaikan kewajiban dari indikasi kerugian negara yang diungkapkan dalam dugaan sementara;
b.  jumlah atau besarnya kerugian negara yang nyata dan pasti jika terdapat bukti-bukti yang meyakinkan bahwa perbuatan melanggar hukum atau melalaikan kewajiban telah terjadi;
c.  pihak yang harus bertanggung jawab atas terjadinya kerugian negara secara sendiri-sendiri atau secara tanggung renteng; dan
d.  usulan pembebanan ganti kerugian negara terhadap pihak yang bertanggung jawab.

Pasal 17
(1)  TPKN Ad Hoc membantu TPKN-KKP dalam melakukan verifikasi, klarifikasi, dan pengumpulan bukti tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dengan melakukan verifikasi dan pengumpulan dokumen bukti tambahan.
(2)  Dokumen bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.  laporan hasil pengawasan/pemeriksaan/evaluasi yang direferensikan sebagai sumber pengungkapan informasi awal tentang adanya kerugian negara dan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan negara serta tugas pokok dan fungsi pihak yang bertanggung jawab;
b.  dokumen perbendaharaan seperti daftar isian pelaksanaan anggaran, laporan barang milik negara, laporan keuangan, surat permintaan pembayaran, surat perintah pencairan dana, atau kontrak; dan
c.  surat keputusan pengangkatan sebagai bendahara, pejabat perbendaharaan lainnya, serta surat pengangkatan kepegawaian.
(3)  Selain melakukan verifikasi dan pengumpulan dokumen bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) TPKN Ad Hoc dapat melakukan klarifikasi dan mencari bukti tambahan lain dari seluruh pejabat di lingkungan Kementerian.

Pasal 18
TPKN Ad Hoc wajib menyampaikan laporan hasil verifikasi, klarifikasi, dan pengumpulan bukti tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 kepada Ketua TPKN-KKP sesuai dengan batas waktu penugasannya.

BAB VI
REKOMENDASI PENGENAAN GANTI KERUGIAN NEGARA
(1)  Terhadap indikasi kerugian negara yang diakibatkan oleh pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain dengan nilai di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), terlebih dahulu dilaporkan kepada Menteri untuk mendapat saran yang dapat dipakai sebagai salah satu pertimbangan dalam menetapkan rekomendasi TPKN-KKP.
(2)  TPKN-KKP dapat mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan tidak terdapat kerugian negara apabila tidak terdapat cukup bukti untuk menyatakan telah terjadi perbuatan melanggar hukum atau melalaikan kewajiban oleh pihak yang diduga bertanggung jawab.

Pasal 21
(1)  Terhadap indikasi kerugian negara yang dilakukan oleh bendahara, rekomendasi TPKN-KKP disampaikan kepada Badan  Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pertimbangan rekomendasi ditetapkan untuk diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan.
(2)  Terhadap perbuatan melanggar hukum yang mempunyai indikasi tindak pidana korupsi, rekomendasi TPKN-KKP  disampaikan kepada pejabat yang berwenang menangani tindak pidana korupsi sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB VII
PENYELESAIAN TGR
Bagian Kesatu
Umum
Dalam rangka penyelesaian TGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 TPKN-KKP dapat berkoordinasi dengan pejabat eselon I yang terkait, atasan langsung pihak yang bertanggung jawab, pengampu, ahli waris, atau aparat penegak hukum untuk melakukan upaya penyelesaian tuntutan ganti kerugian negara.

Bagian Kedua
Penyelesaian Secara Damai
Pasal 24
(1)  Penyelesaian TGR secara damai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a sedapat mungkin dilakukan dengan pihak yang bertanggung jawab, pengampu, atau ahli waris, baik secara tunai dan seketika maupun mengangsur.
(2)  Penyelesaian TGR secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan pernyataan bersedia bertanggung jawab berupa SKTJM kepada pihak yang bertanggung jawab yang sekurang-kurangnya memuat:
a.   pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian negara menjadi tanggung jawabnya dan bersedia  mengganti;
b.   jumlah kerugian negara yang harus dibayar;
c.   cara penggantian tunai dan seketika atau mengangsur;
d.   jangka waktu pembayaran;
e.   pernyataan penyerahan barang jaminan;
f.    tempat dan tanggal surat; dan
g.   tanda tangan pihak yang bertanggung jawab, pengampu, atau ahli waris dan diketahui oleh Kepala Satuan Kerja dan/atau  pejabat yang terkait.
(3)  Pada saat penandatanganan SKTJM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pihak yang bertanggung jawab wajib menyerahkan dokumen sebagai berikut:
a.   daftar barang jaminan;
b.   bukti kepemilikan yang sah atas barang yang dijaminkan; dan
c.   surat kuasa untuk menjual, untuk jumlah di atas Rp100.000,000,00 (seratus juta rupiah) yang dituangkan dalam akta  notarial atas beban negara.
(4)  Penyelesaian TGR secara damai yang dilakukan tunai dan seketika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jangka waktu pelunasan tunai dan seketika selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari kerja sejak SKTJM ditandatangani, akan tetapi tidak dapat melebihi batas masa pensiun pihak yang bertanggung jawab.
(5)  Penyelesaian TGR secara damai yang dilakukan dengan mengangsur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jangka waktu pelunasan secara bulanan selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak SKTJM ditandatangani dengan memperhatikan kemampuan pihak yang bertanggung jawab, akan tetapi tidak dapat melebihi batas masa pensiun pihak yang bertanggung jawab.
(6)  Apabila pihak yang bertanggung jawab lalai melakukan angsuran berturut-turut 4 (empat) kali atau melewati batas pelunasan tunai seketika maka dapat segera dilakukan penjualan jaminan melalui prosedur lelang negara yang ditetapkan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Secara Paksa
Pasal 25
(1)  Penyelesaian TGR secara paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b dilakukan dengan penerbitan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara, yang selanjutnya disingkat SKP2KS.
(2)  Penerbitan SKP2KS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh TPKN-KKP apabila upaya penyelesaian secara damai dengan SKTJM tidak mungkin diperoleh atau tidak memberikan jaminan pengembalian kerugian negara.
(3)  Penerbitan SKP2KS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:
a.  Kepala Satuan Kerja atas nama Menteri dari pihak yang bertanggung jawab atas kerugian negara dengan nilai sampai dengan Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah);
b.  eselon I atas nama Menteri dari pihak yang bertanggung jawab atas kerugian negara dengan nilai di atas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan RP.100.000.000,- (seratus juta rupiah);
c.   Menteri dengan nilai di atas Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(4)  Dalam penerbitan SKP2KS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri dapat meminta pertimbangan ahli hukum mengenai penyelesaian TGR secara paksa yang akan dilakukan.

Pasal 26
(1)  Pihak yang bertanggung jawab, pengampu, atau ahli waris, dapat mengajukan keberatan/pembelaan diri secara tertulis kepada Menteri terhadap SKP2KS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima SKP2KS disertai dengan bukti-bukti sah yang mendukung keberatan/pembelaannya.
(2)  Menteri menerbitkan surat keputusan mengenai peninjauan kembali dan memproses pembebasan TGR apabila keberatan/pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima.
(3)  TPKN-KKP melalui pejabat eselon I dimana pihak yang bertanggung jawab bekerja, memerintahkan pejabat atasan langsung pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan pemotongan gaji/tunjangan/penerimaan lainnya dari pihak yang bertanggung jawab apabila jangka waktu mengajukan keberatan telah terlewati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau keberatan/pembelaan ditolak.
(4)  PKN-KKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat meminta bantuan secara tertulis kepada pimpinan instansi pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan penyelesaian TGR secara paksa apabila pihak yang bertanggung jawab telah bekerja di luar Kementerian.
(5)  Dalam hal penyelesaian TGR secara paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak terpenuhi maka kewajiban pihak yang bertanggung jawab dilakukan melalui proses piutang negara oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Penyelesaian Lainnya
Pasal 27
(1) Penyelesaian TGR lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c, dilakukan dengan penerbitan Surat Keputusan Pembebasan oleh Menteri secara kolektif yang menyatakan bahwa penyelesaian TGR tidak dapat ditindaklanjuti secara tuntas.
(2) Penerbitan Surat Keputusan Pembebasan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh TPKN-KKP apabila:
a. penyelesaian TGR diluar upaya damai telah melewati batas waktu kadaluarsa sesuai dengan peraturan perundang-undangan; atau
b.  terdapat pertimbangan yang menyatakan bahwa pihak yang bertanggung jawab, pengampu, atau ahli waris tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk menyelesaikan TGR tanpa mengganggu kelangsungan hidupnya.

BAB VIII
PENAGIHAN DAN PENYETORAN
Pasal 28
(1) TPKN-KKP menyampaikan penetapan besaran pembebanan ganti kerugian negara oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) kepada pejabat eselon I dan atasan langsung pihak yang bertanggung jawab dilampiri dengan tembusan SKTJM atau SKP2KS.
(2) Pejabat eselon I dan atasan langsung pihak yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab menjalankan upaya penagihan penyelesaian TGR yang diintegrasikan dalam kegiatan pada rencana kerja tahunan satuan kerja.
(3) Pejabat eselon I dan atasan langsung pihak yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab mengkonfirmasi penyetoran TGR kepada kas negara dan melakukan verifikasi bukti-bukti penyetoran.

BAB IX
PENATAUSAHAAN DAN AKUNTANSI
Pasal 29
(1)  TPKN-KKP wajib menyelenggarakan penatausahaan dan menyimpan bukti berkenaan dengan proses penyelesaian TGR.
(2)  Pejabat eselon I dan atasan langsung pihak yang bertanggung jawab wajib menyelenggarakan penatausahaan dan menyimpan bukti berkenaan dengan penagihan dan penyetoran.

Pasal 30
Setiap SKTJM, SKP2KS, Surat Keputusan Pembebasan, serta lampiran bukti setor wajib dicatat dalam daftar kerugian negara dan dalam sistem akuntansi instansi dari satuan kerja sebagai Piutang TGR.

BAB X
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pemantauan
Pasal 31
(1)  Inspektur Jenderal wajib melakukan pemantauan perkembangan indikasi kerugian negara yang diserahkan kepada TPKN-KKP.
(2)  Dalam pelaksanaan pemantauan perkembangan indikasi kerugian negara yang diserahkan kepada TPKN-KKP, Inspektur Jenderal wajib memerintahkan aparaturnya untuk memantau pelaksanaan penyelesaian TGR di tingkat eselon I maupun di tingkat satuan kerja.
(3)  Setiap tiga bulan sekali, Inspektur Jenderal melakukan rekonsiliasi data kerugian negara dengan TPKN-KKP.

Pasal 32
Inspektur Jenderal wajib melakukan klarifikasi aktif terhadap setiap keterlambatan penetapan kepastian ada/tidaknya kerugian negara oleh TPKN-KKP.

Pasal 33
TPKN-KKP wajib melakukan pemantauan perkembangan penyelesaian TGR yang diserahkan kepada pimpinan unit eselon I dan/atau pimpinan satuan kerja dan melakukan klarifikasi aktif terhadap setiap keterlambatan penagihan dan penyetoran.

Bagian Kedua
Pelaporan
Pasal 34
(1) TPKN-KKP wajib menyampaikan laporan perkembangan hasil penyelesaian TGR setiap bulan kepada:
a.  Menteri melalui Sekretaris Jenderal dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal dan pejabat eselon I terkait;
b.  Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia melalui Menteri; dan
c.  Gubernur, walikota dan bupati tertentu, dalam hal melibatkan pegawai pemerintah daerah untuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
(2) Laporan perkembangan hasil penyelesaian TGR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan daftar kerugian negara.

BAB XI
PEMBINAAN
Pasal 35
(1)  Menteri melakukan pembinaan pelaksanaan penyelesaian TGR.
(2)  Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara administratif dilakukan oleh Sekretaris Jenderal dan pembinaan  teknis dilakukan oleh Inspektur Jenderal.

Pasal 36
(1)  Dalam rangka pembinaan TPKN-KKP dapat menyampaikan masukan kepada Menteri mengenai modus operandi terjadinya kerugian negara sebagai bahan pembuatan kebijakan inisiatif anti korupsi dan pembinaan sistem pengendalian internal pemerintah.
(2)  Modus operandi terjadinya kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang teridentifikasi didesiminasikan kepada seluruh satuan kerja bekerja sama dengan Inspektorat Jenderal.

BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 37
Ketentuan teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan penyelesaian kerugian negara ditetapkan oleh Menteri.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Saldo TGR yang harus diselesaikan dijadikan salah satu bahan untuk menyusun rencana kegiatan satuan kerja dan wajib dianggarkan pembiayaan kegiatan penyelesaiannya.

Pasal 39
(1)  Peraturan Menteri ini digunakan sebagai dasar untuk menyelesaikan saldo indikasi kerugian negara yang masih terbuka pada saat Peraturan Menteri ini berlaku.
(2)  Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, semua ketentuan yang mengatur tentang TGR di lingkungan Kementerian tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Februari 2011
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

FADEL MUHAMMAD


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Februari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR